mastoid.
b. Patofisiologi :
Stadium Oklusi
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah gambaran
Stadium hiperemis
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang
terlihat
d. Penatalaksanaan :
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnyaa.
alergi.
Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat
bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
b. Patofisiologi :
c. Klasifikasi :
sentral, marginal atau atik. Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars
tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada sisa membran timpani.
dengan anulus atau sakulus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang
Marginal
Jenis OMSK terbagi atas 2 jenis:
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak
terdapat kolesteatoma.
adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). OMSK
tipe maligna dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang.
Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya di marginal atau di atik, kadang-
Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe
maligna.
Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif dan
OMSK tenang. OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum
d. Penatalaksanaan :
Terapi OMSK sering memerlukan waktu yang lama serta harus berulang-
ulang, karena sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi.
Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu:
paranasal.
mastoid.
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat
pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret
bahwa semua obat tetes yang dijual dipasaran saat ini mengandung
antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu, obat tetes telingan jangan
diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK
yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin,
atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisillin), sebelum hasil tes
pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih
Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan
mastoidektomi.
dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronik, baik tipe benigna atau
a. Mastoidektomi sederhana
mastoid dari jaringan patologik. Tujuan : Agar infeksi tenang dan telinga
tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi radikal
sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga
luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga
hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga
kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga.
d. Miringoplasti
timpani,
benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan
e. Timpanoplasti
pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus
jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilakukan dua
tympanoplasty)
telinga).
dikerjakan melalui dua jalan (cobined approach), yaitu melalui liang telinga
operasi ini dilakukan pada OMSK maligna belum disepakati oleh para ahli,
b. Patofisiologi :
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium ostium dan
pernafasan.
polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin
dan molar).
temuan nasoendoskopi:
- polip dan/ atau - sekret mukopurulen dari meatus medius dan/ atau -
Sinusitis Akut
telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri
Sinusitis Subakut
mg/kg,dewasa 50-100mg)
Juga diberikan obat-obat simptomatis berupa dekongestan. Selain itu
Sinusitis Kronis
yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka
memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan
setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang
ostiomeatal.
4. Rhinitis Alergi :
a. Definisi :
b. Patofisiologi :
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali
dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat
(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi,
berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13
(IgE). IgE disirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh
sehingga ke dua sel ini akan menjadi aktif. Proses ini disebut
Factor) dll. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat
(RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf
1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul
saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam
tersebut diatas.
3. Penatalaksanaan
d. Algoritma penatalaksanaan rinitis alergi menurut WHO Initiative
ARIA 2001
5. Karsinoma nasofaring :
a. Definisi :
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah
daerah vital.
b. Gejala
Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu
gejala nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata, dan saraf, serta
karena sering gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau
tomor).
melalui foramen laserum akan mengenai saraf III, IV, VI dan dapat pula
merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum
terdapat keluhan lain yang berarti. Selain itu, terdapat pula gejala
parestesia daerah pipi, paresis/paralisis arkus faring, kelumpuhan otot
XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat
yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut sindom
hidung.
2. Gejala telinga, berupa tinitus, rasa tidak nyaman samapi nyeri
telinga.
3. Gejala saraf, berupa gangguan saraf otak, seperti diplopia,
T = Tumor primer.
perluasan ke parafaring*
ruang mastikator.
kelenjar ipsilateral.
M = Metastasis jauh
Stadium 0 T1s N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIB T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N1 M0
Stadium III T1 N2 M0
T2a, T2b N2 M0
T3 N2 M0
Stadium IV A T4 N0,N1,N2 M0
Stadium IV B Semua T N3 M0
d. Penatalaksanaan :
Stadium I : Radioterapi
kemoradiasi
1. Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Karsinoma Nasofaring dalam Kapita Selekta Kedokteran Jilid
1, Ed.3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1999
2. Roezin, Averdin dan Marlinda Adham. 2012. Karsinoma Nasofaring dalam buku Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher, Ed. 7. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia