Anda di halaman 1dari 163

BAB I

PENDAHULUAN

Pernahkah saudara melihat ada seseorang di masyarakat


yang mampu hidup sendiri, dalam arti dia mampu memenuhi segala
kebutuhannya tanpa bantuan orang lain ? Jawabannya sudah pasti
tidak akan dijumpai dalam kehidupan masyarakat ada orang yang
mampu hidup sendiri, sekalipun dia dianugerahi harta yang
berlimpah. Coba saudara renungkan ! kira-kira mengapa seseorang
tidak mungkin dapat hidup sendiri di masyarakat ?
Setelah saudara menganalisis dan menjawab pertanyaan di
atas, sekarang silahkan cermati uraian sebagai berikut : From birth
to death man lives out his life as a member of a society (Krech,
Crutchfield, Ballachey, 1962 : 308), artinya bahwa sejak dari lahir
sampai meninggal manusia mengalami kehidupannya sebagai
anggota suatu masyarakat.
Banyak contoh di dunia ini yang menunjukkan, bahwa tidak
ada seorangpun manusia mampu hidup secara sendiri, misalkan
seorang bayi, dia akan memerlukan seorang bidan atau dokter atau
dukun beranak agar dia bisa lahir dari rahim ibunya; kemudian dia
juga akan memerlukan orang lain untuk memandikannya,
mengganti pakaiannya; menyusui dan sebagainya. Begitu juga
ketika kita membaca ceritera tentang asal mulanya manusia, yaitu
Nabi Adam, maka diapun tidak dapat hidup sendiri, sehingga
didampingi oleh istrinya Siti Hawa. Atau mungkin ceritera Robinson
Crusoe, yang pada akhirnya si pengarang memunculkan tokoh
Friday sebagai temannya, begitu juga dengan ceritera tentang
Tarsan yang hidup di tengah-tengah hutan dan ditemani oleh
berbagai binatang, pada akhirnya dimunculkan seorang wanita
sebagai teman hidupnya yang akan melahirkan keturunannya.

1
Kesemuanya menunjukkan, bahwa tiada seorangpun manusia yang
mampu hidup tanpa bantuan dan pertolongan orang lain.
Berbicara mengenai manusia, paling tidak ada tiga
pengertian, yaitu manusia sebagai makhluk individu sekaligus
sebagai makhluk sosial; manusia sebagai makhluk monodualisme,
yang terdiri dari 2 kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, yaitu unsur
rohani dan jasmani, dan manusia sebagai makhluk yang berakal.
Selain pengertian di atas, anda masih ingat tentang
manusia sebagai makhluk zoon politicoon, yaitu manusia sebagai
makhluk bermasyarakat, yaitu makhluk yang selalu hidup di
masyarakat. Kemudian Ibnu Khaldun menyatakan, bahwa manusia
itu harus hidup bermasyarakat. Berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut jelaslah, bahwa tiada seorangpun manusia akan mampu
hidup seorang diri.
P.J. Bouman menyatakan, bahwa Manusia itu baru menjadi
manusia, karena ia hidup bersama dengan manusia lainnya ,
kemudian John Locke dan Thomas Jefferson menyatakan, bahwa di
dalam sistem pergaulan hidup, secara prinsip manusia itu
diciptakan bebas dan sederajat ( dikutip dari Dudu Duswara
Machmudin, 2001 : 9-10 ).
Soerjono Soekanto (1986 : 102-103), menyatakan, bahwa
sejak dilahirkan manusia telah mempunyai dua hasrat atau
keinginan pokok, yaitu:
Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di
sekelilingnya, yaitu nasyarakat
Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam
sekelilingnya.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa sejak kelahiran
dan secara kodrat manusia selalu ingin menyatu dengan manusia
lain dan lingkungan sekitarnya dalam suatu tatanan kehidupan
bermasyarakat untuk saling memenuhi kebutuhan hidupnya dan

2
untuk saling berinteraksi satu sama lain dalam upaya hidup
bermasyarakat.
Untuk dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya
atau dapat menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut,
manusia dikaruni akal fikiran dan perasaan yang mendorong untuk
melakukan berbagai aktivitasnya. Melalui akal, pikiran dan
perasaannya manusia juga menghasilkan berbagai barang
kebutuhan hidup dan kehidupannya. Misalnya untuk melindungi diri
dari sengatan matahari, kucuran hujan dan serangan binatang buas,
manusia membuat rumah; kemudian untuk mempertahankan
kehidupannya manusia juga mencari dan menciptakan aneka
makanan dsb.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa manusia dalam
suatu tatanan masyarakat selalu saling berinteraksi satu sama lain
untuk saling memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada hakekatnya setiap manusia yang secara psikologis
merupakan bagian terkecil dari suatu masyarakat mempunyai cita-
cita untuk dapat hidup damai, tertib dan sejahtera. Untuk
mewujudkan keinginan atau harapan tersebut sudah barang tentu
tidak akan dapat diusahakannya sendiri, akan tetapi harus dilakukan
melalui upaya kerjasama dan saling pengertian di antara sesama
manusia tersebut.
Bagi bangsa Indonesia cita-cita dan harapan untuk dapat
hidup damai, tenteram sudah bukan merupakan barang baru. Hal
ini dikarenakan secara jelas telah tercantum dasarnya dalam
Pembukaan UUD 1945, khususnya dalam Alinea IV yang
menyatakan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam pergaulan sehari-hari di antara sesama manusia
sudah barang tentu ada yang mempunyai kepentingan yang sama,
namun ada kalanya kepentingan setiap individu berbeda. Perbedaan

3
kepentingan dalam suatu pergaulan antar manusia di masyarakat
merupakan sesuatu karunia dalam suatu negara demokrasi, namun
bila tidak segera diatasi perbedaan tersebut bisan menjadi sumber
konflik.
Untuk merealisasikan apa yang menjadi cita-cita dan
harapan seluruh lapisan masyarakat, diciptakanlah seperangkat
aturan atau kaidah yang pada hakekatnya bertujuan untuk
terjadinya suasana tertib dan damai di masyarakat. Masyarakat
sendiri sudah barang tentu harus dapat mendukung upaya-upaya
perwujudan ketertiban di lingkungannya dengan cara melaksanakan
dan menghormati berbagai peraturan yang ada, karena
bagaimanapun antara masyarakat dan kaidah tidak dapat
dipisahkan keberadaannya, bagaikan satu mata uang dalam dua
sisi.
Cirero kurang lebih 2000 tahun yang lalu menyatakan : "Ubi
societas ibi ius" dimana ada masyarakat di situ ada hukum . Hukum
yang berlaku dalam suatu masyarakat mencerminkan corak dan
sifat masyarakat yang bersangkutan. Masing-masing masyarakat
mempunyai kebudayaan dan cara berfikirnya yang belum tentu
sama. Menurut Von Savigny sebagaimana dikutip Ranidar Darwis
( 1986 : 17 ) menyatakan, bahwa hukum suatu masyarakat
mengikuti Volksgeist (jiwa/semangat rakyat) dari masyarakat
tempat hukum itu berlaku. Karena Volksgeist masing-masing
masyarakat berbeda-beda atau belum tentu sama, maka hukumnya
pun belum tentu sama atau berbeda-beda.
Namun demikian bagaimanapun situasi dan kondisinya,
keberadaan kaidah atau norma dalam suatu masyarakat sangat
mutlak. Dalam pergaulan hidup di masyarakat, kaidah berperan
sedemikian rupa, sehingga setiap anggota masyarakat akan
menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya, yang
menjadikan segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur sesuai

4
dengan apa yang dicita-citakan. J.P. Glastra van Loan sebagaimana
dikutip Dudu Duswara M ( 2001 : 51 ) menyatakan, bahwa dalam
menjalankan peranannya hukum mempunyai fungsi sangat penting,
yaitu :
Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan
hidup
Menyelesaikan pertikaian
Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan,
jika perlu dengan kekerasan
Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka
penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat
Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum
dengan cara merealisasikan fungsi hukum sebagaimana
disebutkan di atas.
Berdasarkan pendapat di atas, kita dapat mengambil suatu
kesimpulan, bahwa keberadaan hukum di tengah-tengah
masyarakat tiada lain bertujuan agar tercipta ketertiban dalam
pergaulan antar sesama manusia. Hukum juga berfungsi
menyelasaikan setiap perselisihan yang terjadi di masyarakat, baik
karena faktor perbedaan kepentingan ataupun karena faktor-faktor
lain.
Sebagaimana dinyatakan pada uraian terdahulu, bahwa
dalam pergaulan hidup antar manusia di masyarakat kadangkala
terjadi perbedaan kepentingan yang kalau tidak dicarikan solusinya
bisa menjadi sumber konflik. Selain itu masyarakat juga
memerlukan rasa aman dan perlindungan hukum. Oleh karena
itulah masalah kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
bernegara dan berbangsa menjadi idaman seluruh lapisan
masyarakat. Dengan adanya kepastian hukum yang benar-benar
mampu melindungi seluruh lapisan masyarakat, tanpa melihat dari

5
golongan mana masyarakat tersebut berasal, supremasi hukum
dapat ditegakkan.
Sehubungan dengan kenyataan tersebut, maka lahir dan
berkembang norma atau kaidah dalam masyarakat. Yang
dimaksud norma atau kaidah adalah atauran atau adat
kebiasaan dan atau hukum yang berlaku. Adapun kaidah atau
norma yang ada di masyarakat sangat banyak dan bervariasi.
Namun demikian kita dapat menarik kesimpulan, bahwa dari yang
banyak tersebut pada intinya ada 2, yaitu : yaitu aturan-aturan yang
dibuat oleh negara dan aturan-aturan yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat.
BAB II
SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA

A. Sejarah Perkembangan Ilmu Hukum


Pada hakekatnya manusia sebagai individu mempunyai
kebebasan asasi, baik dalam hal hidup maupun kehidupannya.
Hak asasi tersebut sudah barang tentu dalam pelaksanannya
harus dilakukan berdasarkan aturan perundang-undangan yang
berlaku, terlebih-lebih di Indonesia, di mana hak asasi berfungsi
sosial, artinya dalam pelaksanannya harus disesuaikan dengan
kepentingan orang lain yang juga mempunyai hak asasi.
Manusia sebagai makhluk sosial ( zoon politicoon ) tidak bisa
berbuat sekehandaknya, karena terikat oleh norma-norma yang
ada dan berkembang di masyarakat serta terikat pula oleh
kepentingan orang lain. Konsekwensinya dalam melaksanakan
segala keperluan hidup dan kehidupan setiap manusia harus
melakukannya berdasarkan kepada aturan-aturan atau norma-
norma yang ada dan berlaku di masyarakat, baik norma agama,
norma susila, norma adat maupun norma hukum.

