Disusun Oleh :
Dwi Wahyuni 2011730169
Dewi Imaniar 2011730021
Metta Astiana 2011730065
Pembimbing :
dr. Indra K Ibrahim Sp.An
KASUS
INDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. CR
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Kp. Palasari Rt 019/010
No Rekam medik : A 17 99 XX
Tanggal masuk : 30 November 2015
Ruangan : FB
Dokter yang merawat : dr. Nanti, Sp.B
Diagnosis Pra Bedah : Tumor Mammae dextra
Rencana Operasi : Biopsi eksisi
ANAMNESIS
Keluhan utama
Benjolan pada payudara sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Os mengeluhkan adanya benjolan pada payudara sebelah kanan
sejak 6 tahun smrs. Benjolan dirasakan saat os sedang menyusui
anaknya, ukurannya 0,5 cm dan sampai sekarang os mengaku
benjolannya tidak membesar. Hanya os kadang mengeluhkan terasa
pegal pada payudara sebalah kanan tetapi tidak pernah terasa sakit.
Keluhan demam, mual dan muntah disangkal. Bak dan Bab tidak ada
keluhan.
Riwayat Penyakit dahulu
Riwayat asma disangkal
Riwayat Operasi
Sectio caesarea 2,5 tahun yang lalu
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : cm
GCS : E4V5M6
Berat Badan : 87 kg
Tinggi Badan : 158cm
Tanda Vital
Tekanan darah : 206/93 mmHg
Suhu : 36,8C.
Nadi : 105x/menit, regular
Pernapasan : 18x/menit
Kepala : normocephal
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), pupil 2mm/2mm RC +/+
Hidung : normonasi, deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-), lidah tremor (-),
faring hiperemis (-),
Telinga : normotia, sekret (-)
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thorax
Jantung : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : bentuk datar
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-),
Auskultasi : BU (+) 9x/menit
Ekstremitas
Atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan
Hemoglobin 14.1 g/dL
Leukosit 9.800 /L
Hematokrit 42 %
MCV 80 fL
MCH 29 Pg
MCHC 36 g/dL
Trombosit 324000 /L
GDS 95 mg/dL
SGOT 18 U/I
SGPT 14 U/I
Ureum 32 mg/dL
Kreatinin 0,83 mg/dL
Bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis
(-/-)
Laboratorium
Rontgen Thorax
Kesan :
Tidak
tampak
kardiomegali
Tidak
tampak TB
Resume
Wanita 59 tahun datang dengan keluhan adanya benjolan pada
payudara sebelah kanan sejak 6 tahun smrs. Riwayat penyakit dahulu
tekanan darah tinggi sudah 1 tahun dan terkontrol.Pemeriksaan fisik :
Kesadaran : cm. Keadaan umum : tampak sakit sedang Tekanan
Darah : 206/93 Suhu : 36,5 C Nadi: 85 x/m regular Pernafasan :
22x/m. Status generalis : palpasi abdomen mac burney (+)
Diagnosis
Appedisitis kronis
Rencana tindakan
Apendektomi
Terapi
Pct 500 mg
Medikasi intraoperatif
1. Recofol 30 mg + 100 mg
2. Fentanyl 25 mcq + 75 mcq
3. Atracurium 10 mg
4. Ketorolac bolus 70 mg/8 jam (12.15 wib)
Pemberian cairan / darah :
1. Ringer laktat 500ml
MONITORING
POST OPERATIF
Keadaan umum pasca operasi
Keadaan umum : cm
Tekanan darah : 156/75 mmHg
Nadi : 78 x/m
Respirasi : 18 x/m
SpO2 : 99 %
Suhu : 36.6c
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi
Pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh banyak variabel, termasuk postur, waktu
siang atau malam, kondisi emosional, kejadian terkini, pemberian obat-obatan dan peralatan serta
teknik yang digunakan. Diagnosis hipertensi tidak dapat dilakukan dengan pembacaan tunggal
tapi juga memerlukan informasi riwayat kenaikan tekanan darah sebelumnya. Walaupun
kecemasan saat preoperatif atau nyeri sering menghasilkan beberapa derajat hipertensi bahkan
pada pasien normal, pasien dengan riwayat hipertensi umumnya menunjukkan peningkatan
sebagai tekanan darah tinggi secara konsisten yaitu tekanan sistolik lebih besar dari 140-160
2.1.2. Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk
pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam
kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia.
Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan
Hipertensi umumnya dimulai pada usia muda, sekitar 5 sampai 10% pada 20 - 30 tahun.
Bagi pasien yang berusia antara 40 70 tahun, setiap peningkatan tekanan darah sistolik sebesar
20 mmHg atau tekanan darah diastolik sebesar 10 mmHg akan meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskular. Berdasarkan kriteria baru, prevalensi hipertensi tingkat 1 dan 2 di tiga kecamatan
daerah Jakarta Selatan pada tahun 2007 mencapai angka 40,1% pada lelaki dan 44,4% pada
wanita. Di Amerika Serikat insiden hipertensi lebih tinggi di kalangan orang-orang Asia
2.1.3. Etiologi
Genetik
Dibandingkan dengan orang kulit putih, orang kulit hitam di negara barat lebih
banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat hipertensinya dan lebih besar tingkat
perbedaan genetik.
Geografi dan lingkungan
Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi kelompok daerah
kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa Indian Amerika Selatan yang tekanan
darahnya rendah dan tidak banyak meningkat sesuai dengan pertambahan usia
jumlah nefron dan lebih rendahnya kemampuan mengeluarkan natrium pada bayi dengan
maupun didapat. Berdasarkan studi populasi, seperti Studi INTERSALT pada tahun 1988
diperoleh korelasi antara asupan natrium rerata dengan tekanan darah dan penurunan
produksi rennin, menyebabkan kontriksi arteriol dan vena dan meningkatkan curah
jantung.
Resistensi insulin atau hiperinsulinemia
Kaitan hipertensi primer dengan resistensi insulin telah diketahui sejak beberapa
tahun silam, terutama pada pasien gemuk. Insulin merupakan zat penekan karena
Diagnosis suatu keadaan hipertensi dapat ditegakkan bila ditemukan adanya peningkatan
tekanan arteri diatas nilai normal yang diperkenankan berdasarkan umur, jenis kelamin dan ras.
Batas atas tekanan darah normal yang diijinkan adalah sebagai berikut :
Menurut The Joint National Committee 7 (JNC 7) pada pertemuan mengenai Pencegahan,
Deteksi, Evaluasi dan Penatalaksanaan Hipertensi tahun 2003, klasifikasi hipertensi dibagi atas
Klasifikasi di atas untuk dewasa usia 18 tahun ke atas. Hasil pengukuran tekanan darah
(TD) dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk posisi dan waktu pengukuran, emosi, aktivitas,
obat yang sedang dikonsumsi dan teknik pengukuran TD. Kriteria ditetapkan setelah
dilakukan 2 atau lebih pengukuran TD dari setiap kunjungan dan adanya riwayat peningkatan TD
meningkat untuk menjadi hipertensi. Nilai rentang TD antara 130-139/80-89 mmHg mempunyai
risiko 2 kali berkembang menjadi hipertensi dibandingkan dengan nilai TD yang lebih rendah
dari nilai itu. Disamping itu klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya, dapat dibagi dalam
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik dan merupakan 95% dari
kasus-kasus hipertensi. Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vaskular,
sehingga tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi vaskular perifer
bertambah atau keduanya. Meskipun mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi
beberapa tahun setelah kecenderungan ke arah sana dimulai. Pada saat tersebut, beberapa
mekanisme fisiologis kompensasi sekunder telah dimulai sehingga kelainan dasar curah jantung
Pada hipertensi yang baru dimulai, curah jantung biasanya normal atau sedikit meningkat
dan resistensi perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung cenderung menurun dan
resistensi perifer meningkat. Adanya hipertensi juga menyebabkan penebalan dinding arteri dan
arteriol, mungkin sebagian diperantarai oleh faktor yang dikenal sebagai pemicu hipertrofi
vaskular dan vasokonstriksi, sehingga menjadi alasan sekunder mengapa terjadinya kenaikan
darah.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat masalah primer lain. Penyebab hipertensi sekunder
Sindrom Conn.
d Hipertensi neurogenik yang terjadi akibat lesi saraf.
