PENDAHULUAN
1
Kesemuanya menunjukkan, bahwa tiada seorangpun manusia yang
mampu hidup tanpa bantuan dan pertolongan orang lain.
Berbicara mengenai manusia, paling tidak ada tiga
pengertian, yaitu manusia sebagai makhluk individu sekaligus
sebagai makhluk sosial; manusia sebagai makhluk monodualisme,
yang terdiri dari 2 kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, yaitu unsur
rohani dan jasmani, dan manusia sebagai makhluk yang berakal.
Selain pengertian di atas, anda masih ingat tentang
manusia sebagai makhluk zoon politicoon, yaitu manusia sebagai
makhluk bermasyarakat, yaitu makhluk yang selalu hidup di
masyarakat. Kemudian Ibnu Khaldun menyatakan, bahwa manusia
itu harus hidup bermasyarakat. Berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut jelaslah, bahwa tiada seorangpun manusia akan mampu
hidup seorang diri.
P.J. Bouman menyatakan, bahwa Manusia itu baru menjadi
manusia, karena ia hidup bersama dengan manusia lainnya ,
kemudian John Locke dan Thomas Jefferson menyatakan, bahwa di
dalam sistem pergaulan hidup, secara prinsip manusia itu
diciptakan bebas dan sederajat ( dikutip dari Dudu Duswara
Machmudin, 2001 : 9-10 ).
Soerjono Soekanto (1986 : 102-103), menyatakan, bahwa
sejak dilahirkan manusia telah mempunyai dua hasrat atau
keinginan pokok, yaitu:
Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di
sekelilingnya, yaitu nasyarakat
Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam
sekelilingnya.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa sejak kelahiran
dan secara kodrat manusia selalu ingin menyatu dengan manusia
lain dan lingkungan sekitarnya dalam suatu tatanan kehidupan
bermasyarakat untuk saling memenuhi kebutuhan hidupnya dan
2
untuk saling berinteraksi satu sama lain dalam upaya hidup
bermasyarakat.
Untuk dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya
atau dapat menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut,
manusia dikaruni akal fikiran dan perasaan yang mendorong untuk
melakukan berbagai aktivitasnya. Melalui akal, pikiran dan
perasaannya manusia juga menghasilkan berbagai barang
kebutuhan hidup dan kehidupannya. Misalnya untuk melindungi diri
dari sengatan matahari, kucuran hujan dan serangan binatang buas,
manusia membuat rumah; kemudian untuk mempertahankan
kehidupannya manusia juga mencari dan menciptakan aneka
makanan dsb.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa manusia dalam
suatu tatanan masyarakat selalu saling berinteraksi satu sama lain
untuk saling memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada hakekatnya setiap manusia yang secara psikologis
merupakan bagian terkecil dari suatu masyarakat mempunyai cita-
cita untuk dapat hidup damai, tertib dan sejahtera. Untuk
mewujudkan keinginan atau harapan tersebut sudah barang tentu
tidak akan dapat diusahakannya sendiri, akan tetapi harus dilakukan
melalui upaya kerjasama dan saling pengertian di antara sesama
manusia tersebut.
Bagi bangsa Indonesia cita-cita dan harapan untuk dapat
hidup damai, tenteram sudah bukan merupakan barang baru. Hal
ini dikarenakan secara jelas telah tercantum dasarnya dalam
Pembukaan UUD 1945, khususnya dalam Alinea IV yang
menyatakan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam pergaulan sehari-hari di antara sesama manusia
sudah barang tentu ada yang mempunyai kepentingan yang sama,
namun ada kalanya kepentingan setiap individu berbeda. Perbedaan
3
kepentingan dalam suatu pergaulan antar manusia di masyarakat
merupakan sesuatu karunia dalam suatu negara demokrasi, namun
bila tidak segera diatasi perbedaan tersebut bisan menjadi sumber
konflik.
Untuk merealisasikan apa yang menjadi cita-cita dan
harapan seluruh lapisan masyarakat, diciptakanlah seperangkat
aturan atau kaidah yang pada hakekatnya bertujuan untuk
terjadinya suasana tertib dan damai di masyarakat. Masyarakat
sendiri sudah barang tentu harus dapat mendukung upaya-upaya
perwujudan ketertiban di lingkungannya dengan cara melaksanakan
dan menghormati berbagai peraturan yang ada, karena
bagaimanapun antara masyarakat dan kaidah tidak dapat
dipisahkan keberadaannya, bagaikan satu mata uang dalam dua
sisi.
Cirero kurang lebih 2000 tahun yang lalu menyatakan : "Ubi
societas ibi ius" dimana ada masyarakat di situ ada hukum . Hukum
yang berlaku dalam suatu masyarakat mencerminkan corak dan
sifat masyarakat yang bersangkutan. Masing-masing masyarakat
mempunyai kebudayaan dan cara berfikirnya yang belum tentu
sama. Menurut Von Savigny sebagaimana dikutip Ranidar Darwis
( 1986 : 17 ) menyatakan, bahwa hukum suatu masyarakat
mengikuti Volksgeist (jiwa/semangat rakyat) dari masyarakat
tempat hukum itu berlaku. Karena Volksgeist masing-masing
masyarakat berbeda-beda atau belum tentu sama, maka hukumnya
pun belum tentu sama atau berbeda-beda.
Namun demikian bagaimanapun situasi dan kondisinya,
keberadaan kaidah atau norma dalam suatu masyarakat sangat
mutlak. Dalam pergaulan hidup di masyarakat, kaidah berperan
sedemikian rupa, sehingga setiap anggota masyarakat akan
menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya, yang
menjadikan segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur sesuai
4
dengan apa yang dicita-citakan. J.P. Glastra van Loan sebagaimana
dikutip Dudu Duswara M ( 2001 : 51 ) menyatakan, bahwa dalam
menjalankan peranannya hukum mempunyai fungsi sangat penting,
yaitu :
Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan
hidup
Menyelesaikan pertikaian
Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan,
jika perlu dengan kekerasan
Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka
penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat
Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum
dengan cara merealisasikan fungsi hukum sebagaimana
disebutkan di atas.
Berdasarkan pendapat di atas, kita dapat mengambil suatu
kesimpulan, bahwa keberadaan hukum di tengah-tengah
masyarakat tiada lain bertujuan agar tercipta ketertiban dalam
pergaulan antar sesama manusia. Hukum juga berfungsi
menyelasaikan setiap perselisihan yang terjadi di masyarakat, baik
karena faktor perbedaan kepentingan ataupun karena faktor-faktor
lain.
Sebagaimana dinyatakan pada uraian terdahulu, bahwa
dalam pergaulan hidup antar manusia di masyarakat kadangkala
terjadi perbedaan kepentingan yang kalau tidak dicarikan solusinya
bisa menjadi sumber konflik. Selain itu masyarakat juga
memerlukan rasa aman dan perlindungan hukum. Oleh karena
itulah masalah kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
bernegara dan berbangsa menjadi idaman seluruh lapisan
masyarakat. Dengan adanya kepastian hukum yang benar-benar
mampu melindungi seluruh lapisan masyarakat, tanpa melihat dari
5
golongan mana masyarakat tersebut berasal, supremasi hukum
dapat ditegakkan.
Sehubungan dengan kenyataan tersebut, maka lahir dan
berkembang norma atau kaidah dalam masyarakat. Yang
dimaksud norma atau kaidah adalah atauran atau adat
kebiasaan dan atau hukum yang berlaku. Adapun kaidah atau
norma yang ada di masyarakat sangat banyak dan bervariasi.
Namun demikian kita dapat menarik kesimpulan, bahwa dari yang
banyak tersebut pada intinya ada 2, yaitu : yaitu aturan-aturan yang
dibuat oleh negara dan aturan-aturan yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat.
BAB II
SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA
6
Sebelum lahir dan berkembang norma hukum di
masyarakat, telah ada dan berkembang norma kesusilaan,
norma adat dan norma agama, namun masyarakat masih tetap
memerlukan norma hukum. Hal ini dikarenakan :
1. Tidak semua orang mengetahui, memahami, menyikap dan
melaksanakan aturan-aturan yang ada dan berkembang
dalam norma-norma tersebut.
2. Masih banyak kepentingan-kepentingan manusia yang tidak
dijamin oleh norma-norma tersebut, misalnya dalam
pelaksanaan aturan lalu lintas yang mengharuskan setiap
orang dan atau kendaraan berjalan di sebelah kiri
3. Ada sebagian kepentingan-kepentingan yang bertentangan
dengan norma tersebut padahal masih memerlukan
perlindungan hukum.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka diciptakanlah
aturan-aturan hukum yang dibuat oleh lembaga resmi, yaitu
untuk menjamin kelancaran hidup dan kehidupan manusia
dalam pergaulan di masyarakat, dengan tujuan agar terwujud
ketertiban di masyarakat yang bersangkutan. Satjipto Rahardjo
( 1993 : 13 ) menyatakan, bahwa masyarakat dan ketertiban
merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat, bahkan bisa
juga dikatakan sebagai dua sisi dari satu mata uang. Susah
untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa ada suatu
ketertiban, bagaimanapun kualitasnya. Kehidupan dalam
masyarakat sedikit banyak berjalan dengan tertib dan teratur
didukung oleh adanya suatu tatanan, karena tatanan inilah
kehidupan menjadi tertib.
Hukum dalam arti ilmu pengetahuan yang disebut ilmu
hukum berasal dari Bangsa Romawi,karena bangsa ini telah
dianggap mempunyai hukum yang paling baik dan sempurna
bila dibandingkan dengan hukum yang ada dan berkembang di
7
negara-negara lain.Konsekwensinya perkembangan dan
penyempurnaan hukum di negara-negara lain selalu dipengaruhi
oleh Hukum Romawi.
Kitab undang-undang Hukum Romawi ( KUH-Romawi)
diciptakan pada masa Caisar Yustinianus yaitu Institutiones
Yutinanae yang disebut Corpus Juris-Civilis. Adapun tujuan
dilakukannya kodifikasi suatu hukum adalah agar tercipta
kepastian hukum. Dalam mempelajari dan menyelidik hukum
Romawi, bangsa-bangsa Eropa, seperti Perancis, Belanda,
Jerman, Inggris mempelajarinya melalui 4 cara, yaitu :
1. Secara teoritis ( theoritische Receptie ), yaitu mempelajari
hukum Romawi sebagai Ilmu Pengetahuan, dalam arti setelah
mahasiswa dari negara yang bersangkutan mempelajari dan
memperdalam hukum Romawi kemudian di bawa kenegaranya
untuk dikembangkan lebih lanjut, baik dalam kedudukan dia
sebagai pegawai di pengadilan ataupun badan-badan
pemerintah lainnya.
2. Secara praktis ( praktiche Receptie ) karena menganggap
hukum Romawi ini lebih tinggi tingkatnya dari hukum
manapun di dunia, bangsa-bangsa Eropa Barat
mempelajarinya dan melaksanakan atau menggunakan
Hukum Romawi ini dalam kehidupannya sehari-hari dalam
negaranya.
3. Secara Ilmiah ( Wetenschappetyk Receptie ), Hukum Romawi
yang telah dipejari oleh para mahasiswa hukum
dikembangkan lebih lanjut di negara asalnya melalui
perkuliahan-perkuliahan di perguruan tinggi. Hal ini karena
tidak sedikit mahasiswa yang telah mempelajari hukum
tersebut setelah kembali ke negaranya bekerja sebagai dosen.
4. Secara Tata Hukum ( Positiefrechttelyke Receptie ), di mana
setelah Perguruan-Perguruan Tinggi di Jerman dan Perancis,
8
dan negara-negara tersebut dalam membuat dan
melaksanakan Undang-undang selalu mengambil dasar dari
hukum Romawi dijadikan Hukum Positif dalam negaranya
masing-masing, wa;au demikian tentu saja penerimaan hukum
ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi negara-negara
tersebut.
Suatu aturan hukum adalah suatu aturan yang sebanyak
mungkin harus dipertahankan oleh pihak atasan dan yang
biasanya diberi sanksi jika itu dilanggar. Sanksi itu berarti bahwa
jika aturan tidak dijalankan dan dengan sendirinya pemerintah
akan ikut campur tangan, seperti halnya dalam Hukum Pidana,
namun bisa juga pemerintah memberikan bantuan kepada
seseorang untuk memperoleh haknya, seperti diatur dalam
Hukum Acara Pidana. Begitu juga bila terjadi perselisihan atau
persengketaan di antara sesama warga masyarakat, seperti
masalah warisan,perceraian,perbatasan dengan tetangga
rumah, sewa menyewa, peerjanjian jual beli dan lain sebagainya,
maka akan berbicara Hukum Perdata. Hal ini sesuai dengan
batasan Hukum Perdata.
9
dan wewenang-wewenangnya yang kesemuanya itu menurut hukum
Indonesia.
Tata hukum adalah susunan hukum yang berasal mula dari
istilah recht orde (bahasa Belanda). Susunan hukum terdiri atas
aturan-aturan hukum yang tertata sedemikian rupa sehingga orang
mudah menemukannya bila suatu ketika membutuhkannya untuk
menyelesaikan peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat.
Aturan yang ditata sedemikian rupa menjadi tata-hukum tersebut
antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling
menentukan. Tata hukum berlaku dalam masyarakat karena disahkan
oleh pemerintah masyarakat itu. Jika masyarakat itu masarakat
negara, yang mensyahkan tata hukumnya adadalah penguasa negara
itu. Tata hukum yang sah dan berlaku pada waktu tertentu dan
masyarakat tertentu dinamakan hukum positif (Ius Constitutum). Tata
hukum yang diharapkan berlaku pada masa yang akan datang
dinamakan Ius Constituendum. Ius Constituendum dapat menajdi Ius
Constitutum dan Ius Constitutum dapat diganti Ius Contituendum baru
yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa
berkembang (Daliyo, dkk, 1992:4).
10
Hukum Dadang, Hukum Islam, dan Hukum Adat. Baik Hukum Publik
maupaun Hukum Privat sebagian besar adalah produk kolonial
Belanda, kecuali Hukum Islam dan Hukum Adat. Sedangkan hukum
Acara Pidana, Hukum Acara Administrasi (Tatat Usaha Negara), Hukum
Pajak, dan Hukum Perburuhan sudah merupakan Hukum Nasional.
Misalnya Hukum Acara Pidana yang dikenal dengan KUHAP (UU RI NO.
8 Tahun 1981), sedangkan hukum materiilnya yaitu KUHP yang
dewasa ini masih merupakan Rancangan Undang-Undang sedang di
godok di DPR RI, dan Hukum Acara Administrasi yang dikenal dengan
Peradilan Tata Usaha Negara (UU RI No. 5 tahun 1986).
11
Peraturan Organik Pada Jaman Hindia Belanda :
1. Ordonantie
2. Regerings Verordening
3. Locale Verordening
12
tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undang-undang dan
ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Konstitusi ini
Latihan :
BAB III
POKOK POKOK HUKUM TATA NEGARA DAN
ADMINISTRASI NEGARA
13
yang sangat urgen dalam kehidupan ketatanegaraannya.
Proklamasi bagi bangsa Indonesia mengandung makna :
Dimulainya persiapan bagi kemerdekaan Indonesia yang
dimulai sejak diumumkannya Janji Kemerdekaan Kelak
di kemudian hari oleh Perdana Mentri Koiso kepada
rakyat Indonesia pada tanggal 9 September 1944.
Pada tanggal 1 Maret 1945 Panglima Tentara Keenambelas
Letnan Jendral Kumakici Harada mengumumkan
dibentuknya Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (Dokuritu zyunbi Tjoosakai) atau
BPUPKI.
Badan ini bertujuan untuk mempelajari hal hal penting
mengenai masalah tata pemerintahan jika Indonesia
merdeka. BPUPKI ini diketuai oleh K.R.T. Rajiman
Wediodiningrat dan dua orang wakil yaitu R.Panji Suroso dan
satu orang bangsa Jepang yang bernama Ichibangase.
Sidang Pertama BPUPKI tanggal 29 Mei 1 Juni
1945.Dalam sidang pertama ini pembicaraan dipusatkan
pada usaha merumuskan dasar filsafat bagi negara
Indonesia Merdeka. Yang kemudian dikenal dengan
Pancasila.
Pada sidang tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Supomo juga
mengemukakan lima azas dasar negara
Sidang kedua BPUPKI tanggal 10-17 Juli 1945. Untuk
merumuskan Undang Undang Dasar dibentuklah Panitia Kecil yang
diketuai oleh Ir. Soekarno.Pada sidang kedua ini, pembicaraan
dititik beratkan pada perumusan UUD. Rancangan UUD datang
dari Mr Soepomo yang terdiri dari batang tubuh dan penjelasan.
Sedangkan Piagam Jakarta yang disusun pada tanggal 22 Juni
1945 disetujui dijadikan sebagai Preambul/pembukaan dari UUD
yang akan dibentuk.Pada tanggal 7 Agustus 1945 Dokuritsu Junbi
14
Cosakai dibubarkan sebagai gantinya dibentuk Dokuritu Zyunbi
Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Kemudian pada tanggal 9 Agustus tiga tokoh pergerakan nasional
yaitu Ir. Soekarno, Drs.Muh Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningart
berangkat ke Dalat (Vietnam Selatan) atas panggilan Marsekal
Darat Terauci.
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Soekarno-Hatta tiba ditanah
air. Hal ini bersamaan dengan menyerahnya Jepang kepada
sekutu. Berita ini juga diketahui oleh sebagian pemimpin
pemuda. Para pemuda menghendaki Soekarno-Hatta segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia lepas dari Jepang.
Pihak Soekarno-Hatta masih ingin membicarakan pelaksanaan
kemerdekaan itu di dalam rapat PPKI yang telah ditentukan pada
tanggal 18 Agustus 1945.
Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 tidak mengalami
kesulitan dan berjalan dengan lancar serta menghasilkan
keputusan yang penting diantaranya adalah :
Mengesahkan Undang Undang Dasar yang telah dipersiapkan
oleh Dokuritu Zyunbi Tjoosakai ( yang sekarang dikenal
sebagai UUD 1945).
Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai
wakilnya.
Membentuk sebuah Komite Nasional untuk membantu
Presiden selama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum tersusun.
Pada tanggal 19 Agustus 1945 Presiden memanggil PPKI dan
Pemuda untuk :
Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Merancang Pembentukan 12 Departemen dan menunjuk para
mentrinya.
15
Menetapkan pembagian wilayah Republik Indonesia , atas 8
propinsi yaitu Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sunda Kecil ( Nusa Tenggara), Kalimantan, Sulawesi, Maluku
serta Irian sekaligus memilih gubernurnya.
Demikianlah beberapa peristiwa penting yang terjadi
sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Dengan demikian Proklamasi Kemerdekaan itu
memiliki beberapa makna diantaranya adalah :
Proklamasi merupakan awal peristiwa penting bagi
berdirinya Negara Indonesia
Adanya hak untuk berdaulat artinya rakyat Indonesia dengan
tenaganya sendiri dan keinginan berdaulat dapat menyusun
kekuatan untuk membentuk suatu Negara-Merdeka yang
memiliki pemerintahan yang memiliki hak untuk mengatur
negaranya sendiri tanpa campur tangan dari negara lain.