6
Sebelum lahir dan berkembang norma hukum di
masyarakat, telah ada dan berkembang norma kesusilaan,
norma adat dan norma agama, namun masyarakat masih tetap
memerlukan norma hukum. Hal ini dikarenakan :
1. Tidak semua orang mengetahui, memahami, menyikap dan
melaksanakan aturan-aturan yang ada dan berkembang
dalam norma-norma tersebut.
2. Masih banyak kepentingan-kepentingan manusia yang tidak
dijamin oleh norma-norma tersebut, misalnya dalam
pelaksanaan aturan lalu lintas yang mengharuskan setiap
orang dan atau kendaraan berjalan di sebelah kiri
3. Ada sebagian kepentingan-kepentingan yang bertentangan
dengan norma tersebut padahal masih memerlukan
perlindungan hukum.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka diciptakanlah
aturan-aturan hukum yang dibuat oleh lembaga resmi, yaitu
untuk menjamin kelancaran hidup dan kehidupan manusia
dalam pergaulan di masyarakat, dengan tujuan agar terwujud
ketertiban di masyarakat yang bersangkutan. Satjipto Rahardjo
( 1993 : 13 ) menyatakan, bahwa masyarakat dan ketertiban
merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat, bahkan bisa
juga dikatakan sebagai dua sisi dari satu mata uang. Susah
untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa ada suatu
ketertiban, bagaimanapun kualitasnya. Kehidupan dalam
masyarakat sedikit banyak berjalan dengan tertib dan teratur
didukung oleh adanya suatu tatanan, karena tatanan inilah
kehidupan menjadi tertib.
Hukum dalam arti ilmu pengetahuan yang disebut ilmu
hukum berasal dari Bangsa Romawi,karena bangsa ini telah
dianggap mempunyai hukum yang paling baik dan sempurna
bila dibandingkan dengan hukum yang ada dan berkembang di

7
negara-negara lain.Konsekwensinya perkembangan dan
penyempurnaan hukum di negara-negara lain selalu dipengaruhi
oleh Hukum Romawi.
Kitab undang-undang Hukum Romawi ( KUH-Romawi)
diciptakan pada masa Caisar Yustinianus yaitu Institutiones
Yutinanae yang disebut Corpus Juris-Civilis. Adapun tujuan
dilakukannya kodifikasi suatu hukum adalah agar tercipta
kepastian hukum. Dalam mempelajari dan menyelidik hukum
Romawi, bangsa-bangsa Eropa, seperti Perancis, Belanda,
Jerman, Inggris mempelajarinya melalui 4 cara, yaitu :
1. Secara teoritis ( theoritische Receptie ), yaitu mempelajari
hukum Romawi sebagai Ilmu Pengetahuan, dalam arti setelah
mahasiswa dari negara yang bersangkutan mempelajari dan
memperdalam hukum Romawi kemudian di bawa kenegaranya
untuk dikembangkan lebih lanjut, baik dalam kedudukan dia
sebagai pegawai di pengadilan ataupun badan-badan
pemerintah lainnya.
2. Secara praktis ( praktiche Receptie ) karena menganggap
hukum Romawi ini lebih tinggi tingkatnya dari hukum
manapun di dunia, bangsa-bangsa Eropa Barat
mempelajarinya dan melaksanakan atau menggunakan
Hukum Romawi ini dalam kehidupannya sehari-hari dalam
negaranya.
3. Secara Ilmiah ( Wetenschappetyk Receptie ), Hukum Romawi
yang telah dipejari oleh para mahasiswa hukum
dikembangkan lebih lanjut di negara asalnya melalui
perkuliahan-perkuliahan di perguruan tinggi. Hal ini karena
tidak sedikit mahasiswa yang telah mempelajari hukum
tersebut setelah kembali ke negaranya bekerja sebagai dosen.
4. Secara Tata Hukum ( Positiefrechttelyke Receptie ), di mana
setelah Perguruan-Perguruan Tinggi di Jerman dan Perancis,

8
dan negara-negara tersebut dalam membuat dan
melaksanakan Undang-undang selalu mengambil dasar dari
hukum Romawi dijadikan Hukum Positif dalam negaranya
masing-masing, wa;au demikian tentu saja penerimaan hukum
ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi negara-negara
tersebut.
Suatu aturan hukum adalah suatu aturan yang sebanyak
mungkin harus dipertahankan oleh pihak atasan dan yang
biasanya diberi sanksi jika itu dilanggar. Sanksi itu berarti bahwa
jika aturan tidak dijalankan dan dengan sendirinya pemerintah
akan ikut campur tangan, seperti halnya dalam Hukum Pidana,
namun bisa juga pemerintah memberikan bantuan kepada
seseorang untuk memperoleh haknya, seperti diatur dalam
Hukum Acara Pidana. Begitu juga bila terjadi perselisihan atau
persengketaan di antara sesama warga masyarakat, seperti
masalah warisan,perceraian,perbatasan dengan tetangga
rumah, sewa menyewa, peerjanjian jual beli dan lain sebagainya,
maka akan berbicara Hukum Perdata. Hal ini sesuai dengan
batasan Hukum Perdata.

B. Pengertian dan Tujuan Tata Hukum


Pengertian : Tata Hukum adalah semua peraturan-peraturan
hokum yang diadakan /diatur oleh negara atau bagian-bagiannya dan
berlaku pada waktu itu di seluruh masyarakat dalam negara atau
disebut juga ius constitutum. Tujuan dibentuknya tata hukum adalah
untuk mempertahankan, memelihara dan melaksanakan tata tertib di
kalangan anggota- anggota masyarakat dalam negara itu dengan
peraturan-peraturan yang diadakan oleh negara atau bagian-
bagiannya.
Tujuan mempelajari Tata Hukum Indonesia : agar
mengetahui perbuatan atau tindakan manakah yang menurut hukum
dan yang manakah bertentangan dengan hukum, bagaimanakah
kedudukan seseorang dalam masyarakat, apakah kewajiban-kewajiban

9
dan wewenang-wewenangnya yang kesemuanya itu menurut hukum
Indonesia.
Tata hukum adalah susunan hukum yang berasal mula dari
istilah recht orde (bahasa Belanda). Susunan hukum terdiri atas
aturan-aturan hukum yang tertata sedemikian rupa sehingga orang
mudah menemukannya bila suatu ketika membutuhkannya untuk
menyelesaikan peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat.
Aturan yang ditata sedemikian rupa menjadi tata-hukum tersebut
antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling
menentukan. Tata hukum berlaku dalam masyarakat karena disahkan
oleh pemerintah masyarakat itu. Jika masyarakat itu masarakat
negara, yang mensyahkan tata hukumnya adadalah penguasa negara
itu. Tata hukum yang sah dan berlaku pada waktu tertentu dan
masyarakat tertentu dinamakan hukum positif (Ius Constitutum). Tata
hukum yang diharapkan berlaku pada masa yang akan datang
dinamakan Ius Constituendum. Ius Constituendum dapat menajdi Ius
Constitutum dan Ius Constitutum dapat diganti Ius Contituendum baru
yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa
berkembang (Daliyo, dkk, 1992:4).

Tata hukum, suatu negara adalah tata hukum yang ditetapkan


atau disahkan oleh pemerintah negara. Jadi tata hukum Indonesia
adalah tata hukum yang ditetapkan dan disahkan oleh pemerintah
negara Republik Indonesia.
Di Indonesia dewasa ini, mana yang disebut Ius Consitutum, mana
yang disebut Ius Consituendum, mana yang disebut Ius Naturale.
Untuk menjelaskan atau menjawab pertanyaan tersebut, Anda perlu
mengetahui dahulum pembagian hukum dalam beberapa golongan
seperti yang diuaraikan sebelumnya.

Setelah kalian mengkaji ulang macam-macam pembagian


hukum tersebut, maka yang termasuk hukum positif (Ius Constitutum)
di Indonesia dewasa ini ialah sebagian dari pada hukum Publik dan
Hukum Privat. Yang termasuk hukum Publik diantaranya Hukum
Pidana, Hukum Pajak, Hukum Perburuhan, dan Hukum Acara.
Sedangkan yang termasuk hukum Privat diantaranya Hukum Perdata,

10
Hukum Dadang, Hukum Islam, dan Hukum Adat. Baik Hukum Publik
maupaun Hukum Privat sebagian besar adalah produk kolonial
Belanda, kecuali Hukum Islam dan Hukum Adat. Sedangkan hukum
Acara Pidana, Hukum Acara Administrasi (Tatat Usaha Negara), Hukum
Pajak, dan Hukum Perburuhan sudah merupakan Hukum Nasional.
Misalnya Hukum Acara Pidana yang dikenal dengan KUHAP (UU RI NO.
8 Tahun 1981), sedangkan hukum materiilnya yaitu KUHP yang
dewasa ini masih merupakan Rancangan Undang-Undang sedang di
godok di DPR RI, dan Hukum Acara Administrasi yang dikenal dengan
Peradilan Tata Usaha Negara (UU RI No. 5 tahun 1986).

Apakah hukum positif tersebut perlu dipertahankan?


Sebelumnya harus dipahami bahwa Secara yuridis lebih dari
setengah abad kita tetap masih hidup dalam masa peralihan,
sehingga belum sepenuhnya merdeka secara hukum. Artinya produk-
produk Hukum Kolonial Belanda ada yang masih dipergunakan,
dengan dasar Aturan Peralihan Pasal I UUD 1945 (setelah
amandemen) dan yanag tidak sesuai lagi dengan Pancasila dan UUD
1945 perlu diganti atau direvisi dengan hukum nasional yang dicita-
citakan. Hukum Nasional yang dicita-citakan akan menuju kepada
Sistem Hukum Nasional (Ius Constituendum).

Peraturan Pokok pada jaman Hindia Belanda :


1. Algeimene Bepaling van Wetgeving voor Indonesia, disingkat
AB (Ketentuan-ketentuan Umum tentang Peraturan
Perundang-undangan untuk Indonesia.) yang dikeluarkan pada
tanggal 30 April 1847
2. Regerings Reglemens (R.R) yang dikeluarkan pada tanggal 2
September 1854.
3. Indische Staatsregeling (IS) atau Peraturan Ketatanegaraan
Indonesia. Pada tanggal 23 Juni 1925 RR iubah menjadi IS
yang termuat dalam Stb. 1925/415 yang mulai berlaku 1
Januari 1926. RR dan IS ini dapat dikatakan peraturan pokok
yang merupakan : UUD Hindia Belanda dan merupakan
sumber peraturan-peraturan organic pada masa itu.

11
Peraturan Organik Pada Jaman Hindia Belanda :
1. Ordonantie
2. Regerings Verordening
3. Locale Verordening

Peraturan Pokok pada Jaman Jepang


Hanya ada satu yaitu Undang-undang nomor 1 tahun 1942 yang
menyatakan berlakunya kembali semua perarturan perundangan
Hindia Belanda yang tidak bertentangan dengan kekuasaan
Militer Jepang.

Dasar hukum berlakunya keanekaragaman hukum di


Indonesia
1. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang berbunyi : Segala
Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini
2. Pasal 142 Ketentuan Peralihan UUDS 1950 : Peraturan
Undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha negara
yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1950 tetap berlaku
dengan tidak burubah sebagai peraturan-peraturan RI sendiri,
selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-
ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh
Undang-undang dan ketentuan tata usaha atas kuasa UUD
ini
3. Pasal 192 Ketentuan Peralihan Konstitusi RIS : Peraturan-
peraturan dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah
ada pada saat Konstitusi ini mulai berlaku tetap berlaku
dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan Republik Indonesia sendiri selama dan
sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu

12
tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undang-undang dan
ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Konstitusi ini

Latihan :

1. Jelaskan apa yang dimaksud tata hukum? Apa tujuan kita


mempelajari hukum?
2. Manfaat apa yang kita peroleh dengan mempelajari tata hukum?
3. Jelaskan istilah-istilah dibawah ini secara singkat, jelas dan tepat!
- Alghemeine Bepaling van Wetgeving voor Indonesia (Ab)
- Regelings Reglemens (R.R)
- Indische Staatregeling (IS)
- Lex specialis, lex generalis
4. Jelaskan hungan pasal II antara aturan peralihan UUD 1945, pasal
142 ketentuan peralihan UUDS 1950 dan pasal 192 ketentuan
peralihan konstitusi RIS.

BAB III
POKOK POKOK HUKUM TATA NEGARA DAN
ADMINISTRASI NEGARA

A. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara

1. Makna Proklamasi bagi Bangsa Indonesia


Bangsa Indonesia yang telah memproklamasikan
kemerdekannya tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai makna

13
yang sangat urgen dalam kehidupan ketatanegaraannya.
Proklamasi bagi bangsa Indonesia mengandung makna :
Dimulainya persiapan bagi kemerdekaan Indonesia yang
dimulai sejak diumumkannya Janji Kemerdekaan Kelak
di kemudian hari oleh Perdana Mentri Koiso kepada
rakyat Indonesia pada tanggal 9 September 1944.
Pada tanggal 1 Maret 1945 Panglima Tentara Keenambelas
Letnan Jendral Kumakici Harada mengumumkan
dibentuknya Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (Dokuritu zyunbi Tjoosakai) atau
BPUPKI.
Badan ini bertujuan untuk mempelajari hal hal penting
mengenai masalah tata pemerintahan jika Indonesia
merdeka. BPUPKI ini diketuai oleh K.R.T. Rajiman
Wediodiningrat dan dua orang wakil yaitu R.Panji Suroso dan
satu orang bangsa Jepang yang bernama Ichibangase.
Sidang Pertama BPUPKI tanggal 29 Mei 1 Juni
1945.Dalam sidang pertama ini pembicaraan dipusatkan
pada usaha merumuskan dasar filsafat bagi negara
Indonesia Merdeka. Yang kemudian dikenal dengan
Pancasila.
Pada sidang tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Supomo juga
mengemukakan lima azas dasar negara
Sidang kedua BPUPKI tanggal 10-17 Juli 1945. Untuk
merumuskan Undang Undang Dasar dibentuklah Panitia Kecil yang
diketuai oleh Ir. Soekarno.Pada sidang kedua ini, pembicaraan
dititik beratkan pada perumusan UUD. Rancangan UUD datang
dari Mr Soepomo yang terdiri dari batang tubuh dan penjelasan.
Sedangkan Piagam Jakarta yang disusun pada tanggal 22 Juni
1945 disetujui dijadikan sebagai Preambul/pembukaan dari UUD
yang akan dibentuk.Pada tanggal 7 Agustus 1945 Dokuritsu Junbi

