Anda di halaman 1dari 10

FILSAFAT ILMU

Tugas Makalah Akhir (Final Project)

Oleh
Novri Pahrizal
Sukarta Wijaya

Dosen Pembimibing:
Prof. Dr. Jamaris Jamna

KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2010
FILSAFAT ILMU SOSIAL

A. Pengantar

Setiap ilmu mempunyai filsafatnya. Sebagaimana kita ketahui adanya


filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat teknik dan demikian pula
denagan filsafat ilmu sosial. Sebab filsafat merupakan suatu landasan
pemikiran dari ilmu-ilmu yang bersangkutan, titik tolak bagaimana
ilmu itu bermaksud mencapai tujuannya, yaitu kebenaran.

Selain itu, filsafat adalah syarat dari legalitas suatu ilmu pengetahuan.
suatu ilmu pengetahuan tidak dapat dinyatakan sebagai disiplin ilmu
bila didalamnya tidak ditemukan landasan ontologi, epistimologi, dan
aksiologinya.

Filsafat sosial boleh dikatakan sebagai usaha filsuf untuk memberi


bimbingan dan jawaban supaya dapat mengatasi problema-problema
sosial Filsafat sosial merupakan filsafat yang membicarakan
(kepentingan yang menyangkut masyarakat manusia yang begitu luas)
hubungan sosial manusia, atau kehidupan bersama dari manusia di
dunia ini dalam seluruh dimensinya. Filsafat sosial mengupas
persoalan manusia dalam hubungannya satu sama lain dalam
kesatuan mereka, nilai-nilai dasar yang mengikat mereka sehingga
menjadi kesatuan sesuatu masyarakat atau kesatuan sosial,
bagaimana kesatuan sosial ini dipertahankan, sejauh mana
keterbatasannya ataupun prospek kemampuannya dalam
memperkembangkan diri.

Dalam makalah ini kami menyajikan sedikit ulasan tentang filsafat ilmu
sosial, yang dibahas satu per satu tentang sifat dasar dari realiatas
yang terdalam (ontologi), hakikat (epistimologi), dan nilai yang
mendasari asumsi-asumsi (aksiologi) ilmu sosial.
B. Ontologi Ilmu Sosial

Ontolgi secara etimlogis berasal dari bahasa yunani onto yang berarti
sesuatu yang sungguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya,
dan logos yang berarti studi tentang, teori yang dibicarakan
(Angeles,1981 dalam Santoso, 2003). Secara terminologis, ontologi
diartikan dengan meta fisika umum. yaitu cabang filsafat yang
mempelajari tentang sifat dasar dari kenyataan yang terdalam
membahas asas-asas rasional dari kenyataan (Kattsoff,1986 dalam
Santoso, 2003). Degan kata lain, permasalahan ontologi adalah
menggali sesuatu dari yang nampak.

Pada dasarnya, ilmu merupakan hasil dari penjajahan dalam


pengalaman manusia. Sehinhgga, ilmu bersifat terbatas pada
pengalaman manusia itu sendiri. Ilmu tidak dapat memaparkan
persoalan yang tidak berwujud.

Dalam persoalan ontologi, sebuah objek dapat dipaparkan melalui lima


butir pertanyaan. Pertama, objek tersebut bersifat satu atau banyak.
Kedua, bersifat transenden atau imanen. Ketiga, permanen atau
baharu (berubah-ubah). Keempat, jasmani atau rohani. Kelima, objek
tersebut bernilai atau tidak.

Dalam struktur realitas, ilmu sosial berada dalam level ke empat. yakni
merupakan ilmu yang membahas dalam ranah relasi atas manusia.
Dari situ dapat diketahui bahwa ilmu sosial merupakan ilmu yang
ersifat banyak (plural). Sebab, ilmu sosial berjalan dalam pembahasan
relasi atas manusia, dan pada dasarnya, manusia bersifat kompleks,
berbeda satu sama lain. Setiap pribadi memiliki modelnya masing-
masing, oleh karena itu, ilmu sosial pun bersifat banyak atau plural.
Setelah mengetahui objek dari ilmu sosial, dapat ditarik kesimpulan
bahwa ilmu s0sial merupakan ilmu yang berada dalam struktur-
struktur, dan mengambil bagian yang menentukan proses alam
(imanen). Ilmu sosia bukan lah sessuatu yang berada jauh di atas hal-
hal yang terdapat dalam pengalaman (transenden), seperti halnya
Tuhan.

Berbeda dengan ilmu alam, ilmu sosial cendrung bersifat berubah-


ubah, ilmu sosial memandang kebenaran tidak berifat mutlak, yang
ada hanya mendekati kebenaran, Ia bergantung pada keadaan objek
yang dikaji, dalam ilmu sosial saat ini, belum tentu sama dengan
beberapa abad lalu atau yang akan datang. Ilmu sosial tidak dapat
diprediksi seperti halnya ilmu alam karena objek-objek dari ilmu sosial
berbeda dalam bentuk, struktur serta sifatnya.