Awal dari dimulainya usaha untuk mewujudkan kesejahteraan
bagi masyarakat yang telah lama tertindas oleh kaum
penjajah. Bangsa Indonesia dapat melaksanakan
pembangunan sesuai dengan aspirasi masyarakat guna
mewujudkan kesejahteraan yang telah lama diidam-idamkan.
Dengan demikian Indonesia dapat mesejajarkan diri dengan
bangsa-bangsa lain di dunia.
16
The founding fathers juga memiliki cita-cita
Negara yang ingin dibentuk itu adalah Negara yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana yang
tercantum pada alinea kedua Pembukaan UUD 1945.
Selain itu pada alinea ketiga juga dapat ditemukan
pernyataan kemerdekaan / declaration of independencenya
Indonesia pada kalimat..maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Untuk mewujudkan Negara yang diidam-idamkan
sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 perlu
pengaturan lebih lanjut. Pengaturan itu terdapat pada pasal-
pasal atau dulu dikenal dengan batang tubuh UUD 1945.
Namun demikian usaha untuk mewujudkan Negara
yang adil dan makmur itu tidak dapat dilaksanakan dengan
segera begitu juga dengan UUD 1945 tidak dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Keadaan pada saat itu
mengharuskan bangsa Indonesia untuk mempertahankan
Negara baik dari bangsa Belanda yang ingin menjajah kembali
bangsa Indonesia maupun pemberontakan dari bangsa
Indonesia sendiri seperti Peristiwa Madiun, DI/TII. PRRI
PERMESTA dll.
17
Setiap negara memiliki hak untuk menentukan bentuk
negara yang akan digunakan dalam menyelenggarakan
organisasi negaranya. Penetapan bentuk negara yang
digunakan tentu saja didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan antara lain aspek historis, politis, dan geografis.
Perbedaan pertimbangan itulah yang menyebabkan bentuk
negara yang dianut oleh setiap negara bisa berbeda-beda.
Menurut paham modern, pada dasarnya bentuk negara
(Staats-vormen) dapat dibedakan atas negara kesatuan
(unitaris) dan negara serikat (federasi). Selain itu, ada bentuk
lain yang disebut serikat negara (konfederasi).
Negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan
yang berciri nusantara memiliki wilayah sangat luas dan
memiliki pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota
yang bersifat otonom. Sekalipun demikian pengendalian
tertinggi dalam menjaga dan menjalankan pemerintahan
negara tetap ada di tangan pemerintahan pusat yang memiliki
kedaulatan ke luar dan ke dalam. Hal ini menunjukkan bahwa
negara kita memiliki bentuk negara kesatuan.
Pemilihan bentuk negara kesatuan merupakan hasil
pertimbangan dan kesepakatan para pendiri negara (founding
father). Dalam pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia tahun l945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia
ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
Menurut paham modern, negara kesatuan menunjukkan
bentuk negara, sedangkan istilah republik menunjukkan
bentuk pemerintahan.
Bentuk negara kesatuan yang telah ditetapkan para
pendiri negara pada tahun 1945, ternyata lebih diperkuat dan
dipertahankan oleh MPR RI melalui perubahan keempat UUD
Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan menegaskan
18
bahwa Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan (Pasal 37 ayat 5).
Hal ini mengindikasikan bahwa bentuk Negara kesatuan lebih
cocok digunakan di wilayah negara kita. Tentu saja putusan
MPR tersebut tidak terlepas dari pengalaman sejarah bangsa
kita yang pernah menggunakan bentuk negara serikat pada
tahun 1949 1950.
Jika demikian, apa yang dimaksud negara kesatuan?
Dalam bahasa Inggris, istilah negara kesatuan dikenal dengan
istilah unitary state, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut
eenheidsstaat. Negara kesatuan merupakan bentuk negara
yang kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di
tangan pemerintahan pusat. Dilihat dari susunannya, negara
kesatuan merupakan negara bersusunan tunggal yang berarti
dalam negara itu tidak terdapat negara yang berbentuk
negara bagian.
19
sistem sentralisasi adalah Jerman pada masa pemerintahan
Hitler.
Sedangkan dalam negara kesatuan dengan sitem
desentralisasi, daerah memiliki keleluasaan membuat
peraturan untuk mengurus urusan rumah tangga sendiri (hak
otonomi) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan ciri khas
daerah tersebut. Dalam sistem desentralisasi, wilayah negara
dibagi menjadi pemerintahan pusat dan pemerintahan
daerah. Dalam pemerintahan daerah tersebut terdapat unsur
pemerintah daerah dan DPRD.
20
c. Pemerintahan daerah memiliki otonomi yang seluas-
luasnya, kecuali 6 (enam) urusan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat, yaitu politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
dan agama;
d. Dalam melaksanakan kewenangannya, pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan lainnya.
21
b. bertumpuknya pekerjaan di pemerintah pusat sehingga
seringkali menghambat kelancaran jalannya pemerintahan;
c. keputusan dari pemerintah pusat sering terlambat;
d. peluang masyarakat di daerah untuk turut serta dalam
pemerintahan sangat terbatas;
e. rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap
pembangunan di daerahnya sangat rendah.
4. Bentuk-Bentuk Pemerintahan
Para ahli menggunakan kriteria tertentu dalam
membedakan tentang bentuk-bentuk pemerintahan. Plato
(429-347 S.M), misalnya menggunakan kriteria dilihat dari
jumlah orang yang memerintah. Demikian pula murid Plato
yaitu Aristoteles (384-322 S.M.) menggunakan kriteria
kuantitatif (dilihat dari jumlah orang yang memerintah) dan
kriteria kualitatif (dilihat dari tujuan yang hendak dicapai).
Menurut Plato dan Aristoteles, pemerintahan dapat
dipegang oleh satu orang, beberapa orang, atau banyak
orang. Menurutnya, perbedaan jumlah orang yang memerintah
tersebut akan melahirkan bentuk pemerintahan yang berbeda.
Plato dan Aristoteles membagi bentuk pemerintahan ke dalam
bentuk cita ( The ideal form) dan bentuk pemerosotan (The
Corruption form). Bagaimanakah bentuk-bentuk pemerintahan
yang dikemukakan kedua filsuf Yunani Kuno tersebut? Coba
Kalian cermati bagan di bawah ini.
Bentuk-Bentuk Pemerintahan Menurut Plato dan
Aristoteles
Pemerintah Plato Aristoteles
an Oleh Baik Jelek Baik Jelek
(Ideal) (Pemerosotan (Ideal) (Pemerosotan)
)
22
Satu orang Monarkh Tyrani Monarki Tyrani
Beberapa i Oligarkhi Aristokrasi Oligarkhi
orang
Aristokra
Banyak si Mobokrasi/ Polity Demokrasi
Okhlokrasi
orang
Demokr
asi
5. Unsur-unsur Negara
Unsur-unsur konstitutif yang harus dipenuhi oleh suatu
negara menurut Konvensi Montevideo (1933) meliputi:
penduduk, wilayah, pemerintah, dan kemampuan mengadakan
hubungan dengan negara lain. Sedangkan menurut
23
Oppenheim-Lauterpacht unsur konstitutif negara meliputi:
rakyat (penduduk), wilayah, dan pemerintah yang berdaulat.
Ketiga unsur tersebut merupakan unsur pokok atau
syarat mutlak, artinya ketiga syarat tersebut harus terpenuhi
secara lengkap untuk adanya suatu negara. Pada dasarnya,
apabila salah satu unsur tidak terpenuhi, maka negara itu tidak
ada. Karena ketiga unsur tersebut merupakan syarat utama
yang harus dipenuhi untuk berdirinya satu negara, maka ketiga
unsur tersebut disebut unsur konstitutif atau unsur
pembentuk.
Dalam rangka mengadakan hubungan dengan negara
lain, suatu negara memerlukan pengakuan oleh negara lain.
Pengakuan tidak merupakan unsur pembentuk adanya suatu
negara, tetapi hanya merupakan unsur deklaratif saja.
24
Konstitusi Indonesia tidak menegaskan secara eksplisit
sistem pemerintahannya. Namun secara maknawi (Jimly, 2003)
pemerintahan Indonesia menerapkan sistem presidensiil, yang
ditandai oleh beberapa prinsip berikut:
a. Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi
penyelenggara kekuasaan eksekutif negara yang tertinggi di
bawah Undang Undang Dasar. Dalam sistem ini tidak
dikenal dan tidak perlu dibedakan adanya kepala negara
dan kepala pemerintahan. Keduanya adalah Presiden dan
Wakil Presiden. Dalam menjalankan pemerintahan negara,
kekuasaan dan tanggungjawab politik berada ditangan
Presiden (concentration of power and responsibility upon
the President).
b. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara
langsung dan karena itu secara politik tidak
bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) atau lembaga parlemen, melainkan
bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang
memilihnya.
c. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum apabila Presiden
dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum
konstitusi. Dalam hal demikian, Presiden dan/atau Wakil
Presiden dapat dituntut pertanggungjawaban oleh Dewan
Perwakilan Rakyat untuk disidangkan dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat, yaitu sidang gabungan antara
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
Namun, sebelum diberhentikan, tuntutan pemberhentian
Presidendan/atau Wakil Presiden yang didasarkan atas
tuduhan pelanggaran atau kesalahan, terlebih dulu harus
dibuktikan secara hukum melalui proses peradilan di
25
Mahkamah Konstitusi. Jika tuduhan bersalah itu dapat
dibuktikan secara hukum oleh Mahkamah Konstitusi,
barulah atas dasar itu, MPR bersidang dan secara resmi
mengambil putusan pemberhentian.
d. Para Menteri adalah pembantu Presiden, Menteri diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden dan karena bertanggung-
jawab kepada Presiden, bukan dan tidak bertanggungjawab
kepada parlemen. Kedudukannya tidak tergantung kepada
parlemen.
e. Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya
dalam sistem presidensiil sangat kuat sesuai dengan
kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintahan,
ditentukan pula bahwa masa jabatan Presiden lima tahun
dan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari
dua masa jabatan. Di samping itu, beberapa badan atau
lembaga negara dalam lingkungan cabang kekuasaan
eksekutif ditentukan pula independensinya dalam
menjalankan tugas utamanya. Lembaga-lembaga eksekutif
yang dimaksud adalah Bank Indonesia sebagai bank sentral,
Kepolisian Negara dan Kejaksaan Agung sebagai aparatur
penegakan hukum, dan Tentara Nasional Indonesia sebagai
aparatur pertahanan negara. Meskipun keempat lembaga
tersebut berada dalam ranah eksekutif, tetapi dalam
menjalankan tugas utamanya tidak boleh dipengaruhi oleh
kepentingan politik pribadi Presiden. Untuk menjamin hal
itu, maka pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan
Wakil Gubernur Bank Indonesia, Kepala Kepolisian Negara,
Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia
hanya dapat dilakukan oleh Presiden setelah mendapat
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Pemberhentian
para pejabat tinggi pemerintahan tersebut tanpa didahului
26
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat
dilakukan oleh Presiden apabila yang bersangkutan terbukti
bersalah dan karena itu dihukum berdasarkan vonis
pengadilan yang bersifat tetap karena melakukan tindak
pidana menurut tata cara yang diatur dengan Undang-
Undang.
27
(11) mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama menjadi
UU.
Jimly Asshiddiqie (2005:222) meguraikan kewenangan
presiden yang mencakup :
a. Kewenangan yang bersifat eksekutif atau
menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan undang-
undang dasar.
b. Kewenangan yang bersifat legislatif atau untuk mengatur
kepentingan umum atau publik. Dalam sistem pemisahan
kekuasaan, kewenangan ini dianggap ada ditangan
lembaga perwakilan, bukan ditangan lembaga
eksekutif/presiden.
c. Kewenangan yang bersifat yudisial dalam rangak
pemulihan keadilan yang terkait dengan putusan
pengadilan, yaitu mengurangi hukuman, ataupun
menghapuskan tuntutan yang terkait dengan kewenangan
pengadilan.
d. Kewenangan yang bersifat diplomatik, yaitu menjalankan
perhubungan dengan negara lain atau subjek hukum
internasional lainnya dalam konteks hubungan luar negeri,
baik dalam keadaan perang maupun damai. Presiden
adalam pucuk pimpinan negara, oleh karena itu dia
menjadi simbol kedaulatan politik suatu negara dalam
berhadapan dengan negara lain.
e. Kewenangan yang bersifat administratif untuk
mengangkat dan memberhentikan orang dalam jabatan-
jabatan kenegaraan dan jabatan-jabatan administrasi
negara.
28
prerogatif dalam menentukan kabinetnya. Namun, agar
kekuasan dan wewenang presiden tidak terlalu bebas, maka
presiden pun dalam menggunakan kekuasaannya perlu
kerjasama dengan DPR dan MA. Mengenai hubungan antara
presiden dan lembaga negara tersebut akan dibahas dalam
kegiatan belajar selanjutnya.
29
MPR tidak lagi menjadi sebuah lembaga tertinggi dan
memegang kedaulatan rakyat sebab kedaulatan langsung
berada di tangan rakyat. Kedudukan dan wewenang MPR
setelah perubahan UUD 1945 antara lain :
1) MPR terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Daerah (pasal 2 ayat 1)
2) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden
(pasal 3 ayat 2)
3) Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden bila melanggar aturan (pasal 3 ayat 3)
4) Berwenang untuk mengubah dan
menetapkan UUD 1945 (pasal 3 ayat 1).
30
6) Dalam memberikan grasi dan rehabiliatasi harus
memperhati kan pertimbangan Mahkamah Agung (pasal
14 ayat 1)
7) Dalam memberikan amnesti dan abolisi
memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 ayat 2).
8) Dalam memberikan gelar, tanda jasa dan gelar
lainnya diatur oleh undang-undang (pasal 15)
9) Penyataan perang atau membuat perjanjian
internasional yang menyangkut akibat yang luas harus
disetujui oleh DPR (pasal 11).
c. Kekuasaan Legislatif
31
4) Melakukan pengawasan pelaksanaan UU
yang berkaitan dengan otonomi daerah yang kemudian
akan melaporkannya ke DPR untuk ditindak lanjuti
(pasal 22D ayat 3)
d. Kekuasan Yudikatif
32
politik dan memutus perselisihan hasil pemilu (pasal
24C ayat 1).
6) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan
atas pendapat dewan perwakilan rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil
presiden menurut Undang-Undang Dasar (pasal 24C
ayat 2).
33
DPR bersama Presiden akan membahas bersama RUU
(pasal 20 ayat 2). Apabila diterima oleh DPR, maka RUU
tersebut akan disahkan dan ditanda tangani oleh
Presiden.
Antara presiden dan DPR tidak bisa saling
menjatuhkan. Presiden tidak bisa membubarkan atau
membekukan DPR, begitu pun juga DPR tidak bisa
memberhentikan presiden. Pernyataan tersebut
terdapat dalam pasal 7C UUD 1945 (naskah perubahan
UUD 1945 ketiga).
Di dalam pasal 9 ayat 1 UD 1945, presiden
sebelum memangku jabatannya akan bersumpah
dihadapan MPR atau DPR. Jadi apabila MPR tidak
berhalangan hadir, maka presiden bersumpah
dihadapan DPR, karena pada hakikatnya itu DPR
termasuk MPR juga, apalagi bila DPR hadir semua
berjumlah 550, jumlah tersebut sudah melebihi 2/3
anggota MPR.
Presiden harus mendapat persetujuan DPR bila
akan menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain (pasal 11 UUD 1945 hasil
perubahan ketiga), selanjutnya presiden harus
memperhatikan pertimbangan DPR bila mengangkat
duta/konsul, menerima penempatan duta negara lain,
memberikan amnesti dan abolisi (Pasal 13 dan 14 UUD
1945). Salah satu fungsi DPR adalah anggaran dan
pengawasan. Presiden akan mengajukan RAPBN kepada
DPR, RAPBN akan dibahas oleh DPR dan Presiden
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan daerah. DPR juga mengawasi jalannya
pemerintahan/kebijakan presiden dengan menggunakan
34
hak budget, hak interpelasi, hak usul resolusi dan hak
konfirmasi ataupun memilih calon pejabat tertentu.
2) Presiden dengan MPR
35
perundangan serta kurikulum di Fakultas Hukum terdapat
beberapa istilah-istilah yang berbeda untuk bidang ilmu ini.
Di antara istilah-istilah itu ialah Hukum Tata Pemerintahan,
Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Usaha Negara.
Perbedaan istilah tersebut tidaklah berarti ada perbedaan
objek studi, sebab meskipun isstilah yang dipakai berbeda
namun obyeknya tetap sama.
Dalam Peraturan Perundang-undangan menurut
surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
No.0198/U/1972 tentang Pedoman Kurikulum Minimal secara
resmi menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan (Pasal
5C dan pasal 10 ayat 2). Sedangkan menurut Wirjono
Prodjodikoro, menggunakan istilah Hukum Tata Usaha
Pemerintahan (Vide Peradilan Tata Usaha Pemerintahan).
Istilah tersebut mirip dengan istilah yang resmi dipakai di
dalam UUD yang pernah berlaku di Indonesia yaitu UUDS
1950. Istilah Hukum Tata Usaha Negara ditemukan secara
resmi di dalam UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat No.II/MPR/1983 tentang
GBHN serta pidato-pidato resmi Kepala Negara. Selanjutnya
istilah ini dipakai pula secara resmi sebagai nama bagi UU
No.5 tahun 1986, yaitu Undang-undang tentang Peradilan
Tata Usaha Negara. Namun, Undang-undang yang disebutkan
terakhir tidak hanyamenggunakan satu istilah Tata Usaha
Negara saja sebab di dalam pasl 144 UU tersebut ditegaskan
juga bahwa UU ini dapat disebut Undang-undang Peradilan
Administrasi Negara. Jadi dalam peraturan-peraturan yang
resmi sekalipun istilah yang digunakan untuk lapangan studi
ini tidaklah terlalu sama. ada istilah lain yang hampir mirip
yaitu istilah hukum Tata Usaha Indonesia.
a. Pandangan para Sarjana
36
Istilah Hukum Administrasi Negara banyak di jumpai di
bebagai literatur. WF.Prins, misalnya menulis buku berjudul
Inleiding in het Administratief Recht van Indonesia yang
diterjemahkan dengan Pengantar Hukum Administrasi
Negara. Sarjana lain seperti Rochmat Soemitro , S.Prayudi
Atmosudirdjo, Sarono, Sunaryati Hartono dan E. Utrecht
pada simposium dengan makalah menggunakan istilah
Administrasi Negara.
b. Dalam Kurikulum Perguruan Tinggi
Dalam Kurikulum Perguruan Tinggi digunakan istilah yang
berlainan. misalnya saja Universitas Padjadjaran dan
Universitas Sriwijaya pernah menggunaka istilah Hukum
Tata Usaha Negara, sedangkan Universitas Gadjah Mada,
Universitas Airlangga dan Universitas Islam Indonesia
(sampai dengan tahun 1986) menggunakan istilah Hukum
Tata Pemerintahan. Kemudian keluarnya SK Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, tersebut menggunakan
istilah Hukum Administrasi Negara (HAN).