14
Cosakai dibubarkan sebagai gantinya dibentuk Dokuritu Zyunbi
Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Kemudian pada tanggal 9 Agustus tiga tokoh pergerakan nasional
yaitu Ir. Soekarno, Drs.Muh Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningart
berangkat ke Dalat (Vietnam Selatan) atas panggilan Marsekal
Darat Terauci.
Pada tanggal 15 Agustus 1945 Soekarno-Hatta tiba ditanah
air. Hal ini bersamaan dengan menyerahnya Jepang kepada
sekutu. Berita ini juga diketahui oleh sebagian pemimpin
pemuda. Para pemuda menghendaki Soekarno-Hatta segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia lepas dari Jepang.
Pihak Soekarno-Hatta masih ingin membicarakan pelaksanaan
kemerdekaan itu di dalam rapat PPKI yang telah ditentukan pada
tanggal 18 Agustus 1945.
Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 tidak mengalami
kesulitan dan berjalan dengan lancar serta menghasilkan
keputusan yang penting diantaranya adalah :
Mengesahkan Undang Undang Dasar yang telah dipersiapkan
oleh Dokuritu Zyunbi Tjoosakai ( yang sekarang dikenal
sebagai UUD 1945).
Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai
wakilnya.
Membentuk sebuah Komite Nasional untuk membantu
Presiden selama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum tersusun.
Pada tanggal 19 Agustus 1945 Presiden memanggil PPKI dan
Pemuda untuk :
Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Merancang Pembentukan 12 Departemen dan menunjuk para
mentrinya.

15
Menetapkan pembagian wilayah Republik Indonesia , atas 8
propinsi yaitu Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sunda Kecil ( Nusa Tenggara), Kalimantan, Sulawesi, Maluku
serta Irian sekaligus memilih gubernurnya.
Demikianlah beberapa peristiwa penting yang terjadi
sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Dengan demikian Proklamasi Kemerdekaan itu
memiliki beberapa makna diantaranya adalah :
Proklamasi merupakan awal peristiwa penting bagi
berdirinya Negara Indonesia
Adanya hak untuk berdaulat artinya rakyat Indonesia dengan
tenaganya sendiri dan keinginan berdaulat dapat menyusun
kekuatan untuk membentuk suatu Negara-Merdeka yang
memiliki pemerintahan yang memiliki hak untuk mengatur
negaranya sendiri tanpa campur tangan dari negara lain.
Awal dari dimulainya usaha untuk mewujudkan kesejahteraan
bagi masyarakat yang telah lama tertindas oleh kaum
penjajah. Bangsa Indonesia dapat melaksanakan
pembangunan sesuai dengan aspirasi masyarakat guna
mewujudkan kesejahteraan yang telah lama diidam-idamkan.
Dengan demikian Indonesia dapat mesejajarkan diri dengan
bangsa-bangsa lain di dunia.

2. Hubungan Proklamasi dengan Pembukaan UUD 1945 ?


Isi Proklamasi sangat ringkas yaitu tentang
pernyataan kemerdekaan dan pemindahan kekuasaan. Namun
demikian ditinjau dari segi hukum Proklamasi merupakan
Source of the sources atau dasar dari segala dasar
ketertiban baru di negara Indonesia semenjak 17 Agustus
1945 .

16
The founding fathers juga memiliki cita-cita
Negara yang ingin dibentuk itu adalah Negara yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana yang
tercantum pada alinea kedua Pembukaan UUD 1945.
Selain itu pada alinea ketiga juga dapat ditemukan
pernyataan kemerdekaan / declaration of independencenya
Indonesia pada kalimat..maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Untuk mewujudkan Negara yang diidam-idamkan
sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 perlu
pengaturan lebih lanjut. Pengaturan itu terdapat pada pasal-
pasal atau dulu dikenal dengan batang tubuh UUD 1945.
Namun demikian usaha untuk mewujudkan Negara
yang adil dan makmur itu tidak dapat dilaksanakan dengan
segera begitu juga dengan UUD 1945 tidak dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Keadaan pada saat itu
mengharuskan bangsa Indonesia untuk mempertahankan
Negara baik dari bangsa Belanda yang ingin menjajah kembali
bangsa Indonesia maupun pemberontakan dari bangsa
Indonesia sendiri seperti Peristiwa Madiun, DI/TII. PRRI
PERMESTA dll.

3. Bentuk Negara dan Pemerintahan


Negara merupakan organisasi kekuasaan yang memiliki
kedaulatan. Setiap negara memiliki bentuk organisasi negara
yang disebut bentuk negara, dan memiliki bentuk
penyelenggaraan pemerintahan yang kita kenal dengan istilah
bentuk pemerintahan. Seperti halnya organisasi lain, negara
memiliki unsur-unsur penduduk, wilayah, pemerintah yang
berdaulat, dan pengakuan yang satu satu sama lain saling
berkaitan dan ketergantungan.

17
Setiap negara memiliki hak untuk menentukan bentuk
negara yang akan digunakan dalam menyelenggarakan
organisasi negaranya. Penetapan bentuk negara yang
digunakan tentu saja didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan antara lain aspek historis, politis, dan geografis.
Perbedaan pertimbangan itulah yang menyebabkan bentuk
negara yang dianut oleh setiap negara bisa berbeda-beda.
Menurut paham modern, pada dasarnya bentuk negara
(Staats-vormen) dapat dibedakan atas negara kesatuan
(unitaris) dan negara serikat (federasi). Selain itu, ada bentuk
lain yang disebut serikat negara (konfederasi).
Negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan
yang berciri nusantara memiliki wilayah sangat luas dan
memiliki pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota
yang bersifat otonom. Sekalipun demikian pengendalian
tertinggi dalam menjaga dan menjalankan pemerintahan
negara tetap ada di tangan pemerintahan pusat yang memiliki
kedaulatan ke luar dan ke dalam. Hal ini menunjukkan bahwa
negara kita memiliki bentuk negara kesatuan.
Pemilihan bentuk negara kesatuan merupakan hasil
pertimbangan dan kesepakatan para pendiri negara (founding
father). Dalam pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia tahun l945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia
ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
Menurut paham modern, negara kesatuan menunjukkan
bentuk negara, sedangkan istilah republik menunjukkan
bentuk pemerintahan.
Bentuk negara kesatuan yang telah ditetapkan para
pendiri negara pada tahun 1945, ternyata lebih diperkuat dan
dipertahankan oleh MPR RI melalui perubahan keempat UUD
Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan menegaskan

18
bahwa Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan (Pasal 37 ayat 5).
Hal ini mengindikasikan bahwa bentuk Negara kesatuan lebih
cocok digunakan di wilayah negara kita. Tentu saja putusan
MPR tersebut tidak terlepas dari pengalaman sejarah bangsa
kita yang pernah menggunakan bentuk negara serikat pada
tahun 1949 1950.
Jika demikian, apa yang dimaksud negara kesatuan?
Dalam bahasa Inggris, istilah negara kesatuan dikenal dengan
istilah unitary state, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut
eenheidsstaat. Negara kesatuan merupakan bentuk negara
yang kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di
tangan pemerintahan pusat. Dilihat dari susunannya, negara
kesatuan merupakan negara bersusunan tunggal yang berarti
dalam negara itu tidak terdapat negara yang berbentuk
negara bagian.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan


yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-
haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi negara


kesatuan dengan sistem sentralisasi dan negara kesatuan
dengan sistem desentralisasi.
Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi,
semua persoalan diatur dan diurus oleh pemerintahan pusat,
sedangkan daerah hanya menjalankan perintah dan peraturan
dari pemerintahan pusat. Dengan demikian, daerah tidak
diberi kewenangan membuat peraturan untuk mengurus
urusan daerahnya sendiri. Contoh negara kesatuan dengan

19
sistem sentralisasi adalah Jerman pada masa pemerintahan
Hitler.
Sedangkan dalam negara kesatuan dengan sitem
desentralisasi, daerah memiliki keleluasaan membuat
peraturan untuk mengurus urusan rumah tangga sendiri (hak
otonomi) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan ciri khas
daerah tersebut. Dalam sistem desentralisasi, wilayah negara
dibagi menjadi pemerintahan pusat dan pemerintahan
daerah. Dalam pemerintahan daerah tersebut terdapat unsur
pemerintah daerah dan DPRD.

Pasal 18 ayat (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas


daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten
dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 18 ayat (2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,
dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tuga pembantuan.
Pasal 18 ayat (5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
Pasal 18 ayat (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa negara
kita merupakan negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi. Sebagai bukti bahwa negara kita menganut
sistem desentralisasi dapat dilihat dalam hal-hal berikut.
a. Selain ada pemerintahan pusat, terdapat pemerintahan
daerah provinsi dan kabupaten/kota;
b. Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
urusan rumah tangganya sendiri;

20
c. Pemerintahan daerah memiliki otonomi yang seluas-
luasnya, kecuali 6 (enam) urusan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat, yaitu politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
dan agama;
d. Dalam melaksanakan kewenangannya, pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan lainnya.

Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi memiliki


kelebihan antara lain:
a. peraturan dan kebijakan di daerah dirumuskan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi daerah itu sendiri;
b. partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap
daerahnya akan meningkat;
c. pembangunan di daerah akan berkembang sesuai dengan
ciri khas daerah itu sendiri
d. tidak bertumpuknya pekerjaan di pemerintah pusat,
sehingga jalannya pemerintahan lebih lancar.
Adapun kekurangannya adalah adanya ketidakseragaman
peraturan, kebijakan, dan kemajuan pembangunan tiap-tiap
daerah. Kelebihan negara kesatuan dengan sistem sentralisasi
antara lain:
a. penghasilan daerah dapat digunakan untuk kepentingan
seluruh wilayah negara
b. adanya keseragaman atau persamaan peraturan di seluruh
wilayah negara
Sedangkan kekurangannya antara lain:
a. kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat
sering tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah
yang beraneka ragam;

21
b. bertumpuknya pekerjaan di pemerintah pusat sehingga
seringkali menghambat kelancaran jalannya pemerintahan;
c. keputusan dari pemerintah pusat sering terlambat;
d. peluang masyarakat di daerah untuk turut serta dalam
pemerintahan sangat terbatas;
e. rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap
pembangunan di daerahnya sangat rendah.

4. Bentuk-Bentuk Pemerintahan
Para ahli menggunakan kriteria tertentu dalam
membedakan tentang bentuk-bentuk pemerintahan. Plato
(429-347 S.M), misalnya menggunakan kriteria dilihat dari
jumlah orang yang memerintah. Demikian pula murid Plato
yaitu Aristoteles (384-322 S.M.) menggunakan kriteria
kuantitatif (dilihat dari jumlah orang yang memerintah) dan
kriteria kualitatif (dilihat dari tujuan yang hendak dicapai).
Menurut Plato dan Aristoteles, pemerintahan dapat
dipegang oleh satu orang, beberapa orang, atau banyak
orang. Menurutnya, perbedaan jumlah orang yang memerintah
tersebut akan melahirkan bentuk pemerintahan yang berbeda.
Plato dan Aristoteles membagi bentuk pemerintahan ke dalam
bentuk cita ( The ideal form) dan bentuk pemerosotan (The
Corruption form). Bagaimanakah bentuk-bentuk pemerintahan
yang dikemukakan kedua filsuf Yunani Kuno tersebut? Coba
Kalian cermati bagan di bawah ini.
Bentuk-Bentuk Pemerintahan Menurut Plato dan
Aristoteles
Pemerintah Plato Aristoteles
an Oleh Baik Jelek Baik Jelek
(Ideal) (Pemerosotan (Ideal) (Pemerosotan)
)

22
Satu orang Monarkh Tyrani Monarki Tyrani
Beberapa i Oligarkhi Aristokrasi Oligarkhi
orang
Aristokra
Banyak si Mobokrasi/ Polity Demokrasi
Okhlokrasi
orang
Demokr
asi

Berdasarkan bagan tersebut, bentuk-bentuk


pemerintahan yang baik menurut Plato yaitu monarkhi,
aristokrasi, dan demokrasi. Sedangkan menurut Aristoteles,
bentuk pemerintahan yang baik tersebut yaitu monarkhi,
aristokrasi, dan polity.
Sedangkan Republik berasal dari kata res yang berarti
kepentingan; dan publica yang berarti umum. Jadi republik
berarti suatu pemerintahan yang menjalankan kepentingan
umum.
Niccolo Machiavelli (1469-1527) dalam bukunya II
Principe, merupakan orang pertama yang mengemukakan
bahwa bentuk pemerintahan hanya ada dua yaitu monarki dan
republik. Machiavelli tidak menjelaskan ukuran/kriteria untuk
membedakan kedua bentuk pemerintahan tersebut. Kemudian,
George Jellinek dan Leon Duguit memberikan kriteria yang
berlainan untuk membedakan bentuk monarki dan republik.