2.1.5. Patofisiologi
Hipertensi dapat bersifat idiopatik (esensial) atau yang jarang terjadi dapat bersifat
sekunder yang diakibatkan oleh kondisi medis lain seperti penyakit ginjal, hiperaldosteronisme
primer, sindrom Cushing, akromegali, kehamilan, atau terapi estrogen. Hipertensi primer terjadi
pada 80-95% kasus dan mungkin disebabkan oleh hasil kerja jantung yang abnormal, resistensi
vaskuler sistemik (SVR), atau keduanya. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan
resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah.
Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan
tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi
akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung menjadi semakin terancam
oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner. Bila proses aterosklerosis berlanjut, penyediaan
oksigen miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium terjadi akibat
hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya menyebabkan angina
Terapi obat telah terbukti mengurangi penyakit hipertensi, mencegah terjadinya stroke,
Kebanyakan pasien dengan hipertensi ringan hanya membutuhkan terapi obat tunggal,
yang dapat terdiri dari beta-bloker, angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, calcium
channel blockers, atau diuretik. Penyakit yang muncul bersamaan yang mempengaruhi pemilihan
obat termasuk penyakit paru-paru bronchospastik, penyakit arteri koroner, gagal jantung
kongestif, diabetes, dan hiperlipidemia, ACE inhibitor dan beta blocker adrenergik umumnya
kurang efektif pada pasien kulit hitam. Selain itu, pengobatan dengan beta bloker adrenergik saja
Pasien dengan hipertensi sedang sampai berat sering membutuhkan obat kedua atau
ketiga. Diuretik kurang sering digunakan sebagai pilihan pertama karena alasan efek samping
elektrolit dan metabolik serta meningkatkan kejadian aritmia. Agen ini sering digunakan untuk
melengkapi beta bloker adrenergik dan ACE inhibitor hanya jika terapi obat tidak efektif. ACE
inhibitor telah terbukti dapat memperpanjang usia hidup pada pasien dengan gagal jantung atau
disfungsi ventrikel kiri. Selain itu, ACE inhibitor dapat mempertahankan fungsi ginjal pada
pasien dengan diabetes dan pasien dengan insufisiensi ginjal. Keakraban dengan nama dan
mekanisme kerja agen antihipertensi yang umum digunakan adalah wajib untuk anestesi.
Sebuah pertanyaan yang sering muncul dalam praktek anestesi adalah derajat hipertensi
preoperasi yang dapat diterima pada pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif. Kecuali
untuk pasien yang dikontrol secara optimal, kebanyakan pasien hipertensi masuk ke ruang
operasi dengan beberapa derajat hipertensi. Meskipun pada saat preoperatif pasien memiliki
hipertensi sedang (tekanan < diastolik 90-110 mm Hg) namun hal ini tidak menutup
pasien hipertensi yang tidak diobati atau tidak terkontrol lebih cenderung untuk mengalami
episode iskemia intraoperatif infark, aritmia, atau hipertensi, dan hipotensi. Penyesuaian
intrabedah selama anestesi serta penggunaan obat vasoaktif diharapkan dapat mengurangi
insiden komplikasi postoperasi yang disebabkan preoperatif tidak memadai untuk mengontrol
hipertensi.