Sejak tahun 1986/1987 berdasarjan SK Rektor No. 4 Tahun
1986 menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara,
kemudian UII sejak tahun 1987/1988 menerapkan istilah
Hukum Administrasi Negara.
c. Istilah Asal
Munculnya perbedaan itu disebabkan karena perbedaan
terjemahan asal istilah dari lapangan studi ini atau juga
disebabkan oleh perbedaan kecenderungan untuk memilih
salah satu dati istilah-istilah yang berbeda-beda yang
dipakai para sarjan terdahulu. Salah satu istilah tesebut
adalah istilah Belanda Administratief Recht dengan kata
pokok Administrasi. istilah itu yang diadopsi menjadi
37
bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti yaitu arti
administrasi, dengan arti pemerintahan dan dengan arti
tat usha (administrasi dalam artu sempit).
Istilah asal lainnya yaitu istilah Belanda Bestuursrecht,
Bestuurkunde dan Berstuurwetenschappen. Kata
bestuur dalam bahasa indonesia berarti pemerintahan. J.R
Stellinga mengidentifikasikan adanya 3 paham tentang
hubungan antara Hukum Tata Pemerintahan dengan
Hukum Administrasi Negara yaitu:
1) Hukum Administrasi Negara adalah lebih luas daripada
Hukum Tata Pemerintahan (seperti pendapat Van
Vollenhoven).
2) Hukum Administrasi Negara adalah identik dengan
HukumTata Pemerintahan (seperti pendapat JHPM Van
der Grinten)
3) Hukum Administrasi Negara adalah lebih sempit dari
hukum Tata Pemerintahan (seperti pendapat HJ.Romeijn
dan G.A. van Poelje).
2. Pengertian
a. Pengertian Administrasi dalam arti sempit
Administrasi dalam arti sempit berarti segala kegiatan tulis
menulis, catat mencatat, surat menyurat, ketik mengetik
serta penyimpanan dan pengurusan masalah yang bersifat
teknis ketatausahaan.
b. Administrasi dalam arti luas
Kata administrasi berasal dari bahasa Inggris,
administtration yang pada mulanya berasal dari bahasa
Latin administrare yang berarti to serve atau melayani.
Ada beberapa pengertian administrasi menurut para ahli
diantaranya:
38
1) Menurut Leanord D. White, dalam bukunya introduction
on the study of public administration mendefinisikan
administrasi sebagai suatu proses yanng umumnya
terdapat padasemua usaha kelompok, negara atau
swasta, sipil atau militer dan usaha yang besar atau
yang kecil.
2) Menurut H.A. Simon dalam bukunya public
Administration, mendefinisikan administrasi negara
adalah sebagai kegiatan dari sekelompok manusia yang
mengadakan usaha kerja sama untukmencapai tujuan
usaha.
3) Menurut The Liang Gie, mengemukakan bahwa
administrasi negara sebagai organisasi management
perbekalan dan perwakilan.
4) Menurut E. Utrecht, administrasi negara sebagai
complex/ambten/apparaat atau gabungan jabatan-
jabatan administrasi yang berada di bawah pimpinan
pemerintah melaksanakan tugas yang tidak ditugaskan
kepada badan-badan pengadilan dan legislatif.
5) Menurut Dwight Waldo, administrasi negara adalah
organisasi dan management dari manusia dan benda
guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah.
6) Dalam buku karya Ddimock&Dimock, administrasi
negara adalah aktifitas-aktifitas negara dalam
melaksanakan kekuasaan-kekuasaan politiknya.
Secara lebih terperinci C.S.T Cansil mengemukakan
tiga arti administrasi negara, yaitu:
1) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah atau
instansi politik (kenegaraaan), artinya meliputi organ
yang ada di bawah pemerintah mulai dari presiden,
39
menteri, dan semua organ yang menjalankan
administrasi negara.
2) Sebagai fungsi atau sebagai aktifitas yakni sebagai
kegiatan pemerintahan, artinya sebagai kegiatan
mengurus kepentingan negara.
3) Sebagai proses teknis penyelenggaran undang-undang,
artinya meliputi segala tindakan aparatur negara dalam
menjalankan undang-undang.
40
memungkinkan para pejabat negara melakukan tugasnya
yang istimewa.
Tentang pengertian dan cakupan dari hukum
administrasi negara Indonesia G. Pringgodigdo, seperti
dikutip oleh C.S.T Cansil mengemukakan bahwa, oleh karena
di Indonesia kekuasaan eksekutif dan kekuasaan administratif
berada dalam satu tangan yaitu presiden maka pengertian
Hukun Administrasi Negara yaitu, Hukum Adminitrasi Negara
dalam arti sempit, yakni Hukum tata pengurusan rumah
tangga negara (rumah tangga negara dimaksudkan segala
tugas-tugas yang ditetapkan dengan undang-undang sebagai
urusan negara).
41
2) Dokumen-dokumen dan surat-surat serta keterangan
lain dari masa itu sehingga dapat diperoleh gambaran
tentang hukum yang berlaku dimasa itu yang mungkin
dapat diterima untuk dijadikan hukum positif saat
sekarang.
Sumber hukum dari sudut historic ini yang paling
relevan adalah Undang-undang dan sitem hukum tertulis
dimasa lampau.
b. Sumber Sosiologis / Antropologis
Dari sudut ini ditegaskan bahwa sumber hukum
materiil itu adalah seluruh masyarakat. Dapat juga
dikatakan bahwa dari sudut sosiologis/ antropologis ini
dapat dimaksud dengan sumber hukum adalah factor-
faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan isi hukum
positif, factor-faktor mana meliputi pandangan ekonomis,
pandangan ekonomis, pandangan agamis psikologis.
c. Sumber-sumber Filosofis
Dari sudut filsafat ada dua masalah penting yang
dapat menjadi sumber hukum, yaitu :
1) Ukuran untuk menentukan bahwa sesuatu itu bersifat
adil. Karena hukum itu dimaksudkan, antara lain, untuk
menciptkan keadilan maka hal-hal yang secara filosofis
dianggap adil dijadikan juga sumber hukum materiil.
2) Faktor-faktor yang mendorong seseorang mau tunduk
pada hukum. Hukum itu diciptakan agar ditaati, oleh
sebab itu semua factor yang dapat mendorong
seseorang taat pada hukum harus diperhatikan dalam
pembuatan aturan hukum positif.
42
Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang
berasal dari aturan-aturan hukum yang sudah mempunyai
bentuk sebagai pernyataan berlakunya hukum. Sumber-
suber hukum formal dari Hukum Adminisrasi Negara
adalah:
1) Undang-undang sebagai sumber hukum formal.
UU dalam arti formal adalah setiap peraturan
(keputusan pemerintah) yang isinya dikaitkan dengan
cara terjadinya. Di Indonesia misalnya yang dimaksud
dalam UU dalam arti formal adalah setiap produk
hukum yang dibuat oleh Presiden bersama DPR (lihat
pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 UUD 1945).
Sedangkan UU dalam arti materill adalah suatu
penetapan kaidah hukum dengan tegas sehingga
kaidah hukum itu mempunyai sifat mengikat. Untuk
mengikatnya satu aturan hukum menurut Laband harus
ada dua unsur secara bersama bagi aturan hukum itu
yakni anordnung (penetapan secara tegas) dan
rechtssats (peraturan atau isi hukumnya itu sendiri).
b) Konvensi.
Konvensi yang menjadi sumber hukum
administrasi negara adalah praktek dan keputusan-
keputusan pejabat administrasi negara atau hukum tak
tertulis tetapi dipraktekan di dalam kenyataan oleh
pejabat administrasi negara.
Tidak semua praktek dan keputusan pejabat
administrasi negara menjadi sumber hukum yang
konvensional dengan sendirinya. Sebab setiap
keputusan pejabat administrasi negara bisa
menimbulkan dua macam respons yaitu :
43
Keputusan yang memberi kesempatan bagi yang
terkena untuk minta banding (beroep).
Keputusan yang berlaku tanpa ada peluang atau
kemungkinan untuk adanya administratif beroep
(yakni yang biasanya tidak mengena hak-hak orang
lain).
c) Yurispendensi.
Keputusan hakim bisa juga menjadi sumber
hukum formal dari HAN. Keputusan hakim
(yurispendensi) yang dapat menjadi sumber hukum
administrasi negara adalah keputusan hakim
administrasi atau hakim umum yang memutus perkara
administrasi negara.
Masalah lain yang berkaitan dengan hal tersebut
ialah bahwa dengan adanya kewenangan bagi hakim
untuk membuat tafsiran terhadap aturan yang ada
maka berarti hukum mempunyai hak uji material
(toetsingrecht atau judicial review) bagi peraturan
perundangan yang berlaku. Padahal menurut hukum
positif yang mengatur tentang hak uji materill tersebut
hanya terletak pada Mahkamah Agung dalam
pemeriksaan di tingkat kasasi. Pasal 26 UU No. 14
tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa :
Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan
tidak sah semua peraturan perundangan dari
tingkat yang lebih rendah dari Undang-undang atas
asalan bertentangan dengan peraturan
perundangan yang lebih tinggi.
44
Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan
perundang-undangan dapat diambil berhubung
dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi.
Pencabutan dari peraturan perundang-undangan
yang dinyatakan tidak sah tersebut dilakukan oleh
instansi yang bersangkutan.
Selanjutnya Tap MPR No. IV tahun 1973 yang
dikuatkan dengan Tap MPR No. III tahun 1978 tentang
Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga
Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga
Tinggi Negara dalam pasal 11 ayat 4 menyebutkan
bahwa, Mahkamah Agung mempunyai wewenang
menguji secara materill hanya terhadap peraturan-
peraturan yang di bawah Undang-undang. Dengan
demikian ada pembatasan-pembatasan tertentu dalam
pengaturan hak uji materill ini, yaitu :
Hak uji materill hanya mungkin untuk peraturan
perundang-undangan yang derajatnya di bawah UU
(PP ke bawah).
Hak menguji itu hanya dapat dilakukan dalam
pemeriksaan perkara di tingkat kasasi (berarti tidak
boleh dilakukan oleh hakim pengadilan negeri
maupun hakim pengadilan tinggi, dan berarti juga
bahwa adanya hak uji diperlukan adanya perkara
lebih dulu).
Pernyataan tidak sahnya satu peraturan
perundangan berdasarkan hasil hak uji belum
berarti pencabutan secara otomatis bagi peraturan
itu, sebab pencabutannya hanya dapat dilakukan
oleh instansi yang mengeluarkan peraturan
perundangan yang bersangkutan.
45
Doktrin.
Doktrin atau pendapat para ahli dapat pula
menjadi sumber hukum formal Hukum Administrasi
Negara, sebab pendapat para ahli itu dapat melahirkan
teori-teori dalam lapangan Hukum Administrasi Negara
yang kemudian dapat mendorong timbulnya kaidah-
kaidah HAN.
Latihan :
Diskusikan dengan teman sekelompok mengenai dampak
perubahan UUD 1945 terhadap peran, fungsi dan kedudukan dan
Ketetapan MPR!
BAB IV
46
POKOK-POKOK HUKUM ADAT
Pengantar
Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, yang merupakan
pedoman bagi sebagian besar orang-orang Indonesia dan
dipertahankan dalam pegaulan hidup sehari-hari baik di kota
maupun di desa.
Hukum Adat senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup
yang nyata, cara hidup dan pandang an hidup yang keseluruhannya
merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu berlaku.
Pengkajian mengenai peristilahan tentang hukum adat, unsur
serta definisi hukum adat adalah untuk mendapatkan pengertian
tentang,"Apakah hukum adat itu" ? Karena hukum adat adalah
merupakan hukum positif bagi bangsa Indonesia, maka perlu
diketahui dasar hukum berlakunya hukum adat tersebut.
Hukum adat adalah merupakan bagian dari kebudayaan
bangsa Indonesia. Oleh sebab itu dengan mempelajari hukum adat
berarti kita telah mempelajari sebagian dari kebudayaan bangsa
kita. Walaupun hukum adat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-
hari, tapi banyak orang yang kurang menyadari bahwa mereka
melaksanakan hukum adat. Juga sering orang mencampur-adukkan
antara pengertian adat yang mengandung sanksi yaitu hukum adat
dengan pengertian adat yang tidak mengandung sanksi yaitu
kebiasaan saja. Selanjutnya dalam pengantar hukum adat ini dikaji
juga mengenai sejarah perkembangan hukum adat dan menfaatnya
mempelajari hukum adat.
47
pertama kali memakai istilah adatrecht ini adalah Snouck
Hurgronje. Istilah adatrecht tersebut dipakai dalam bukunya
"De Atjehers" dan Het Gayoland". Buku ini ditulis nya tatkala
ia mengamati perang Aceh. Kemudian pemakaian istilah
adatrecht itu dilanjutkan oleh Cornelis van Vallenhoven
sebagai istilah teknis-juridis. Ia mengumpul kan data-data
tentang hukum adat dan disusunnya secara sistimatis.
Apa yang disusunnya mengenai hukum adat Indonesia
tersebut sesuai dengan kenyataannya, sedangkan pada saat
penyusunan data-data itu, ia belum pernah menginjakkan
kaki di bumi Indonesia. Ia dapat dianggap sebagai bapak
hukum adat Indonesia. Hasil karyanya yang terkenal
mengenai hukum adat adalah "Het Adatrecht Van
Nederlandsch Indie" dan "De Ontdekking Van Het Adatrecht".
Istilah "adatrecht"itu baru muncul dalam perundang
undangan pada tahun 1920, yaitu untuk pertama kali dipakai
dalam undang-undang Belanda mengenai perguruan tinggi di
negeri Belanda. Sebelumnya, hukum adat itu dinyatakan
dalam berbagai istilah. Dalam perundang-undangan dipakai
istilah "godsdientige wetten" (undang- undang agama)
lembaga rakyat, "kebiasaan", lembaga asli .
Pada permulaan abad ke 20, sebelum istilah adatrecht
dipakai dalam perundang-undangan, Nederburgh, Juynboll dan
Scheuer sudah memakai istilah adatrecht dalam literatur
(kepustakaan) tentang hukum adat.
Di dalam pergaulan hidup sehari-hari istilah "hukum adat"
itu sendiri jarang diucapkan orang banyak, yang sering
didengar hanya kata "adat" saja. Sedangkan kata "adat" ini
berasal dari bahasa Arab yang berarti "kebiasaan". Dalam
kenyataan kata "adat" yang diucapkan orang banyak itu
kadangkala mengandung arti hukum, yaitu jika dilanggar ada
48
sanksinya, dan kadang-kadang berarti kebiasaan saja, jika
dilanggar tidak ada sanksinya.
Di beberapa daerah di Indonesia dipakai berbagai istilah
pula tentang "Hukum Adat" itu,misalnya di daerah:
- Karo - basa (bicara)
- Gayo - adat (eudeut)
- Minangkabau - lembago atau adaik lumbago
- Jawa Tengah dan Jawa Timur - adat dan ngadat
- Sunda - adat
- Minahasa dan Maluku - adat kebiasaan.
49
dianutnya. Sedangkan semua agama itu tidak ada yang
berasal dari Indonesia. Pendapat Van den Berg ini disokong
oleh Keyzer. Tapi mendapat tantangan dari Snouck Hurgronje
dan Van Vollen hoven.
Menurut Snouck Hurgronge, tidak semua bagian hukum
agama diterima, diresepsi dalam hukum adat.Hanya beberapa
bagian tertentu saja dari hukum adat dipengaruhi oleh hukum
agama yang dianut masyarakat yang bersangkutan, terutama
bagian dari hidup manusia yang sifatnya mesra, yang
hubungannya erat dengan kepercayaan dan hidup batin.
Bagian-bagian itu adalah : hukum keluarga, hukum
perkawinan dan hukum waris.
Ter Haar membantah sebagian pendapat Snouck
Hergronje. Menurut Ter Haar, hukum waris merupakan hukum
adat yang asli yang tidak dipengaruhi oleh Hukum agama. Ia
memberikan contoh hukum waris di daerah Minangkabau,
merupakan hukum adat yang asli, yaitu himpunan norma-
norma yang cocok dengan susunan dan struktur masyarakat
dalam alam Minangkabau. Menurut hukum waris adat
Minangkabau, anak-anak mewaris melalui ibu, sedangkan
menurut hukum waris Islam, anak-anak mewaris dari ayahnya,
dan bagian anak laki-laki dua kali anak perempuan. Terlihat
nyata perbedaan hukum waris menurut adat Minang dengan
hukum waris Islam, sedangkan masyarakatnya adalah
pemeluk agama Islam yang taat.
Van Vollen hoven menarik kesempulan dari hasil
kompromi kaum Umayah dan kaum Madinah, bahwa hukum
keluarga, hukum perkawinan, hukum waris dan wakaf
dipengaruhi oleh hukum Islam. Dengan kata lain ia
berpendapat bahwa hukum adat itu mempunyai unsur-unsur
asli maupun unsur-unsur keagamaan, walaupun pengaruh
50
agama itu tidak begitu besar dan terbatas pada beberapa
daerah saja. Jadi unsur hukum adat itu ada yang asli dan
unsur yang tidak asli.
Unsur yang asli itu pada umumnya tidak tertulis. Hanya
sebagian kecil saja yang tertulis (seperti awig-awig di
Bali,piagam-piagam perintah raja, patokan-patokan pada daun
lontar), tidak berpengaruh, dan sering dapat diabaikan saja.
Unsur yang tidak asli yaitu yang datang dari luar sebagai
akibat persentuhan dengan kebudayaan lain dan pengaruh
hukum agama yang dianut.
3. Definisi Hukum Adat
Dalam mempelajari sesuatu, untuk mendapatkan
gambaran apa yang dipelajari sebaiknya diketahui definisi apa
yang dipelajari tersebut. Merumuskan definisi mengenai
hukum adat menurut Bushar Muhammad para ahli mengalami
kesulitan karena:
Hukum adat masih dalam pertumbuhan
Hukum adat selalu dihadapkan pada dua keadaan
yang sifatnya bertentangan, seperti :
tertulis atau tidak tertulis
sanksinya pasti atau tidak pasti
sumber dari raja,atau dari rakyat dan sebagainya.
Namun demikian, ada juga beberapa ahli atau para
sarjana, atau peminat hukum adat mencoba mengemukakan
definisi tentang hukum adat. Berikut ini dikemukakan
beberapa definisi dari para ahli atau para peminat dalam
hukum adat.
Van Vollen hoven, memberikan definisi tentang Hukum
Adat ialah : "keseluruhan aturan tingkah laku positif yang
disatu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu adalah
hukum) dan dipihak lain tidak dikodifikasikan, artinya tidak
tertulis dalam bentuk kitab Undang-undang yang tertentu
51
susunannya".
Menurut Ter Haar, Hukum Adat adalah ( dengan
mengabaikan bagian-bagiannya yang tertulis yang terdiri dari
peraturan-peraturan desa, surat-surat perintah raja )
keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-
keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas) yang
mempunyai wibawa (macht), serta pengaruh (invloed) dan
yang dalam pelaksanaannya berlaku dengan serta merta
(spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati. Terlihat, bahwa
hukum adat yang berlaku itu dapat diketahui dalam bentuk
keputusan-keputusan para fungsionaris hukum(hakim, kepala
adat, rapat desa, wali tanah, petugas-petugas di lapangan
agama dan petugas desa lainnya). Definisi yang dikemukakan
Ter Haar ini terkenal dengan nama "beslissingenleer", atau
teori keputusan.
