Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN TEORITIS HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari kesalahan lima panca
indra yaitu pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap, penghidu (Stuart & Laria,
2005). Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses
pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada
perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari tentang
sesuatu yang dinamakan persepsi ( Stuart Gail W, 2007 ).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh/baik.

B. Rentang Respons Halusinasi


Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasikan dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera (pendengaran, penglihatan, penciuman dan perabaan) klien halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada.
Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal
mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya,
yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpretasi yang dilakukan terhadap
stimulus panca indera tidak sesuai stimuls yang diterimanya, rentang respon tersebut
adalah sebagai berikut.

Adaptif Maladaptif
Respon Adaptif Distorsi pikiran Gejala pikiran
- Respon logis - Distorsi pikiran - Delusi halusinasi
- Persepsi akurat - Perilaku aneh/ - Perilaku disgonisasi
- Perilaku sesuai tidak sesuai - Sulit berespon
- Emosi sosial - Menarik diri dengan pengalaman
- Emosi berlebihan

Rentang Respon Neurobiologi

(Stuart dan Laraia 2005)

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya
yang berlaku, dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3. Emosi konsisten dengan pengalaman ahli
4. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
Respon psikososial meliputi:
1. Proses pikir terganggu proses pikir yang menimbulkan gangguan
2. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang yang benar-benar
terjadi karena rangsangan panca indra
3. Emosi berlebihan atau kurang
4. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas untuk
menghindari interaksi dengan orang lain
Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma, sosial dan budaya dan lingkungan. Adapun respon
maladaptif ini meliputi:
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4. Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku tidak teratur
5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.

C. Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan
oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang
dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

D. Manifestasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang
khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan
realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

E. Proses terjadinya halusinasi


Halusinasi berkembangan dalam empat fase (Stuart,G.W, Sundeen,S.J, ;2005,; 424)

Tahap Karakteristik Perilaku klien


Fase I : 1. Tersenyum atau
Klien mengalami perasaan
Comforting tertawa yang tidak
mendalam seperti ansietas,
Ansietas Sedang sesuai .
kesepian, rasa bersalah, ketakutan 2. Menggerakkan bibir
Halusinasi tanpa suara Pergerakan
dan mencoba untuk berfokus pada
menyenangkan mata cepat.
pikiran yang menyenangkan untuk 3. Respon verbal yang
meredakan ansietas. Individu lambat jika sedang
mengenali bahwa pikiran-pikiran asyik
dan pengalaman sensori berada 4. Diam dan asyik

dalam kendali kesadaran jika


ansietas dapat ditangani.
Nonpsikotik.

Fase II : Pengalaman sensori menjadi 1. Meningkatnya tanda-


Condemning menjijikkan dan menakutkan tanda sistem syaraf
Ansietas Berat Klien mulai lepas kendali dan otonom akibat
Halusinasi mungkin mencoba untuk mengambil ansietas seperti
menjadi jarak dirinya dengan sumber yang peningkatan denyut
menjijikkan dipersepsikan. Klien mungkin jantung, pernafasan
mengalami dipermalukan oleh dan tekanan darah.
2. Rentang perhatian
pengalaman sensori dan menarik
menyempit
diri dari orang lain.
3. Asyik dengan
Psikotik ringan
pengalaman sensori
dan kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dan realita.

Tahap Karakteristik Perilaku klien


Fase III Klien berhenti meelakukan 1. Kemauan yang
Controlling perlawanan terhadap halusinasi dan dikendalikan
Ansietas Berat menyerah pada halusinasi tersebut. halusinasi akan lebih
Pengalaman Isi halusinasi menjadi menarik. diikuti.
2. Kesukaran
sensori menjadi Klien mungkin mengalami
berhubungan dengan
berkuasa. pengalaman kesepian jika sensori
orang lain.
halusinasi berhenti.
3. Rentang perhatian
Psikotik
hanya beberapa detik
atau menit.
4. Adanya tanda-tanda
fisik ansietas berat :
berkeringat, tremor,
tidak mampu
mematuhi perintah.
Fase IV : Pengalaman sensori menjadi 1. Perilaku terror akibat
Conquering mengancam jika klien mengikuti panik.
2. Potensi kuat suicide
Panik perintah halusinasi.
atau homicide
Umumnya Halusinasi berakhir dari beberapa
3. Aktivitas fisik
menjadi melebar jam atau hari jika tidak ada
merefleksikan isi
dalam halusinasi. intervensi terapeutik
halusinasi seperti
(Psikotik).
perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri,
atau katatonia.
4. Tidak mampu
berespon terhadap
perintah yang
kompleks.
5. Tidak mampu
berespon lebih dari
satu orang

