Anda di halaman 1dari 8

Acne Vulgaris

Acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang umum dan polimorfik. Lesi primernya
adalah hiperkeratosis folikuler yang menimbulkan komedo terbuka (open comedo) dan
tertutup (closed comedo) juga papula, pustula, serta lesi kistik.

Kriteria Diagnosis Signifikan

Klinis. Acne vulgaris ditandai dengan adanya komedo terbuka dan tertutup (open and closed
comedo), papula, pustula, lesi nodulokistik, dan terkadang jaringan parut (scar). Ini sering
terjadi pada masa remaja dan diselingi periode eksaserbasi. Namun, dapat pula meluas
melampaui masa remaja. Acne vulgaris terdistribusi utamanya pada daerah-daerah yang kaya
dengan folikel sebasea- wajah, punggung bagian atas, dan dada. Penyakit ini juga
menunjukkan sejumlah varian klinis yang dapat membedakannya dalam morfologi, distribusi,
dan haluannya.

Laboratorium. Kajian laboratorium biasanya tidak dibutuhkan untuk diagnosis atau


penatalaksanaan, kecuali ada hubungannya dengan efek samping obat.

Genetik. Selain untuk menyatakan adanya peningkatan kejadian familial pada kasus jerawat,
tidak ada pernyataan klinis bermakna tentang genetik yang dapat dibuat saat ini.

Penatalaksanaan

Waktu yang cukup harus dialokasikan oleh dokter selama kunjungan pertama untuk
duduk tenang dan menjelaskan dalam istilah-istilah sederhana, dan dengan bantuan gambar ,
anatomi dasar lesi obstruktif dan inflamasi dari jerawat. Hal ini menjadi dasar bagi kesediaan
dan kerjasama pasien dalam menjalankan terapi yang memerlukan komitmen besar selama
berbulan-bulan bahkan tahunan. Penjelasan tentang kronisitas jerawat, bertambah dan
memudarnya jerawat, dan yang paling penting, kenyataan bahwa dibandingkan kesembuhan,
perbaikan dan kontrol adalah satu-satunya tujuan realistis dengan terapi yang tersedia saat ini.
Dari fondasi kepercayaan dan pemahaman yang solid ini, dokter dapan melakukan
pendekatan terapi yang rasional dengan harapan yang besar untuk sukses dalam mengontrol
penyakit. Pilihan terapi dapat dibantu secara signifikan dengan mempertimbangkan jenis
jerawatnya, yaitu jerawat non-inflamasi dan jerawat inflamasi.

Diet. Hingga saat ini, tidak ada bukti yang cukup meyakinkan untuk melibatkan satupun
item diet atau kombinasinya dalam produksi atau eksaserbasi jerawat. Pada kasus yang
jarang, ditemukan pasien yang menunjukkan suar dari jerawat (flare-up) setelah ingesti
makanan tertentu, tidak ada bahaya dalam mengeliminasi item ini dari dietnya, dalam periode
waktu tertentu, untuk mengevaluasi pengaruhnya.

Pajanan pada Panas dan Kelembaban Berlebih. Pajanan tersebut dapat mengeksaserbasi
jerawat inflamasi; pakaian ketat juga dapat mempengaruhi. Walaupun terkadang penting
untuk tidak melanjutkan kegiatan olahraga aktif seperti futbol dan gulat, seringkali
kemungkinan untuk melanjutkannya dapat diwujudkan dengan mengintensifkan program
perawatan.

Iritasi Mekanis. Wool atau tekstil bertekstur kasar lainnya juga dapat mengeksaserbasi
jerawat.

Manipulasi Manual. Mencongkel, memencet, atau manipulasi lainnya dapat mengubah


jerawat non-inflamasi atau jerawat inflamasi ringan menjadi lesi parut yang destruktif
dengan menyebabkan konten folikuler yang ruptur menyebar ke dermis sekitar.

Stres. Terkadang stres dapat menjadi penyebab dari eksaserbasi jerawat yang tidak dapat
dijelaskan asalnya. Seringkali, peningkatan manipulasi mekanis sebagai respons terhadap
stres, menyebabkan kerusakan dinding folikuler dan memicu pembentukan lesi inflamasi
baru. Contohnya adalah memegang dan memijat wajah secara tak sadar saat belajar untuk
ujian. Menarik perhatian pasien pada urutan kejadian seringkali berguna. Obat penenang
tidak diindikasikan.