prosedur pembedahan, harus mencakup 4 hal dasar yang harus dicari, yaitu:
Penilaian ada tidaknya kerusakan atau komplikasi target organ yang telah terjadi
Semua data-data di atas bisa didapat dengan melakukan anamnesis riwayat perjalanan
penyakit, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan prosedur diagnostik lainnya. Penilaian
status volume cairan tubuh adalah menyangkut apakah status hidrasi yang dinilai merupakan
yang sebenarnya ataukah suatu hipovolemia relatif (berkaitan dengan penggunaan diuretika dan
vasodilator). Disamping itu penggunaan diuretika yang rutin, sering menyebabkan hipokalemia
dan hipomagnesemia yang dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya aritmia. Untuk
evaluasi jantung, EKG dan rontgen toraks akan sangat membantu. Adanya LVH dapat
dan kebutuhan oksigen. Untuk evaluasi ginjal, urinalisis, serum kreatinin dan BUN sebaiknya
diperiksa untuk memperkirakan seberapa tingkat kerusakan parenkim ginjal. Jika ditemukan
ternyata gagal ginjal kronis, maka adanya hiperkalemia dan peningkatan volume plasma perlu
diperhatikan. Untuk evaluasi serebrovaskuler, riwayat adanya stroke atau TIA dan adanya
retinopati hipertensi perlu dicatat. Tujuan pengobatan hipertensi adalah mencegah komplikasi
kardiovaskuler akibat tingginya TD, termasuk penyakit arteri koroner, stroke, CHF, aneurisme
Sementara itu pasien yang harus menjalani operasi elektif idealnya hanya bisa dilakukan
ketika tekanan darah dalam batas normal, pendekatan ini tidak selalu layak atau selalu diinginkan
karena gangguan autoregulasi serebral. Penurunan tekanan darah yang berlebihan dapat
mengganggu perfusi serebral. Selain itu, keputusan apakah akan menunda atau melanjutkan
dengan intervensi bedah harus bersifat individual, tergantung pada beratnya elevasi tekanan
darah sebelum operasi, kemungkinan iskemi miokard, disfungsi ventrikel atau komplikasi
vaskularisasi serebral atau ginjal, dan pembedahan (jika perubahan besar yang disebabkan
operasi di awal jantung atau afterload yang diperbolehkan). Dalam banyak kasus, hipertensi saat
preoperative terjadi karena ketidakpatuhan pasien dengan pola obat yang diberikan. Dengan
mempertahankan pemberian ACE inhibitor di pagi hari sebelum operasi karena hubungannya
dengan peningkatan insiden hipotensi intraoperatif. ACE inhibitor diketahui dapat mencegah
parenteral. Operasi pada pasien dengan tekanan diastolik preoperatif lebih besar dari 110 mmHg,
terutama pada pasien yang telah diketahui pasti mengalami kerusakan organ akhir maka operasi
harus ditunda sampai tekanan darah lebih terkontrol selama beberapa hari.
2.2.2. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan
untuk:
Menciptakan amnesia
Premedikasi bertujuan mengurangi kecemasan pra operasi dan sangat dibutuhkan pada
pasien hipertensi. Preoperatif hipertensi ringan hingga menengah sering sembuh setelah
dilanjutkan sesuai jadwal dan dapat diberikan dengan sedikit tegukan air. Seperti disebutkan
sebelumnya, beberapa dokter melanjutkan pemberian ACE inhibitor karena diketahui dapat
dapat dijadikan sebagai tambahan yang berguna untuk premedikasi penderita hipertensi,
pemberian sedasi tambahan klonidine dosis 0,2 mg dapat mengurangi penggunaan obat anestesi
selama selain dapat menimbulkan hipotensi tapi juga menyebabkan terjadinya bradikardi selama
operatisi.
2.3.1. Objektif
Secara keseluruhan tujuan anestesi untuk pasien dengan hipertensi adalah menjaga
kestabilan tekanan darah pasien. Pasien batas akhir hipertensi dapat diobati seperti pasien dengan
tekanan darah normal. Pada pasien usia lanjut atau pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol
telah terjadi perubahan autoregulasi aliran darah serebral dimana tekanan darah yang tinggi
mempertahankankan aliran darah otak yang memadai. Pada sebagian besar pasien dengan
hipertensi yang lama harus dipikirkan kemungkinan terjadinya penyakit arteri koroner dan
Hipertensi, terutama dalam kaitannya dengan takikardia, dapat memicu terjadinya iskemia
miokard, disfungsi ventrikel bahkan keduanya. Tekanan darah arteri umumnya harus dijaga
dalam 10-20% dari tingkat pra operasi. Jika hipertensi terjadi sebelum operasi dimana tekanan
darah lebih dari 180/120 mmHg, maka tekanan darah arteri harus dipertahankan dalam batas
2.3.2. Pemantauan
Pemantauan tekanan darah harus terus menerus dilakukan pada pasien dengan tekanan darah
yang tidak stabil dan pasien dengan prosedur pembedahan utama yang terkait dengan perubahan
yang cepat atau ditandai dengan preload jantung atau afterload. Pemantauan elektrokardiografi
bertujuan untuk mengetahui dengan cepat tanda-tanda iskemia. Produksi urin harus dipantau
melalui kateter urin terutama pada pasien gangguan ginjal yang sedang menjalani tindakan dan
diharapkan dapat bertahan lebih dari 2 jam. Selama pemantauan hemodinamik invasive
dilakukan, pemenuhan kebutuhan ventrikel sering berkurang terutama pada pasien dengan
hipertrofi ventrikel.