Menurut Prof.DR.Soepomo, istilah "Hukum Adat" dipakai
sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam
peraturan legeslatif (Unstatutory Law), hukum yang hidup
sebagai konvensi di badan-badan Negara (parlemen, Dewan
perwakilan rakyat dan sebagainya), hukum yang timbul
karena putusan-putusan hakim (Judgemade Law), hukum yang
hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di
dalam pergaulan hidup baik di kota-kota maupun di desa desa
(Customary Law), kesemua inilah merupakan "adat" atau
"hukum adat" yang tidak tertulis yang disebut oleh pasal 32
Undang-undang Dasar Sementara Tahun 1950.
Dalam definisi Soepomo, ia mengabaikan bagian yang
tertulis dan mengartikan hukum adat itu sebagai hukum tidak
tertulis dalam arti luas.
Mengenai definisi tentang hukum adat yang lain
silakan anda cari di dalam buku-buku tentang hukum adat.
52
Misalnya definisi hukum adat dari Hazairin, Soekanto,
Bushar Muhammad, Kusumadi dan lain-lain.
53
Di dalam undang-undang nomor 14 tahun 1970 itu ada
beberapa pasalnya yang memperlihatkan berlakunya hukum adat
atau hukum tidak tertulis. Diantara pasal-pasal tersebut adalah :
Pasal 23 (1) yang isinya sama dengan pasal 17 Undang
undang nomor 19 tahun 64 yang berbunyi : "Segala putusan
Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-
dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal
tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau
sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili."
Pasal 27 (1) yang isinya hampir sama dengan pasal 20 (1)
Undang-undang nomor 19 tahun 1964, yang berbunyi :
"Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan, wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat".
54
wujud ideal.
Cirero kurang lebih 2000 tahun yang lalu menyatakan : "Ubi
societas ibi ius" (dimana ada masyarakat di situ ada hukum
(adat). Hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat
mencerminkan corak dan sifat masyarakat yang bersangkutan.
Masing-masing masyarakat mempunyai kebudayaan dan
cara berfikirnya yang belum tentu sama.Menurut Von Savigny,
hukum suatu masyarakat mengikuti Volksgeist (jiwa/semangat
rakyat) dari masyarakat tempat hukum (adat) itu berlaku.
Karena Volksgeist masing-masing masyarakat berbeda-beda
atau belum tentu sama, maka hukumnya pun belum tentu sama
atau berbeda-beda.
Sebagaimana halnya dengan sistem hukum di bagian lain di
dunia ini, maka "Hukum Adat" itu senantiasa tumbuh dari suatu
kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup
yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat
tempat "hukum adat" itu berlaku. Hukum adat Indonesia
merupakan bagian dari kebudayaan, yang mengikuti Volksgeist
dan cara berfikir bangsa Indonesia.
Dengan kata lain merupakan penjelmaan kepribadian
bangsa Indonesia. Oleh sebab itu untuk memahami Hukum Adat
itu, kita perlu mempelajari, struktur berfikir, corak dan sifat
masyarakat Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan
bidang hukum.
FD Halleman yang pernah menjabat guru besar dalam mata
pelajaran Hukum Adat di Leiden, dalam pidato inaugurasinya
yang berjudul "Corak Kegotong royongan di dalam kehidupan
hukum Indonesia", menyimpulkan adanya empat sifat umum
Hukum Adat Indonesia, atau cara berfikir masyarakat Indonesia,
yang dipandang sebagai satu kesatuan, yaitu:
religio magis
komunal
55
kontan (tunai)
kongkret (visual).
56
bahwa masyarakat Indonesia itu mempunyai sekumpulan
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tingkah laku,
mengatur hidup kemasyarakatan, yang menentukan serta
mengikat karena mempunyai sanksi. Peraturan-peraturan hukum
itu pada umumnya tidak tertulis namun dipatuhi oleh masyarakat
hukum adatnya, yang disadari oleh orang asing tersebut hal yang
seperti itu tidak ada di negara atau kampung asalnya.
Mengenai sejarah perkembangan hukum adat ini dapat
dikelompokkan dalam sejarah perintis penemuan hukum adat,
sejarah penemuan hukum adat dan sejarah politik hukum adat.
57
(rechtsgemeenshap) yang asli dengan organisasi sendiri dan
hak-hak sendiri atas tanah.
Muntinghe adalah orang Barat yang pertama yang secara
sistimatis memakai istilah "adat", tetapi masih belum mengenal
istilah "adatrecht". Istilah adatrecht untuk pertama kali dipakai
oleh Souck Hurgronje.
Raffles yang pernah menjadi Letnan-Gubernur Inggeris di
pulau Jawa dari tahun 1811 - 1816. Hasil karya Raffles yang
dipublikasikan dikenal sebagai "History of Jawa". Penyelidikan
dan pelajaran hukum adat Indonesia yang diadakan Raffles
dimuat dalam suatu skema pajak-tanah yang dapat dibaca
dalam "Substance of a Minute". Raffles masih mencampur aduk
pengertian hukum agama dengan hukum asli (hukum adat). Ia
seperti Marsden, juga melihat Indonesia sebagai suatu
keseluruhan yang bulat yang tidak terpisah-pisahkan.
Menurut Van Vollenhoven, ada tiga orang perintis penemu
hukum adat, yang ketiga-tiganya orang Inggeris yaitu :
Marsden, Raffles dan John Crawfurd. J. Crawfurd adalah seorang
dokter, tapi kemudian diserahkan tugas politik, diantaranya
sebagai duta di Kraton Jogjakarta. Pengalamannya dituliskan
dalam buku yang berjudul "History of the East Indian
Archipelago" yang terbit tahun 1820.
Pandangannya tentang hukum adat adalah merupakan
campuran dari adat istiadat asli dan hukum Hindu serta Islam.
Tapi dia sudah melihat hukum agama itu hanya sebagian kecil
saja dari hukum asli.
2. Penemu Hukum Adat.
Ada tiga orang yang dapat dikelompokan Van Vollenhoven
sebagai penemu hukum adat, yaitu Wilken, Liefrinck dan
Snouck Hurgronje.
Wilken seorang anak Indo dari Menado, tapi dibesarkan di
58
Nederland. Pada umur 22 tahun datang ke Indonesia sebagai
pamongpraja di berbagai daerah di Indonesia yang kemudian
menjadi ilmuwan. Ia sudah memberikan tempat tersendiri
tentang hukum adat, tidak mencampur adukan hukum agama
dengan hukum asli. Ia belum memakai istilah adatrecht,
baginya hukum adat itu adalah hukum rakyat asli. Metode yang
dipakainya adalah metode etnologi perbandingan. Pada tahun
1912 semua karangan Wilken dikumpulkan oleh Van
Ossenbruggen dalam sebuah himpunan De Verpreide
geschriften. Kemudian pada tahun 1926 Osenbruggen
menerbitkan hanya beberapa karangan Wilken saja tentang
hukum adat, dalam sebuah himpunan "Opstellen Over
Adatrecht".
F.A. Liefrinck, seorang pamongraja, orang Belanda, yang
bertugas di Lombok dan Bali. Ia juga telah memberikan tempat
tersendiri terhadap hukum adat seperti Wilken. Hasil
karyanya terbatas hanya pada lingkungan adat tertentu, yaitu
Bali dan Lombok.
Penemu hukum adat yang ketiga disebut Van Vollenhoven
ialah Snouck Hurgronje. Ia adalah seorang sarjana bahasa
yang menjadi negarawan. Ia adalah orang yang pertama kali
memakai istilah adatrecht. Hasil karyanya yang terkenal
tentang daerah-daerah di Indonesia adalah "De Acehers"
yang diterbitkan pada tahun 1893 dan 1894, dan "Het
Gayoland" yang diterbitkan tahun 1903. Kedua-duanya
mengenai hukum adatt yang terpusat pada suatu lingkungan
hukum belaka dan tidak mengadakan suatu perbandingan
dengan daerah-daerah lain di Nusantara. Terdahulu telah
disebutkan bahwa Snouck Hurgronje adalah orang pertama
memakai istilah "adatrecht", yaitu adat yang bersanksi hukum,
berbeda dari kelaziman dan keyakinan-keyakinan lain yang
59
tidak mengandung arti hukum. Diantara Wilken, Liefrinck dan
Souck Hurgronje, dengan ditemukannya istilah adatrecht itu,
maka Snouck Hurgronje yang paling menampakan diri dengan
jelas.
Dalam karya Van Vollenhoven berhubung dengan pelajaran
hukum adat, ada tiga hal yang penting, yaitu Van Vollenhoven:
menghilangkan kesalah-fahaman yang melihat hukum adat
identik dengan hukum agama (Islam)
membela hukum adat terhadap usaha pembentuk Undang
undang untuk mendesak atau menghilangkan hukum adat,
dengan meyakinkan pembentuk Undang-undang itu bahwa
hukum adat adalah hukum yang hidup yang mempunyai
suatu jiwa dan sistem sendiri.
Membagi wilayah hukum adat Indonesia dalam 19
lingkungan hukum adat (adatrechts-krungen).
60
sebagainya).
Dari tahun 1945 sampai sekarang ada 3 pandangan para
ahli hukum bangsa Indonesia terhadap hukum adat, yaitu:
mempertahankan hukum adat sepenuhnya dan menerima
hukum adat yang positif saja serta menolak hukum adat secara
keseluruhan.
61
kebesaran Nusa dan Bangsa. Dengan kata lain bukan ilmu
untuk ilmu, tapi ilmu untuk masyarakat.
Di Indonesia ilmu hukum adat yang ditemukan itu
dipelajari dimanfaatkan untuk pembangunan masyarakat
Indonesia dalam usaha mengisi kemerdekaan dan
meningkatkan kemakmuran bangsa Indonesia. Maka
manfaatnya mempelajari ilmu hukum adat itu haruslah bersifat
praktis dan nasional.
Sifat praktis dan nasional itu dapat terlihat dari tiga
sudut, yaitu:
dari sudut pembinaan hukum nasional
dari sudut mengembalikan dan memupuk kepribadian
bangsa Indonesia
dalam praktek peradilan.
Sampai saat ini hukum yang digunakan di negara
Indonesia , masih banyak hasil produk zaman kolonial.
Diperlukan hukum nasional yang dibuat sesuai dengan
kebutuhan dan cara berfikir masyarakat Indonesia. Oleh
sebab itu di dalam penyusunan hukum nasional, hukum adat
yang tumbuh dari masyarakat Indonesia, dapat diikut sertakan.
Tentu saja hukum adat yang positif, yaitu yang dapat mengikuti
kehidupan masyarakat modern, dan tidak bertentangan dengan
hak asasi manusia.
Begitu juga dengan mempelajari hukum adat, orang jadi
mengetahui hukum adat, dan bagi mereka yang sudah tahu,
dapat memupuk apa yang sudah diketahuinya. Dapat
memupuk dan mengembalikan kepribadian bangsa.
Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan dalam
memutuskan perkara, terutama yang menyangkut masalah
adat, wajib mempelajari, mengikuti dan memahami nilai- nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat, agar keputusannya itu
62
tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat yang bersangkutan.
63
hukum adat.
Pembahasan mengenai masyarakat hukum adat yang
merupakan subjek dari hukum adat erat sekali kaitannya
dengan pembahasan mengenai hukum kekeluargaan dan
hukum perkawinan serta hukum waris, yang akan dibahas pada
bagian lain.
Dalam praktek kehidupan sehari-hari perlu sekali kita
mengetahui bentuk-bentuk atau susunan masyarakat hukum
ini, untuk menentukan kedudukan seseorang dalam
keluarganya dalam kelompoknya. Juga untuk menentukan
dengan siapa seseorang tidak boleh melakukan perkawinan
serta siapa yang akan menjadi ahli waris seseorang atau dari
siapa seseorang seharusnya mendapatkan warisan.
1. Masyarakat Hukum Adat
Pengertian masyarakat menurut Krech dalam bukunya
Individual in Society, dapat disimpulkan bahwa ciri utama
suatu masyarakat itu adalah suatu kumpulan manusia yang
berinteraksi dan terorganisasikan, kegiatan-kegiatannya
terpusat sekitar sekumpulan tujuan-tujuan bersama dan
cenderung memiliki kepercayaan, sikap dan cara-cara
bertindak bersama.
Masyarakat itu adalah merupakan suatu sistem sosial.
Masyarakat yang memperkem bangkan ciri-ciri khas hukum
adat, itulah yang disebut masyarakat hukum adat atau
persekutuan hukum adat.
Ter Haar menulis bahwa diseluruh kepulauan Indonesia
terdapat pergaulan hidup di dalam kelompok- kelompok yang
bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap dunia luar, lahir
dan bathin. Kelompok-kelompok ini mempunyai tata
susunan yang tetap dan kekal, dan orang sekelompok itu
masing-masing mengalami kehidupan dalam kelompoknya
64
sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam.
Tidak ada seorangpun dari mereka mempunyai pikiran
akan membubar kan atau memungkinkan pembubaran
kelom poknya itu. Kelompok manusia tersebut mempunyai
pengurus sendiri dan mempunyai harta benda, milik
keduniaan dan milik gaib. Kelompok-kelompok demikianlah
yang bersifat persekutuan hukum (masyarakat hukum).
Bushar Muhammad menyimpulkan pendapat Ter Haar
mengenai rumusan persekutuan hukum (masyarakat hukum)
adalah : "Kesatuan manusia yang teratur, menetap di suatu
daerah tertentu, mempunyai penguasa, dan mempunyai
kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud, dimana
para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan
dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat
alam dan tidak seorangpun diantara para anggota itu
mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk
membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau
meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan
untuk selama-lamanya".
Contoh persekutuan hukum (masyarakat hukum)
misalnya desa di Jawa, famili di Minangkabau. Keluarga di
Sunda atau Jawa belum memenuhi syarat untuk dapat
dikatakan sebagai masyarakat hukum, karena anak yang
sudah dewasa lalu kawin, mereka akan mentas membentuk
keluarga baru.
65
digolongkan sebagai masyarakat hukum. Menurut istilah F.
Tonnies, kampung di kota merupakan suatu Gesellschaft dan
desa merupakan suatu Gemeinschaft.
2. Bentuk-bentuk susunan masyarakat hukum adat
Susunan masyarakat hukum adat itu ada yang
berdasarkan darah (genealogis) dan ada yang berdasarkan
daerah (teritorial). Manusia itu merasa terikat satu sama lain
karena merasa keturunan (darah) atau sedaerah. Ini secara
teoritis. Namun dalam kenyataannya adalah darah-daerah
(genealogis -teritorial) atau daerah-darah (teritorial-genealogis).
Berikut ini disajikan bagan susunan masyarakat hukum
adat secara garis besar :
a. Masyarakat hukum adat yang berdasarkan genealogis
Masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis ialah
masyarakat hukum adat yang para anggotanya merasa terikat
dalam suatu ketertiban berdasarkan kepercayaan bahwa
mereka semua merasa berasal dari satu keturunan (darah)
yang sama.
Ada tiga tipe pertalian keturunan dalam masyarakat
hukum adat yang ditentukan oleh faktor genealogis, yaitu :
pertalian keturunan menurut garis perempuan, ini
terdapat dalam masyarakat hukum adat orang
Minangkabau, Kerinci dan orang Sumendo.
pertalian keturunan menurut garis laki-laki, ini terdapat
dalam masyarakat hukum adat orang Batak, Bali, Ambon,
Lampung dan lain-lain.
pertalian keturunan menurut garis ibu dan bapak, ini
terdapat dalam masyarakat hukum adat orang Jawa Sunda,
Madura, Bugis, Dayak , Toraja dll.
Masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis ini
ada macam-macam pula, tergantung dari pihak mana para
anggota masyarakat hukum adat tersebut menarik garis
66
keturunan, seperti yang terlihat dalam bagan 1 (susunan
masyarakat hukum adat).
Masyarakat hukum adat Unilateral ialah masyarakat hukum
adat dimana para anggotanya menarik garis keturunan
melalui satu pihak, melalui garis ibu (wanita) atau melalui
garis bapak (laki-laki).
Ciri-ciri masyarakat hukum unilateral ialah terdiri dari clan
(marga, suku) sebagai kesatuan kecil dari masyarakat
hukum adat itu.
Para anggotanya menarik garis keturunan melalui satu
pihak (pihak ibu atau pihak bapak), dan sifat perkawinannya
harus exogami (exo = luar, kawin dengan anggota luar
clannya), sebagai suatu keharusan untuk dapat
mempertahankan kelangsungan clan sendiri.
Masyarakat hukum adat unilateral ini terdiri dari masyarakat
hukum - keibuan (matriachat)
- kebapaan (patriachat)
Masyarakat hukum adat keibuan (matrilinial) adalah
masyarakat hukum adat yang susunannya didasarkan atas
pertalian menurut garis perempuan. Para anggotanya
merasa bersatu karena satu clan atau suku menurut istilah
orang Minangkabau dan merasa diturunkan dari nenek
yang sama. Contoh mereka yang satu clan/suku dalam
masyarakat keibuan adalah mereka yang diturunkan dari
ibu atau nenek yang sama. Anak perempuan melanjutkan
suku ibunya, tapi anak laki-laki putus sampai di dia,
anaknya masuk suku isterinya.
Suku-suku itu dipertahankan dengan melakukan kawin
exogami. Salah satu bentuk kawin exogami dalam
masyarakat hukum adat keibuan adalah kawin Sumendo.
Kawin Sumendo ialah pihak bekal isteri, mencari calon
67
suami (menantu) dari luar clannya, dan setelah kawin
masing-masing tetap pada clan asalnya dan bersifat
matrilokal. Anak-anak pada masyarakat keibuan ini masuk
suku ibunya dan mewaris melalui ibunya.
Masyarakat hukum adat yang susunannya didasarkan atas
pertalian keturunan menurut garis laki-laki disebut
masyarakat hukum adat kebapaan atau patriachat
(patrilinial). Jadi masyarakat hukum adat kebapaan ialah
masyarakat hukum dimana para anggotanya merasa
bersatu karena merasa diturunkan dari bapak atau kakek
yang sama. Masyarakat hukum adat ini terbagi dalam
kesatuan-kesatuan yang kecil yang disebut clan atau
marga.
Yang manakah diantara para anggota masyarakat itu yang
menjadi anggota clan atau marganya ? Mereka yang
diturunkan dari ayah atau kakek yang sama adalah satu
clan. Anak laki-laki melanjutkan clan/ marga bapaknya,
sedangkan anak perempuan selama ia belum kawin ia tetap
masuk marga bapaknya. Tetapi kalau ia sudah kawin ia
keluar dari marga asalnya (ayahnya) dan masuk marga
suaminya serentak pada saat jujur dibayar.
Pada masyarakat kebapaan sifat perkawinannya exogami
yaitu suatu keharusan mencari calon suami atau isteri dari
luar clannya.
Sistem atau bentuk perkawinan pada masyarakat kebapaan
adalah kawin jujur. Yang dimaksud dengan kawin jujur ialah
pihak calon suami mencari calon isteri (menantu) dari luar
clannya, dengan membayar jujur, serentak pada saat jujur
dibayar kepada pihak calon isteri, pihak calon isteri
melepaskannya dari ikatan kekeluargaan dan masuk dalam
lingkungan clan/marga dari calon suaminya.