Dalam buku filsafat komunikasi tulisan Dr. phil. Astrid S. Susanto, 1976.
disebutkan, bahwa ilmu sosial bergerak dalam bidang mencari
kebenaran ataupun pembentukan pikiran-pikiran yang dianggap benar
dalam masyarakat. Sehingga dapat dilihat bahwa ilmu sosial berada
dalam ruang lingkup rohani atau tidak nampak.

Dalam pertanyaan terakhir dalam ontologi yang memprtanyakan


masalah bernilai atau tidaknya sebuah objek, tentunya ilmu sosial
sangat bernilai. Hal itu dapat diketahui dengan berkembangbya ilmu
sosial saat ini. Selain itu, ilmu sosial selalu menjadi kajian dan
perdebatan hangat dalam forum-forum diskusi. Mengingat kembali
objeknya bersifat unik dan sangat kompleks.

C. Epistimologi Ilmu Sosial

Epistimologi berasal dari bahasa yunani episteme yang berarti


pengetahuan dan logos yang berarti ilmu atau teori. Artinya,
epistimologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang hakikat
sebuah pengetahuan. Dapat juga dikatakan bahwa epistimologi
bekerja dalam ranah metodologis sebuah ilmu pengetahuan.

Ada dua pandangan tentang ilmu sosial khususnya yaitu:

1. Ilmu sosial bersifat universal. Artinya, ilmu sosial tidaktergantung


pada apa, siapa, kapan dan dimana dikembangkan.
2. Klaim universalitas metode ilmu sosial itu hanyalah klaim naf.
Pandangan ini beranggapan bahwa ilmu sosial berkembang seiring
perkembangan masyarakat. Artinya ilmu sosial tumbuh dan
berkembang untuk menjawab problematika yang sedang dihadapi
masyarakat. Universalitas tidak harus mengorbankan unsure
keunikan suatu budaya.

Tapi pada dasarnya, Dalam kajian epistimologi, terdapat tiga hal yang
menjadi acuan, yakni tentang asal muasal sebuah pengetahuan
tersebut atau sumber pengetahuan, metode yang digunakan dalam
menemukan pengetahuan, dan menguji validitas atau menguji
pengetahuan tersebut.

Mengenai sumber suatu pengetahuan, ada dua sumber dasar yang


melahirkan adanya sebuah ilmu pengetahuan, yaitu sumber
pengetahuan yang berasal dari fisik (empiris), dan sumber
pengetahuan yang berasal dari pemikiran (rasional).

Seperti yang dipaparkan oleh bapak sosiologi, Aguste comte, bahwa


ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala yang
muncul dalam masyarakat serta apa dampaknya. Dari sini dapat
ditarik kesimpulan bahwa ilmu sosial bersumber dari sebuah pemikiran
atau rasional. Sebab pada dasarnya yang dipelajari adalah inti dari
kejadian atau gejala yang terjadi. Gejala-gejala yang ada dalam
masyarakat merupakan sebuah dampak atau efek dari sesuatu, dan
ilmu sosial mempelajari tentang sesuatu itu.

Secara metodis, ilmu sosial menggunakan metode induktif, dan


metode deduktif. Ilmu sosial menggunakan kedua-duanya dalam
menemukan sebuah ilmu pengetahuan.

Metode induktif yakni metode yang dilakukan dengan menarik suatu


kesimpulan umum berdasarkan penemuan-penemuan khusus.
Sedangkan metode deduktif dilakukan dengan menarik sesuatu yang
khusus dari yang umum.

Dalam mempelajari tentang gejala-gejala sosial, biasanya dilakukan


dengan menggunakan metode induktif, sebab metode induktif lebih
mengacu pada sesuatu yang nampak (empiris), dan sebuah gejala
merupakan hal yang empirik. Sedangkan metode deduiktif bersifat
rasio, dan biasanya digunakan untuk meguak apa yang ada di balik
gejala tersebut.

Untuk masalah faliditas ilmu sosial, tentunya sudah terbukti dengan


keberadaan ilmu sosial sendiri saat ini. Dimana dalam ilmu ssia telah
menunjukkn koherensi dan korespondensi. Yakni antara pernyataan
yang dikeluarkan, singkron dengan realitas yang ada.

