Anda di halaman 1dari 34

Anestesia Umum

Nadifah Pryta
Fahrizal Yanuar
Definisi
• Anestesia umum merupakan suatu keadaan
tidak sadar yang bersifat sementara diikuti
oleh hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh
akibat pemberian obat anesthesia.
Sifat Anestesi Umum
• Pada anestesi umum, impuls
persyarafan masih sampai ke CNS
sehingga meningkatkan kadar
cortisol, katekolamin dan gula
darah, takhikardia.
• Bersifat all sensation loss
• Penderita tidak sadarkan diri
Indikasi Anestesi Umum
1. Infant & Anak-anak
2. Operasi luas dan lama
3. Pasien dengan gangguan mental
4. Menolak anestesi regional
5. Gagal melakukan regional anestesi
6. Pasien dalam terapi anti koagulan
7. Alergi terhadap obat anestesi lokal
Urutan Depresi SSP pada NU
1. Cortex dan Pusat Psikis
2. Gangguan basal dan cerebellum
3. Spinal cord
4. Pusat medula
5. Pons & medula oblongata
– Semakin dalam anestesi bisa menyebabkan
depresi jantung dan pusat tanda vital
Induksi Anestesia
• Induksi anestesia adalah tindakan untuk membuat
pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan dimulainya anesthesia dan
pembedahan.
• Induksi anesthesia dapat dikerjakan secara
intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal
• Setelah pasien tidur akibat induksi anesthesia
langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan
anesthesia sampai tindakan pembedahan selesai.
Persiapan induksi anesthesia
STATICS
S = Scope Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
T = Tubes Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5
tahun dengan balon.
A = Airway Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar untuk menjaga agar lidah tidak menyumbat jalan napas.
T = Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut
I = Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan
C = Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia
S = Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya
Induksi Intravena
• Paling banyak dikerjakan
• Dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan
terkendali
• Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-
60 detik
• Selama induksi anesthesia, tanda-tanda vital pasien harus
selalu diawasi dan selalu diberikan oksigen.
• Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif
• Obat : thiopental, propofol, dan ketamin
Induksi Inhalasi
• Hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau sevofluran.
• Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum
terpasang jalur vena atau pada dewasa yang takut disuntik.
• Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 > 4 liter/menit
atau campuran N2O : O2 = 3 : 1 aliran > 4 liter/menit, dimulai
dengan halotan 0,5 vol% sampai konsentrasi yang dibutuhkan.
• Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien
jarang batuk.
Induksi Intramuskular
• Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang
dapat diberikan secara intramuscular dengan
dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit
pasien tidur.
Induksi Per rectal
• Cara ini hanya untuk anak atau bayi
menggunakan thiopental atau midazolam.
Induksi Mencuri (steal)
• Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Untuk yang
sudah ada jalur vena tidak ada masalah, tetapi pada yang
belum, harus kita kerjakan dengan hati-hati agar pasien tidak
terbangun.
• Induksi mencuri inhalasi seperti induksi inhalasi biasa hanya
dengan sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka
pasien, tetapi kita berikan jarak beberapa sentimeter, sampai
pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.
Rumatan Anastesi
• Dapat dikerjakan dengan cara intravena
(anestesi intravena total) atau dengan inhalasi
atau dengan campuran intravena inhalasi.
VIMA
Component TIVA
(volatile induction & maintenance
Anesthesia (total intravenous anesthesia)
anesthesia)

Propofol,Pentotal,
Hypnotic Sevo, Iso, Enf, Hal, Desfluran
Ketamin,Midazolam

Fentanyl, alf, suf, Mo, pethidine, Fentanyl, alf, suf, Mo, pethidine,
Analgesic
remifentanil remifentanil

Relaxation Depol & Nondepol Depol & Nondepol


Rumatan Inhalasi
• Rumatan inhalasi biasanya menggunakan
campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan
0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau
isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4 vol%
bergantung apakah pasien bernafas spontan,
dibantu (assisted) atau dikendalikan
(controlled).
Pelumpuh Otot
• Pelumpuh Otot Depolarisasi (nonkompetitif)
• Pelumpuh Otot Non-Depolarisasi (Inhibitor
kompetitif)
• Penawar pelumpuh otot
Pelumpuh Otot Depolarisasi
• Bekerja seperti asetil kolin, tetapi di celah
saraf otot tidak dapat dirusak oleh
kolinesterase
• Yang termasuk golongan ini adalah suksinil-
kolin (diasetil-kolin) dan dekamentonium.
Pelumpuh Otot Non-Depolarisasi
• Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tapi tidak
menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin
menempati celah syaraf sehingga asetilkolin tidak dapat
bekerja.

• Berdasarkan susunan molekul, dibagi menjadi:


– Bensiliso-kuinolinum : d-tubokurarin, metokurin, artakurium,
doksakurium, mivakurium
– Steroid : pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuranium,
rokuronium
– Efek-fenolik : gallamin
– Nortoksiferin : alkuronium
• Pilihan pelumpuh otot:
– Gangguan faal ginjal : atrakurium, vekuronium
– Gangguan faal hati : atrakurium
– Mistenia gravis : jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium
– Bedah singkat : atrakurium, rokuronium, mivakuronium
– Kasus obstetric : semua dapat digunakan kecuali gallamin
• Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot
– Cegukan
– Dinding perut kaku
– Ada tahanan pada inflasi paru
Penawar Pelumpuh Otot
• Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase
bekerja pada sambungan saraf otot mencegah asetil
kolin esterase bekerja sehingga asetilkolin dapat
bekerja.

