A. Pengertian
Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari kesalahan lima panca
indra yaitu pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap, penghidu (Stuart & Laria,
2005). Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses
pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada
perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari tentang
sesuatu yang dinamakan persepsi ( Stuart Gail W, 2007 ).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh/baik.
Adaptif Maladaptif
Respon Adaptif Distorsi pikiran Gejala pikiran
- Respon logis - Distorsi pikiran - Delusi halusinasi
- Persepsi akurat - Perilaku aneh/ - Perilaku disgonisasi
- Perilaku sesuai tidak sesuai - Sulit berespon
- Emosi sosial - Menarik diri dengan pengalaman
- Emosi berlebihan
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya
yang berlaku, dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3. Emosi konsisten dengan pengalaman ahli
4. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
Respon psikososial meliputi:
1. Proses pikir terganggu proses pikir yang menimbulkan gangguan
2. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang yang benar-benar
terjadi karena rangsangan panca indra
3. Emosi berlebihan atau kurang
4. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas untuk
menghindari interaksi dengan orang lain
Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma, sosial dan budaya dan lingkungan. Adapun respon
maladaptif ini meliputi:
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4. Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku tidak teratur
5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.
C. Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan
oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang
dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
D. Manifestasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang
khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan
realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
F. Tipe Halusinasi
Jenis halusinasi Data subjektif Data objektif
1. Halusinasi 1. Mendengar suara, 1. Mengarahkan telinga
pendengaran menyuruh melakukan pada sumber suara
2. Bicara atau
(auditorik) sesuatu yang berbahaya
2. Mendengar suara yang tertawasendiri
3. Marah-marah tanpa
mengajak bercakap-
sebab
cakap
4. Menutup telinga
3. Mendengar seseorang
5. Mulut berkomat-kamit
yang sudah meninggal 6. Ada gerkan tangan
4. Mendengar suara yang
mengancam diri klien
atau orang lain atau
suara lain yang
membahayakan
2. Halusinasi Melihat seseorang yang 1. Tatapan mata pada
penglihatan (Visual) sudah meninggal, melihat tempat tertentu
2. Menunjuk ke arah
makhluk tertentu, meihat
tertentu
bayangan, hantu atau sesuatu
3. Ketakutan pada obyek
yang menakutkan, cahaya,
yang dilihat
monster yang memasuki
perawat
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI
A. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
f. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi
faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan
kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar
15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
4. Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
c. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
5. Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan
dan infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
6. Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari,
sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya
dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi,
kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat
pekerjaan.
7. Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri),
merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan
kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang
(tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain
dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku
agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan
penanganan gejala.
a. Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren,
bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda
tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus
dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi
informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
b. Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan
yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika
halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi
perabaan.
c. Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan
pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk
mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien
perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
5) 6) DK 7) PERENCANAAN
N 10) TUJUA 11) KRITERIA 12) INTERVENSI 13) RASIONAL
N EVALUASI
14) 15) Ganggu 16) Pasien 17) Setelah pertemuan 18) SP 1 1. Mengetahui jenis halusinasi
1 an mampu : pasian dapat 1. Bantu pasien dalam mengenal sehingga klien dapat membedakan
sensori 1. Mengenai menyebutkan : halusinasi : hal yang nyata atau tidak.
perseps halusinasi 1. Isi , waktu, frekuensi, a. Isi 19)
i yang situasi pencetus, perasaan b. Frekuensi 2. Mengetahui tindakan yang
2. Mampu memperagakan c. Situasi pencetus dilakukan dalam mengontrol
halusin dialaminya
d. Perasaan saat terjadi halusinasinya
asi 2. Mengontrol cara dalam mengontrol
halusinasi 20)
halusinasin halusinasi
2. Latih mengontrol halusinasi dengan 21)
ya
cara menghardik. Tahapan 22)
3. Mengikuti
tindakannya meliputi : 23)
program
a. Jelaskan cara menghardik 24)
pengobatan
halusinasi 25)
secara b. Peragakan cara menghardik 26)
optimal c. Minta pasien memperagakan 27)
ulang 28)
d. Pantau penerapan cara ini, beri 29)
penguatan perilaku pasien
e. Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
30) 31) 32) 33) Setelah pertemuan 35) SP 2 36)
pasien mampu : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1. Mengetahui bahwa pasien telah
1. Menyebutkan kegiatan 1) mengerti apa yang telah dilatih oleh
2. Latih berbicara/ bercakap perawat sehingga pasien dapat
yang sudah dilakukan dengan orang lain saat menggunakannya kembali.