Kosmetik. Penggunaan kosmetik yang tepat dapat menjadi bantuan yang dipertimbangkan
dalam mengurangi dampak emosional langsung dari noda yang dihasilkan oleh jerawat.
Walaupun demikian, terdapat bukti bahwa agen kosmetik tertentu dapat mempengaruhi
perkembangan jerawat terutama pada wanita dewasa; istilah ini dikenal dengan acne
cosmetica. Pelembap kulit tampaknya mengganggu sedangkan lipstik , eye shadow, eyeliner,
pensil alis, dan bedak wajah tampaknya relatif tak berbahaya. Instruksi sederhana untuk
mencegah kosmetik yang komedogenik tidak memungkinkan oleh karena adanya perubahan
komposisi kosmetik dan efek yang tidak bisa diduga dari kombinasi agen . Keputusan yang
biasanya dapat disarankan, tidak selalu mencegah masalahnya, adalah dengan menghindari
sediaan berminyak yang berat (oil-based) dan menggunakan sediaan water-based yang lebih
ringan dan model losio.

Penatalaksanaan Jerawat Inflamasi

Operasi Jerawat. Kebanyakan lesi pustuler sangat superfisial sehingga agen peeling
tidak.......(di kertas tidak jelas) dan menyebabkan drainase spontan. Ketersediaan terapi
topikal juga sistemik yang ada dan, jika dibutuhkan, penggunaaan injeksi kortikosteroid
intralesi membuat insisi dan drainase jarang diperlukan kecuali lesi fluktuan yang persisten.

Benzoyl Peroksida dan Asam Retinoat Topikal. Pada banyak kasus, kombinasi ini dapat
mengeliminasi atau mengurangi dosis antibiotik sistemik pada jerawat inflamasi yang lebih
berat.

Agen Peeling. Agen-agen ini sekarang penggunaannya relatif terbatas karena tidak seefektif
agen terapetik yang lain. Banyak peeling dan pengering dalam bentuk losio, krim, bedak dan
cakes mengandung 2-8% sulfur, 1-4% resorcinol, dan 1-2% asam salisilat.
Krioterapi. Nitrogen cair atau karbondioksida padat /cairan aseton dapat dioleskan pada kulit
dengan kain kasa yang dipegang dengan clamp. Penatalaksanaan awal oleh dokter harusnya
hanya beberapa detik hingga muncul reaktivitas dari kulit pasien ditentukan setelah
meningkat. Penerapan biasanya dilakukan mingguan.

Antibiotik

Antibiotik Topikal. Saat ini, antibiotik yang biasa digunakan adalah tetrasiklin, eritromisin,
dan klindamisiin. Sediaan campuran dari 2 obat terakhir dengan konsentrasi 1-2% dalam
pembawa air-alkohol lebih banyak digunakan. Baru-baru ini, resep yang disetujui FDA
menggunakan sejumlah agen topikal meliputi klindamisin (Cleosin T); eritromisin (Staticin
dan Ery Derm); tetrasiklin (Topicycline); dan congener baru yang menarik, meclocycline
sulfosalisilat (krim Meclan). Klindamisin dan eritromisin tampak lebih unggul daripada
tetrasiklin menurut pengalaman saya. Antibiotik topikal biasanya digunakan 2 kali sehari dan
seperti antibiotik sistemik, perannya adalah mencegah atau mengurangi pembentukan lesi
inflamasi baru. Obat-obat tersebut tidak membersihkan lesi yang ada dan harapan terhadap
obat tersebut seringkali menyebabkan anggapan bahwa antibiotik topikal tidak efektif. Efek
yang sedikit atau tidak ada sama sekali dapat dilihat minimal dalam 3-4 minggu. Dan seperti
kombinasi benzoyl peroksida dengan asam retinoat, ekspektasi hasil yang muncul segera
dapat menyebabkan kesan yang salah terhadap kegagalan terapi. Penggunaan antibiotik
topikal pada jerawat inflamasi ringan hingga sedang umumnya akan lebih efektif bila
digunakan dalam regimen yang juga mengandung asam retinoat dan/atau benzyl peroksida.

