Anda di halaman 1dari 11

GASTRITIS

A. Definisi

Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang
berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain.

B. Epidemiologi

Insidens gastritis paling sering pada anak disebabkan oleh H.pylori. Di negara maju,
prevalensi kuman H.pylori pada anak sangat rendah dibandingkan negara berkembang

C. Etiologi

a. Makan tidak teratur atau terlambat makan. Biasanya menunggu lapar dulu, baru makan dan
saat makan langsung makan terlalu banyak

b. Bisa juga disebabkan oleh bakteri bernama Helicobacter pylori. Bakteri tersebut hidup di
bawah lapisan selaput lendir dinding bagian dalam lambung. Fungsi lapisan lendir sendiri
adalah untuk melindungi kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung. Infeksi
yang diakibatkan bakteri Helicobacter menyebabkan peradangan pada dinding lambung yang
disebut gastritis

c. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu, orang yang merokok
lebih sensitive terhadap gastritis maupun ulser. Merokok juga akan meningkatkan asam
lambung, melambatkan kesembuhan dan meningkatkan resiko kanker lambung

d. Stress. Hal ini dimungkinkan karena karena system persarafan di otak berhubungan
dengan lambung, sehingga jika seseorang mengalami stress, bisa muncul kelainan dalam
lambungnya. Stress bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh.
Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian memproduksi asam
secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat lambung terasa nyeri, perih dan
kembung. Lama-kelamaan hal ini dapat menimbulkan luka di dinding lambung

e. Efek samping obat-obatan tertentu. Konsumsi obat penghilangan rasa nyeri, seperti obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin, ibuprofen, juga naproxen, yang terlalu
sering dapat menyebabkan penyakit gastritis, baik itu gastritis akut maupun kronis
f. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam. Minum minuman yang mengandung
alkohol dan cafein seperti kopi. Hal itu dapat meningkatkan produksi asam lambung
berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding
lambung

g. Alkohol, mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi (merangsang) dan mengikis permukaan


lambung

h. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) menyebabkan kerusakan mukosa
gaster dan menimbulkan edema dan pendarahan.

i. Kondisi yang stressful (trauma, luka bakar, kemoterapi dan kerusakan susunan syaraf pusat)
merangsang peningkatan produksi HCl lambung.

j. Asam empedu adalah cairan yang membantu pencernaan lemak. Cairan ini diproduksi di
hati dan dialirkan ke kantong empedu. Ketika keluar dari kantong empedu akan dialirkan ke
usus kecil (duodenum). Secara normal, cincin pylorus (pada bagian bawah lambung) akan
mencegah aliran asam empedu ke dalam lambung setelah dilepaskan ke duodenum. Namun,
apabila cincin tersebut rusak dan tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik atau
dikeluarkan karena pembedahan maka asam empedu akan mengalir ke lambung sehingga
mengakibatkan peradangan dan gastritis kronis

k. Serangan terhadap lambung. Sel yang dihasilkan oleh tubuh dapat menyerang lambung.
Kejadian ini dinamakan autoimun gastritis. Kejadian ini memang jarang terjadi, tetapi bisa
terjadi. Autoimun gastritis sering terjadi pada orang yang terserang penyakit Hashimotos
disease, Addisons disease dan diabetes. Autoimun gastritis juga berkaitan defisiensi B12
yang dapat membahayakan tubuh.

D. Patofisiologi

0bat-obatan, alkohol, garam empedu, zat iritan lainnya dapat merusak mukosa lambung
(gastritis erosif). Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari
autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak maka terjadi difusi HCl ke
mukosa dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran HCl di mukosa lambung menstimulasi
perubahan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merangsang pelepasan histamine dari sel mast.
Histamine akan menyebabkan peningkatan pemeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan
cairan dari intra sel ke ekstrasel dan meyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga
timbul perdarahan pada lambung. Lambung dapat melakukan regenerasi mukosa oleh karena
itu gangguan tersebut menghilang dengan sendirinya. Bila lambung sering terpapar dengan
zat iritan maka inflamasi akan terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh
jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukasa
lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung akan menurun atau
hilang sehingga cobalamin (vitamin B12) tidak dapat diserap diusus halus. Sementara vitamin
B12 ini berperan penting dalam pertumbuhan dan maturasi sel darah merah. Selain itu
dinding lambung menipis rentan terhadap perforasi lambung dan perdarahan