F. Tipe Halusinasi
Jenis halusinasi Data subjektif Data objektif
1. Halusinasi 1. Mendengar suara, 1. Mengarahkan telinga
pendengaran menyuruh melakukan pada sumber suara
2. Bicara atau
(auditorik) sesuatu yang berbahaya
2. Mendengar suara yang tertawasendiri
3. Marah-marah tanpa
mengajak bercakap-
sebab
cakap
4. Menutup telinga
3. Mendengar seseorang
5. Mulut berkomat-kamit
yang sudah meninggal 6. Ada gerkan tangan
4. Mendengar suara yang
mengancam diri klien
atau orang lain atau
suara lain yang
membahayakan
2. Halusinasi Melihat seseorang yang 1. Tatapan mata pada
penglihatan (Visual) sudah meninggal, melihat tempat tertentu
2. Menunjuk ke arah
makhluk tertentu, meihat
tertentu
bayangan, hantu atau sesuatu
3. Ketakutan pada obyek
yang menakutkan, cahaya,
yang dilihat
monster yang memasuki
perawat

3. Halusinasi penghidu 1. Mencium sesuatu seperti Ekspresiwajah seperti


(olfactory) bau mayat, darah, bayi, mencium sesuatu dengan
feces, atau bau masakan, gerakan cuing hidung,
parfume yang mengarahkan hidung pada
menyenangkan tempat tertentu
2. Klien sering
mengatakan mencium
bau sesuatu
3. Tipe halusinasi ini
sering meyertai pasien
dimensia, kejang, atau
penyait serebrovaskuler
4. Halusinasi peraba 1. Klien mengatakan Mengusap , menggaruk-
(tactile) adasesuatu yang garuk , meraba-
menerayangi tubuh rabapermukaan kulit. Terihat
seperti tangan, binatang menggerak-gerakan badan
kecil, makhluk halus seperti merasakan sesuatu
2. Merasakan sesuatu di
rabaan
permukaan kulit, merasa
sangat panas atau
dingin, merasa tersengat
aliran listrik
5. Halusinasi Klien seperti sedang Seperti mengecap sesuatu,
pengecapan merasakan masakan gerakan mengunyah, meludh
(gustatory) tertentu, atau mengunyah atau muntah
sesuatu
6. Halusinasi Klien melaporkan bahwa Klien terlihat menatap
cenestheitic dan fungsi tubuhnya tiak tuuhnya sendiri, dan terlihat
kinestetic dapat terrdetesi misalnya: merasakan sesuatu yang aneh
tidak adanya deyutan di tentang tubuhnya
otak, atau sensasi
pembentukan urin di
dalam tubuhnya, perasaan
tubuhnya melayang di
atas bumi