Antibiotik Sistemik. Pengalaman klinis yang luas telah menunjukkan kemanjuran terapi
antibiotik sistemik yang dipilih dengan tepat terhadap pengobatan jerawat. Tetrasiklin paling
banyak digunakan dan tampak sebagai yang paling aman untuk pemberian jangka panjang
dalam pengobatan jerawat inflamasi yang lebih berat. Terapi harusnya diinisiasi hanya pada
pasien yang jerawatnya tidak responsif terhadap bentuk pengobatan yang lebih ringan.
Regimen tipikal terdiri dari pemberian tetrasiklin oral 500-1000 mg setiap hari selama 4
minggu atau sampai hasil positif didapatkan. Hal ini diikuti dengan pengurangan bertahap
sampai pada jumlah yang cukup untuk mengontrol; pada beberapa pasien hal ini setara
dengan 250 mg setiap 2 atau 3 hari sekali. Sejumlah efek samping dari pemberian tetrasiklin
diketahui, dan klinisi harus mengetahuinya dengan baik sebelum memulai terapi.

Kortikosteroid

Injeksi Kortikosteroid Intralesi. Salah satu metode yang bermanfaat untuk menangani
jerawat yang berbentuk nodul parah dan kista adalah injeksi larutan encer kortikosteroid
intralesi. Telah menjadi pengalaman bahwa larutan saline kortikosteroid lebih baik daripada
pengencerannya dalam lidokain atau anestetik lokal lainnya. Penggunaan jarum disposable
No.30 lebih jauh lagi mengurangi ketidaknyamanan dalam prosedur. Konsentrasi yang
direkomendasikan adalah triamcinolone acetonide 2,5 mg per ml atau setara. Kemungkinan
terjadinya pseudoatrofi -yangdiinduksi-kortikosteroid harus dijelaskan pada pasien. Terapi
steroid intralesi tidak hanya sering menghasilkan involusi cepat dari lesi nodulokistik tetapi
juga mengurangi kecenderungan terjadinya parut pada lesi tersebut.

Terapi Kortikosteroid Sistemik. Walaupun kortikosteroid sistemik dalam dosis yang cukup
dapat menyebabkan erupsi akne berupa folikuler papulopustuler, terapi ini efektif dalam
mengurangi komponen inflamasi pada jerawat nodulokistik yang berat. Penggunaannya harus
dipesankan secara hati-hati pada pasien-pasien tertentu dengan jerawat nodulokistik berat
yang tidak responsif terhadap jenis terapi yang lain. Dimulai dari prednison dengan dosis 30-
45 mg/hari atau setara, lalu harus diikuti penurunan dosis dan pemberhentian sesegera
mungkin, lebih baik dalam waktu sebulan. Kortikosteroid sistemik yang setara dengan
prednison 5-10 mg/hari juga bisa digunakan sebagai terapi supresif pada wanita yang
menunjukkan produksi androgen adrenal yang dibuktikan dari evaluasi endokrin.

Retinoid Sistemik. Asam 13-cis retinoid sistemik merupakan suatu agen baru menjanjikan
yang sangat efektif menghambat produksi sebum dan telah terbukti efektif pada beberapa
kasus acne kistik parah. Penggunaan obat ini memiliki beberapa efek samping yang
bergantung dengan dosis. Baru-baru ini dilaporkan hipertrigliserida sebagai efek samping
yang mengganggu . Dibutuhkan pengalaman lebih lanjut untuk menentukan level dosis yang
sesuai dan menentukan rasio resiko-keuntungan relatif dari asam retinoid 13-cis. Agen ini
dan agen retinoid aromatik lainnya hanya tersedia sebagai obat investigasional.

Dermabrasion. Jika pasien cukup selektif dan operator terlatih dengan baik, lubang dan
bekas luka superfisial dapat diminimalisir. Untuk mencapai hasil maksimal, prosedur
mungkin harus diulang. Bekas luka yang dalam atau ice-pick paling baik ditangani dengan
mengeluarkan pemindahan penyumbat. Untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Kontraindikasi prosedur ini harus dipertimbangkan dengan baik.

Modalitas terapeutik yang jarang digunakan

1. Sinar UV

Karena masalah penuaan kulit, kulit gosong terbakar matahari, dan cedera mata harus
dipertimbangkan, pemilihan sinar UV sebagai terapi tidak lagi dianggap berguna sebagai
terapi pasien acne. Telah diketahui bahwa manfaat utama dari terapi sinar ultraviolet dengan
kuarsa panas merupakan suatu efek tanning yang membantu menyamarkan atau
menghilangkan tampilan lesi. Bukti terbaru menunjukkan bahwa peningkatan pembentukan
komedo adalah salah satu efek jangka panjang terapi sinar ultraviolet ini.
2. Terapi X-ray

Terapi ini lebih jarang digunakan dan sulit untuk dibenarkan karena perkembangan bentuk
pengobatan acne telah sangat pesat dan jauh lebih efektif.