E. Klasifikasi

1.Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan
perdarahan mukosa lambung akibat terpapar pada zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot
lambung. Gastritis akut suatu penyakit yang sering ditemukan dan biasanya bersifat jinak dan
sembuh sempurna. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan
penyakit yang ringan. Penyebab terberat dari gastritis akut adalah makanan yang bersifat
asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi.
Pembentukan jaringan parut dapat terjadi akibat obstruksi pylorus. Salah satu bentuk gastritis
akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif
atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai
perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya
kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa
lambung tersebut. Dibagi menjadi :

a. Gastritis Akut Erosif

Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam
dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat efek samping
dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak
diketahui. Perjalanan penyakit ini biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat
menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita
gastritis akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak tercapai.
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan khusus yang sering dirasakan tidak
sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja. Diagnosis gastritis akut erosif, ditegakkan
dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi
mukosa lambung. Penderita gastritis erosif yang disebabkan oleh bahan toksik atau korosif
dengan etiologi yang dilakukan pada bahan kimia dan bahan korosif antara lain HCL,
H2SO4, HNO3, Alkali, NaOH, KOH dan pemeriksaan klinis dapat ditemukan antara lain
mulut, lidah nampak edema, dyspagia dan nyeri epigastrium, juga ditemukan tanda yaitu
mual, muntah, hipersalivasi, hiperhidrosis dan diare sampai dehidrasi. Penatalaksanaan secara
umum perhatiakan tanda-tanda vital, respirasi, turgor dan produksi urine serta tentukan jenis
racun untuk mencari anekdote.

b. Gastritis Akut Hemoragik

Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik. Pertama diperkirakan karena minum
alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan
(aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan
pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah.
Kedua adalah stress gastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami
pasien yang mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit
berat lainnya. Erosi stress merupakan lesi hemoragik majemuk pada lambung proksimal yang
timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan tidak berkurang. Berbeda dengan ulserasi
menahun yang biasa pada traktus gastrointestinalis atas, jarang menembus profunda kedalam
mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi
stress akan berlanjut dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang
menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas, yang bisa menyebabkan keparahan dan
mengancam nyawa.

2. Gastritis Kronik

Gastritis Kronik merupakan peradangan bagian mukosa lambung yang menahun. Gastritis
kronik sering dihubungkan dengan ulkus peptik dan karsinoma lambung tetapi hubungan
sebab akibat antara keduanya belum diketahui. Penyakit gastritis kronik menimpa kepada
orang yang mempunyai penyakit gastritis yang tidak disembuhkan. Awalnya sudah
mempunyai penyakit gastritis dan tidak disembuhkan, maka penyakit gastritis menjadi kronik
dan susah untuk disembuhkan. Gastritis kronik terjadi infiltrasi sel-sel radang pada lamina
propria dan daerah intra epiteil terutama terdiri dari sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan
sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah
limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat ringan pada gastritis kronis adalah
gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung.
Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal
ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia
intestinal. Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu: tipe
A yang merupakan gastritis autoimun adanya antibody terhadap sel parietal yang pada
akhirnya dapat menimbulkan atropi mukasa lambung, 95% pasien dengan anemia pernisiosa
dan 60% pasien dengan gastritis atropik kronik. Biasanya kondisi ini merupakan tendensi
terjadinya Ca Lambung pada fundus atau korpus dan tipe B merupakan gastritis yang terjadi
akibat helicobacter pylory terdapat inflamasi yang difusi pada lapisan mukosa sampai
muskularis, sehingga sering menyebabkan perdarahan dan erosi. Klasifikasi histologi yang
sering digunakan pada gastritis kronik yaitu:

A. Gastritis kronik superficial

Gastritis kronik superfisial suatu inflamasi yang kronis pada permukaan mukosa lambung.
Pada pemeriksaan hispatologis terlihat gambaran adanya penebalan mukosa sehingga terjadi
perubahan yang timbul yaitu infiltrasi limfosit dan sel plasma dilamina propia juga
ditemukan leukosit nukleir polimorf dilamina profia. Gastritis kronik superfisialis ini
merupakan permulaan terjadinya gastritis kronik. Seseorang diketahui menderita gastritis
superficial setelah diketahui melalui PA antara lain: hiperemia, eksudasi, edema, penebalan
mukosa, sel-sel limfosit, eosinofil dan sel plasma. Pemeriksaan klinis tidak jelas tetapi pasien
mengalami mual, muntah, pain-foof-pain dan nafsu makan berkurang. Pasien gastritis
superficial disarankan untuk istirahat total, mengkonsumsi makanan lunak dan simptomatis