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan

1. Membantu klien mengenali halusinasi


Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi (apa yang
didenganr/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi
yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi
Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi perawat dapat
mendiskusikan empat cara mengontrol halusinasi pada klien. Keempat cara tersebut
meliputi:
a. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan
halusinasinta. Kalau ini bisa dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri
dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi akan tetap ada
namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang
ada didalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi :
1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2) Memperagakan cara menghadik
3) Minta pasien memperagakan ulang
4) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien
5) Bercakap-cakap dengan orang lain
6) Melakukan aktivitas yang terjadwal
7) Mengunakan obat secara teratur
b. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Klitika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi
distraksi, fokus perhatian pasien beralih dari halusinasi kepercakapan yang
dilakukan dengan orang tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk
mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
c. Melatih klien beraktivitas secara terjadwal
Libatkan klien dalam terapi modalitas, untuk mengurangi resiko halusinasi
muncul lagi adalah dalam menyibukkan diri dengan membimbing klien membuat
jadwal yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, klien tidakan akan
mengalami waktu luang yang seringkali mencetus halusinasi. Untuk itu klien
yang mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan
cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampe malam, tujuh hari dalam
seminggu. Tahapan intervensinya sebagai berikut :
1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
2) Mendiskusikan aktivitas yang bisa dilakukan oleh pasien
3) Melatih pasien melakukan aktivitas
4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah
dilatih. Upayakan klien mempunyai aktivitas dari bangun tidur sampai tidur
malam, tujuh hari dalam seminggu.
5) Membantu pelaksanaan jadwal kegiatan: memberikan penguatan terhadap
perilaku pasien yang positif
3. Melatih pasien mengunakan obat secara teratur.
Agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu dilatih untuk mengunakan
obat secara teratur sesuai dengan program. Klien gangguan jiwa yang dirawat
dirumahg sering kali mengalami putus obat sehingga akibatnya klien mengalami
kekambuhan. Bila kekambuhan uterjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula
akan lebih sulit. Berikut ini tindakan keperawatan agar klien patuh mengunakan obat :
a. Jelaskan pentingnya pengunaan obat pada gangguan jiwa
b. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
c. Jelaskan akibat bila putus iobat
d. Jelakan cara mendapatkan obat, Berobat
e. Jelaskan cara mengunakan obat dengan prinsip % benar (benar obat,benar
pasien,benar cara,benar waktu,benar dosis)
4. Pemberian psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/skizofrenia biasanya
diatasi dengan mengunakan obat-obat anti psikotik antara lain :
golongan butirofenon : haloperidol,haldol, serenace, ludomer, pada kondisi akut
biasanya diberikan dalam bentuk ijeksi 3x5 mg,.pemberian injeksi biasanya cukup 3 x
24 jam. Setelahnya klien biasanya diberikan obat peroral 3 x 5 mg. Golongan
fenotiazin : chlorpromazine/ largactile/promactile. Biasanya diberikan peroral.
Kondisi akut biasanya diberikan 3 x 100 mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat
dikurangi 1 x 100 mgpada malam hari saja.
5. Memantau efek samping obat
Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat-
obat psikotik seperti : mengantuk, tremor, mata terlihat keatas, kaku-kaku otot, otot
bahu tertarik sebelah,hipersalivasi, pergerakan otot tak terkendali. Untuk mengatasi
ini biasanya dokter memberikan obat anti parkinsonismeyaitu trihexyphenidile 3 x 2
mg. Apabila terjadi gejala-gejala yang dialami oleh klien tidak berkurang maka perlu
diteliti apakah obat betul-betul diminum atau tidak. Untuk itu keluarga juga perlu
dijelaskan tentang pentingnya melakukan observasi dan pengawasan cara minum obat
klien.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

A. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

2. Alasan masuk rumah sakit


Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak
mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan.
3. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan terlambat
1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
1) Komunikasi peran ganda.
2) Tidak ada komunikasi.
3) Tidak ada kehangatan.
4) Komunikasi dengan emosi berlebihan.
5) Komunikasi tertutup.
6) Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang otoritas
dan komplik orang tua.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran,
gambaran diri negatif dan koping destruktif.

e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
f. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi
faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan
kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar
15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
4. Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
c. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
5. Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan
dan infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
6. Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari,
sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya
dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi,
kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat
pekerjaan.

7. Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri),
merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan
kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang
(tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain
dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku
agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan
penanganan gejala.
a. Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren,
bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda
tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus
dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi
informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
b. Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan
yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika
halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi
perabaan.
c. Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan
pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk
mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien
perlu perhatian saat mengalami halusinasi.