pengontrolan hipertensi pada periode preoperative. Pada hipertensi kronis akan menyebabkan
pergeseran tekanan autoregulasi dari serebral dan ginjal. Sehingga pada penderita hipertensi ini
akan mudah terjadi penurunan aliran darah serebral dan iskemia serebral jika tekanan darah
diturunkan secara tiba-tiba. Terapi jangka panjang dengan obat antihipertensi akan mengubah
kembali kurva autregulasi kekiri kembali ke normal. Dalam mengukur autoregulasi serebral
Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal yang
Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala hipoperfusi otak.
Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal kurang lebih sama dengan yang
Anestesia akan aman jika dipertahankan dengan berbagai teknik tapi dengan
memperhatikan kestabilan hemodinamik yang kita inginkan. Anestesia dengan volatile (tunggal
atau dikombinasikan dengan N2O), anestesia imbang (balance anesthesia) dengan opioid + N2O
+ pelumpuh otot, atau anestesia total intravena bisa digunakan untuk pemeliharaan anestesia.
Anestesia regional dapat dipilih sebagai teknik anestesia, namun perlu diingat bahwa anestesia
regional sering menyebabkan hipotensi akibat blok simpatis dan ini sering dikaitkan pada pasien
dengan keadaan hipovolemia. Jika hipertensi tidak berespon terhadap obat-obatan yang
pada pasien hipertensi. Saat induksi sering terjadi hipotensi namun saat intubasi sering
menimbulkan hipertensi. Hipotensi terjadi akibat vasodilatasi perifer terutama pada keadaan
untuk tercapainya normovolemia sebelum induksi. Disamping itu hipotensi juga sering terjadi
akibat depresi sirkulasi karena efek dari obat anestesi dan efek dari obat antihipertensi yang
sedang dikonsumsi oleh penderita, seperti ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker.
Hipertensi yang terjadi biasanya diakibatkan stimulus nyeri karena laringoskopi dan intubasi
endotrakea yang bisa menyebabkan takikardia dan iskemia miokard. Angka kejadian hipertensi
teknik dibawah ini bisa dilakukan sebelum tindakan laringoskopi-intubasi untuk menghindari
terjadinya hipertensi.
Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas volatile yang poten selama 5-10 menit.
Keunggulan dari setiap obat induksi dan teknik yang dilakukan belum jelas bagi agen
hipertensi. Meskipun dengan anestesi regional, penurunan tekanan darah yang tajam justru
lebih sering terjadi pada pasien hipertensi dibandingkan dengan pasien normotensi.
Barbiturat, benzodiazepin, propofol, dan etomidare adalah induksi anestesi yang paling aman
tindakan operasi karena dapat memicu terjadinya hipertensi namun hal ini dapat dihilangkan
dengan pemberian dosis kecil bersama dengan agen lainnya, terutama benzodiazepin atau
propofol.
B. Rumatan
Anestesi bisa aman dilanjutkan dengan agen volatile (tunggal atau dengan oksida
nitrous), suatu teknik seimbang (oksida opioid + nitrous + relaksan otot), atau sama sekali
teknik intravena. Terlepas dari teknik pengobatan primer, penambahan agen volatile atau
intraoperatif.vasodilatasi Depresi dan miokard yang relatif cepat dan reversibel yang
diberikan oleh agen volatile dapat berpengaruh terhadap tekanan darah arteri. Oleh sebab itu,
beberapa dokter percaya bahwa pemberian opioid dan sufentanil dapat menekan saraf
C. Pelumpuh otot
digunakan secara rutin. Pankuronium memiliki efek memblokade syaraf vagal dan
melepaskan katekolamin sehingga dapat memperburuk keadaan pasien hipertensi yang tidak
terkontrol. Ketika pankuronium diberikan perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit akan
terjadi peningkatan detak jantung serta naiknya tekanan darah. Tetapi pankuronium berguna
utnuk mengimbangi kekuatan vagal berlebihan yang disebabkan oleh manipulasi opioid atau
bedah. Pemberian obat hipotensi seperti tubocurarine, merocurine, acracurium, atau mungkin
D. Vasopressors
catechola endogen (dari inkubasi atau stimulasi bedah) dan agonis simpatik eksogen
kecil agen langsung penuaan seperti fenilefrin (25-50 g) mungkin lebih baik untuk agen
langsung.Namun demikian, dosis kecil efedrin (5-10 mg) lebih tepat bila tinggi nada vagal.