5. Unsur-unsur Negara
Unsur-unsur konstitutif yang harus dipenuhi oleh suatu
negara menurut Konvensi Montevideo (1933) meliputi:
penduduk, wilayah, pemerintah, dan kemampuan mengadakan
hubungan dengan negara lain. Sedangkan menurut

23
Oppenheim-Lauterpacht unsur konstitutif negara meliputi:
rakyat (penduduk), wilayah, dan pemerintah yang berdaulat.
Ketiga unsur tersebut merupakan unsur pokok atau
syarat mutlak, artinya ketiga syarat tersebut harus terpenuhi
secara lengkap untuk adanya suatu negara. Pada dasarnya,
apabila salah satu unsur tidak terpenuhi, maka negara itu tidak
ada. Karena ketiga unsur tersebut merupakan syarat utama
yang harus dipenuhi untuk berdirinya satu negara, maka ketiga
unsur tersebut disebut unsur konstitutif atau unsur
pembentuk.
Dalam rangka mengadakan hubungan dengan negara
lain, suatu negara memerlukan pengakuan oleh negara lain.
Pengakuan tidak merupakan unsur pembentuk adanya suatu
negara, tetapi hanya merupakan unsur deklaratif saja.

DISKUSIKAN BAGAN DI BAWAH INI!

Sistem pemerintahan yang dianut Indonesia

24
Konstitusi Indonesia tidak menegaskan secara eksplisit
sistem pemerintahannya. Namun secara maknawi (Jimly, 2003)
pemerintahan Indonesia menerapkan sistem presidensiil, yang
ditandai oleh beberapa prinsip berikut:
a. Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi
penyelenggara kekuasaan eksekutif negara yang tertinggi di
bawah Undang Undang Dasar. Dalam sistem ini tidak
dikenal dan tidak perlu dibedakan adanya kepala negara
dan kepala pemerintahan. Keduanya adalah Presiden dan
Wakil Presiden. Dalam menjalankan pemerintahan negara,
kekuasaan dan tanggungjawab politik berada ditangan
Presiden (concentration of power and responsibility upon
the President).
b. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara
langsung dan karena itu secara politik tidak
bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) atau lembaga parlemen, melainkan
bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang
memilihnya.
c. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum apabila Presiden
dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum
konstitusi. Dalam hal demikian, Presiden dan/atau Wakil
Presiden dapat dituntut pertanggungjawaban oleh Dewan
Perwakilan Rakyat untuk disidangkan dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat, yaitu sidang gabungan antara
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
Namun, sebelum diberhentikan, tuntutan pemberhentian
Presidendan/atau Wakil Presiden yang didasarkan atas
tuduhan pelanggaran atau kesalahan, terlebih dulu harus
dibuktikan secara hukum melalui proses peradilan di

25
Mahkamah Konstitusi. Jika tuduhan bersalah itu dapat
dibuktikan secara hukum oleh Mahkamah Konstitusi,
barulah atas dasar itu, MPR bersidang dan secara resmi
mengambil putusan pemberhentian.
d. Para Menteri adalah pembantu Presiden, Menteri diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden dan karena bertanggung-
jawab kepada Presiden, bukan dan tidak bertanggungjawab
kepada parlemen. Kedudukannya tidak tergantung kepada
parlemen.
e. Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya
dalam sistem presidensiil sangat kuat sesuai dengan
kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintahan,
ditentukan pula bahwa masa jabatan Presiden lima tahun
dan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari
dua masa jabatan. Di samping itu, beberapa badan atau
lembaga negara dalam lingkungan cabang kekuasaan
eksekutif ditentukan pula independensinya dalam
menjalankan tugas utamanya. Lembaga-lembaga eksekutif
yang dimaksud adalah Bank Indonesia sebagai bank sentral,
Kepolisian Negara dan Kejaksaan Agung sebagai aparatur
penegakan hukum, dan Tentara Nasional Indonesia sebagai
aparatur pertahanan negara. Meskipun keempat lembaga
tersebut berada dalam ranah eksekutif, tetapi dalam
menjalankan tugas utamanya tidak boleh dipengaruhi oleh
kepentingan politik pribadi Presiden. Untuk menjamin hal
itu, maka pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan
Wakil Gubernur Bank Indonesia, Kepala Kepolisian Negara,
Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia
hanya dapat dilakukan oleh Presiden setelah mendapat
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Pemberhentian
para pejabat tinggi pemerintahan tersebut tanpa didahului

26
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat
dilakukan oleh Presiden apabila yang bersangkutan terbukti
bersalah dan karena itu dihukum berdasarkan vonis
pengadilan yang bersifat tetap karena melakukan tindak
pidana menurut tata cara yang diatur dengan Undang-
Undang.

6. Kedudukan dan wewenang Presiden menurut Undang


Undang Dasar 1945 hasil perubahan
Kedudukan presiden adalah sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan (pasal 4 ayat 1) atau lembaga
eksekutif, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan aturan
pemerintah (pouvoir reglement).
Wewenang dan fungsi presiden sebagai kepala negara
yang sesuai dengan perubahan UUD 1945 ke empat adalah
(1) mengajukan rancangan undang-undang ke DPR, (2)
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
undang-undang sebagaimana mestinya, (3) memegang
kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara, (4) dengan persetujuan DPR menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian internasional
dengan negara lain, (5) Presiden dapat menyatakan keadaan
bahaya, (6) Presiden mengangkat duta dan konsul serta
menerima duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR, (7) Presiden memberi grasi dan
rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA, (8)
Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan DPR, (9) memberikan gelar,
tanda jasa, tanda kehormatan sesuai dengan undang-undang,
(10) membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, dan

27
(11) mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama menjadi
UU.
Jimly Asshiddiqie (2005:222) meguraikan kewenangan
presiden yang mencakup :
a. Kewenangan yang bersifat eksekutif atau
menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan undang-
undang dasar.
b. Kewenangan yang bersifat legislatif atau untuk mengatur
kepentingan umum atau publik. Dalam sistem pemisahan
kekuasaan, kewenangan ini dianggap ada ditangan
lembaga perwakilan, bukan ditangan lembaga
eksekutif/presiden.
c. Kewenangan yang bersifat yudisial dalam rangak
pemulihan keadilan yang terkait dengan putusan
pengadilan, yaitu mengurangi hukuman, ataupun
menghapuskan tuntutan yang terkait dengan kewenangan
pengadilan.
d. Kewenangan yang bersifat diplomatik, yaitu menjalankan
perhubungan dengan negara lain atau subjek hukum
internasional lainnya dalam konteks hubungan luar negeri,
baik dalam keadaan perang maupun damai. Presiden
adalam pucuk pimpinan negara, oleh karena itu dia
menjadi simbol kedaulatan politik suatu negara dalam
berhadapan dengan negara lain.
e. Kewenangan yang bersifat administratif untuk
mengangkat dan memberhentikan orang dalam jabatan-
jabatan kenegaraan dan jabatan-jabatan administrasi
negara.

Presiden merupakan pemimpin tertinggi dalam


pemerintahan yang memiliki wewenang dan kekuasaan yang
berbeda dengan lembaga lain. Presiden pun memiliki hak

28
prerogatif dalam menentukan kabinetnya. Namun, agar
kekuasan dan wewenang presiden tidak terlalu bebas, maka
presiden pun dalam menggunakan kekuasaannya perlu
kerjasama dengan DPR dan MA. Mengenai hubungan antara
presiden dan lembaga negara tersebut akan dibahas dalam
kegiatan belajar selanjutnya.

7. Hubungan Presiden dengan Lembaga-lembaga negara


lainnya ?

Sebelum UUD 1945 mengalami perubahan yang


keempat, kelembagaan negera Indonesia dibagi menjadi dua
yakni : lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara.
Lembaga tinggi negara ada lima yakni : Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA),
Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Sedangkan lembaga
tertinggi negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR).

Setelah UUD 1945 mengalami perubahan, struktur


ketatanegaraan mengalami perubahan pula. Dikotomi antara
lembaga tertinggi dan lembaga tinggi tidak dikenal lagi.
Terdapat lembaga negara yang dihapuskan, di samping
terdapat beberapa lembaga baru. Lembaga-lembaga negara
menurut UUD 1945 hasil perubahan secara ringkas dapat
digambarkan sebagai berikut.

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

29
MPR tidak lagi menjadi sebuah lembaga tertinggi dan
memegang kedaulatan rakyat sebab kedaulatan langsung
berada di tangan rakyat. Kedudukan dan wewenang MPR
setelah perubahan UUD 1945 antara lain :
1) MPR terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Daerah (pasal 2 ayat 1)
2) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden
(pasal 3 ayat 2)
3) Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden bila melanggar aturan (pasal 3 ayat 3)
4) Berwenang untuk mengubah dan
menetapkan UUD 1945 (pasal 3 ayat 1).

b. Kekuasaan pemerintah (eksekutif)

Kekuasaan pemerintah dalam hal ini adalah Presiden.


Beberapa hal yang berubah setelah UUD 1945 mengalami
perubahan antara lain :
1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan oleh rakyat secara langsung (pasal 6A ayat 1).
2) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-
undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 5 ayat
1).
3) Masa jabatan presiden dibatasi hanya sampai dua
kali periode (pasal 7).
4) Presiden tidak dapat membubarkan/membekukan
DPR (pasal 7C).
5) Dalam mengangkat duta dan konsul serta
menerima duta negara lain, harus mempertimbangkan
DPR (pasal 13 ayat 2-3).

30
6) Dalam memberikan grasi dan rehabiliatasi harus
memperhati kan pertimbangan Mahkamah Agung (pasal
14 ayat 1)
7) Dalam memberikan amnesti dan abolisi
memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 ayat 2).
8) Dalam memberikan gelar, tanda jasa dan gelar
lainnya diatur oleh undang-undang (pasal 15)
9) Penyataan perang atau membuat perjanjian
internasional yang menyangkut akibat yang luas harus
disetujui oleh DPR (pasal 11).

c. Kekuasaan Legislatif

Setelah perubahan UUD 1945 kekuasaan legislatif


memiliki fungsi dan kedudukan sebagai berikut.
1) Memegang kekuasaan membentuk UU (pasal 20
ayat 1).
2) Fungsi DPR adalah legislasi, anggaran dan
pengawasan (pasal 20A ayat
3) Anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan
undang-undang (pasal
Selain DPR terdapat Dewan Perwakilan Daerah
(DPD). Anggota DPD merupakan wakil-wakil dari tiap
provinsi yang ada di seluruh Indonesia. Setiap provinsi
memiliki wakil sebanyak 4 orang. Kedudukan dan fungsi
DPD ini antara lain :
1) Anggota DPD dipilih melalui pemilihan
umum (pasal 22C ayat 1).
2) Berhak mengajukan RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah (pasal 22D ayat 1).
3) DPD ikut serta dalam membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah (pasal 22D ayat 2).

31
4) Melakukan pengawasan pelaksanaan UU
yang berkaitan dengan otonomi daerah yang kemudian
akan melaporkannya ke DPR untuk ditindak lanjuti
(pasal 22D ayat 3)

d. Kekuasan Yudikatif

Kekusaan kehakiman yang ada di negara kita setelah


perubahan konstitusinya ada tiga yakni Mahkamah Agung,
Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi. Untuk lebih
jelasnya mari kita ikuti uraian berikut ini :
1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah
Agung dan peradilan yang ada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan
militer, peradilan tata usaha negara dan Mahkamah
Konstitusi (pasal 24 ayat 2
2) MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang (pasal 22A
ayat 1).
3) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung (pasal 24B
ayat 1).
4) Pengangkatan Komisi Yudisial oleh Presiden
dengan mempertimbangkan persetujuan DPR.
5) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
undang-undang dasar, memutus pembubaran partai

32
politik dan memutus perselisihan hasil pemilu (pasal
24C ayat 1).
6) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan
atas pendapat dewan perwakilan rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil
presiden menurut Undang-Undang Dasar (pasal 24C
ayat 2).

e. Badan Pemeriksa Keuangan

Pengaturan BPK dalam UUD 1945 hasil perubahan


yang keempat lebih rinci, berbeda dengan bunyi pasal
sebelum dirubah. Dalam pasal 23 dinyatakan bahwa BPK
harus bebas dan mandiri. Laporan yang dibuat oleh BPK
diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD. Anggota BPK
dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD
yang kemudian akan diresmikan oleh Presiden. BPK
memiliki perwakilan di tiap-tiap provinsi.