8. Situasi pencetus halusinasi.


Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang
dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi
pernyataan klien.
a. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi
klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat
mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
9. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan
klien.
a. Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1) Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2) Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
3) Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
4) Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
5) Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan
ambivalen
6) Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
7) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada
sesuai dengan informasi.
8) Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan
baik dan dapat mempengaruhi proses pikir.
9) Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
10) Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
11) Memori
a) Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih
setahun berlalu.
b) Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang
lalu dan pada saat dikaji.
12) Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan
tugas dan berhitung sederhana.
13) Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai
berat.
14) Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang
diri.
Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari
termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur,
perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera
aktifitas dalam dan luar ruangan.
b. Mekanisme koping
1) Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2) Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal.
4)
10. Rencana Asuhan Keperawatan

5) 6) DK 7) PERENCANAAN
N 10) TUJUA 11) KRITERIA 12) INTERVENSI 13) RASIONAL
N EVALUASI
14) 15) Ganggu 16) Pasien 17) Setelah pertemuan 18) SP 1 1. Mengetahui jenis halusinasi
1 an mampu : pasian dapat 1. Bantu pasien dalam mengenal sehingga klien dapat membedakan
sensori 1. Mengenai menyebutkan : halusinasi : hal yang nyata atau tidak.
perseps halusinasi 1. Isi , waktu, frekuensi, a. Isi 19)
i yang situasi pencetus, perasaan b. Frekuensi 2. Mengetahui tindakan yang
2. Mampu memperagakan c. Situasi pencetus dilakukan dalam mengontrol
halusin dialaminya
d. Perasaan saat terjadi halusinasinya
asi 2. Mengontrol cara dalam mengontrol
halusinasi 20)
halusinasin halusinasi
2. Latih mengontrol halusinasi dengan 21)
ya
cara menghardik. Tahapan 22)
3. Mengikuti
tindakannya meliputi : 23)
program
a. Jelaskan cara menghardik 24)
pengobatan
halusinasi 25)
secara b. Peragakan cara menghardik 26)
optimal c. Minta pasien memperagakan 27)
ulang 28)
d. Pantau penerapan cara ini, beri 29)
penguatan perilaku pasien
e. Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
30) 31) 32) 33) Setelah pertemuan 35) SP 2 36)
pasien mampu : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1. Mengetahui bahwa pasien telah
1. Menyebutkan kegiatan 1) mengerti apa yang telah dilatih oleh
2. Latih berbicara/ bercakap perawat sehingga pasien dapat
yang sudah dilakukan dengan orang lain saat menggunakannya kembali.
2. Memperagakan cara halusinasi 2. Mengetahui dan mengendalikan
bercakap-cakap 3. Masukkan dalam jadwal halusinasi
dengan orang lain kegiatan pasien 3. Mampu mengontrol setiap
34) perkembangan halusinasi
37) 38) 39) 40) Setelah pertemuan 41) SP 3 43)
pasien mampu : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1. Mengetahui apakah pasien telah
1. Menyebutkan 1 dan SP 2) mengerti apa yang telah dilatih oleh
kegiatan yang sudah 2. Latih kegiatan agar halusinasi perawat sehingga klien dapat
dilakukan dan tidak muncul melakukannya kembali
2. Membuat jadwal 42) Tahapannya : 2. Melatih halusinasi tidak muncul