(terutama dengan agen volatile) dapat diobati dengan berbagai agen parenteral menyebabkan
reversible siap seperti kedalaman anestesi yang tidak memadai, hipoksemia, atau hypercapnia
harus selalu dikecualikan sebelum memulai terapi antihipertensi. Pemilihan agen hipotensi
tergantung pada ketajaman, keparahan, dan menyebabkan hipertensi, fungsi dasar ventrikel,
tingkat hem, dan adanya penyakit paru-paru bronchospastic -adrenergik blokade sendiri atau
sebagai dukungan-plement merupakan pilihan yang baik untuk pasien dengan fungsi ventrikel
yang baik dan detak jantung tinggi tetapi kontraindikasi pada pasien dengan penyakit
bronchospastic. Nicardipine mungkin lebih baik untuk pasien dengan penyakit bronchospastic.
Reflex tachycardia berikut nifedipin sublingual telah associted dengan infark ischernia.
Nitroprusside tetap menjadi agen yang paling cepat dan efektif untuk pengobatan intraoperarive
hipertensi sedang sampai parah. Nitrogliserin mungkin kurang efektif tetapi juga berguna dalam
mengobati atau mencegah iskemia miokard. Fenoldopam juga merupakan agen yang berguna
menyediakan kontrol tekanan darah namun memiliki onset tertunda dan sering dikaitkan dengan
takikardi refleks. Yang terakhir ini tidak terlihat dengan labetalol karena kombinasi blockade
dan adrenergik.
Hipertensi pascaoperasi harus diantisipasi terutama pada pasien dengan hipertensi kurang
terkontrol. Pemantauan tekanan darah harus terus dilanjutkan baik di ruang pemulihan dan
periode pasca operasi dini. Iskemia miokard dan gagal jantung kongestif dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan darah sehingga terjadi hematoma dan luka pada garis jahitan
gangguan pernapasan, rasa sakit, volume overload, atau distensi kandung kemih. Masalah
tambahan harus diatasi dan pemberian obat antihipertensi parenteral dapat dilakukan jika perlu.
Pemberian nicardipine melalui intravena berguna dalam mengontrol tekanan darah terutama jika
dicurigai iskemia miokard dan bronkospasme. Ketika pasien kembali mendapatkan asupan oral,
SIMPULAN
1. Hipertensi adalah penyebab utama kematian dan cacat dalam sebagian besar masyarakat
barat dan kelainan yang paling umum terjadi pada pasien sebelum operasi pembedahan
dengan prevalensi keseluruhan 20-25%. Hipertensi tidak terkontrol yang dibiarkan lama
faktor resiko utama untuk penyakit jantung, otak, ginjal dan pembuluh darah. Semakin
meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan
besar juga akan bertambah. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan hipertensi antara
lain adalah genetik, geografi dan lingkungan, janin, natrium, sistem renin-angiotensin,
hiperaktivitas simpatik, resistensi insulin atau hiperinsulinemia, dan disfungsi sel endotel.
2. Diagnosis suatu keadaan hipertensi dapat ditegakkan bila ditemukan adanya peningkatan
tekanan arteri diatas nilai normal yang diperkenankan berdasarkan umur, jenis kelamin
dan ras. Menurut The Joint National Committee 7 (JNC 7) pada pertemuan
yaitu mengenai jenis pendekatan medikal yang diterapkan, ada tidaknya kerusakan target
organ, status volume cairan tubuh, dan kelayakan penderita untuk dilakukan teknik
pemulihan dan periode pasca operasi dini. Secara keseluruhan tujuan anestesi untuk
propofol, dan etomidare adalah induksi anestesi yang paling aman. Anestesi rumatannya
adalah pemberian opiopd dan sufentanil yang dapat menekan saraf otonom serta
mengontrol tekanan darah. Sebagai pelumpuh otot, pemberian obat hipotensi seperti
John, F Butterworth , etc . 2013. Morgan & Mikhails : Clinical Anesthesiology Fifth edition. A