UD 1945 hasil perubahan menghapus Dewan


Pertimbangan Agung (DPA). Sebagai gantinya presiden
membentuk dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat pertimbangan kepada presiden (pasal
16).

Selain menetapkan lembaga-lembaga negara, UUD


1945 mengatur hubungan antarlembaga negara.
Hubungan dimaksud adalah sebagai berikut.
1) Hubungan Presiden dengan lembaga
lainnya
Dalam pasal 5 ayat 1 UUD 1945 (naskah perubahan
UUD 1945 pertama), Presiden berhak mengajukan
rancangan undang-undang terhadap DPR. Kemudian

33
DPR bersama Presiden akan membahas bersama RUU
(pasal 20 ayat 2). Apabila diterima oleh DPR, maka RUU
tersebut akan disahkan dan ditanda tangani oleh
Presiden.
Antara presiden dan DPR tidak bisa saling
menjatuhkan. Presiden tidak bisa membubarkan atau
membekukan DPR, begitu pun juga DPR tidak bisa
memberhentikan presiden. Pernyataan tersebut
terdapat dalam pasal 7C UUD 1945 (naskah perubahan
UUD 1945 ketiga).
Di dalam pasal 9 ayat 1 UD 1945, presiden
sebelum memangku jabatannya akan bersumpah
dihadapan MPR atau DPR. Jadi apabila MPR tidak
berhalangan hadir, maka presiden bersumpah
dihadapan DPR, karena pada hakikatnya itu DPR
termasuk MPR juga, apalagi bila DPR hadir semua
berjumlah 550, jumlah tersebut sudah melebihi 2/3
anggota MPR.
Presiden harus mendapat persetujuan DPR bila
akan menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain (pasal 11 UUD 1945 hasil
perubahan ketiga), selanjutnya presiden harus
memperhatikan pertimbangan DPR bila mengangkat
duta/konsul, menerima penempatan duta negara lain,
memberikan amnesti dan abolisi (Pasal 13 dan 14 UUD
1945). Salah satu fungsi DPR adalah anggaran dan
pengawasan. Presiden akan mengajukan RAPBN kepada
DPR, RAPBN akan dibahas oleh DPR dan Presiden
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan daerah. DPR juga mengawasi jalannya
pemerintahan/kebijakan presiden dengan menggunakan

34
hak budget, hak interpelasi, hak usul resolusi dan hak
konfirmasi ataupun memilih calon pejabat tertentu.
2) Presiden dengan MPR

Presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih MPR,


akan tetapi pemilihan dilakukan langsung oleh rakyat.
Presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilu akan
dilantik oleh MPR (pasal 3 ayat 1). MPR dapat
memberhentikan Presiden sebelum masa jabatannya
habis bila presiden melanggar hukum. Presiden
mengucapkan sumpah sebelum menjabat dihadapan
MPR.
3) Presiden dengan Lembaga Yudikatif

Dalam memberikan grasi dan rehabilitasi presiden


harus memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah
Agung (pasal 14 ayat 1 UUD 1945). Hakim Agung
ditetapkan oleh presiden yang sebelumnya mendapat
persetujuan dari DPR. Anggota Komisi Yudisial diangkat
dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan
DPR (pasal 24B ayat 3). Hakim konstitusi ditetapkan
oleh Presiden. Hakim konstitusi diajukan oleh DPR, MA,
dan Presiden sendiri. Mahkamah Konstitusi memberikan
putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Tugas : diskusikan bagaimana kedudukan


lembaga-lembaga negara pasca perubahan UUD
1945

B. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara


1. Istilah dan Pengertian Administrasi Negara
Di kalangan ahli hukum dan berbagai peraturan

35
perundangan serta kurikulum di Fakultas Hukum terdapat
beberapa istilah-istilah yang berbeda untuk bidang ilmu ini.
Di antara istilah-istilah itu ialah Hukum Tata Pemerintahan,
Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Usaha Negara.
Perbedaan istilah tersebut tidaklah berarti ada perbedaan
objek studi, sebab meskipun isstilah yang dipakai berbeda
namun obyeknya tetap sama.
Dalam Peraturan Perundang-undangan menurut
surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
No.0198/U/1972 tentang Pedoman Kurikulum Minimal secara
resmi menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan (Pasal
5C dan pasal 10 ayat 2). Sedangkan menurut Wirjono
Prodjodikoro, menggunakan istilah Hukum Tata Usaha
Pemerintahan (Vide Peradilan Tata Usaha Pemerintahan).
Istilah tersebut mirip dengan istilah yang resmi dipakai di
dalam UUD yang pernah berlaku di Indonesia yaitu UUDS
1950. Istilah Hukum Tata Usaha Negara ditemukan secara
resmi di dalam UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat No.II/MPR/1983 tentang
GBHN serta pidato-pidato resmi Kepala Negara. Selanjutnya
istilah ini dipakai pula secara resmi sebagai nama bagi UU
No.5 tahun 1986, yaitu Undang-undang tentang Peradilan
Tata Usaha Negara. Namun, Undang-undang yang disebutkan
terakhir tidak hanyamenggunakan satu istilah Tata Usaha
Negara saja sebab di dalam pasl 144 UU tersebut ditegaskan
juga bahwa UU ini dapat disebut Undang-undang Peradilan
Administrasi Negara. Jadi dalam peraturan-peraturan yang
resmi sekalipun istilah yang digunakan untuk lapangan studi
ini tidaklah terlalu sama. ada istilah lain yang hampir mirip
yaitu istilah hukum Tata Usaha Indonesia.
a. Pandangan para Sarjana

36
Istilah Hukum Administrasi Negara banyak di jumpai di
bebagai literatur. WF.Prins, misalnya menulis buku berjudul
Inleiding in het Administratief Recht van Indonesia yang
diterjemahkan dengan Pengantar Hukum Administrasi
Negara. Sarjana lain seperti Rochmat Soemitro , S.Prayudi
Atmosudirdjo, Sarono, Sunaryati Hartono dan E. Utrecht
pada simposium dengan makalah menggunakan istilah
Administrasi Negara.
b. Dalam Kurikulum Perguruan Tinggi
Dalam Kurikulum Perguruan Tinggi digunakan istilah yang
berlainan. misalnya saja Universitas Padjadjaran dan
Universitas Sriwijaya pernah menggunaka istilah Hukum
Tata Usaha Negara, sedangkan Universitas Gadjah Mada,
Universitas Airlangga dan Universitas Islam Indonesia
(sampai dengan tahun 1986) menggunakan istilah Hukum
Tata Pemerintahan. Kemudian keluarnya SK Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, tersebut menggunakan
istilah Hukum Administrasi Negara (HAN).
Sejak tahun 1986/1987 berdasarjan SK Rektor No. 4 Tahun
1986 menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara,
kemudian UII sejak tahun 1987/1988 menerapkan istilah
Hukum Administrasi Negara.

c. Istilah Asal
Munculnya perbedaan itu disebabkan karena perbedaan
terjemahan asal istilah dari lapangan studi ini atau juga
disebabkan oleh perbedaan kecenderungan untuk memilih
salah satu dati istilah-istilah yang berbeda-beda yang
dipakai para sarjan terdahulu. Salah satu istilah tesebut
adalah istilah Belanda Administratief Recht dengan kata
pokok Administrasi. istilah itu yang diadopsi menjadi

37
bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti yaitu arti
administrasi, dengan arti pemerintahan dan dengan arti
tat usha (administrasi dalam artu sempit).
Istilah asal lainnya yaitu istilah Belanda Bestuursrecht,
Bestuurkunde dan Berstuurwetenschappen. Kata
bestuur dalam bahasa indonesia berarti pemerintahan. J.R
Stellinga mengidentifikasikan adanya 3 paham tentang
hubungan antara Hukum Tata Pemerintahan dengan
Hukum Administrasi Negara yaitu:
1) Hukum Administrasi Negara adalah lebih luas daripada
Hukum Tata Pemerintahan (seperti pendapat Van
Vollenhoven).
2) Hukum Administrasi Negara adalah identik dengan
HukumTata Pemerintahan (seperti pendapat JHPM Van
der Grinten)
3) Hukum Administrasi Negara adalah lebih sempit dari
hukum Tata Pemerintahan (seperti pendapat HJ.Romeijn
dan G.A. van Poelje).

2. Pengertian
a. Pengertian Administrasi dalam arti sempit
Administrasi dalam arti sempit berarti segala kegiatan tulis
menulis, catat mencatat, surat menyurat, ketik mengetik
serta penyimpanan dan pengurusan masalah yang bersifat
teknis ketatausahaan.
b. Administrasi dalam arti luas
Kata administrasi berasal dari bahasa Inggris,
administtration yang pada mulanya berasal dari bahasa
Latin administrare yang berarti to serve atau melayani.
Ada beberapa pengertian administrasi menurut para ahli
diantaranya:

38
1) Menurut Leanord D. White, dalam bukunya introduction
on the study of public administration mendefinisikan
administrasi sebagai suatu proses yanng umumnya
terdapat padasemua usaha kelompok, negara atau
swasta, sipil atau militer dan usaha yang besar atau
yang kecil.
2) Menurut H.A. Simon dalam bukunya public
Administration, mendefinisikan administrasi negara
adalah sebagai kegiatan dari sekelompok manusia yang
mengadakan usaha kerja sama untukmencapai tujuan
usaha.
3) Menurut The Liang Gie, mengemukakan bahwa
administrasi negara sebagai organisasi management
perbekalan dan perwakilan.
4) Menurut E. Utrecht, administrasi negara sebagai
complex/ambten/apparaat atau gabungan jabatan-
jabatan administrasi yang berada di bawah pimpinan
pemerintah melaksanakan tugas yang tidak ditugaskan
kepada badan-badan pengadilan dan legislatif.
5) Menurut Dwight Waldo, administrasi negara adalah
organisasi dan management dari manusia dan benda
guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah.
6) Dalam buku karya Ddimock&Dimock, administrasi
negara adalah aktifitas-aktifitas negara dalam
melaksanakan kekuasaan-kekuasaan politiknya.
Secara lebih terperinci C.S.T Cansil mengemukakan
tiga arti administrasi negara, yaitu:
1) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah atau
instansi politik (kenegaraaan), artinya meliputi organ
yang ada di bawah pemerintah mulai dari presiden,

39
menteri, dan semua organ yang menjalankan
administrasi negara.
2) Sebagai fungsi atau sebagai aktifitas yakni sebagai
kegiatan pemerintahan, artinya sebagai kegiatan
mengurus kepentingan negara.
3) Sebagai proses teknis penyelenggaran undang-undang,
artinya meliputi segala tindakan aparatur negara dalam
menjalankan undang-undang.

c. Arti Hukum Administrasi Negara


Setelah pengertian-pengertian teoritis tersebut di
atas, kita dapat mengambil beberapa pengertian atau
definisi administrasi negara. Rahmat Soemitro
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Hukum
Administrasi Negara dan Hukum Tata Pemerintahan itu
meliputi segala sesuatu mengenai pemerintahan yakni,
mengenai seluruh aktifitas pemerintah yang tidak
termasuk perundangan dan peradilan.
Didalam buku E.Utrecht mengungkapkan bahwa
hukum administrasi negara atau hukum tata pemerintahan
mempunyai obyek yakni:
1) Sebagai hukum mengenai hubungan hukum antara alat
perlengkapaan negara yang satu dengan alat
kelengkapan negara yang lain.
2) Sebagian aturan hukum mengenai hubungan hukum
antara perlengkapan negara dengan perseorangan
(privat).