D. Aksiologi Ilmu Sosial

Aksiologi secara etimologis berasal dari kata axios yang berarti nilai
dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi aksiologi dapat diartikan
sebagai ilmu atau teori yang mempelajari hakikat nilai. Landasan
aksiologis yang dimaksud adalah pandangan tentang nilai yang
mendasari asumsi asumsi ilmu sosial.
Polemic yang berkepanjangan yang menandai perkembangan ilmu-
ilmu sosial adalah berkaitan dengan klaim bebas dan tidak bebas nilai
dalam ilmu- ilmu sosial. Bebas nilai artinya ilmu sosial harus mengacu
pada ilmu-ilmu alam yang berusaha menangkap hukum- hukum alam
yang objektif yang tidak tercemari oleh kepentingan kepentingan
manusiawi. Ilmu sosial hendaknya mencari hokum-hukum
sebagaimana dalam ilmu alam yang dapat diterapkan oleh siapa saja,
dimana saja,dan kapan saja secara objektif. Kemudian pandangan
bahwa ilmu sosial tidak bebas nilai atau tidak dapat dilepaskan dari
nilai karena ilmu sosial tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,
yang mau tidak mau terkait dengan nilai.

Problem tentang netralitas nilai dalam perspektif paradigma ilmu sosial


adalah bahwa ilmu sosial tidak dapt dilepaskan dari nilai.
Pertimbangannya adalah bahwa ilmu sosial pertama tumbuh dan
berkembang dalam suatu kerangka budaya yang lekat dengan
pertimbangan nilai. Argument ini diperkuat dengan kenyataan bahwa
fenomena sosial berbeda dengan fenomena fisik yang bersifat
mekanik.

Jadi, pada dasarnya etos ilmu sosial adalah mencari kebenaran objektif
atau mencari realism, yaitu suatu istilah yang salah satu artinya
menunjuk pada suatu pandangan objektif tentang realitas.

Ilmu sosial dapat membebaskan diri dari warisan peninggalan yang


kuat dari penulisan penulisan sebelumnya dalam bidang ilmiah yang
digarap kadang kala mengandug orientasi normative dan teologis serta
berlandaskan filsafat moral metafisika tentang hukum alam serta
utilitarianisme yang menjadi sumber terbentuknya teori sosial.
Selanjutnya pengaruh- pengaruh seluruh lingkungan kebudayaan,
sosisal, ekonomi, politik dari masyarakat tempat ilmu sosial itu
ditumbuh-kembangkan, dan terakhir, pengaruh yang bersumber dari
kepribadian sendiri, seperti yang dibentuk oleh tradisi- tradisi dan
lingkungannya.

Murtadha Muthahari (1985) menulis dalam Society and History,


apabila masyarakat memiliki eksistensi yang nyata, maka ia tentu
mempunyai hukum-hukum yang khas. Oleh karena itu, pandangan
yang benar adalah bahwa ilmu sosial harus membatasi dari muatan
emosional, dengan lebih menekankan muatan rasional dalam
memutuskan suatu masalh. Tujuan ilmu sosial adalah untuk
menjelaskan , dan mengontrol fenomena sosial , namun semua itu
diletakkan pada tujuan yang mulia, yaitu untuk kebaikan umat
manusia. Nilai nilai sosial yang berkembang berdasarkan atas
beberapa prinsip, diantaranya persamaan dan kebersamaan, keadilan
sosial serta keterbukaan dan musyawarah.

E. Kesimpulan

Dari pemaparan singkat di atas, dapat diketahui tentang wujud atau


sifat dasar , hakikat, dan hakikat nilai yang terdapat dalam ilmu sosial.
Dan secara garis besarnya, dapat difahami tentang eksistensi ilmu
sosial.

Sebagaimana tertera di atas, bahwa ilmu sosial merupakan ilmu yang


berkebang berdasarkan rasio. Sedangkan hal yang bersifat empirik
adalah merupakan sebuah dampak atau efek dari sesuatu, dan ilmu
sosial berada dalam pembahasan sesuatu itu.

Secara metodologis, dalam ilmu sosial penggunaan metode digunakan


secara kompleks. Hal itu dekarenakan objek ilmu sosial yang bersifat
berebeda secara fisik, struktur, serta sifatnya.

Dalam tataran nilai, pada dasarnya ilmu sosial sama dengan ilmu yang
lain. Yakni pengabdian kepada masyarakat. Perbedaannya hanya pada
bidang geraknya, ilmu sosial bergerak dalam bidang mencari
kebenaran a priori ataupun pembentukan pikiran-pikiran yang
dianggap benar di masyarakat.
Daftar pustaka

Muthahari, Murtadha. 1985. Society and History. Tehran: The Council


For Ten-Day Dawn Celebrations

Santoso, Heri dan Listiyono Santoso. 2003. Filsafat Ilmu Sosial.


Yogyakarata : gama media.

Susanto, Astrid S. 1976. Filsafat Komunikasi. Bandung : bina cipta.

Anda mungkin juga menyukai