3. Vitamin A

Tidak ada bukti yang membenarkan bahwa penggunaan vitamin A sistemik sebagi kontrol
penyakit acne efektif.

4. Vaksin

Tidak terdapat bukti kuat yang merekomendasikan toksin stafilokokus sebagai pilihan terapi
acne.

5. Sulfones

Penggunaan diasetil diaminofenilsulfone (dapsone) dengan dosis 100 mg tiga kali seminggu
selama 3 bulan telah disarankan sebagai manajemen terapi acne bulat, nodulokistik resisten
yang sangat parah. Namun, terapi terapeutik ini pantas dijadikan pertimbangan hanya pada
pasien pasien yang mengerti dan sadar akan resiko yang mungkin timbul dari penggunaan
dapsone ini sendiri.

6. Zink Sulfat

Penelitian besar menunjukkan bahwa zink sulfat oral tidak efektif sebagai terapi acne.
Malahan, pasien yang menerima tetrasiklin harus menghindari penggunaan zink karena zink
akan menghambat absorbsi tetrasiklin.

7. Diuretik

Studi menyarakankan bahwa penggunaan diuretik tidak lebih berguna dibandingkan plasebo.

Saran Terapi Tambahan bagi Pasien Acne Resisten

Terapi tambahan perlu diberikan pada pasien dengan acne yang resisten terapi. Tidak banyak
model terapi tambahan ini, namun saya akan menjelaskannya secara singkat
1. Tetrasiklin dosis tinggi

Agen ini telah terbukti pada beberapa pasien dengan acne inflamasi resisten terapi. Dosis 2-3
gram per hari telah digunakan namun sangat membutuhkan monitoring ketat terhadap efek
samping termasuk CBC, urinalisis, serta gangguan fungsi hati dan ginjal.

2. Kombinasi Dapsone dan Tetrasiklin dengan Asam Retinoid dan/atau Benzoil Peroksida

Kombinasi ketiga obat ini telah berhasil baik pada pasien dengan acne nodulokistik parah
atau acne bulat. Dapson dimulai dengan dosis 100mg per hari dan dinaikkan secara perlahan
menjadi 200mg per hari selama beberapa minggu, seiring dengan tetrasiklin sistemik 1 gram
per hari dan terapi topikal intensif termasuk penggunaan asam retinoid dan benzoil peroksida.
Setelah 2-3 bulan, lakukan penurunan dosis dapsone menjadi nol dan tetrasiklin menuju dosis
pemeliharaan. Kemudian perlahan-lahan gunakan hanya terapi topikal saja atau dengan
tetrasiklin minimal.

3. Penggunaan kombinasi estrogen dan kortikosteroid sistemik

Kombinasi ini dapat berguna pada pasien wanita setelah ovulasi dengan follow up yang baik.
Karena belum tersedia di amerika, anti androgen cukup efektif sebagai agen yang
menjanjikan sebagai terapi masa depan. Penggunaan kombinasi estrogen dan kortikosteroid
sistemin di Eropa telah berjalan sukses

4. 13-cis Asam Retinoid.

Asam retinoid cukup menjanjikan sebagai agen managemen acne nodulokistik parah bila
respon terapeutik telah di teliti lebih lanjut dan apabila efek samping telah cukup dapat
diterima.

PENCEGAHAN KLINIS

Folikulitis Gram-Negatif. Folikulits gram negatif merupakan komplikasi signifikan terhadap


penggunaan terapi antibiotik jangka panjang. Superinfeksi ini akan lebih sering muncul
sebagai kelompok pustul folikular di hidung, biasanya berhubungan dengan bakteri gram-
negatif yang memfermentasi laktosa, terutama Enterobacter dan Klebsiella. Lebih jarang, lesi
mirip abses dalam pada area pipi sering diakibatkan oleh Proteus. Bertolak belakang dengan
respon acne vulgaris, sindrom sindrom ini merupakan infeksi murni yang respon (dalam
beberapa hari) terhadap antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas dan
dapat berulang secara cepat setelah penghentian terapi (biasanya jenis ampisilin). Antibiotik
perlu untuk diteruskan selama beberapa bulan atau tahun.Penggunaan terapi topikal dengan
benzoil peroksida dengan antibiotik sistemik terbukti efektif.