Hukum administrasi negara juga adalah perhubungan-


perhubungan hukum istimewa yang diadakan sehingga

40
memungkinkan para pejabat negara melakukan tugasnya
yang istimewa.
Tentang pengertian dan cakupan dari hukum
administrasi negara Indonesia G. Pringgodigdo, seperti
dikutip oleh C.S.T Cansil mengemukakan bahwa, oleh karena
di Indonesia kekuasaan eksekutif dan kekuasaan administratif
berada dalam satu tangan yaitu presiden maka pengertian
Hukun Administrasi Negara yaitu, Hukum Adminitrasi Negara
dalam arti sempit, yakni Hukum tata pengurusan rumah
tangga negara (rumah tangga negara dimaksudkan segala
tugas-tugas yang ditetapkan dengan undang-undang sebagai
urusan negara).

3. SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA.


Ada dua macam sumber hukum yaitu sumber hukum
materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil
meliputi faktor-faktor yang ikut mempengaruhi materi (isi)
dari aturan-aturan hukum sedangkan sumber hukum formal
adalah berbagai bentuk aturan hukum yang ada.

a. Sumber hukum Historik ( sejarah )


Sejarah hukum atau sejarah lainnya dapat
menjadi sumber hukum materiil dalam arti ikut
berpengaruh atas penentuan materi aturan hukum,
misalnya, dalam studi perkembangan hukum. Dari sudut
sejarah ini ada dua jenis sumber hukum, yaitu:
1) Undang-undang dan system hukum tertulis yang
berlaku pada masa lampau di suatu tempat.

41
2) Dokumen-dokumen dan surat-surat serta keterangan
lain dari masa itu sehingga dapat diperoleh gambaran
tentang hukum yang berlaku dimasa itu yang mungkin
dapat diterima untuk dijadikan hukum positif saat
sekarang.
Sumber hukum dari sudut historic ini yang paling
relevan adalah Undang-undang dan sitem hukum tertulis
dimasa lampau.
b. Sumber Sosiologis / Antropologis
Dari sudut ini ditegaskan bahwa sumber hukum
materiil itu adalah seluruh masyarakat. Dapat juga
dikatakan bahwa dari sudut sosiologis/ antropologis ini
dapat dimaksud dengan sumber hukum adalah factor-
faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan isi hukum
positif, factor-faktor mana meliputi pandangan ekonomis,
pandangan ekonomis, pandangan agamis psikologis.
c. Sumber-sumber Filosofis
Dari sudut filsafat ada dua masalah penting yang
dapat menjadi sumber hukum, yaitu :
1) Ukuran untuk menentukan bahwa sesuatu itu bersifat
adil. Karena hukum itu dimaksudkan, antara lain, untuk
menciptkan keadilan maka hal-hal yang secara filosofis
dianggap adil dijadikan juga sumber hukum materiil.
2) Faktor-faktor yang mendorong seseorang mau tunduk
pada hukum. Hukum itu diciptakan agar ditaati, oleh
sebab itu semua factor yang dapat mendorong
seseorang taat pada hukum harus diperhatikan dalam
pembuatan aturan hukum positif.

d. Sumber hukum formal

42
Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang
berasal dari aturan-aturan hukum yang sudah mempunyai
bentuk sebagai pernyataan berlakunya hukum. Sumber-
suber hukum formal dari Hukum Adminisrasi Negara
adalah:
1) Undang-undang sebagai sumber hukum formal.
UU dalam arti formal adalah setiap peraturan
(keputusan pemerintah) yang isinya dikaitkan dengan
cara terjadinya. Di Indonesia misalnya yang dimaksud
dalam UU dalam arti formal adalah setiap produk
hukum yang dibuat oleh Presiden bersama DPR (lihat
pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 UUD 1945).
Sedangkan UU dalam arti materill adalah suatu
penetapan kaidah hukum dengan tegas sehingga
kaidah hukum itu mempunyai sifat mengikat. Untuk
mengikatnya satu aturan hukum menurut Laband harus
ada dua unsur secara bersama bagi aturan hukum itu
yakni anordnung (penetapan secara tegas) dan
rechtssats (peraturan atau isi hukumnya itu sendiri).
b) Konvensi.
Konvensi yang menjadi sumber hukum
administrasi negara adalah praktek dan keputusan-
keputusan pejabat administrasi negara atau hukum tak
tertulis tetapi dipraktekan di dalam kenyataan oleh
pejabat administrasi negara.
Tidak semua praktek dan keputusan pejabat
administrasi negara menjadi sumber hukum yang
konvensional dengan sendirinya. Sebab setiap
keputusan pejabat administrasi negara bisa
menimbulkan dua macam respons yaitu :

43
Keputusan yang memberi kesempatan bagi yang
terkena untuk minta banding (beroep).
Keputusan yang berlaku tanpa ada peluang atau
kemungkinan untuk adanya administratif beroep
(yakni yang biasanya tidak mengena hak-hak orang
lain).

c) Yurispendensi.
Keputusan hakim bisa juga menjadi sumber
hukum formal dari HAN. Keputusan hakim
(yurispendensi) yang dapat menjadi sumber hukum
administrasi negara adalah keputusan hakim
administrasi atau hakim umum yang memutus perkara
administrasi negara.
Masalah lain yang berkaitan dengan hal tersebut
ialah bahwa dengan adanya kewenangan bagi hakim
untuk membuat tafsiran terhadap aturan yang ada
maka berarti hukum mempunyai hak uji material
(toetsingrecht atau judicial review) bagi peraturan
perundangan yang berlaku. Padahal menurut hukum
positif yang mengatur tentang hak uji materill tersebut
hanya terletak pada Mahkamah Agung dalam
pemeriksaan di tingkat kasasi. Pasal 26 UU No. 14
tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa :
Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan
tidak sah semua peraturan perundangan dari
tingkat yang lebih rendah dari Undang-undang atas
asalan bertentangan dengan peraturan
perundangan yang lebih tinggi.

44
Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan
perundang-undangan dapat diambil berhubung
dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi.
Pencabutan dari peraturan perundang-undangan
yang dinyatakan tidak sah tersebut dilakukan oleh
instansi yang bersangkutan.
Selanjutnya Tap MPR No. IV tahun 1973 yang
dikuatkan dengan Tap MPR No. III tahun 1978 tentang
Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga
Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga
Tinggi Negara dalam pasal 11 ayat 4 menyebutkan
bahwa, Mahkamah Agung mempunyai wewenang
menguji secara materill hanya terhadap peraturan-
peraturan yang di bawah Undang-undang. Dengan
demikian ada pembatasan-pembatasan tertentu dalam
pengaturan hak uji materill ini, yaitu :
Hak uji materill hanya mungkin untuk peraturan
perundang-undangan yang derajatnya di bawah UU
(PP ke bawah).
Hak menguji itu hanya dapat dilakukan dalam
pemeriksaan perkara di tingkat kasasi (berarti tidak
boleh dilakukan oleh hakim pengadilan negeri
maupun hakim pengadilan tinggi, dan berarti juga
bahwa adanya hak uji diperlukan adanya perkara
lebih dulu).
Pernyataan tidak sahnya satu peraturan
perundangan berdasarkan hasil hak uji belum
berarti pencabutan secara otomatis bagi peraturan
itu, sebab pencabutannya hanya dapat dilakukan
oleh instansi yang mengeluarkan peraturan
perundangan yang bersangkutan.

45
Doktrin.
Doktrin atau pendapat para ahli dapat pula
menjadi sumber hukum formal Hukum Administrasi
Negara, sebab pendapat para ahli itu dapat melahirkan
teori-teori dalam lapangan Hukum Administrasi Negara
yang kemudian dapat mendorong timbulnya kaidah-
kaidah HAN.

Latihan :
Diskusikan dengan teman sekelompok mengenai dampak
perubahan UUD 1945 terhadap peran, fungsi dan kedudukan dan
Ketetapan MPR!

BAB IV

46
POKOK-POKOK HUKUM ADAT

Pengantar
Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, yang merupakan
pedoman bagi sebagian besar orang-orang Indonesia dan
dipertahankan dalam pegaulan hidup sehari-hari baik di kota
maupun di desa.
Hukum Adat senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup
yang nyata, cara hidup dan pandang an hidup yang keseluruhannya
merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu berlaku.
Pengkajian mengenai peristilahan tentang hukum adat, unsur
serta definisi hukum adat adalah untuk mendapatkan pengertian
tentang,"Apakah hukum adat itu" ? Karena hukum adat adalah
merupakan hukum positif bagi bangsa Indonesia, maka perlu
diketahui dasar hukum berlakunya hukum adat tersebut.
Hukum adat adalah merupakan bagian dari kebudayaan
bangsa Indonesia. Oleh sebab itu dengan mempelajari hukum adat
berarti kita telah mempelajari sebagian dari kebudayaan bangsa
kita. Walaupun hukum adat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-
hari, tapi banyak orang yang kurang menyadari bahwa mereka
melaksanakan hukum adat. Juga sering orang mencampur-adukkan
antara pengertian adat yang mengandung sanksi yaitu hukum adat
dengan pengertian adat yang tidak mengandung sanksi yaitu
kebiasaan saja. Selanjutnya dalam pengantar hukum adat ini dikaji
juga mengenai sejarah perkembangan hukum adat dan menfaatnya
mempelajari hukum adat.

A. PERISTILAHAN, UNSUR, DAN DEFINISI HUKUM ADAT


1. Peristilahan Tentang Hukum Adat
Istilah hukum adat ini merupakan terjemahan dari
istilah dalam bahasa Belanda "Adatrecht". Orang yang

47
pertama kali memakai istilah adatrecht ini adalah Snouck
Hurgronje. Istilah adatrecht tersebut dipakai dalam bukunya
"De Atjehers" dan Het Gayoland". Buku ini ditulis nya tatkala
ia mengamati perang Aceh. Kemudian pemakaian istilah
adatrecht itu dilanjutkan oleh Cornelis van Vallenhoven
sebagai istilah teknis-juridis. Ia mengumpul kan data-data
tentang hukum adat dan disusunnya secara sistimatis.
Apa yang disusunnya mengenai hukum adat Indonesia
tersebut sesuai dengan kenyataannya, sedangkan pada saat
penyusunan data-data itu, ia belum pernah menginjakkan
kaki di bumi Indonesia. Ia dapat dianggap sebagai bapak
hukum adat Indonesia. Hasil karyanya yang terkenal
mengenai hukum adat adalah "Het Adatrecht Van
Nederlandsch Indie" dan "De Ontdekking Van Het Adatrecht".
Istilah "adatrecht"itu baru muncul dalam perundang
undangan pada tahun 1920, yaitu untuk pertama kali dipakai
dalam undang-undang Belanda mengenai perguruan tinggi di
negeri Belanda. Sebelumnya, hukum adat itu dinyatakan
dalam berbagai istilah. Dalam perundang-undangan dipakai
istilah "godsdientige wetten" (undang- undang agama)
lembaga rakyat, "kebiasaan", lembaga asli .
Pada permulaan abad ke 20, sebelum istilah adatrecht
dipakai dalam perundang-undangan, Nederburgh, Juynboll dan
Scheuer sudah memakai istilah adatrecht dalam literatur
(kepustakaan) tentang hukum adat.
Di dalam pergaulan hidup sehari-hari istilah "hukum adat"
itu sendiri jarang diucapkan orang banyak, yang sering
didengar hanya kata "adat" saja. Sedangkan kata "adat" ini
berasal dari bahasa Arab yang berarti "kebiasaan". Dalam
kenyataan kata "adat" yang diucapkan orang banyak itu
kadangkala mengandung arti hukum, yaitu jika dilanggar ada

48
sanksinya, dan kadang-kadang berarti kebiasaan saja, jika
dilanggar tidak ada sanksinya.
Di beberapa daerah di Indonesia dipakai berbagai istilah
pula tentang "Hukum Adat" itu,misalnya di daerah:
- Karo - basa (bicara)
- Gayo - adat (eudeut)
- Minangkabau - lembago atau adaik lumbago
- Jawa Tengah dan Jawa Timur - adat dan ngadat
- Sunda - adat
- Minahasa dan Maluku - adat kebiasaan.