• Antikolinesterase yang sering digunakan adalah:


– neostigmin/prostigmin (0,04-0,08 mg/kg)
– piridostigmin (0,1-0,4 mg/kg)
– edrophonium (0,5-1 mg/kg)
– fisostigmin (0,01-0,03 mg/kg, hanya peroral).
Penawar pelumpuh otot dapat menyebabkan:
• Hipersalivasi
• Keringatan
• Bradikardia
• Kejang bronkus
• Hipermotilitas usus
• Pandangan kabur
Sehingga pemberiannya harus diertai obat vagolitik seperti
atropine (0,01-0,02 mg/kg) atau glikopirolat (0,005-0,01 mg/kg
sampai 0,2-0,3 mg pada orang dewasa).
Tatalaksana Nyeri
• Biasanya diberikan Opioid untuk nyeri hebat.
Sedangakan untuk nyeri sedang dan ringan
dapat diberikan NSAID.
OPIOID
• Opioid ialah semua zat baik sintetik atau
natural uang dapat berikatan dengan reseptor
morfin.
• Dikenal juga sebagai analgetika narkotika
• Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas di
seluruh jaringan saraf pusat, tetapi terpusat di
otak tengah, yaitu sistem limbik, thalamus,
hipotalamus, korpus striatum, sistem aktifasi
retikular dan di korda spinalis.
Golongan Opioid
Berdasarkan potensi
• Kuat (morfin)
• Lemah (kodein)

Berdasarkan asal bahan


• Alami (morfin, kodein, papaverin)
• Sintetis (petidin, fentanil)
• Semisintetis (heroin, dihidromorfin)
Morfin
• Memiliki efek depresi dan stimulasi
– Efek depresi
• Analgetik, Sedasi, Perubahan Emosi, Hypoventilasi
Alveolar
– Efek stimulasi
• Stimulasi parasimpatis, miosis, mual-mual, konvulsi dan
sekresi ADH
Efek terhadap sistim tubuh
– Efek terhadap kardiovaskular
• Merangsang vagus mangakibatkan bradikardi, hipotensi
– Efek terhadap respirasi
• Menstimulasi pelepasan histamin → bronchokonstriksi
– Efek terhadap saluran cerna
• Menyebabkan kejang otot usus → konstipasi, Kejang sfingter oddi
→ kolik abdomen
– Efek terhadap saluran kencing
• Kejang singter buli-buli → retensio urin
Dosis Penggunaan
• Untuk mengurangi nyeri sedang dapat diberikan dengan dosis
0,1-0,2 mg/kgBB secara, subkutan (waktu paruh 30 menit)
atau intramuskular (waktu paruh 8 menit) dapat diulang
dalam 4 jam.

• Untuk mengurangi nyeri hebat dapat diberikan 1-2 mg/kgBB


intravena,

• Untuk menghurangi nyeri pasca pembedahan 2-4 mg/kgBB


epidural dan 0,05-0,2 mg/kgBB per rektal dapat diulang 6-8
jam.
Pethidin
• Merupakan zat opioid sintetik.
• Perbedaan dengan morfin adalah :
– Lebih larut dalam lemak
– Metabolisme di hepar lebih cepat
– Efek terhadap sfingter oddi lebih ringan
– Waktu kerja lebih pendek daripada morfin
Dosis Penggunaan
• Intramuskular
– 1-2 mg/kgBB dapat diulang tiap 3-4 jam
• Intravena
– 0,2-0,5 mg.kgBB
• Spinal
– 1-2 mg/kgBB
Fentanil
• Merupakan zat sintetik dengan kekuatan
100x morfin.
• Lebih larut lemak dibandingkan petidin.
• Efek depresi pernafasan lebih lama
dibandingkan morfin.
• Efek samping lain adalah kekakuan otot
punggung, peningkatan glukosa darah,
katekolamin plasma, ADH, renin aldosteron
dan kortisol.
Dosis penggunaan
• Untuk efek analgetik 1-2 µg/kgBB yang
berlangsung 30 menit.
• Untuk induksi anastesi 2-150µg/kgBB
Tramadol
• Merupakan analgetik sentral dengan afinitas
rendah pada reseptor. Lebih lemah 10-20%
dibandingkan morfin.
• Dapat diberikan secara oral, im, iv dengan
dosis 50-100mg dan dapat diulang setiap 4-6
jam dengan dosis maksimal 400mg/hari
Antagonis Reseptor Opioid
• Nalokson
– Nalokson ialah antagonis murni opioid.
– Biasanya diberikan setelah pemberian morfin
untuk menghilangkan efek morfin. Terutama untuk
melawan depresi pernafasan
– Sediaan 1 ampul = 0,4 mg diencerkan sampai 10
ml. Sehingga 1 cc = 0,04 mg
Dosis penggunaan
• Melawan depresi pernafasan pasca pembedahan
– 1-2 µg/kgBB intravena dapat diulang 3-5 menit
– Dapat diberikan I.M dengan dosis 2 kali intravena.
• Untuk keracunan opioid
– Diberikan per infus 3-10 µg/kgBB
• Depresi pernafasan neonatus pada ibu yang
mendapatkan opioid
– 10 µg/kgBB dan dapat diulang setelah 2 menit.
Naltrekson
• Merupakan antagonis opioid kerja panjang
yang biasanya diberikan per oral, pada pasien
dengan ketergantungan opioid
• Waktu paruh 8-12 jam.
• Dosis 5-10 mg dapat mengurangi pruritus,
mual muntah tanpa menghilangkan efek
analgetiknya.

Anda mungkin juga menyukai