68
Contoh masyarakat hukum adat kebapaan yang dikenal
adalah suku Batak. Seperti kita kenal, banyak macam
marga orang Batak itu, diantaranya ialah Nasution,
Harahap, Siregar, Tobing, Pangabean, Butar Butar,
Sembiring dan lain-lain. Bagi orang Batak marganya
melekat pada dirinya, sehingga nama kecilnya kalau sudah
kawin jarang disebut, yang di kenal marganya saja.
Akibat hukum dari perkawinan jujur ialah anak masuk
marga ayahnya. Hanya anak laki-laki yang menjadi ahli
waris dari ayahnya, anak perempuan bukan sebagai ahli
warisnya.
Masyarakat hukum adat Bilateral atau parental (keibu-
bapaan) ialah masyarakat hukum adat yang susunannya
didasarkan atas pertalian keturunan menurut garis ibu dan
bapak. Dengan kata lain dapat juga dikatakan yaitu
sekumpulan manusia yang merupakan kesatuan karena
para anggotanya menarik garis keturunan melalui garis ibu
dan bapak dan kedua garis itu dinilai dan diberi derajat
yang sama bagi si anak. Baik pihak ibu (famili ibu) maupun
pihak bapak (famili bapak) dinilai sama oleh yang
bersangkutan dan dipandang sama oleh masyarakat, suatu
pertalian keluarga.
Masyarakat hukum adat bilateral ini ada yang berdasarkan
keluarga (gezin) yaitu terdiri dari ibu, bapak dan anak-anak.
Anak-anak yang sudah dewasa kawin dan membentuk
keluarga baru. Contohnya di Jawa, Sunda dan Madura.
Masyarakat hukum adat bilateral yang berdasarkan rumpun,
terdiri dari rumpun-rumpun. Rumpun merupakan kesatuan
yang terdiri dari keluarga-keluarga, terdapat di Dayak
Kalimantan.
69
Jadi pada masyarakat bilateral tidak ada clan, karena
mereka menarik garis keturunan dari kedua belah pihak.
70
daerah yang sama.
Ada tiga jenis masyarakat hukum adat yang strukturnya
bersifat teritorial, yaitu :
masyarakat hukum desa
masyarakat hukum wilayah (persekutuan desa)
masyarakat hukum serikat desa (perserikatan desa).
Masyarakat hukum desa adalah sekumpulan orang yang
hidup bersama berasaskan pandangan hidup, cara hidup dan
sistem kepercayaan yang sama, yang menetap pada suatu
tempat kediaman bersama dan oleh sebab itu merupakan
suatu kesatuan, suatu tata susunan tertentu, baik ke luar
maupun ke dalam. Masyarakat hukum desa ini melingkupi
pula kesatuan-kesatuan yang kecil yang terletak di luar
wilayah desa yang sebenarnya, yang disebut teratak atau
dukuh, yang tunduk pada peraturan-peraturan dan pejabat
desanya. Contohnya adalah desa-desa di Jawa, Sunda, Madura
dan Bali.
Masyarakat hukum wilayah adalah suatu kesatuan sosial
yang teritorial yang melingkupi beberapa masyarakat hukum
desa yang masing-masingnya tetap merupakan kesatuan-
kesatuan yang berdiri sendiri. Masing-masing nya merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat hukum wilayah
sebagai kesatuan sosial teritorial yang lebih tinggi. Contohnya
adalah kurya di Angkola dan Mandailing. Kurya sebagai
masyarakat hukum wilayah menaungi beberapa huta. Marga
di Sumatera Selatan sebagai masyarakat hukum wilayah
menaungi beberapa dusun.
Masyarakat hukum serikat desa adalah suatu kesatuan
sosial yang teritorial, yang dibentuk atas dasar kerja sama
dalam berbagai lapangan untuk kepentingan bersama
masyarakat hukum desa yang tergabung dalam masyarakat
hukum serikat desa tersebut. Kerja samaitu terbentuk
71
mungkin kebetulan letaknya berdekatan. Contohnya Subak di
Bali. Beberapa desa berserikat untuk mengurus kepentingan
pengairan dari desa-desa yang berserikat itu.
Terdahulu sudah dibicarakan tentang penggolongan
masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis dan
masyarakat hukum adat yang bersifat teritorial.
Penggolongan kedua dasar tersebut itu hanya menurut
teoritis. Namun dalam praktek kenyataan yang sebenarnya
tidaklah ada yang murni. Tiap masyarakat hukum adat
mengandung kedua sifat tersebut, tapi tergantung pada sifat
mana yang lebih diutamakannya. Masyarakat hukum adat
yang sifatnya teritorial-genealogis adalah unsur teritorialnya
lebih diutamakannya dan lebih kuat dari pada unsur
genealogis nya.
Contohnya; masyarakat hukum desa di Jawa, secara
murni desa adalah bersifat teritorial, namun dalam desa ada
keluarga yang bersifat genealogis. Masyarakat hukum adat
sifatnya genealogis - teritorial adalah unsur genealogisnya
lebih kuat dan lebih diutamakan dalam kesatuannya daripada
unsur teritorialnya. Contohnya nagari di Minangkabau. Di
dalam nagari ada suku-suku yang merupakan kesatuan
masyarakat hukum adat, tapi suku suku itu berada di dalam
suatu teritorial yaitu nagari.
72
b) goyah dalam pewarisan.
2) masyarakat hukum adat yang darurat
3) perkembangan hukum adat.
Masyarakat hukum adat kebapaan yang goyah dalam perkawin
an. Menurut adat masyarakat kebapaan, laki-laki harus
membayar jujur kepada pihak perempuan dalam hukum
perkawinan nya. Sekarang sudah banyak jujur itu tidak dibayar,
sudah serupaka pada masyarakat bilateral, tidak pakai jujur-
jujuran.
Begitu juga pada masyarakat keibuan, sudah banyak yang
kawin satu suku, asal tidak satu penghulu (sedatuk) , dengan
didenda adat. Seharusnya mereka harus kawin exogam untuk
mempertahankan kelangsungan clan (suku). Bagi si anak tidak
ada clan lagi karena ibu bapaknya sama clannya. Ini sudah
seperti masyarakat bilateral .
Goyah dalam pewarisan pada masyarakat kebapaan yang
seharusnya hanya anak laki-laki yang mendapat waris dari
ayahnya. Pada saat ini sudah banyak si ayah banyak yang
memberikan sebagai hartanya kepada anak perempuannya
semasa hidupnya melalui hibah.Begitu juga pada masyarakat
keibuan, yang seharusnya anak-anak mewaris melalui ibu.
Tetapi pada saat ini banyak si bapak memberikan sesbagian
atau seluruh harta pencariannya kepada anak-anaknya.
Di Lampung,kalau satu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki
hanya anak perempuan saja, keluarga tersebut namanya dalam
keadaan darurat. Adatnya mengharuskan untuk mempunyai
anak laki-laki. Oleh sebab itu keluarga tersebut dibolehkan
mengawinkan anak perempuannya dengan laki-laki yang satu
clan.
Di Minangkabau terjadi perkembangan dalam bentuk
perkawinannya dari Sumendo bertandang, sumendo menetap
73
dan terakhir sumendo bebas. Pada sumendo bebas ini
kehidupan keluarga tersebut sudah seperti keluarga pada
masyarakat bilateral.
b. Dari sudut hukum Islam
Masyarakat Indonesia kurang lebih 90 % beragama Islam.
Islam meridoi masyarakat bilateral. Agama sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Oleh sebab itu
kemungkinan masyarakat Indonesia berubah kearah bilateral.
74
7. Bagaimana bentuk perkawinan dalam masyarakat anda dan
bandingkan dengan bentuk perkawinan pada masyarakat lain ?
8. Apakah dalam keluarga Anda mengakui harta bersama ?
Jelaskan alasannya?
9. Diskusikanlah dengan teman-teman Anda, bagaimana sistem
pembagian waris di dalam masyarakat di mana anda berada atau
berasal ?
10. Coba anda diskusikan dengan teman anda, kemungkinan
masyarakat Indonesia cenderung berubah ke arah masyarakat
bilateral !
BAB IV
POKOK-POKOK HUKUM PERDATA
75
ini hukum privat yang berlaku bagi golongan hukum Eropa
dikodifikasi, yakni dikumpulkan dan dicantumkan dalam
beberapa kitab undang-undang berdasarkan suatu sistem
tertentu. Dalam pembuatan kodifikasi dipertahankan juga asas
konkordasi, resikonya hampir semua hasil kodifikasi tahun 1848
di Indonesia adalah tiruan hasil kodifikasi yang telah dilakukan di
negeri Belanda pada tahun 1838, tetapi diadakan beberapa
perkecualian agar dapat menyesuaikan hukum bagi golongan
hukum Eropa di Indonesia dengan keadaan istimewa.
Adapun yang dimaksud dengan asas konkordasi adalah asas
penyesuaian atau asas persamaan terhadap berlakunya sistem
hukum di Indonesia yang berdasarkan pada ketentuan pasal 131
ayat ( 2 ) I.S. yang berbunyi Untuk golongan bangsa Belanda
untuk itu harus dianut atau dicontoh undang-undang di negeri
Belanda. Hal ini menurut Kansil ( 1993 : 115 ) berarti bahwa
hukum yang berlaku bagi orang-orang Belanda di Indonesia
harus disamakan dengan hukum yang berlaku di negeri Belanda.
Jadi selarasnya hukum kodifikasi di Indonesia dengan hukum
kodifikasi di negeri Belanda adalah berdasarkan asas konkordasi.
Sumber pokok Hukum Perdata ialah Kitab Undang-Undang
Hukum Sipil ( BW ) disingkat KUHS. KUHS sebagian besar
adalah hukum perdata Perancis, yaitu Code Napoleon tahun
1811-1838 akibat pendudukan Perancis di Belanda berlaku,
maka Hukum Perdata berlaku di negeri Belanda sebagai Kitab
Undang-Undang Hukum Sipil yang resmi. Sedangkan dari Code
Napoleon ini adalah Code Civil yang dalam penyusunannya
mengambil karangan-karangan pengarang-pengarang bangsa
Perancis tentang Hukum Romawi (Corpus Juris Civilis ) yang pada
jaman dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Peraturan-peraturan yang belum ada pada jaman Romawi tidak
76
dimasukkan dalam Code Civil, tetapi dalam kitab tersendiri ialah
Code de Commerce.
Setelah pendudukan Perancis berakhir oleh pemerintah
Belanda dibentuk suatu panitia yang diketuai Mr. J.M. Kemper
dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata
Belanda dengan menggunakan sebagai sumber sebagian besar
Code Napoleon dan sebagian kecil hukum Belanda Kuno.
Meskipun penyusunan sudah selesai sebelum 5 Juli 1830,
tetapi Hukum Perdata Belanda baru diresmikan pada 1 Oktober
1838. Pada tahun itu dikeluarkan:
Burgerlijk Wetboek (BW/ KUH Sipil )
Wetboek van Koophandel ( WvK/KUH Dagang )
Berdasarkan asas konkordasi, kodifikasi hukum perdata
Belanda menjadi contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropa di
Indonesia. Kodifikasi ini diumumkan tanggal 30-4-1847
Staatsblad No.23 dan mulai berlaku 1 mei 1848 di Indoensia.
Adapun dasar hukum berlakunya peraturan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata di Indonesia adalah pasal II Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, bahwa
segala badan negara dan peraturan yang ada masinh langsung
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-
Undang Dasar ini. Dengan demikian sepanjang belum ada
peraturan yang baru, maka segala jenis dan bentuk hukum yang
ada yang merupakan peninggalan dari jaman kolonial masih
dinyatakan tetap berlaku. Hal ini termasuk keberadaan Hukum
Perdata. Hanya saja dalam pelaksanannya yang menyangkut
keberlakuan hukum perdata ini disesuaikan dengan azas dan
falsafah negara Pancasila, termasuk apabila telah lahir peraturan
perundang-undangan yang baru, maka apa yang ada dalam KUH
Perdata tersebut dinyatakan tidak berlaku. Contohnya masalah
tanah yang telah ada Undang-undang Nomor 5 tahun 1960
77
tentang Pokok-pokok Agraria, terutama yang mengenai Bumi, air
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,kecuali
ketentuan-ketentuan yang mengenai hipotek yang masih
berlaku pada mulainya berlaku undang-undang ini; begitu juga
masalah Perkawinan yang telah ada Undang-Undang nomor 1
tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan.
Ketentuan lain adalah dengan keluarnya Surat Edaran
Mahkamah Agung nomor 3 tahun 1963 yang menyatakan
bebera pasal yang ada dalam KUH perdata dinyatakan tidak
berlaku lagi. Adapun pasal-pasal tersebut di antaranya adalah
sebagai berikut :
a. Pasal 108 s.d. 110 tentang ketidakwenangan bertindak
dari istri : konsekweinsinya suami istri mempunyai
kedudukan yang sama dalam hukum. Hal ini diperkuat oleh
bunyi pasal 31 Undang-undang nomort 1 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Perkawinan yang menyatakan bahwa hak dan
kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat;masing-masing
pihak (suami isteri) berhak untuk melakukan perbuatan
hukum
b. Pasal 284 ayat (3) tentang pengakuan anak luar kawin yang
lahir dari wanita Indonesia Asli konsekwensinya : Tidak
menimbulkan putusnya hubungan hukum antara ibu dan
anak; Dengan adanya pengakuan terhadap anak luar kawin
ini, maka dia mendapatkan hak untukmewaris dari orang
tuanya yang meninggal, misalnya kalau dia bersama-sama
dengan golongan 1, dia akan mendapatkan bagian 1/3 nya,
sedangkan bila dia bersama-sama dengan golongan 2, dia
akan mendapatkan bagian dari harta warisan yang
ditinggalkan pewaris tersebut.
78
c. Pasal 1579 : yang menentukan bahwa dalam sewa menyewa
barang, pemilik tidak dapat menghentikan sewa dengan
alasan akan memakainya sendiri barangnya.
Konsekwensinya : boleh menghentikan, sekalipun demikian
apabila si pemilik akan memakai kembali barang yang
disewakannya tersebut, sementara si penyewa masih
mempunyai hak,maka si pemilik harus memberikan
kompensasi atau ganti kerugian kepada si penyewa sesuai
dengan kesepakatan bersama, sehingga si penyewa tidak
merasa dirugikan.
d. Pasal 1682 yang mengharuskan penghibahan dengan akta
notaris. Konsekwensinya tidak mengharuskan penghibahan
melalui akte notaris, ini juga berarti bahwa apabila terjkadi
proses hibah tidak perlu dilakukan melalui akte notaris, namun
saksi-saksi sebagai bukti harus tetap ada.
e. Pasal 1238 yang menentukan, bahwa pelaksanaan suatu
perjanjian hanya dapat diminta di depan hakim, jika didahului
dengan penagihan tertulis. Konsekwensinya : tidak harus
didahului dengan penagihan tertulis
f. Pasal 1460 tentang resiko dalam perjanjian jual beli barang
ditentukan resiko ada pada pembeli. Konsekwensinya resiko
ditanggung bersama, artinya baik si pembeli maupun si
penjual sama menanggung resiko, bahkan bila terdapat cacat
barang yang tersembunyi tidak tertutup kemungkinan resiko
tersebut menjadi tanggung jawab si penjual seluruhnya.
Sebaliknya bila terjadi kasus overmacht atau keadaan
memaksa, resiko bisa menjadi tanggungan si pembeli
seluruhnya.Jadi mengenai resiko dari perjanjian jual beli amat
tergantung dari persetujuan bersama, kecuali hal-hal yang
diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.
79
g. Pasal 1630 yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa
dan bukan Eropa dalam perjanjian perburuhan.
Konsekwensinya tidak ada diskriminasi dalam perburuhan.
Bagaimana kondisi atau keadaan hukum perdata di
Indonesia saat ini ? Keadaan Hukum Perdata di Indonesia dari
dahulu sampai dengan sekarang tidak ada keseragaman
( Pluranisme ). Hal ini dikarenakan adanya kebijakan tentang
pembagian penduduk di Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1. WNI asli ( dahulu Bumi Putera ) berlaku Hukum Perdata Adat,
yaitu keseluruhan aturan-aturan hukum yang tidak tertulis.
Namun ada beberapa pasal dalam KUH Perdata dan KUHD
yang dinyatakan berlaku bagi WNI asli tersebut, yaitu :
a. Pasal-pasal yang berhubungan dengan pembagian kerja
lama, yaitu: pasal 1601 tentang : persetujuan-persetujuan
untuk melakukan jasa-jasa yang diatur dalam ketentuan-
ketentuan khusus;1602 tentang kewajiban majikan dalam
membayar upah pada buruh;1603 tentang kewajiban-
kewajiban buruh. Selain itu ada juga pasal-pasal tentang
perjanjian kerja baru yang khusus berlaku bagi golongan
Eropa, yaitu pasal-pasal yang terdapat dalam Titel 7 A
Buku III BW ).
b. Pasal-pasal tentang permainan dan pertauran ( perjudian )
yaitu pasal-pasal: 1788 Undang-undang tidak memberikan
suatu tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang
terjadi karena perjudian atau pertaruhan); 1789 ( Dalam
ketentuan tersebut di atas tidak termasuk permainan-
permainan yang dapat dipergunakan untuk olah ragam,
seperti main anggar lari cepat dsb); 1790 ( Tidaklah
diperbolehkan untuk menyingkiri berlakunya ketentuan-
ketentuan kedua pasal yang lalu dengan jalan perjumpaan
utang ) dan 1791 ( Seorang yang secara sukarela telah
80
membayar kekalahannya sekali-sekali tak diperbolehkan
menuntutnya kembali kecuali apabila dari pihaknya
pemenang telah dilakukan kecurangan atau penipuan ).
c. Pasal-pasal dari KUHD tentang Hukum Laut
2. WNI Keturunan Eropa berlaku Hukum Perdata Barat, termasuk
WvK. Adapun yang dimaksud golongan Eropa menurut
Soediman Kartohadiprodjo ( 1987:58) adalah :
a. semua warga negara Nederland
b. kesemuanya orang, tidak termasuk yang disebut (1) di atas
yang berasal dari Eropa
c. Kesemuanya warga negara Jepang
d. Kesemuanya orang di luar 1 dan 2 yang hukum
keluarganya sama dengan hukum Belanda
e. Anak-anak dari 2 dan 3 yang lahir di Indonesia
81
perkawinan dari BW tidak berlaku bagi mereka ,karena
mereka tetap tunduk kepada hukum adatnya sendiri.
2) Penambahannya : Peraturan-peraturan mengenai
pengangkatan anak (adopsi) dan Kongsi (badan
perdagangan ). Lembaga adopsi ini menjadi sangat
penting mengingat masayarakat Tionghoa menarik garis
keturunan laki-laki, sementara dalam BW tidak diatur
mengenai lembaga adopsi.
82
Dengan demikian jelaslah, bahwa pasal 131 IS memuat
dasar politik hukum mengenai hukum perdata, hukum pidana
serta hukum acara perdata dan pidana. Dalam ayat (2) pasal
131 IS disebut perkataan Europeanen (sub a ) dan Indonesiers
en Vreemde Oosterlingen ( sub. b ), dengan ketentuan nampak,
bahwa IS dalam politik hukumnya tidak bersandar pada satu
hukum, melainkan menentukan akan berlakunya lebih dari satu
sistem hukum di Indonesia. Sistem Hukum untuk Europeanen
dan sistem hukum untuk Indonesiers dan Vreemde Oosterlingen,
yaitu yang menurut penjelasan pasal 131 ayat (1) dinyatakan,
jikalau ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, dalam
peraturan umum dan peraturan setempat, dalam aturan-aturan,
peraturan polisi dan administrasi diadakan perbedaan antara
golongan Eropah, golongan Pribumi dan Golongan Tmur Asing,
maka kesemuanya ini dijalankan menurut aturan-aturan.