2. Unsur Hukum Adat


Pemakaian istilah godsdienstige wetten atau undang-
undang agama untuk menyatakan hukum adat mencapai
puncaknya pada bagian kedua abad ke 19. Kekeliruan dalam
pengertian hukum adat dalam praktek maupun dalam
perundang-undangan pada zaman itu dipengaruhi oleh van
den Berg dengan teorinya "Receptio in Complesen"
Menurut teori ini, hukum (adat) suatu golongan atau
masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat atau resepsi
seluruhnya dari hukum agama yang dianut oleh golongan
masyarakat itu atau dengan bahasa lain hukum adat identik
dengan hukum agama. Jadi hukum (adat) mereka yang
beragama Islam adalah hukum Islam, yang beragama Kristen
Protestan adalah hukum Kristen Protestan yang beragama
Hindu adalah hukum Hindu, yang beragama Katolik adalah
hukum Katolik dan seterusnya.
Kalau diperhatikan dengan seksama teori van den Berg
ini, ada hal yang tersirat dalam teori tersebut, yaitu
masyarakat Indonesia tidak mempunyai hukum adat yang asli,
karena semuanya merupakan resepsi dari agama yang

49
dianutnya. Sedangkan semua agama itu tidak ada yang
berasal dari Indonesia. Pendapat Van den Berg ini disokong
oleh Keyzer. Tapi mendapat tantangan dari Snouck Hurgronje
dan Van Vollen hoven.
Menurut Snouck Hurgronge, tidak semua bagian hukum
agama diterima, diresepsi dalam hukum adat.Hanya beberapa
bagian tertentu saja dari hukum adat dipengaruhi oleh hukum
agama yang dianut masyarakat yang bersangkutan, terutama
bagian dari hidup manusia yang sifatnya mesra, yang
hubungannya erat dengan kepercayaan dan hidup batin.
Bagian-bagian itu adalah : hukum keluarga, hukum
perkawinan dan hukum waris.
Ter Haar membantah sebagian pendapat Snouck
Hergronje. Menurut Ter Haar, hukum waris merupakan hukum
adat yang asli yang tidak dipengaruhi oleh Hukum agama. Ia
memberikan contoh hukum waris di daerah Minangkabau,
merupakan hukum adat yang asli, yaitu himpunan norma-
norma yang cocok dengan susunan dan struktur masyarakat
dalam alam Minangkabau. Menurut hukum waris adat
Minangkabau, anak-anak mewaris melalui ibu, sedangkan
menurut hukum waris Islam, anak-anak mewaris dari ayahnya,
dan bagian anak laki-laki dua kali anak perempuan. Terlihat
nyata perbedaan hukum waris menurut adat Minang dengan
hukum waris Islam, sedangkan masyarakatnya adalah
pemeluk agama Islam yang taat.
Van Vollen hoven menarik kesempulan dari hasil
kompromi kaum Umayah dan kaum Madinah, bahwa hukum
keluarga, hukum perkawinan, hukum waris dan wakaf
dipengaruhi oleh hukum Islam. Dengan kata lain ia
berpendapat bahwa hukum adat itu mempunyai unsur-unsur
asli maupun unsur-unsur keagamaan, walaupun pengaruh

50
agama itu tidak begitu besar dan terbatas pada beberapa
daerah saja. Jadi unsur hukum adat itu ada yang asli dan
unsur yang tidak asli.
Unsur yang asli itu pada umumnya tidak tertulis. Hanya
sebagian kecil saja yang tertulis (seperti awig-awig di
Bali,piagam-piagam perintah raja, patokan-patokan pada daun
lontar), tidak berpengaruh, dan sering dapat diabaikan saja.
Unsur yang tidak asli yaitu yang datang dari luar sebagai
akibat persentuhan dengan kebudayaan lain dan pengaruh
hukum agama yang dianut.
3. Definisi Hukum Adat
Dalam mempelajari sesuatu, untuk mendapatkan
gambaran apa yang dipelajari sebaiknya diketahui definisi apa
yang dipelajari tersebut. Merumuskan definisi mengenai
hukum adat menurut Bushar Muhammad para ahli mengalami
kesulitan karena:
Hukum adat masih dalam pertumbuhan
Hukum adat selalu dihadapkan pada dua keadaan
yang sifatnya bertentangan, seperti :
tertulis atau tidak tertulis
sanksinya pasti atau tidak pasti
sumber dari raja,atau dari rakyat dan sebagainya.
Namun demikian, ada juga beberapa ahli atau para
sarjana, atau peminat hukum adat mencoba mengemukakan
definisi tentang hukum adat. Berikut ini dikemukakan
beberapa definisi dari para ahli atau para peminat dalam
hukum adat.
Van Vollen hoven, memberikan definisi tentang Hukum
Adat ialah : "keseluruhan aturan tingkah laku positif yang
disatu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu adalah
hukum) dan dipihak lain tidak dikodifikasikan, artinya tidak
tertulis dalam bentuk kitab Undang-undang yang tertentu

51
susunannya".
Menurut Ter Haar, Hukum Adat adalah ( dengan
mengabaikan bagian-bagiannya yang tertulis yang terdiri dari
peraturan-peraturan desa, surat-surat perintah raja )
keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-
keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas) yang
mempunyai wibawa (macht), serta pengaruh (invloed) dan
yang dalam pelaksanaannya berlaku dengan serta merta
(spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati. Terlihat, bahwa
hukum adat yang berlaku itu dapat diketahui dalam bentuk
keputusan-keputusan para fungsionaris hukum(hakim, kepala
adat, rapat desa, wali tanah, petugas-petugas di lapangan
agama dan petugas desa lainnya). Definisi yang dikemukakan
Ter Haar ini terkenal dengan nama "beslissingenleer", atau
teori keputusan.
Menurut Prof.DR.Soepomo, istilah "Hukum Adat" dipakai
sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam
peraturan legeslatif (Unstatutory Law), hukum yang hidup
sebagai konvensi di badan-badan Negara (parlemen, Dewan
perwakilan rakyat dan sebagainya), hukum yang timbul
karena putusan-putusan hakim (Judgemade Law), hukum yang
hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di
dalam pergaulan hidup baik di kota-kota maupun di desa desa
(Customary Law), kesemua inilah merupakan "adat" atau
"hukum adat" yang tidak tertulis yang disebut oleh pasal 32
Undang-undang Dasar Sementara Tahun 1950.
Dalam definisi Soepomo, ia mengabaikan bagian yang
tertulis dan mengartikan hukum adat itu sebagai hukum tidak
tertulis dalam arti luas.
Mengenai definisi tentang hukum adat yang lain
silakan anda cari di dalam buku-buku tentang hukum adat.

52
Misalnya definisi hukum adat dari Hazairin, Soekanto,
Bushar Muhammad, Kusumadi dan lain-lain.

C. DASAR HUKUM BERLAKUNYA HUKUM ADAT


Hukum adat yang dilaksanakan pada saat ini, adalah
merupakan hukum positif di Indonesia, karena pada saat ini
berlaku di Indonesia. Kalau hukum adat merupakan hukum positif,
tentu ada dasar hukum atau perundang- undangan berlakunya.
Pada permulaan kita merdeka, dasar hukum berlaku nya
hukum adat itu adalah pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang
Dasar 1945 juncto pasal 131 Indische Staats regeling ayat 2 sub
b. Tidak satu pasalpun dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyebut-nyebut hukum adat atau hukum tidak tertulis. Kalau
dalam Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 banyak
pasal-pasalnya menyebut tentang hukum adat, misalnya pasal
32, pasal 104 ayat 1. Silakan dicari yang lainnya dalam Undang-
Undang Dasar Sementara tahun 1950 tersebut.
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dinyatakan
berlaku kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, tetap tidak
ada satu pasalpun yang menyebut berlakunya hukum adat. Tapi
dari pasal 24 ayat 1, yang berbunyi: "kekuasaan kehakiman
dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan
Kehakiman". Dari pasal 24 ini telah dijabarkan aturan
pelaksanaannya yaitu "Undang-Undang tentang ketentuan-
ketentuan pokok kekuasaan kehakiman", pada tahun 1964 yang
dikenal dengan Undang-Undang nomor 19 tahun 1964, tetapi
karena ada pasal dari Undang-undang tersebut yang
bertentangan dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945, maka
pada 17 Desember 1970, undang-undang nomor 19 tahun 1964
itu dicabut, diganti dengan Undang-undang nomor 14 tahun
1970, dengan judul yang sama.

53
Di dalam undang-undang nomor 14 tahun 1970 itu ada
beberapa pasalnya yang memperlihatkan berlakunya hukum adat
atau hukum tidak tertulis. Diantara pasal-pasal tersebut adalah :
Pasal 23 (1) yang isinya sama dengan pasal 17 Undang
undang nomor 19 tahun 64 yang berbunyi : "Segala putusan
Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-
dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal
tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau
sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili."
Pasal 27 (1) yang isinya hampir sama dengan pasal 20 (1)
Undang-undang nomor 19 tahun 1964, yang berbunyi :
"Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan, wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat".

Dalam penjelasan Undang-undang nomor 14 tahun 1970


bagian 7 memberi petunjuk bahwa yang dimaksud dengan
hukum tidak tertulis dalam Undang-undang ini adalah hukum
adat. Jadi Undang-undang nomor 14 tahun 1970 ini dapat
dijadikan dasar hukum atau perundang undangan berlakunya
hukum adat pada saat ini.

D. HUKUM ADAT MERUPAKAN SALAH SATU ASPEK


KEBUDAYAAN
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan itu mempunyai
paling sedikit tiga wujud, yaitu wujud kebudayaan :sebagai suatu
kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma
peraturan dan sebagainya (wujud ideal)
Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakukan berpola dari
manusia dalam masyarakat (wujud sosial). Sebagai benda-benda
hasil karya manusia (wujud fisik). Hukum adat adalah termasuk

54
wujud ideal.
Cirero kurang lebih 2000 tahun yang lalu menyatakan : "Ubi
societas ibi ius" (dimana ada masyarakat di situ ada hukum
(adat). Hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat
mencerminkan corak dan sifat masyarakat yang bersangkutan.
Masing-masing masyarakat mempunyai kebudayaan dan
cara berfikirnya yang belum tentu sama.Menurut Von Savigny,
hukum suatu masyarakat mengikuti Volksgeist (jiwa/semangat
rakyat) dari masyarakat tempat hukum (adat) itu berlaku.
Karena Volksgeist masing-masing masyarakat berbeda-beda
atau belum tentu sama, maka hukumnya pun belum tentu sama
atau berbeda-beda.
Sebagaimana halnya dengan sistem hukum di bagian lain di
dunia ini, maka "Hukum Adat" itu senantiasa tumbuh dari suatu
kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup
yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat
tempat "hukum adat" itu berlaku. Hukum adat Indonesia
merupakan bagian dari kebudayaan, yang mengikuti Volksgeist
dan cara berfikir bangsa Indonesia.
Dengan kata lain merupakan penjelmaan kepribadian
bangsa Indonesia. Oleh sebab itu untuk memahami Hukum Adat
itu, kita perlu mempelajari, struktur berfikir, corak dan sifat
masyarakat Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan
bidang hukum.
FD Halleman yang pernah menjabat guru besar dalam mata
pelajaran Hukum Adat di Leiden, dalam pidato inaugurasinya
yang berjudul "Corak Kegotong royongan di dalam kehidupan
hukum Indonesia", menyimpulkan adanya empat sifat umum
Hukum Adat Indonesia, atau cara berfikir masyarakat Indonesia,
yang dipandang sebagai satu kesatuan, yaitu:
religio magis
komunal

55
kontan (tunai)
kongkret (visual).

E. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADAT


Hukum adat itu merupakan sesuatu yang hidup dalam
masyarakat, yaitu sesuatu gejala sosial yang hidup. Bagaimana
tanggapan, perhatian dan pendirian para sarjana, para ahli dan
peminat-peminat lainnya terhadap hukum adat dari dulu sampai
sekarang.
Van Vollenhoven telah menjabarkan secara lengkap
mengenai perhatian terhadap hukum adat dan penemuan hukum
adat dalam bukunya "De Ontdekking van het adatrecht" Dari
jabaran Van Vollenhoven tersebut oleh Soekanto telah
dipersingkatnya dalam buku"Meninjau Hukum Adat Indonesia".
Pada umumnya Hukum Adat itu ditemukan oleh orang orang
yang hidup di luar lingkungan masyarakat hukum adat itu sendiri,
yaitu para sarjana, para ahli dan peminat- peminat lain terhadap
hukum adat, 90 % dari mereka adalah orang Barat.
Dalam buku Van Vollenhoven telah dijelaskannya siapa-
siapa yang telah berjasa menyelidiki, melaporkan, menganalisa,
menulis dan menyusun hukum adat itu. Dan juga dapat terlihat
sejak kapan hukum adat Indonesia itu ditemukan.
Memperhatikan penjelasan Van Vollenhoven dapat terlihat
bahwa hukum adat Indonesia itu ditemukan sejak orang asing
menyadari bahwa masyarakat Indonesia mempunyai sekumpulan
peraturan-peraturan hukum yang khas yang mengatur tingkah
laku, mengantur hidup kemasyarakatan yang menentukan dan
mengikat karena mempunyai sanksi, dan dipatuhi oleh
anggotanya. Hal ini tidak ada di negara asalnya.
Dari buku Van Vollenhoven "De Ontdekking van het
adatreacht" dapat disimpulkan oleh Bushar Muhammad, bahwa
hukum adat Indonesia itu ditemukan sejak orang asing menyadari

56
bahwa masyarakat Indonesia itu mempunyai sekumpulan
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tingkah laku,
mengatur hidup kemasyarakatan, yang menentukan serta
mengikat karena mempunyai sanksi. Peraturan-peraturan hukum
itu pada umumnya tidak tertulis namun dipatuhi oleh masyarakat
hukum adatnya, yang disadari oleh orang asing tersebut hal yang
seperti itu tidak ada di negara atau kampung asalnya.
Mengenai sejarah perkembangan hukum adat ini dapat
dikelompokkan dalam sejarah perintis penemuan hukum adat,
sejarah penemuan hukum adat dan sejarah politik hukum adat.