2. Memperagakan cara halusinasi 2. Mengetahui dan mengendalikan
bercakap-cakap 3. Masukkan dalam jadwal halusinasi
dengan orang lain kegiatan pasien 3. Mampu mengontrol setiap
34) perkembangan halusinasi
37) 38) 39) 40) Setelah pertemuan 41) SP 3 43)
pasien mampu : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1. Mengetahui apakah pasien telah
1. Menyebutkan 1 dan SP 2) mengerti apa yang telah dilatih oleh
kegiatan yang sudah 2. Latih kegiatan agar halusinasi perawat sehingga klien dapat
dilakukan dan tidak muncul melakukannya kembali
2. Membuat jadwal 42) Tahapannya : 2. Melatih halusinasi tidak muncul
kegiatan sehari-hari a. Jelaskan pentingnya 44)
dan mampu aktivitas yang teratur 45)
memperagakan untuk mengatasi 46)
halusinasi 47)
b. Diskusikan aktivitas 48)
yang biasa dilakukan 49)
oleh pasien 50)
c. Latih pasien melakukan 51)
aktivitas 52)
d. Susun jadwal aktivitas 53)
sehari-hari sesuai dengan 54)
aktivitas yang telah 55)
56)
dilatih (dari bangun pagi
sampai tidur malam)
e. Pantau pelaksanaan
jadwal kegiatan, berikan
penguatan terhadap
perilaku pasien yang
positif
57) 58) 59) 60) 62) 64)
61) Setelah pertemuan 63) SP 4 1. Meningkatkan pengetahuan klien
pasien mampu : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP tentang fungsi obat yang diminum
1. Menyebutkan 1, SP 2, SP 3) agar klien mau minum obat secara
kegiatan yang sudah 2. Tanyakan program pengobatan mandiri dan teratur
dilakukan 3. Jelaskan pentingnya penggunaan 2. Mengetahui berobat dengan berkala
2. Menyebutkan obat pada gangguan jiwa 3. Meningkatkan pengetahuan klien
manfaat dari 4. Jelaskan akibat bila tidak tentang fungsi obat yang diminum
program pengobatan digunakan sesuai program 4. Mampu minum obat secara mandiri
5. Jelaskan akibat putus obat 5. Mengetahui berobat dengan berkala
6. Jelaskan cara mendapatkan obat/
berobat
7. Jelaskan pengobatan (5 B)
8. Latih pasien minum obat
9. Masukkan dalam jadwal harian
pasien
65) 66) 67) Keluarga 68) Setelah pertemuan 69) SP 1 70)
mampu keluarga mampu 1. Identifikasi masalah keluarga 1. Mengetahui apa yang dirasakan
merawat menjelaskan tentang dalam merawat pasien keluarga seperti kesulitan dalam
pasien di halusinasi 2. Jelaskan tentang halusinasi merawat pasien
rumah a. Pengertian halusinasi 2. Meningkatkan pengetahuan keluarga
b. Jenis halusinasi yang tentang halusinasi, perawatan
dan
dialami pasien terhadap klien
menjadi
c. Tanda dan gejala 71)
sistem 72)
halusinasi
penduku d. Cara merawat pasien 73)
ng yang halusinasi (cara 74)
efektif berkomunikasi
untuk pemberian obat dan
pasien pemberian aktivitas
kepada pasien)
e. Sumber-sumber
pelayanan kesehatan
yang bisa dijangkau
f. Bermain peran cara
merawat
g. Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
75) 76) 77) 78) Setelah pertemuan 79) SP 2 80)
keluarga mampu : 1. Evaluasi kemampuan keluarga 1. Mengetahui sejauh mana
1. Menyelesaikan 2. Latih keluarga merawat pasien kemampuaan keluarga dalam merawat
kegiatan yang sudah 3. RTL keluarga atau jadwal klien
dilakukan keluarga untuk merawat 2. Mengetahui keluarga apakah ikut serta
2. Memperagakan cara dalam pemulihan pasien
merawat pasien 3. Mengidentifikasi perkembangan
pasien
81) 82) 83) 84) Setelah pertemuan 85) SP 3 86)
keluarga mampu : 1. Evaluasi kemampuan keluarga 1. Mengetahui sejauh mana
1. Menyebutkan (SP 2) kemampuaan keluarga dalam
kegiatan yang sudah 2. Latih keluarga merawat pasien merawat klien
dilakukan 3. RTL keluarga atau jadwal 2. Mengetahui keluarga apakah ikut
2. Memperagakan cara keluarga untuk merawat pasien serta dalam pemulihan pasien
merawat pasien serta 3. Mengidentifikasi perkembangan
mampu membuat pasien
RTL
87) 88) 89) 90) Setelah pertemuan 91) SP 4 92)
keluarga mampu : 1. Evaluasi kemampuan keluarga 1. Mengetahui sejauh mana
1. Menyebutkan 2. Evaluasi kemampuan pasien kemampuaan keluarga dalam
kegiatan yang sudah 3. RTL keluarga merawat klien
a. Follow Up 2. Mengidentifikasi kemampuan pasien
dilakukan
b. Rujukan selama perawatan
2. Melaksanakan
Follow Up
93)
94) DAFTAR PUSTAKA
95)
96) Dalami, Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: TIM
98) Keliat, Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
99) Kusumawati, Farida. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. 2010. Jakarta: Salemba Medika
102)
103)
104)