Selain melalui kebijakan politik hukum, juga dikenal
adanya penundukkan diri. Penundukan Diri sebagaimana
diatur dalam Stb. 1917 nomor 12 ada 4 macam, yaitu :
Penundukan diri pada seluruh Hukum Perdata Eropa
Penundukan diri pada sebagian Hukum Perdata Eropa, yaitu
hanya pada hukum kekayaan harta benda saja, seperti yang
dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing.
Penundukan diri mengenai suatu perbuatan hukum tertentu
Penundukan diri secara diam-diam.
B. SISTEMATIKA
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dikodifikasikan
di Indonesia pada tahun 1848 pada intinya mengatur hubungan
hukum antara orang perorangan, baik mengenai kecakapan
seseorang dalam lapangan hukum; mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan kebendaan; mengenai hal-hal yang
83
berhubungan dengan perikatan dan hal-hal yang berhubungan
dengan pembuktian dan lewat waktu atau kadaluarsa.
Sistematika atau isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang ada dan berlaku di Indonesia, ternyata bila dibandingkan
dengan Kitab Undang-Undang hukum Perdata yang ada dan
berlaku di negara lain tidaklah terlalu jauh berbeda. Hal ini
dimungkinkan karena mengacu atau paling tidak mendapatkan
pengaruh yang sama, yaitu dari hukum Romawi ( Code Civil).
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau BW yang ada
dan berlaku di Indonesia mempunyai sistematika yang terdiri
dari 4 buku ( Buku-Titel-Bab- ( Pasal-Ayat), yaitu :
Buku I Van Personen ( mengenai orang )
Buku II Van Zaken ( mengenai Benda )
Buku III Van Verbinsissen ( mengenai Perikatan )
Buku IV Van Bevijs En Verjaring (bukti dan kadaluarsa)
Mengenai pembagian Hukum Perdata tersebut sudah
barang tentu menimbulkan berbagaim komentar dan analisis
dari para ahli ilmu Hukum, Kansil ( 1993 : 119 ) merasakan,
bahwa pembagian sistematika sebagaimana diatur dalam KUH
Perdata tersebut kurang memuaskan, karena :
1. Seharusnya KUH Perdata hanya memuat ketentuan-ketentuan
mengenai Hukum Privat Materiil. Dalam KUH Perdata terdapat
tiga aturan mengenai Hukum Perdata Formil, yaitu :
a. Ketentuan mengenai Hukum Pembuktian
b. Ketentuan mengenai lewat waktu extinctief
c. Ketentuan mengenai lewat waktu acquisitief
2. KUH Perdata berasal dari BW yang berasaskan liberalisme dan
individualisme, sehingga perlu dilakukan berbagai perubahan
untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat
Indonesia
84
3. Hukum waris bukan hanya bagian dari hukum benda, tetapi
juga merupakan bagian dari hukum kekeluargaan
4. Hukum Perdata lebih tepat dibagi menjadi 5 Buku, yaitu :
a. Buku I tentang : Ketentuan Umum
b. Buku II tentang : Perikatan
c. Buku III tentang : Kebendaan
d. Buku IV tentang : Kekeluargaan
e. Buku V tentang : Waris
Adapun hal-hal yang diatur dalam KUH perdata
sebagaimana berlaku di Indonesia saat ini, ( kecuali beberapa
bagian yang sudah dinyatakan tidak berlaku) adalah sebagai
berikut :
Buku Kesatu tentang Orang ( van persoon ) yang terdiri dari
18 bab, yaitu mengatur :
I tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewenangan
II tentang akta-akta catatan sipil
III tentang tempat tinggal atau domisili
IV tentang perkawinan
V tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami dan
isteri
VI tentang persatuan harta kekayaan menurut undang-
undang dan pengurusannya
VII tentang perjanjian kawin
VIII tentang persatuan atau perjanjian kawin dalam
perkawinan untuk kedua kali atau selanjutnya
IX tentang perpisahan harta kekayaan
X tentang pembubaran perkawinan
XI tentang perpisahan meja dan ranjang
XII tentang kebapaan dan keturunan anak-anak
XIII tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
XIV tentang kekuasaan orang tua
85
XVa tentang menentukan,mengubah dan mencabut
tunjangan-tunjangan nafkah
XV kebelum-dewasaan dan perwalian
XVI tentang beberapa perlunakan
XVII tentang pengampuan
XVIII tentang keadaan tak hadir
Buku kedua tentang Kebendaan ( van zaken ),yang terdiri
dari 21 bab, yang secara lengkapnya adalah sebagai berikut :
I tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya
II tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang
timbul karenanya
III tentang hak milik ( eigendoom )
IV tentang hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik
pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan
V tentang kerja rodi
VI tentang pengabdian pekarangan
VII tentang hak numpang karang
VIII tentang hak usaha ( erfpacht )
IX tentang bunga tanah dan hasil se persepuluh
X tentang hak pakai hasil
XI tentang hak pakai dan hak mendiami
XII tentang perwarisan karena kematian
XIII tentang surat wasiat
XIV tentang pelaksanaan wasiat dan pengurus harta
peninggalan
XV tentang hak memikir dan hak istimewa untuk
mengadakan pendaftaran harta peninggalan
XVI tentang menerima dan menolak suatu warisan
XVII tentang pemisahan harta peninggalan
XVIII tentang harta peninggalan yang tak terurus
XIX tentang piutang-piutang yang diistimewakan
86
XX tentang gadai
XXI tentang hipotik
Buku Ketiga tentang Perikatan ( van Verbintenis ) yang terdiri
dari 18 bab, yaitu lengkapnya sebagai berikut :
I tentang Perikatan-perikatan umumnya
II tentang Perikatan-perikatan yang dilahirkan darikontrak
atau persetujuan
III tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi
undang-undang
IV tentang hapusnya perikatan-perikatan
V tentang jual-beli
VI tentang tukar menukar
VII tentang sewa-menyewa
VIII tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan
pekerjaan
IX tentang persekutuan
X tentang hibah
XI tentang penitipan barang
XII tentang pinjam-pakai
XIII tentang pinjam-meminjam
XIV tentang bunga tetap atau bunga abadi
XV tentang persetujuan-persetujuan untung-untungan
XVI tentang pemberian kuasa
XVII tentang penanggungan
XVIII tentang perdamaian
Buku Keempat tentang Pembuktian dan Kadaluarsa ( van
bewijs en verjaring ) yang terdiri dari 7 bab, selengkapnya
adalah sebagai berikut :
I tentang pembuktian pada umumnya
II tentang pembuktian dengan tulisan
III tentang pembuktian dengan saksi-saksi
87
IV tentang persangkaan-persangkaan
V tentang pengakuan
VI tentang sumpah di muka Hakim
VII tentang daluwarsa
Berdasarkan rincian materi yang termuat dalam KUH
Perdata tersebut, maka agr tidak membingungkan berikut ini
dikutipkan hal-hal yang pokok saja dari setiap Buku yang ada
dalam KUH Perdata, yaitu :
Buku I tentang orang antara lain memuat :
a. Subyek hukum atau hukum tentang orang
b. Perkawinan dan hak suami isteri
c. Kekayaan perkawinan
d. Kekuasaan orang tua
e. Perwalian dan Pengampuan
88
6) Borgtocht
7) Perbuatan melanggar hukum
Buku IV tentang Pembuktian dan lewat waktu yang memuat :
a. Macam-macam alat bukti, seperti :
1) Surat
2) Saksi
3) Persangkaan
4) Pengakuan
5) Sumpah
b. Lewat waktu
89
kewajiban-kewajiban yang demikian itu biasanya dapat
dipindahkan kepada orang lain.
4. Hukum Warisaan
Hukum warisan adalah hukum yang mengatur tentang benad
atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal dunia.Hukum warisan
ini juga mengatur akibat-akibat hukum keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang.
Berdasarkan sistematika sebagaimana disebutkan dalam KUH
Perdata dan menurut para ahli ilmu hukum, ternyata Hukum
Kekeluargaan yang di dalam KUH Perdata atau BW dimasukkan ke
dalam Hukum tentang diri seseorang, karena hubungan-hubungan
keluarga memang berpengaruh besar terhadap kecakapan
seseorang untuk memiliki hak-hak serta kecakapannya untuk
mempergunakan hak-haknya tersebut.Sedangkan Hukum warisan
dimasukkan ke dalam hukum tentang kebendaan, karena dianggap
hukum warisan itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas
benda-benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan oleh seseorang.
Sementara itu perihal pembuktian dan lewat waktu sebenarnya
adalah soal hukum acara, sehingga kurang tepat dimasukkan ke
dalam KUH Perdata, yang pada asasnya mengatur hukum perdata
materiil, tetapi pernah ada pendapat yang menyatakan bahwa
hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian materiil dan formil. Nah
persoalan-persoalan yang mengenai alat-alat pembuktian dapat
dimasukkan hukum acara materiil yang dapat diatur dalam suatu
undang-undang tentang hukum perdata materiil.
Sekedar perbandingan mengenai sistematika Hukum Perdata,
berikut ini dapat disajikan sistematika yang ada dan berlaku di
negara-negara lain, seperti Sistem Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Perancis dan Jerman sebagaiman dikemukakan oleh Subekti
( 1990 : 9-10 ), yaitu :
90
1. Perancis yang termuat dalam Code Civil, yang juga sebagai
sumber dari BW menganut sistematika sebagai berikut :
Buku I : Hukum Perseorangan ( perkawinan, keluarga dan
sebagainya )
Buku II : Tentang barang dan macam-macam kekayaan ( des
biens et des differentes modifications de la propiete )
Buku III : Tentang berbagai cara untuk memperoleh kekayaan
( des differentes manieres dont on acquiert la propiete ),
yaitu : pewarisan, perjanjian (termasuk perjanjian
perkawinan atau yang dalam bahasa Belanda
dinamakan huwelijkese voorwaarden ),perbuatan
melanggar hukum dan sebagainya, dan juga tentang
gadai dan hipotik dan akhirnya tentang pembuktian
2. Jerman yang dinamakan Burgerliches Gesetzbuch Jerman
( dari tahun 1896) terbagi atas.
Buku I : Bagian umum, yang memuat ketentuan-
ketentuan tentang orang, tentang badan hukum,
tentang penegrtian barang, tentang kecakapan
melakukan perbuatan-perbuatan hukum, tentang
perwakilan dalam hukum, tentang daluwarsa dan lain-
lain.
Buku II : Tentang hukum mengenai hutang-piutang, yang
memuat hukum perjanjian.
Buku III: Hukum Benda, yang memuat ketentuan-ketentuan
tentang hak milik dan hak-hak kebendaan lainnya
Buku IV : Hukum Keluarga, yang memuat ketentuan-
ketentuan tentang perkawinan yang dalam code civil
Perancis digolongkan pada hukum perjanjian; tentang
hubungan-hubungan kekeluargaan, kekuasaan orang
tua,perwalian dan sebagainya.
91
Buku V : Hukum waris, yang mengatur soalpewarisan
pada umumnya dan perihal surat wasiat atau
testament.
Sementara itu Kansil ( 1993 : 135-136 ) mengemukakan
sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di negara Swis
dan Yunani sebagai berikut :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Swis Schwizeriches
Zivilgesetzbuch yang terdiri atas 5 bagian ( Kansil, 1993 :
135 ), yaitu :
Bagian I : Hukum Orang pribadi
Bagian II : Hukum Kekeluargaan
Bagian III : Hukum Waris
Bagian IV : Hukum Kebendaan
Bagian V : Hukum Perikatan
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Yunani, yang terdiri dari 5
buku ( Kansil,1993:136), yaitu :
Buku I : Asas-asas umum
Buku II : Hukum Perikatan
Buku III : Hukum Kebendaan
Buku IV : Hukum Kekeluargaan
Buku V : Hukum Waris
Bila kita kaji kembali sejarah perkembangan Hukum Perdata
sebagaimana diuraikan pada Kegiatan Belajar 1, jelaslah bahwa
pada mulanya hukum perdata berasal dari hukum Romawi yang
termuat dalam Corpus Juris Civilis yang terdiri dari 4 bagian
sebagaimana dikemukakan oleh Kansil ( 1993 : 97 ), yaitu :
I. Institutiones
Yaitu memuat segala sesuatu tentang pengertian (lembaga-
lembaga) dalam Hukum Romawi dan dianggap sebagai himpunan
segala macam undang-undang.
II. Pandecta
92
Yaitu kumpulan pendapat-pendapat para ahli hukum bangsa
Romawi yang termasyhur.
III. Codex
Yaitu Himpunan undang-undang yang telah dibukukan oleh para
ahli hukum atas perintah kaisar Romawi.
IV. Novelles
Yaitu himpunan tambahan-tambahan pada codex itu dengan
pemberian penjelasan-penjelasan atau komentar
LATIHAN :
BERILAH TANDA SILANG ( X ) PADA SALAH SATU JAWABAN
YANG BENAR DI ANTARA 4 KEMUNGKINAN JAWABAN YANG
TERSEDIA !
1. Yang dimaksud dengan zoon politicoon adalah.
a. manusia adalah makhluk beragama
b. manusia adalah makhluk sosial
c. manusia adalah makhluk beriman
d. manusia adalah makhluk terdidik
93
5. Dalam arti yang luas, hukum perdata meliputi hukum .
a.Pidana b. Perseorangan c. Publik d.Dagang
94
13. Hukum Perdata yang berlaku di Romawi dinamakan.
A. Code Penal B. Code Civil
B. Code Hammurabi D. Code Comercee
15. Manakah di antara hal-hal di bawah ini yang tidak diatur dalam
Buku I KUH Perdata ?
A. Akta-akta catatan sipil B.Perkawinan
B. Hak milik D.Perkawinan
95
A. Institutiones B. PandectaC. Codex D. Novelles
96
27. Wenang hukum yang dimiliki seseorang berlaku sejak.
A. dia dalam kandungan,apabila kepentingan hukum
memerlukannya
B. dia dilahirkan, tanpa peduli apakah saat dilahirkan hidup atau
mati
C. dia berusia dewasa
D. dia melangsungkan pernikahan
97
33 Utrecht menamakan badan hukum dengan mengunakan
istilah.
A. pendukung hak yang statis
B. pendukung hak yang dinamis
C. pendukung hak yang bertujuan
D.pendukung hak yang tak bertujuan
98
A. Organ B.Fiksi C.Tujuan Bersama
D.kekayaan bersama
99
47. Di bawah ini adalah larangan-larang untuk melaksanakan
perkawinan, kecuali
A. saudara sepupu C.kawin dengan ipar
B. paman kawin dengan keponakan D.kawin dengan saudara
tiri
100
53. Syarat sahnya perkawinan adalah.
A. adanya ikatan lahir bathin
B. bertujuan membentuk keluarga bahagia
C. berdasarkan hukum agama dan kepercayannya masing-masing
D. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
101
60. Apabila terjadi perceraian antara PNS yang disebabkan kasus
perzinahan pihak isteri, maka bagian gaji bekas isteri dari bekas
suaminya ?
A. tidak mendapatkan bagian C. mendapatkan bagian
B. mendapatkan bagian 1/3 D. mendapatkan bagian
102
75.000.000,-. Berapa bagiaahli warisnya masing-masing, jika
terdiri dari :
a. 3 anak kandung dan 2 anal luar kawin yang diakui
b. 4 anak kandung ( 1 di antaranya menolak jadi ahli waris
sungguhpun dia sebenarnya telah mempunyai 3 orang anak )
dan 1 anak luar kawin yang diakui
c. 2 anak kandung, ayah, 2 saudara ayah
d. 2 anak luar kawin, ayah, ibu, 1 saudara dari ayah dan
nenek.
=============================================
======================
BAB V
POKOK-POKOK HUKUM PIDANA
103
hukum pidana itu diaturnya? Untuk menjawab pertanyaan ini
marilah kita tinjau dalam uraian sebagai berikut :
1. Sejarah Hukum
Sebagiaman halnya dalam lapangan hukum perdata,
dalam lapangan hukum pidana yang berlaku di
Indonesiapun bersifat pluralisme,hal ini terjadi sebagai
akibat adanya politik hukum pemerintah Hindia Belanda di
Indonesia yang membagi penduduk Indonesia menjadi 3
golongan, di mana masing-masing golongan tersebut
berlaku hukum yang berbeda, termasuk dalam lapangan
hukum pidana.
Dasar berlakunya hukum yang berbeda tersebut
adalah S. 1866 : 55 yaitu Undang-undang Hukum Pidana
yang berlaku bagi bangsa Eropa, sedangkan bagi bangsa
pribumi mengacu pada S. 1872 : 85.
Pada tahun 1915 dibentuk satu kodifikasi Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana baru melalui S. 1915 : 732.
Kodifikasi hukum itu tertera dalam Wetboek van
Strafrecht voor Nederlandsch-Indie yang berlaku bagi
seluruh bangsa Indonesia pada tanggal 1 Januari 1918.
Pada zaman pendudukan Jepang, pemerintah Jepang
mengeluarkan suatu kebijakan bahwa aturan pidan yang
berlaku sebelumnya masih tetap dinyatakan berlaku.
Tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekannya. Dengan proklamasi
berarti lahir tatanan hukum baru. Tatanan hukum baru
tidak mengandung makna segala hukum atau aturan yang
ada sebelumnya serta merta dinyatakan tidak berlaku.
Artinya sepanjang aturan itu masih relevan bisa tetap
dinyatakan berlaku, terlebih-lebih bagi bangsa Indonesia,
satu hari setelah memproklamasikan kemerdekannya
melalui sidang PPKI mengesahkan UUD yang berlaku di
Indonesia adalah UUD 1945.
104
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menyatakan,
bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada
masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal ini mengandung makna, segala badan negara
dan peraturan yang ada dan berlaku pada masa
apemerintahan sebelumnya, baik Pemerintahan Hindia
Belanda ,maupun Jepang bisa dinyatakan langsung
berlaku sepanjang belum diadakan badan atau peraturan
yang baru, termasuk di dalamnya adalah Hukum Pidana.
Khusus mengenai hukum pidana, pada tahun 1946
keluar Undang-Undang nomor 1 tahun 1946 yang
menyatakan, bahwa Wetboek van strafrecht voor
nederlands India setelah dilakukan berbagai perubahan di
sana sini dinyatakanberlaku dengan nama Wetboek van
strafrecht voor Indonesie.
Uud 1945 pada tahun 1949 tepatnya tanggal 27
Desember 1949 berubah menjadi Konstitusi RIS 1949,
kemudian tanggal 17 Agustus 1950 kita berubah lagi
menjadi negara kesatuan, maka melalui UU no. 73 tahun
1958 yang dinyatakan berlaku sejak tanggal 29
September 1958 yang menyatakan tentang berlakunya
undang-undang nomor 1 tahun 1946 RI tentang peraturan
hukum pidana untuk seluruh wilayah Indonesia dan
mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dengan
demikian maka sejak tanggal 29 September 1958 berlaku
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bagi seluruh
penghuni Indonesia dengan corak Unifikasi.