B. Gastritis kronik atrofik.

Gastritik kronik atrofik yaitu sel-sel radang kronik yang menyebar lebih dalam disertai
dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap
sebagai kelanjutan gastritis kronik superfisialis. Seseorang menderita atropi gastritis setelah
menjalani PA dan diketahui, antara lain: mukosa tipis, muskularis atropi, kelanjar-kelenjar
menurun dan adanya selsel limfosit. Pemeriksaan klinis, penderita mengalami epigastrik
diskomfort, dyspepsia, lambung rasanya penuh, nafsu makan menurun, mual, muntah,
anemia peniciosa, defisiensi Fe dan pellagra. Pengobatan yang harus dijalani adalah istirahat
total, mengkonsumsi makan lunak dan mengkonsumsi vitamin B12, Fe, dan liver ekstrak
Menurut Misnadiarly (2009) gastritis diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk yaitu:

a. Gastritis gastropati dengan keluhan umum nyeri pada ulu hati, mual, muntah dan diare.
Penyebabnya obat-obatan seperti aspirin, alkohol, trauma pada lambung seperti pengobatan
dengan laser, kelainan pembuluh darah pada lambung dan luka akibat operasi.

b. Gastritis spesifik yaitu nyeri pada ulu hati, mual dan muntah. Penyebabnya karena infeksi
bakteri, virus, jamur, parasit, nematoda dan adanya penyakit pada saluran pencernaan. Bila
disebabkan oleh toksin biasanya disertai dengan diare, nyeri perut, badan menjadi panas,
menggigil, dan kejang otot.

c. Gastritis kronis. Keluhan pada gastritis kronis pada umumnya tidak spesifik berupa
perasaan tidak enak pada ulu hati yang disertai mual, muntah dan perasaan penuh dihati.
Penyebabnya antara lain: infeksi C.Pylori, gastropati reaktif, autoimun, adanya tumor pada
lambung dan faktor stress.

F. Manifestasi

Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita penyakit gastritis adalah keluhan nyeri,
mulas, rasa tidak nyaman pada perut, mual, muntah, kembung, sering flatus, cepat kenyang,
rasa penuh di dalam perut, rasa panas seperti terbakar dan sering sendawa.

Tanda dan Gejala Gastritis Kronis

1.Nyeri yang menetap pada daerah epigastrium

2. Nausea sampai muntah empedu

3. Dyspepsia

4. Anorreksia

5. Berat badan menurun

6.Keluhan yang berhubungan dengan anemia

G. Diagnosis

Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya berupa
keluhan yang tidak jelas. Pemeriksaan fisis juga tidak dapat memberikan informasi yang
butuhkan untuk menegakkan diagnosis. Sehingga diagnosis ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan:

a. Endoskopi Gambaran endoskopi yang dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion,


raised erosion, perdarahan, edematous rugae.

b. Histopatologi

Perubahan-perubahan histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi sering juga


dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya autoimun ataupun respon adaptif
mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel, hiperplasia
foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limfoid, atropi, intestinal
metaplasia,hyperplasia sel endokrin,kerusakan sel parietal. Pemeriksaan histopatologi
sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman H.pylori, seperti:

a. Tes Non-invasif

1. Pemeriksaan serologis IgA dan IgM dalam perut.

Beberapa metode yang dapat dipakai aotara lain Elisa dan aglutinasi (hemaglutinasi atau
aglutinasi partikel/tes lateks). Dari tes ini kita dapat mendeteksi paparan bakteri ke host tetapi
kita tidak dapat mendeteksi secara pasti adanya infeksi yang sedang berlangsung. Karena
kadar antibodi menetap dalam darah dalam jangka waktu panjang meskipun infeksi H.pylori
sudah diobati. Selain itu, hasil uji serologi tergantung dari antigen H.pylori yang digunakan
pada pemeriksaan tersebut. Sehingga dianjurkan untuk melakukan uji validitas terhadap
pemeriksaan serologi sesuai dengan kondisi masing- masing daerah karena antigen strain
bakteri dari suatu daerah mungkin berbeda dengan bahan yang digunakan pada uji tersebut.