kegiatan sehari-hari a. Jelaskan pentingnya 44)
dan mampu aktivitas yang teratur 45)
memperagakan untuk mengatasi 46)
halusinasi 47)
b. Diskusikan aktivitas 48)
yang biasa dilakukan 49)
oleh pasien 50)
c. Latih pasien melakukan 51)
aktivitas 52)
d. Susun jadwal aktivitas 53)
sehari-hari sesuai dengan 54)
aktivitas yang telah 55)
56)
dilatih (dari bangun pagi
sampai tidur malam)
e. Pantau pelaksanaan
jadwal kegiatan, berikan
penguatan terhadap
perilaku pasien yang
positif
57) 58) 59) 60) 62) 64)
61) Setelah pertemuan 63) SP 4 1. Meningkatkan pengetahuan klien
pasien mampu : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP tentang fungsi obat yang diminum
1. Menyebutkan 1, SP 2, SP 3) agar klien mau minum obat secara
kegiatan yang sudah 2. Tanyakan program pengobatan mandiri dan teratur
dilakukan 3. Jelaskan pentingnya penggunaan 2. Mengetahui berobat dengan berkala
2. Menyebutkan obat pada gangguan jiwa 3. Meningkatkan pengetahuan klien
manfaat dari 4. Jelaskan akibat bila tidak tentang fungsi obat yang diminum
program pengobatan digunakan sesuai program 4. Mampu minum obat secara mandiri
5. Jelaskan akibat putus obat 5. Mengetahui berobat dengan berkala
6. Jelaskan cara mendapatkan obat/
berobat
7. Jelaskan pengobatan (5 B)
8. Latih pasien minum obat
9. Masukkan dalam jadwal harian
pasien
65) 66) 67) Keluarga 68) Setelah pertemuan 69) SP 1 70)
mampu keluarga mampu 1. Identifikasi masalah keluarga 1. Mengetahui apa yang dirasakan
merawat menjelaskan tentang dalam merawat pasien keluarga seperti kesulitan dalam
pasien di halusinasi 2. Jelaskan tentang halusinasi merawat pasien
rumah a. Pengertian halusinasi 2. Meningkatkan pengetahuan keluarga
b. Jenis halusinasi yang tentang halusinasi, perawatan
dan
dialami pasien terhadap klien
menjadi
c. Tanda dan gejala 71)
sistem 72)
halusinasi
penduku d. Cara merawat pasien 73)
ng yang halusinasi (cara 74)
efektif berkomunikasi
untuk pemberian obat dan
pasien pemberian aktivitas
kepada pasien)
e. Sumber-sumber
pelayanan kesehatan
yang bisa dijangkau
f. Bermain peran cara
merawat
g. Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
75) 76) 77) 78) Setelah pertemuan 79) SP 2 80)
keluarga mampu : 1. Evaluasi kemampuan keluarga 1. Mengetahui sejauh mana
1. Menyelesaikan 2. Latih keluarga merawat pasien kemampuaan keluarga dalam merawat
kegiatan yang sudah 3. RTL keluarga atau jadwal klien
dilakukan keluarga untuk merawat 2. Mengetahui keluarga apakah ikut serta
2. Memperagakan cara dalam pemulihan pasien
merawat pasien 3. Mengidentifikasi perkembangan
pasien
81) 82) 83) 84) Setelah pertemuan 85) SP 3 86)
keluarga mampu : 1. Evaluasi kemampuan keluarga 1. Mengetahui sejauh mana
1. Menyebutkan (SP 2) kemampuaan keluarga dalam
kegiatan yang sudah 2. Latih keluarga merawat pasien merawat klien
dilakukan 3. RTL keluarga atau jadwal 2. Mengetahui keluarga apakah ikut
2. Memperagakan cara keluarga untuk merawat pasien serta dalam pemulihan pasien
merawat pasien serta 3. Mengidentifikasi perkembangan
mampu membuat pasien
RTL
87) 88) 89) 90) Setelah pertemuan 91) SP 4 92)
keluarga mampu : 1. Evaluasi kemampuan keluarga 1. Mengetahui sejauh mana
1. Menyebutkan 2. Evaluasi kemampuan pasien kemampuaan keluarga dalam
kegiatan yang sudah 3. RTL keluarga merawat klien
a. Follow Up 2. Mengidentifikasi kemampuan pasien
dilakukan
b. Rujukan selama perawatan
2. Melaksanakan
Follow Up
93)
94) DAFTAR PUSTAKA
95)

96) Dalami, Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: TIM

97) Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

98) Keliat, Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC

99) Kusumawati, Farida. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. 2010. Jakarta: Salemba Medika

100) Stuart,G.W, Sundeen,S.J, (2005), Keperawatan Jiwa, ed-3, jakarta,EGC

101) Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa .2007. Bandung : Refika Aditama

102)
103)

104)

Anda mungkin juga menyukai