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang
kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum
dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang
merupakan suatu penderitaan ( Sudarsono 1991 : 102).
105
Kemudian KUHP dinyatakan berlaku umum ( unifikasi
hukum pidana ) melalui UU np. 1 tahun 1958 ( 29 September
1958 ) . Kodifikasi KUHP adalah selaras dengan W.V.S. Negeri
Belanda. W.V.S. bersumber dari Code Penal Perancis, dan Code
Pnal Perancis bersumber dari hukum Romawi. Jadi sumber
KUHP sebenarnuya dari hukum Romawi.
DUALISME DALAM
HUKUM PIDANA
1867
1 JANUARI 1918 -
SEKARANG
106
2. Pengertian Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang
kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum.
Perbuatan tersebut (pelanggaran dan kejahatan) diancam
dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan atau
siksaan bagi yang bersangkutan.
Kejahatan adalah perbuatan pidana yang berat.
Ancaman hukumannya dapat berupa hukuman denda,
hukuman penjara dan hukuman mati, dan kadang kala
masih ditambah dengan hukuman penyitaan barang-
barang tertentu, pencabutan hak tertentu serta
pengumuman keputusan hakim.
Pelanggaran adalah prbuatan pidana yang ringan,
ancaman hukumannya berupa denda atau kurungan
Keistimewaan hukum pidana terletak pada daya
paksaan yang berupa ancaman pidana sehingga hukum ini
ditaati oleh setiap individu sebagai subjek hukum.
Semua jenis kejahatan diatur dalam Buku II KUHP.
Namun demikian masih ada jnis kejahatan yang diatur di
luar KUHP, yang dikenal dengan tindak pidana khusus,
misalnya tindak pidana korupsi, subversi, narkotika, tindak
pidana ekonomi. Semua perbuatan pidana yang tergolong
pelanggaran diatur dalam Buku III KUHP ( Daliyo, 1992 : 88-
90).
Buku II berkepala kejahatan terdiri atas 31 titel
memuat kurang lebih 400 pasal tentang perbuatan-
perbuatan yang dinamakan kejahatan, diantaranya
terdapat titel-titel yang penting, seperti :
107
Kejahatan terhadap keselamatan negara,
kepentingan negara, pemberontakan, pengkhianatan
Kejahatan terhadap pelaksanaan kewajiban-
kewajiban dan hak-hak kenegaraan : mengacaukan
sidang parlemen, merintangi pemilihan umum
Kejahatankejahatan terhadap ketertiban
umum, penghasutan untuk berbuat jahat, mengganggu
rapat-rapat umum, perampokan-perampokan
Kejahatan terhadap kesusilaan: pencabulan,
penjudian, penganiayaan hewan
Kejahatan-kejahatan terhadap kemerdekaan
orang : penculikan
Kejahatan-kejahatan terhadap jiwa orang
( pembunuhan )
Penganiayaan
Pencurian
Pemerasan dan ancaman
Penggelapan
Penipuan
Penghinaan
Kejahatamn jabatan : menerima suapan,
membulka rahasia negara, pemalsuan surat-surat,
penggelapan uang negara ( korupsi )
Buku III berkepala Pelanggaran trdiri atas 10 titel
memuat kurang lebih 100 pasal. Titel-titelnya sama dengan
Buku II, hanya perbedaannya ialah kejahatan diganti
dengan peknaggaran, karena perbuatan-perbuatan yang
trsebut dalam Buku III itu dipandang sebagai perbuatan
yang tidak sedemikian jahat seperti pada kejahatan-
kejahatand alam buku II. Beberapa titel penting dalam
buku III :
Pelanggaran terhadap umum: kenakalan terhadap
manusia, hewan atau barang yang dapat
membahayakan keselamatan umum; penjualan
108
makanan dan minuman yang sudah rusak; berburu
tanpa ijin.
Pelanggaran terhadap ketertiban umum: membuat riuh
yang mengganggu tetangga; pengemisan; memakai
pakaian atau tanda-tanda pangkat yang ia tidak berhak
memakainya; memakai nama atau gelar palsu.
Pelanggaran terhadap kekuasaan umum:
merobek/merusak pengumuman-penguman dari yang
berwajib.
Pelanggaran terhadap kesusilaan: penyiaran gambar-
gambar, ceritera-ceritera dan lagu-lagu yang tidak
senonoh; penjualan minuman keras tanpa ijin.
Pelanggaran terhadap keamanan negara: memasuki
tempat-tempat angkatan perang; melalui jalan-jalan lain
daripada yang telah ditentukan.
Jadi pada umumnya, jika pada tiap-tiap hari ada orang
yang ditangkap polisi, lalu ia dituntut oleh jaksa kemudian
diadili oleh hakim, maka orang itu tentu telah berbuat
sesuatu yang dilarang oleh salah satu pasal dari Buku II
atau Buku III KUHP, dan perbuatan mana diancam dengan
sesuatu hukuman (pidana).
109
baik karena takut dihukum, semua orang dalam
masyarakat akan tenteram dan aman. Sebaliknya jika
seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan
karenanya dia dihukum, bila orang itu kemudian sadar
setelah bertobat tidak akan melakukan perbuatan
semacam itu lagi, pada akhirnya masyarakat akan menjadi
aman dan tenteram. Oleh karena itu dapat juga dikatakan
bahwa tujuan hokum padana sama dengan tujuan
pemidanaan yaitu melindingi masyarakat.
C.Peristiwa Pidana
Piristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana (delict), ialah
suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan
hukuman pidana. Peristiwa pidana juga berarti suatu kejadian yang
mengandung unsur-unsuir perbuatan yang dilarang oleh undang-
undang sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat
diknai sanksi pidana (hukuman).
Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sbagai peristiwa
pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya,seperti :
1. Obyektif
Yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan
hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang
110
dengan ancaman hukum. Adapun yang dijadikan titik utama dari
pengertian obyektif adalah tindakannya.
2. Subyektif
Yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh
undang-undang. Sifat unsur ini mngutamakan adanya pelaku
( seorang atau beberapa orang)
Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka kalau ada suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi
persyaratan supaya dapat dinyatakan sebagai pidana. Syarat-
syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu peristiwa pidana ialah :
a. Harus ada perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang atau kelompok orang
b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam
undang-undang. Pelakunya harus telah melakukan suatu
kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggtungjawabkan.
Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu
perbuatan yang melanggar ketentuan hukum
d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain ketentuan
hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.
111
mengancam dengan kejahatan, melarikan anak di bawah
umur dari kekuasaan yang sah.
4. Kehormatan : penghinaan, fitnah, pengaduan yang
memfitnah, penghinaan orang yang telah meninggal
5. Benda : pencurian dan penamunan, yaitu pengambilan hasil-
hasil bumi milik orang lain, penggelapan, perusakan
kekayaan, penipuan, membuka rahasia, pelanggaran atas hak
pengarang, pelanggaran HAKI, pelanggaran atas hak merek,
hak nama, atau firma
6. TIngkah laku terhadap susunan keturunan dan perkawinan:
penggelapan keturunan, perzinahan
7. Tingkah laku terhadap kesusilaan : perkosaan, perzinahan dan
melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan dengan
anak-anak di bawah umur yang sekelamin dengan orang yang
dipercayakan, dan mlakukan planggaran kesusilaan di depan
umum.
112
Hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang berlaku
bagi orang-orang tertentu, sperti anggota TNI atau
untukperkara-perkara tertentu.
b. Hukum Pidana formal adalah peraturan-peraturan hukum
yang menentukan bagaimana cara memelihara dan
mempertahankan hukum pidana material. Jadi hukum
pidana formal mengatur antara lain bagaimana
menerapkan sanksi terhadap seseorang yang melanggar
hukum pidana material.
2. Hukum Pidana subyektif (ius puniendi) adalah hak negara
untuk menghukum seseorang berdasarkan hukum obyektif.
Hak-hak negara yang tercantum dalam hukum pidana
subyektif, misalnya :
Hak negara untuk memberikan ancaman hukuman
Hak jaksa untuk menuntut pelaku tindak pidana
Hak hakim untuk memutuskan suatu perkara
HUKUM
PIDANA
MATERIAL HUKUM
PIDANA
HUKUM
KHUSUS
PIDANA
OBYEKTIF
HUKUM
HUKUM PIDANA PIDANA
FORMAL
113
HUKUM
PIDANA
SUBYEKTIF
114
5. Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang
memerlaukan pengaduan orang lain. Jadi sebelum ada
pengaduan belum merupakan delik. Contoh : perzinahan,
penghinaan.
6. Delik politik adalah delik atau perbuatan pidana yang
ditujukan kepada keamanan negara baik secara langsung
maupun tidak langsung. Contoh: pemberontakan akan
menggulingkan pemerintahan yang sah.
115
ketentuan pasal 2 dan 3 KUHP. Tetapi KUHP tidak berlaku bagi
mereka yang memiliki hak kekebalan diplomatik berdasarkan
asas eksteritorialitas
3. Asas nasional aktif ialah asas yang memberlakukan KUHP
terhadap orang-orang Indonesia yang melakukan perbuatan
pidana di luar wilayah Republik Indonesia. Asas ini bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Asas ini
dinamakan juga asas personalitet.
4. Asas nasional pasif ialah suatu asas yang memberlakukan
KUHP terhadap siapapun juga baik WNI maupun WNA yang
melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Indonesia. Jadi
yang diutamakan adalah keselamatan kepentingan suatu
negara. Asas ini dinamakan juga asas perlindungan.
5. Asas universalitas ialah suatu asas yang memberlakukan
KUHP terhadap perbuatan pidana yang terjadi di luar wilayah
Indonesia yang bertujuan untuk merugikan kepentingan
internasional. Peristiwa pidana yang terjadi dapat berada di
daerah yang tidak termasuk kedaultan negara manapun. Jadi
yang diutamakan oleh asas tersebut adalah keselamatan
internasional. Contoh: pembajakan kapal di lautan bebas,
pemalsuan mata uang negara tertentu bukan negara
Indonesia.
I. Jenis-jenis Hukuman
Jenis-jenis Hukuman dapat dilihat dari ketentuan pasal 10
KUHP. Pasal 10 KUHP menentukan adanya hukuman pokok dan
hukuman tambahan.
Hukuman Pokok meliputi :
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
Hukuman tambahan meliputi :
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan/penyitaan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim
116
Perbedaan antara hukuman pokok dan hukuman tambahan
adalah :
Hukuman pokok terlepas dari hukuman lain, berarti dapat
dijatuhkan kepada terhukum secara mandiri.
Hukuman tambahan hanya merupakan tambahan pada
hukuman pokok sehingga tidak dapat dijatuhkan tanpa adanya
hukuman pokok ( tidak mandiri ).
Catatan : DPR masih membahas/menggodok RUU KUHP,
walaupun tahun 1776 sudah ada perubahan dan
penambahan beberapa pasal KUHP.
Latihan
Diskusikan dalam kelompok tentang asas Tidak ada suatu
perbuatan yang dapat dikenai hukuman, kecuali pada saat
perbuatan itu dilakukan sudah ada dasar hukumnya!
117
BAB VI
HUKUM ACARA
118
Peradilan Militer yang bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perakara pidana militer.
5. Peradilan Tata Usaha Negara yang bertugas dan berwenang
untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tata usaha
negara/administrasi negara.
1) Pencurian
2) Pencopetan
3) Perampokan
4) Pembunuhan
5) Penggelapan, dan sebagainya.
b. Perkara Perdata: mengenai hubungan antara seseorang dengan
yang lain.
119
kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam empat lingkungan
peradilan yaitu:
a. Tentang orang
Tentang orang antara lain mengenai:
1) perkawinan,
2) hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami dan istri,
3) pembubaran perkawinan,
4) kekeluargaan sedarah dan semenda,
5) kekuasaan orang tua,
6) pengampuan.
b. Kebendaan,
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, mencabut: Buku ke-II Kitab
Undang-undang Hukum Perdata Indonesia (Hukum Kebendaan)
sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai
hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya undang-
undang ini.
c. Perikatan
120
Tentang perikatan antara lain:
121
Menurut pasal 1866 KUH Perdata, alat-alat bukti (lima jenis
alat bukti) yang dapat digunakan dalam proses pemeriksaan
perkara perdata yaitu bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi,
persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
1) Penggugat/ Kuasanya
2) Tergugat/Kuasanya
3) Objek yang dipermasalahkan
c. Petitum (Permohonan) Tergugat suapaya dikabulkan/diputuskan
oleh Hakim.
122
tanggal 26 april Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan
Kelompok.
Dengan diundangkannya:
123
Sementara itu UU No. 8 Tahun 1999 menyatakan (Pasal 46
ayat (1)) Gugatan atau pelanggaran pelaku usaha dapat
dilakukan oleh:
124
Pemerintah RI Cq. Presiden RI Cq. Menteri Kehutanan
RI (tergugat III)
Pemeritah Daerah Tk. I Propinsi Jawa Barat Cq.
Gubernur Propinsi Jawa barat (Tergugat IV)
Pemerintah Daerah Tk. II. Kab. Garut Propinsi Jawa
Barat Cq. Bupati Garut (Tergugat V).
Adapun urutan proses pemeriksaan perkara perdata mulai
Tingkat Pertama (di Pengadilan Negeri), Tingkat Banding
(Pengadilan Tinggi), dan Tingkat Terakhir (di Mahkamah Agung)
sebagai beriktu:
1) Surat Gugatan
2) Jawaban Gugat
3) Replik
4) Duplik
5) Pembuktian
6) Tanggapan Terhadap Alat-alat Bukti
7) Musyawarah Majelis Hakim
8) Putusan Pengadilan Negeri
9) Banding
10) Putusan Pengadilan Tinggi
11) Kasasi
12) Putusan Mahkamah Agung
13) Peninjauan Kembali (PK)
14) Gugatan Pihak Ketiga
125
itu dilarang oleh aturan pidana dan pelakunya diancam dengan
hukuman pidana.
126
diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan
dengan cara yang diatur dengan undang-undang.
c. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,
dan/atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap
tidak bersalah (presumtion of innocence) sampai adanya putusan
Pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum tetap.
d. Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun
diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan/atau
karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan, wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak
tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang
dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas
tersebut dilanggar, dituntut, dipidana, dan/atau dikenakan
hukuman administrasi.
e. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan
biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus
diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.
f. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi
kesempatan memperoleh bantuan hukum yang wajib semata-
mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan
atas dirinya.
g. Kepada seorang tersangka, sejak saat penangkapan dan/atau
penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum
apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya
itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan
penasihat hukum.
h. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya
terdakwa.
i. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum
kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.
j. Pengawasan pelaksanaan putusan Pengadilan dalam perkara
pidana dilakukan oleh ketua Pengadilan Negeri yang
bersangkutan.
127
Menurut Pasal 184 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun
1981 (KUHAP), alat-alat bukti (lima jenis alat bukti) yang dapat
digunakan dalam proses pemeriksaan perkara pidana yaitu
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan
terdakwa.
1) Saksi/Tersangka/Terdakwa
128
MASYARAKAT
II. Lembaga/
KEPOLISIAN KEJAKSAAN PENGADILAN
Instansi
PEMERIKSAAN
Sumber: Husni Thamrin (Pokok-Pokok Sistem Struktur dan Proses Acara Pidana
dan Perdata)
129
TEMUAN LAPORAN PENGADUAN
PETUGAS
Sumber: Husni Thamrin (Pokok-Pokok Sistem Struktur dan Proses Acara Pidana
dan Perdata)
Proses Pemeriksaan
GUNG
POLDA
LAPORAN KEJATI PENGADILAN
POLRES TINGGI
PENGADUAN
KEJARI PENGADILAN
POLSEK/ TA
NEGERI
130
PENYELIDIKAN PENUNTUTAN PEMERIKSAAN
& PENYIDIKAN HAKIM
Sumber: Husni Thamrin (Pokok-Pokok Sistem Struktur dan Proses Acara Pidana
dan Perdata)
131
Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakap, dan
sodaqoh berdasarkan hukum Islam.
1) Hakim
2) Panitera/Wakil Panitera
b. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu
1) Penggugat
2) Tergugat
c. Agar hakim memutuskan/mengabulkan permohonan Penggugat
(Petitum)
132
133
134
6. Proses Beracara Menyelesaikan Perkara Pidana Militer
135
perkara itu dapat diadili oleh peradilan umum dan anggota militer/tentara
atau anggota bersenjata RI seharusnya diadili oleh peradilan militer.
Dengan adanya aturan mengenai koneksitas, maka perkara itu dapat
diadili oleh peradilan umum atau peradilan militer tergantung dari titik
berat dari perkara tadi. Tindak pidana militer tersebut dapat digolongkan
ke dalam tindak pidana biasa, tindak pidana subvers, dan tindak pidana
ekonomi.
1) Hakim
2) Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi
3) Panitera
b. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu
1) Tersangka/terdakwa/terpindana
2) Penasihat hukum
c. Agar supaya Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi
memutuskan dan memberi sanksi kepada terpidana secara adil.
136
PROSES SAI PERKARA PIDANA
ANKUM
TUPRA MAHMIL EKSEKUSI MASMIL
USUL
TUPRA
PELAKU
DEMI KEPT
TP KAP POM 3AP -PH
PAPERA
-UMUM PANG TNI
-BAPAT
OTMIL -HUKUM
SARAN
RIK TP -PLIN DITKUMAD
-TUP
IDIK GAR
-SIDANG
PLIN
137
yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
138
rugi dan/atau rehabilitasi. Alasan yang dapat digunakan dalam gugatan
yaitu keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang belaku, Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan telah menggunakan
wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang itu,
serta Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan
atau tidak mengeluarkan keputusan setelah mempertimbangkan semua
kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak
sampai pada pengambilan atau tidak mengambil keputusan tersebut.
139
140
Latihan :
Silahkan saudara membentuk kelompok-kelompok untuk
mensimulasikan sidang pengadilan dengan perkara : pidana,
perdata, tata uasa Negara, militer dan agama!
BAB VII
POKOK-POKOK HUKUM DAGANG
141
A. Istilah Hukum Dagang
Hukum dagang merupkan terjemahan dari istilah
Handelsrecht (bahasa Belanda) yang juga diterjemahkan
menjadi hukum perniagaan. Dua istilah tersebut digunakan oleh
Negara-negara yang mengikuti system civil law. Ada istilah lain
lagi untuk menerjemahkan Handelsrecht tersebut, yaitu hukum
komersial atau Commercial law. Istilah Commercial law (bahasa
Inggris) tidak biasa digunakan oleh Negara-negara civil law
(antara lain Indonesia), termasuk oleh fakultas-fakultas hukum di
Indonesia.
Istilah Commercial law lebih sering digunakan di
Negara-negara Common law dan oleh fakultas ekonomi.
Sedangkan, istilah dagang merupakan istilah ekonomi; bukan
istilah hukum. Istilah ini mempunyai pengertian ialah segala
perbuatan perantara yang meliputi perbuatan membelikan atau
menjualkan barang untuk memudahkan hubungan antara
produsen dan konsumen serta untuk memajukan pembelian dan
penjualan itu sendiri. Pada prinsipnya, perdagangan adalah
perbuatan perantara kepada produsen dan konsumen yang
jenis-jenisnya sebagai berikut:
1. Pembentukan persekutuan perniagaan atau badan-badan
usaha seperti firma, CV, dan PT untuk memajukan
perdagangan.