Lesi Nodular dan Traktus Sinus. Kadang-kadang, lesi nodular dan sinus traktus bertahan
dalam periode yang lama dan akan mengalami eksaserbasi inflamatori rekuren. Penggunaan
terapi steroid intralesi dan bedah sering efektif.

Endokrionopati Non-Suspek. Terapi acne inflamasi parah pada wanita dewasa, terlebih
pada onset lambat dan bila diikuti dengan hirsutisme dan/atau abnormalitas menstrual harus
diikuti dengan evaluasi dari penyakit dalam endokrin. Androgen eksogen seperti Danazol
terkadang menjadi penyebab non-suspek dari acne. Agen antigonadotropik dengan aktivitas
androgenik lemah direkomendasikan kepada pengobatan endometriosis, seksual prekok, dan
angiodema. Agen androgen lainnya adalah progestational androgen yang ditemukan pada pil
KB. Agen-agen ini merupakan derivat 19-nor testosteron norgestrol dan norethindrone, yang
mana keduanya dapat mengeksaserbasi acne. Penggantian pil KB yang mengandung agen
progestasional akan menunjukkan perbaikan acne yang pesat dalam 2-4 bulan pada sebagian
besar kasus. Kasus yang lebih sulit adalah defisiensi hidroksilase parsial non-suspek pada
onset lambat, yang akan menghasilkan acne ringan hingga parah pada wanita. Hal ini dapat
terjadi dengan atau tanpa hirsutisme, abnormalitas menstrual, dan infertilitas. Acne pada
kasus ini relatif resisten terhadap terapi konvensional namun biasanya respon terhadap dosis
supresif prednison pada batasan 5-10 mg per hari. Namun untuk menegakkan diagnosis,
diperlukan evaluasi endokrin teliti, termasuk infusi ACTH untuk mengetahui blokade parsial.

Erupsi Obat Acneiform. Erupsi acneiform yang diinduksi obat sejatinya merupakan
folikulitas terinduksi obat. Diagnosis ini harus dipertimbangkan bila adanya keterlibatan
ekstensif, lokalisasi abnormal, kejadian yang tidak sesuai umur, dan tanda-tanda sistemik
keracunan obat. Erupsi ini harus dipertimbangkan sebagai penyebab dari eksaserbasi acne
yang akut. Obat-obat yang umumnya menyebabkan erupsi acneiform antara lain iodida,
bromida, INH, difenilhydantoin, trimethadione, fenobarbital, kortikosteroid(sistemik dan
topikal), dan androgen. Obat lain termasuk lithium, karbonat, vitamin B12, thiourea,
thiouracil, kuinin, dan disulfiramin.

Acne Venetata. Acne yang disebabkan kontak dapat sering dicurigai dari lokalisasinya yang
tidak biasa. Faktor yang harus dipertimbangkan termasuk faktor pekerjaan yang terpajan
agent-agent tertentu seperti hidrokarbon berklorin, minyak petroleum, batu bara.Agen lain
yang juga harus dipertimbangkan adalah kosmetik, kortikosteroid topikal dan pajanan
matahari, yang akan menghasilkan acne aestivalis (Mallorca acne) dan komedo solar. Terapi
meliputi menghentikan faktor penyebab dan menginisiasi tindakan yang tepat.

Komplikasi injeksi Kortikosteroid intralesi. Area dengan atrofi lokal dapat dijumpai pada
tempat injeksi. Bila ini terjadi di wajah, pasien akan datang dengan keluhan psikososial.
Sebelum melakukan prosedur intralesi ini, pasien harus diedukasi terlebih dahlu. Untungnya,
depresi yang tampak pada tempat injeksi biasanya akan normal kembali dalam 6-12 minggu.
Penggunaan triaminocolon tidak boleh melebihi 2,5 mg per ml.

Tetrasiklin Sistemik. Gangguan GIT terkadang dikeluhkan akibat penggunaan obat ini.
Pasien wanita harus diperingatkan bahwa tetrasiklin harus dihentikan bila pasien terbukti
hamil. Hal ini karena tetrasiklin dapat menyebabkan gigi bayi berwarna tidak baik.
Vulvovaginitis akibat candida juga sering menjadi komplikasi yang mengganggu.

Anda mungkin juga menyukai