2. Urea Breath Test (UBT)

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk deteksi infeksi H.pylori. Uji C-
urea nafas didasarkan pada kenyataan: bahwa kuman H.pylori memproduksi urease. Urease
adalah enzim yang memecah urea menjadi ammonia dan CO2. Urea dengan label C13 atau
C14 dimakan oleh penderita dan menyebar melalui mukosa menuju pembuluh darah yang
mensupplai mukosa dan H.pylori. Ketika sudah mendekati epitel pembuluh darah yang
mensupplai mukosa beberapa menit kemudian isotop karbondioksida akan tampak pada
pernapasan.
b. Tes Invasif

1. Biopsy Urease Test (BUT)

Tersedia dalam berbagai macam pilihan yang dibuat sendiri dalam bentuk cair atau padat
seperti tes CLO. Dasarnya adalah adanya enzim urease dari kuman H.pylori yang mengubah
urea menjadi ammonia yang bersifat basa sehingga terjadi perubahan warna media menjadi
merah. Hasilnya dapat dibaca dalam beberapa menit dampai 24 jam, dan pengambilan lebih
dari satu specimen akan meningkatkan akurasi pemeriksaan ini. Penggunaan antibiotik atau
PPI akan menghambat pertumbuhan kuman sehingga harus dihentikan satu minggu
sebelumnya.

2. Histopatologi

Untuk mendeteksi infeksi H.pylori serta menilai derajat inflamasinya . Pemeriksaan standar
dengan pewarnaan H dan E untuk deteksi kuman. Pewarnaan yang digunakan adalah
pewarnaan Giemsa, Genta, atau Warthin- Starry memberikan gambaran yang lebih jelas.

3. Biakan

Tes yang paling spesifik adalah kultur dari bahan biopsy mukosa lambung (gold standard).
Walau demikian, biakan masih dianggap sebagai jenis pemeriksaan yang tidak praktis. Teknik
biakan sulit, karena memerlukan suasana media yang makroaerofilik (5% oksigen dengan 5-
10% C02) dan memerlukan waktu yang cukup lama. Biakan memiliki 2 keuntungan yakni
untuk menentukan jenis antibiotik yang akan digunakan serta mengisolasi bahan dengan
menggunakan kultur. Pemeriksaan ini tidak diperlukan pada saat awai terapi, tetapi mungkin
diperlukan bila terdapat kegagalan eradikasi sebanyak 2 kali.

H. Tatalaksana

Terapi medikamentosa pada gastritis akibat infeksi bakteri H.pylori bertujuan untuk
melakukan eradikasi bakteri tersebut, walaupun mengenai eradikasi bakteri tersebut pada
terapi non-tukak masih diperdebatkan. Namun, terdapat sumber yang mengatakan bahwa
mesti tanpa gejala, jika H.pylory teridentifikasi, maka terapi eradikasi perlu diberikan.
Eradikasi dilakukan dengan kombinasi berbagai antibiotik dan proton pump inhibitor (PPI).
Antibiotik yang dianjurkan adalah klaritomisin,amoksisilin, metronidazol, dan tetrasiklin.
Bila kombinasi 2 antibiotik gagal, dianjurkan menambahan bismuth subsalisilat/subsitral.
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, Jane T. Helicobacter. Dalam: Behrman, Richard E .Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Vol
2.Edisi 15. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. Hal: 988-990.

Despopoulos, Agamemnon. Stomach Structure and Motility. Dalam: Despopoulos,


Agamemnon . Color Atlas of Physiology. Edisi 5.New York. Thieme. 2003. Hal: 241.

Lindseth,Glenda N. Gangguan Lambung dan Duodenum. Dalam: Price, Sylvia A.


Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Vol 1.Edisi 6. Jakarta.Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005. Hal: 417-420.

McGuigan, James E.Ulkus Peptikum dan Gastritis. Dalam: Isselbacher.Harrison: Prinsip-


prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol 4.Edisi 13. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.
Hal: 1533-1540.

Anda mungkin juga menyukai