2. Pengangkutan untuk kepentingan perniagaan, baik di darat,
laut, maupun udara (Buku II KUHD).
3. Penyelenggaraan asuransi atau pertanggungan (Buku I KUHD)
agar pedagang dapat menutup risiko, misalnya atas
pengangkutan barang dengan asuransi.
4. Perantara melalui perbankan sebagai salah satu sumber
pembiayaan.
142
B. Sumber-Sumber Dan Sistematika Hukum Dagang
Hukum dagang Indonesia terutama bersumber pada (diatur
dalam):
1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek
van Koophandel Indonesia (W.K.).
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk
Wetboek Indonesia (B.W.).
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturan-
peraturan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perdagangan.
KUHD yang mulai berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848
terbagi atas dua Kitab dan 23 bab: Kitab I terdiri dari 10 bab dan
Kitab II terdiri dari 13 bab. Isi pokok daripada KUHD Indonesia itu
ialah:
a. Kitab Pertama berjudul: Tentang Dagang Umumnya, yang
memuat:
Bab I : dihapuskan (menurut Stb. 1938/276 yang mulai
berlaku pada 17 Juli 1938, Bab I yang berjudul: Tentang
pedagang-pedagang dan tentang perbuatan dagangyang
meliputi pasal 2, 3, 4, dan 5 telah dihapuskan).
Bab II : Tentang pemegang buku.
Bab III : Tentang beberapa jenis perseroan.
Bab IV : Tentang bursa dagang, makelar dan kasir.
Bab V : Tentang komisioner, ekspeditur, pengangkut
dan tentang juragan-juragan perahu yang melalui
sungai dan perairan darat.
Bab VI : Tentang surat wesel dan surat order.
Bab VII : Tentang cek, tentang promes dan kwitansi
kepada pembawa.
Bab VIII : Tentang reklame atau penuntutan kembali dalam
hal kepailitan.
Bab IX : Tentang asuransi atau pertanggungan
seumumnya.
143
Bab X : Tentang pertanggungan (asuransi) terhadap
bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam
hasil-hasil pertanian yang belum dipenuhi dan
pertanggungan jiwa.
144
dberlakukan di Indonesia karena Indonesia dijajah Belanda.
Semula, hukum dagang berlaku hanya untuk golongan Eropa
saja dan kemudian baru untuk golongan Timur Asing.
Belakangan, hukum ini berlaku untuk Indonesia. Sejak tahun
1993, beberapa hal yang diatur dalam KUHD diperbarui dengan
peraturan setingkat Undang-undang. Pembaruan ini dilakukan
untuk menjawab tuntutan kebutuhan masa kini, seperti
kebutuhan pengaturan tentang bursa (ketentuan barunya dalam
UU NO. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal), dan masih banyak
lagi ketentuan-ketentuan baru lainnya.
Adapun hal-hal yang diatur dalam KUHD adalah sebagai
berikut:
Perniagaan pada umumnya.
Pembukuan.
Beberapa macam perseroan/badan usaha.
Bursa.
Komisioner, dll
145
yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti
sempit itu.
Latihan :
Diskusikan dengan teman sekelompok mengenai pemisahan hukum
perdata dari hukum dagang!
Masalah-masalah perdagangan internasional dampaknya pada
perdagangan nasional
BAGIAN I
PETUNJUK !
146
Jawablah semua pertanyaan di bawah ini dengan cara
memilih dan memberi tanda silang (X) pada huruf alternatif
jawaban yang tersedia !
1. Sebelum norma hukum berlaku di masyarakat, norma-norma
apa sajakah yang telah hidup dan berkembang di masyarakat
a. norma agama c. norma agama, susila, dan
adat
b. norma susila d. norma adat
147
a. peradilan
b. kebisaan, undang-undang, traktat
c. undang-undang; kebiasaan;trakta; yurispudensi; doktrin; dan
agama
d. dokrin dan agama
7. Perancis, Belanda, Jerman, Inggris dalam mempelajari dan
menyelidiki hukum Romawi melalui berbagai cara, yaitu ..
a. Teoritis, Praktis, ilmiah, Tata Hukum.
b. Praktis, Ilmiah, Tata Hukum, Transfer.
c. Teoritis, ilmiah, Transfer, Praktis.
d. Teoritis, Praktis, Transfer, Tata Hukum
8. Seorang perempuan tidak boleh kawin lagi sebelum lewathari
setelah perkawinan di putuskan.
a. 100 hari c. 200 hari
b. 150 hari d. 300 hari
9. Badan hukum adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa
atau lebih tepat yang bukan manusia. Konsep tersebut di
kemukakan oleh
a. Utrecht c. Van Apeldorn
b. Subekti d. Bellproid
10. Kedudukan badan hukum sebagai subyek hukum tidak
tercantum dalam KUH Perdata akan tetapi hanya ada dalam
a. BW c. Buku I KUH Perdata
b. KUH Perdata d. KUH Pidana
11. Kapankah suatu undang-undang dapat berakhir
a. jika sudah tidak ditaati lagi oleh masyarakat
b. ditentukan oleh penguasa
c. kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat
d. dicabut/dihapus oleh UU yang baru
12. Hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu
adalah..
a. Hukum Positif
b. Hukum Asasi
c. Hukum Alam
148
d. Ius Constituendum
e. Ius Constituendum dan Constitutum
13. Yang termasuk tujuan mempelajari tata hukum
a. Mengetahui perbuatan menurut hukum dan bertentangan
dengan hukum
b. Untuk menjamin adanya kepastian hukum
c. Untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada
rakyatnya
d. Untuk mengetahui hukum yang berlaku di masyarakat
e. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum
14. Tata hukum Hindia Belanda dinyatakan dengan
a. A.B. ( Algemene Bepaling van wetgeving voor Indonesia)
b. IS (Indisehe Staatsregeling)
c. RRC (Regerings Regement)
d. Regerings verordening
15.Tujuan dari Tata Hukum adalah
a. Menjamin kepastian hukum
b. Mempertahankan dan melaksanakan tata tertib di masyarakat
c. Mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya
d. Menjaga peraturan hukum
16. Hukum yang mengatur cara negara atau alat-alat
perlengkapan negara hendaknya bertingkah laku dalam
menjalankan tugasnya itu adalah
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Administrasi Negara
c. Hukum Peradilan
d. Hukum Pidana
17 Asar hukum dari kodifikasi itu tercantum dalam pasal ..
a. Pasal 75 ayat 1 RR b. Pasal 15 RR
c. Pasal 76 ayat I RR d. Pasal 102
18. Yang bukan termasuk kedalam jenis peraturan organik..
149
a. Ordonnantie
b. Locale verordening
c. Regerings verordening
d. Peraturan peralihan
19. Asas Konkordansi adalah
a. Asas pembanding
b. Asas golongan
c. Asas antar golongan
d. Asas keselarasan/ persamaan
20. Bagaimanakah kondisi dan keadaan hukum perdata di
Indonesia saat ini ..
a. Berkembang dengan pesat sesuai dengan perubahan zaman
sekarang ini.
b. Hukum perdata tidak berkembang karena mempunyai sanksi
yang tidak tegas.
c. Adanya keseragaman tentang pembagian penduduk di
Indonesia yang mengakibatkan hukum perdata mempunyai
sanksi yang tegas.
d. Keadaan hukum perdata di Indonesia dari dahulu dengan
sekarang tidak ada keseragaman (Plunarisme), dikarenakan
adanya kebijakan tentang pembagian penduduk di Indonesia.
21. Politik hukum pemerintah Belanda yang tertulis dalam pasal
131 IS, yaitu kecuali
a. Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam
undang-undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum
yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum adat.
b. Hukum perdata dan dagang (begitu pula Hukum pidana
beserta Hukum acara perdata dan Pidana ) tidak harus
diletakkan dalam kitab-kitab undang-undang yang dikodifisir.
150
c. Orang Indonesia asli dan Timur Asing sepanjang mereka belum
di tundukkan di bawah peraturan bersama dengan bangsa
eropa, diperbolehkan menundukkan diri (Onderwepen)
d. Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan timur asing
(tionghoa, arab dsb) jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan
mereka menghendakinya, dapat menggunakan peraturan
yang berlaku bagi golongan Eropa.
22. Selain melalui kebijakan hukum juga dikenal adanya
penundukkan diri. Penundukkan diri sebagaimana diatur dalam
stb. 1917 no 12 yaitu KECUALI
a. Penundukkan diri secara langsung.
b. Penundukkan diri pada seluruh Hukum Perdata Eropa.
c. Penundukkan diri mengenai suatu perbuatan hukum tertentu.
d. Penundukkan diri pada sebagaian hukum Perdata Eropa
23. Kapankah Tata Hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakat
hukum Indonesia yang kemudian ditetapkan oleh Negara
Indonesia..
a. 28 Oktober 1928
b. 5 Juli 1949
c. 18 Agustus 1945
d. 17 Agustus 1945
24. Bahwasannya bangsa Indonesia mempunyai tata hukum
pribadi asli itu dapat dibuktikan oleh adanya ilmu pengetahuan
Hukum Adat. Hal tersebut merupakan hasil penyelidikan dari,
yaitu..
a. Utrecht.
b. Bellproid
c. Volmar
d. Van Vollenhoven
151
25. Dibawah ini bukan merupakan Peraturan pokok Hindia
Belanda ialah ..
a. Algemene Bepoling van Wetgeving voor Indonesia.
b. Lucale Verordening.
c. Indische staatsregeling
d. Regerings Reglement.
26. Satu-satunya peraturan pokok yang diadakan Pemerintah
militer Jepang di Indonesia ialah yang menyatakan berlakunya
kembali semua peraturan perundangan Hindia Belanda yang
tidak bertentangan dengan kekuasaan Militer Jepang. Yaitu.
a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1942.
b. Pasal 3 Undang-Undang Balantetara Jepang Tahun 1942.
c. Pasal 142 Ketentuan Peralihan UUDS RI 1950
d. Pasal 192 ketentuan Peralihan Konstitusi RIS
27. Di dalam hukum perdata di kenal dengan istilah BW (Burgerlijk
Wetboek) dan WVK (Wetboek Van Koophandel) dimana keduanya
hanya berlaku bagi
a. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli
b. Untuk golongan bangsa Tionghoa
c. Untuk golongan bangsa Arab dan India
d. Untuk bangsa Indonesia dan warga negara bukan asli
28. Golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari
Tionghoa dan Eropa (Arab, India dan lain-lain) berlaku sebagian
BW yaitu mengenai hal
a. Hanya bagian-bagian hukum kekayaan harta benda
b. Mengenai hukum kepribadian
c. Mengenai hukum kekeluargaan
d. Mengenai hukum warisan
152
29. Dalam hukum perdata dikenal dengan adanya penundukan
hukum barat, dibawah ini yang tidak termasuk penundukan
perdata adalah.
a. Penundukan pada seluruh hukum perdata eropa
b. Penundukan pada sebagian
c. Penundukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu
d. Penundukan secara diam-diam
30. Hukum perdata menurut ilmu hukum sekarang ini lazim di
bagi ke dalam empat bagian yaitu..
a. Hukum tentang diri seseorang, kekeluargaan, kekayaan, dan
warisan
b. Hukum tentang diri seseorang, kekeluargaan, kekayaan dan
perkawinan
c. Hukum tentang diri seseorang, kekeluargaan, perkawinan dan
warisan
d. Hukum tentang seseorang, perkawinan, kekayaan dan warisan
31. Sistematika yang dipakai oleh kitab Undang-Undang hukum
perdata adalah.
a. Buku I perihal orang Buku II perihal benda Buku III perihal
perikatan dan Buku IV perihal pembuktian dan daluwarsa
b. Buku I perihal benda Buku II perihal orang Buku III perihal
pembuktian dan Buku IV perihal perikatan dan daluwarsa
c. Buku I perihal orang Buku II perihal perikatan Buku III
perihal benda dan Buku IV perihal pembuktian dan
daluwarsa
d. Buku I perihal pembuktian Buku II perihal benda Buku III
perihal perikatan dan Buku IV perihal orang
32. Dalam hukum benda di kenal dengan adanya kekuasaan atas
suatu benda dan kemauan untuk memiliki benda itu di sebut ..
a. Bezit
b. Eigendom
c. Postal
153
d. Ertpacht
154
a. Akta nikah dan buku nikah
b. Paspor
c. Surat dispensasi nikah
d. Surat Izin Nikah
39.Apabila seorang calon mempelai belum cukup umur
melangsungkan perkawinannya harus mendapat dispensasi
nikah dari
a. Orang tuanya
b. Pengadilan Agama
c. Kantor Catatan Sipil
d. Pegawai Pencatatan Nikah
40.Bagaimana hak suami dan isteri terhadap harta bersama
berdasarkan UU. No. 1 Tahun 1974
a. Keduanya memiliki kedudukan yang sama atas dasar
persetujuan
b. Hanya isteri yang boleh dan berhak atas harta bersama
c. Hanya suami yang boleh dan berhak atas harta bersama
d. Hanya anak saja yang berhak atas dasar bersama
41.Hukum Tata Usaha Negara adalah :
a. Hukum yang merupakan bagian dari hukum publik yang
mengatur hubungan antara warga negara dengan alat-alat
perlengkapan negara.
b. Hukum yang mengatur hubungan antar warga negara/orang-
perorangan.
c. Peraturan hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan
negara dan menentukan kewenangan kepadanya.
d. Serangkaian peraturan yang mengatur dan menentukan cara-
cara pemerintah atau aparat administrasi negara untuk
menjalankan tugasnya.
155
42.Lapangan hukum tata usaha negara menurut Van Vollenhoven
terdiri dari :
a. Pemerintahan, peradilan, kepolisian, dan hukum perundang-
undangan.
b. Pemerintahan, hukum perdata, peradilan, dan hukum
perundang-undangan.
c. Hukum keprajaan, hukum kepolisian, hukum peradilan, dan
hukum perundang-undangan.
d. Hukum keprajaan, hukum kepolisian, hukum pidana, dan
hukum perundang-undangan.
43.Asas-asas hukum tata usaha negara terdiri dari :
a. Asas legalitas, asas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan,
asas tidak boleh menyerobot wewenang orang lain, asas
kesamaan hak bagi tiap penduduk, dan asas upaya pemaksa.
b. Asas legalitas, asas keseimbangan, asas kesamaan, dan asas
keadilan dan kebijaksanaan.
c. Asas legalitas, asas non diskriminatif, asas keadilan dan
kebijaksanaan, dan asas upaya pemaksa.
d. Asas legalitas, asas manfaat, asas keimanan dan ketakwaan
terhadap Tuhan YME., dan asas upaya pemaksa.
44.Sumber-sumber factual dari hukum tata usaha negara menurut
E. Utrecht ialah:
a. UU (HAN. Tertulis), traktat, jurisprudensi, dan praktek
administrasi negara.
b. UU (HAN. Tertulis), praktek administrasi negara, organisasi
negara, dan jurisprudensi.
c. UU (HAN. Tertulis), jurisprudensi, anggapan para ahli HAN.,
dan organisasi negara.
d. UU (HAN. Tertulis), traktat, praktek administrasi negara, dan
anggapan para ahli HAN.
156
45.Mengapa hukum tata usaha negara di sebut sebagai hukum
antara ?
a. Karena hukum tata usaha negara tidak hanya merupakan
bagian dari hukum publik, tetapi juga berada diantara hukum
pidana dan hukum privat.
b. Karena hukum tata usaha negara memiliki kajian yang di
ambil dari hukum tata negara dan hukum perdata.
c. Karena hukum tata negara lebih menitikberatkan kajiannya
pada individu dan organisasi negara.
d. Karena hukum tata usaha negara memiliki sifat memaksa dan
mengatur.
46.Undang-Undang yang mengatur mengenai pertanahan di
Indonesia diatur dalam
157
a. Iuran rakyat sebagai pembayaran atas jasa tertentu yang
khusus diberikan oleh pemerintah untuk kepentingan orang
pribadi/badan.
b. Iuran rakyat kepada negara dengan mendapat jasa
timbal/kontraprestasi secara langsung.
c. Iuran rakyat kepada negara berdasarkan UU dengan tidak
mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakkan untuk pengeluaran umum.
d. Iuran rakyat kepada negara secara sukarela.
50. Dibawah ini adalah unsur pajak, kecuali..
a. Dengan balas jasa secara langsung.
b. Iuran rakyat kepada Negara
c. Berdasarkan UU
d. Tanpa jasa timbal.
51. Rangkaian kaidah hukum yang mengatur cara-cara
bagaimana mengajukan suatu perkara kemuka suatu badan
peradilan serta cara-cara hakim memberikan putusan, disebut
sebagai
a. Hukum acara b. Hukum pidana
c. Hukum perdata d. Hukum material
52.Rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-
cara mengajukan ke depan pengadilan perkara-perkara
kepentingan-kepentingan perseorangan disebut
a. Hukum acara pidana b. Hukum acara
perdata
c. Hukum pidana d. Hukum perdata
53. Yang termasuk kedalam lapangan-lapangan hukum
keperdataan itu diantaranya
a. Pembunuhan c. Penganiayaan
b. Hutang piutang d. Kehormatan
158
54. Lembaga-lembaga hukum yang terdapat dalam lapangan
keperdataan adalah
a. Kantor pegadaian b. Kantor polisi
c. Kantor pajak d. Kantor pendaftaran
tanah
55. Hukum acara perdata yang berlaku bagi golongan Eropah di
Jawa dan Madura disebut juga
a. Reglement op de burgelijke rechtsvordering
b. Herziene Inlandsch Reglement
c. Rechtreglement Buitengewesten
d. Burgelijk wet boek
56.Reglement Indonesia yang dibaharui, yang berlaku digolongan
Jawa dan Madura saat ini diganti oleh
a. KUHP b. KUHAP
c. KUHS d. KUHD
57. Hal pertama yang dilakukan oleh seorang ketua pengadilan
dalam melaksanakan sidang perdata adalah
a. Membacakan gugatan
b. Memeriksa penggugat dan tergugat
c. Mendamaikan kedua pihak
d. Mempertimbangkan perkara
58. Putusan yang dijatuhkan hakim tanpa hadirnya pihak tergugat
disebut
a. eksepsi b. kondemnator
c. deklarator d. verstek vonnis
59. Keputusan yang menimbulkan hukum baru disebut
a. Keputusan konstitutif b. Keputusan deklaratif
c. Keputusan kondemnator d. verstek vonnis
159
60. Pernyataan sesuatu pihak mengenai peristiwa tertentu atau
sesuatu hak disebut
a. Persangkaan b. Pengakuan
c. Bukti saksi d. Sumpah
BAGIAN II
PETUNJUK !
Kerjakan semua soal di bawah ini dengan singkat dan jelas!
1. Apakah yang dimaksud dengan :
a. Masalah Pidana
b. Masalah Perdata
c. Masaalah Tata Usaha Negara
d. Masalah Peradilan Agama
Dalam menjelaskan tersebut harus disertai masing-masing 1
(satu) contoh sederhana, dan singkat!
160
8. Jelaskan mengenai fungsi dan syarat pemungutan pajak !
161
DAFTAR PUSTAKA
162
163