1. Perintis Penemu Hukum Adat.


Periode sampai tahun 1865 disebut zaman perintis oleh Van
Vollenhoven dalam bukunya "De Outdekking van het
adatrecht".
Seorang Inggeris yang bernama Marsden dapat dianggap
sebagai pionier dalam perintis penemu hukum adat Indonesia.
Hasil karyanya yang dikenal dengan judul "The History of
Sumatera" yang dipublikasikan pada tahun 1783. Buku itu
berisikan laporan tentang pemerintahan, hukum, kebiasaan dan
adat sopan-santun orang-orang pribumi. Marsden disebut
sebagai pionir dalam perintis penemuan hukum adat oleh Van
Vollenhoven, karena padanyalah timbul kesadaran tentang
kesatuan dan hubungan tali-temali dari daerah dan golongan
suku-suku bangsa, yang keseluruhannya digolongkan-nya
dalam kompleks yang lebih luas yaitu Melayu-polinesia, yang di
dalam perjalanan sejarah selanjutnya dari abad ke 19, disebut
Daerah Indonesia" dan "Orang Indonesia".
Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda, dapat
dimasukan kedalam kelompok perintis penemu hukum adat. Ia
adalah penemu desa di Jawa sebagai suatu persekutuan hukum

57
(rechtsgemeenshap) yang asli dengan organisasi sendiri dan
hak-hak sendiri atas tanah.
Muntinghe adalah orang Barat yang pertama yang secara
sistimatis memakai istilah "adat", tetapi masih belum mengenal
istilah "adatrecht". Istilah adatrecht untuk pertama kali dipakai
oleh Souck Hurgronje.
Raffles yang pernah menjadi Letnan-Gubernur Inggeris di
pulau Jawa dari tahun 1811 - 1816. Hasil karya Raffles yang
dipublikasikan dikenal sebagai "History of Jawa". Penyelidikan
dan pelajaran hukum adat Indonesia yang diadakan Raffles
dimuat dalam suatu skema pajak-tanah yang dapat dibaca
dalam "Substance of a Minute". Raffles masih mencampur aduk
pengertian hukum agama dengan hukum asli (hukum adat). Ia
seperti Marsden, juga melihat Indonesia sebagai suatu
keseluruhan yang bulat yang tidak terpisah-pisahkan.
Menurut Van Vollenhoven, ada tiga orang perintis penemu
hukum adat, yang ketiga-tiganya orang Inggeris yaitu :
Marsden, Raffles dan John Crawfurd. J. Crawfurd adalah seorang
dokter, tapi kemudian diserahkan tugas politik, diantaranya
sebagai duta di Kraton Jogjakarta. Pengalamannya dituliskan
dalam buku yang berjudul "History of the East Indian
Archipelago" yang terbit tahun 1820.
Pandangannya tentang hukum adat adalah merupakan
campuran dari adat istiadat asli dan hukum Hindu serta Islam.
Tapi dia sudah melihat hukum agama itu hanya sebagian kecil
saja dari hukum asli.
2. Penemu Hukum Adat.
Ada tiga orang yang dapat dikelompokan Van Vollenhoven
sebagai penemu hukum adat, yaitu Wilken, Liefrinck dan
Snouck Hurgronje.
Wilken seorang anak Indo dari Menado, tapi dibesarkan di

58
Nederland. Pada umur 22 tahun datang ke Indonesia sebagai
pamongpraja di berbagai daerah di Indonesia yang kemudian
menjadi ilmuwan. Ia sudah memberikan tempat tersendiri
tentang hukum adat, tidak mencampur adukan hukum agama
dengan hukum asli. Ia belum memakai istilah adatrecht,
baginya hukum adat itu adalah hukum rakyat asli. Metode yang
dipakainya adalah metode etnologi perbandingan. Pada tahun
1912 semua karangan Wilken dikumpulkan oleh Van
Ossenbruggen dalam sebuah himpunan De Verpreide
geschriften. Kemudian pada tahun 1926 Osenbruggen
menerbitkan hanya beberapa karangan Wilken saja tentang
hukum adat, dalam sebuah himpunan "Opstellen Over
Adatrecht".
F.A. Liefrinck, seorang pamongraja, orang Belanda, yang
bertugas di Lombok dan Bali. Ia juga telah memberikan tempat
tersendiri terhadap hukum adat seperti Wilken. Hasil
karyanya terbatas hanya pada lingkungan adat tertentu, yaitu
Bali dan Lombok.
Penemu hukum adat yang ketiga disebut Van Vollenhoven
ialah Snouck Hurgronje. Ia adalah seorang sarjana bahasa
yang menjadi negarawan. Ia adalah orang yang pertama kali
memakai istilah adatrecht. Hasil karyanya yang terkenal
tentang daerah-daerah di Indonesia adalah "De Acehers"
yang diterbitkan pada tahun 1893 dan 1894, dan "Het
Gayoland" yang diterbitkan tahun 1903. Kedua-duanya
mengenai hukum adatt yang terpusat pada suatu lingkungan
hukum belaka dan tidak mengadakan suatu perbandingan
dengan daerah-daerah lain di Nusantara. Terdahulu telah
disebutkan bahwa Snouck Hurgronje adalah orang pertama
memakai istilah "adatrecht", yaitu adat yang bersanksi hukum,
berbeda dari kelaziman dan keyakinan-keyakinan lain yang

59
tidak mengandung arti hukum. Diantara Wilken, Liefrinck dan
Souck Hurgronje, dengan ditemukannya istilah adatrecht itu,
maka Snouck Hurgronje yang paling menampakan diri dengan
jelas.
Dalam karya Van Vollenhoven berhubung dengan pelajaran
hukum adat, ada tiga hal yang penting, yaitu Van Vollenhoven:
menghilangkan kesalah-fahaman yang melihat hukum adat
identik dengan hukum agama (Islam)
membela hukum adat terhadap usaha pembentuk Undang
undang untuk mendesak atau menghilangkan hukum adat,
dengan meyakinkan pembentuk Undang-undang itu bahwa
hukum adat adalah hukum yang hidup yang mempunyai
suatu jiwa dan sistem sendiri.
Membagi wilayah hukum adat Indonesia dalam 19
lingkungan hukum adat (adatrechts-krungen).

3. Sejarah Politik Hukum Adat.


Dengan ditemukannya hukum adat lahirlah ilmu hukum
adat dan politik hukum adat. Politik hukum adat itu adalah
kebijaksanaan, pendirian dan sikap terhadap hukum adat dari
zaman dulu sampai sekarang.
Mengenai sejarah politik hukum adat ini dapat dibaca
dalam buku Van Vollenhoven "De outdekking vanhet
adatrecht", buku Soepomo dan Djokosutomo tentang "Sejarah
Politik Hukum Adat" jilid I dan II, dan juga buku "Hukum Adat di
Kemudian hari" dari Soepomo, serta pidato Hazairin yang
meramalkan sifat dan corak hukum baru di Indonesia.
Ringkasnya politik hukum adat yang dilakukan sampai
tahun 1928 oleh Pemerintah Belanda, adalah ditujukan untuk
perlindungan kepentingan orang Belanda (kepentingan
pemerintahan, perniagaan, pertanian, agama Kristen dan

60
sebagainya).
Dari tahun 1945 sampai sekarang ada 3 pandangan para
ahli hukum bangsa Indonesia terhadap hukum adat, yaitu:
mempertahankan hukum adat sepenuhnya dan menerima
hukum adat yang positif saja serta menolak hukum adat secara
keseluruhan.

F. MANFAAT MEMPELAJARI HUKUM ADAT


Setelah ditemukannya hukum adat dan munculah ilmu
hukum adat. Apa manfaatnya mempelajari ilmu hukum adat itu
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut pandangan teoritis, pengetahuan tentang hukum
adat yang diperoleh adalah semata-mata untuk menjamin
kelangsungan penyelidikan ilmiah hukum adat dan untuk
memajukan secara terus menerus pengajaran hukum adat.
Singkatnya menurut pandangan teoritis ini, "ilmu untuk ilmu".
Oleh sebab itu hukum adat dipelajari untuk memenuhi dua
tugas yaitu penyelidikan dan pengajaran. Penyelidikan
tentang hukum adat semakin digiatkan dan pengajaran
hukum adat di Universitas ditingkatkan.
Pandangan teoritis ini cenderung menyimpan hukum adat
dalam sifat dan corak aslinya, menjauhkan hukum adat dari
pengaruh modernisasi. Ini terselubung maksudnya untuk
memudahkan penelitian tentang hukum adat. Pandangan
teoritis ini sama sekali tidak memanfaatkan ilmu hukum adat
yang ditemukan itu untuk kepentingan masyarakatnya.
Sesudah Perang Dunia ke I dan Perang Dunia ke II,
pandangan "Ilmu Untuk Ilmu" mulai ditinggalkan atau dijadikan
nomor dua.
Tugas akademis dan universitas ditujukan pada
pengabdian ilmu yang dipelajari itu untuk pembangunan dan

61
kebesaran Nusa dan Bangsa. Dengan kata lain bukan ilmu
untuk ilmu, tapi ilmu untuk masyarakat.
Di Indonesia ilmu hukum adat yang ditemukan itu
dipelajari dimanfaatkan untuk pembangunan masyarakat
Indonesia dalam usaha mengisi kemerdekaan dan
meningkatkan kemakmuran bangsa Indonesia. Maka
manfaatnya mempelajari ilmu hukum adat itu haruslah bersifat
praktis dan nasional.
Sifat praktis dan nasional itu dapat terlihat dari tiga
sudut, yaitu:
dari sudut pembinaan hukum nasional
dari sudut mengembalikan dan memupuk kepribadian
bangsa Indonesia
dalam praktek peradilan.
Sampai saat ini hukum yang digunakan di negara
Indonesia , masih banyak hasil produk zaman kolonial.
Diperlukan hukum nasional yang dibuat sesuai dengan
kebutuhan dan cara berfikir masyarakat Indonesia. Oleh
sebab itu di dalam penyusunan hukum nasional, hukum adat
yang tumbuh dari masyarakat Indonesia, dapat diikut sertakan.
Tentu saja hukum adat yang positif, yaitu yang dapat mengikuti
kehidupan masyarakat modern, dan tidak bertentangan dengan
hak asasi manusia.
Begitu juga dengan mempelajari hukum adat, orang jadi
mengetahui hukum adat, dan bagi mereka yang sudah tahu,
dapat memupuk apa yang sudah diketahuinya. Dapat
memupuk dan mengembalikan kepribadian bangsa.
Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan dalam
memutuskan perkara, terutama yang menyangkut masalah
adat, wajib mempelajari, mengikuti dan memahami nilai- nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat, agar keputusannya itu

62
tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat yang bersangkutan.

G. MASYARAKAT HUKUM ADAT, HAK ULAYAT DAN TRANSAKSI


TANAH
From birth to death man lives out his life as a member of
a society (Krech, Crutchfield, Ballachey, 1962 : 308). Atau
dengan kata lain bahwa sejak dari lahir sampai meninggal
manusia mengalami kehidupannya sebagai anggota suatu
masyarakat.
Di mana ada masyarakat, di sana ada hukum (adat). Inilah
suatu kenyataan umum di seluruh dunia. Sebagaimana yang
dikatakan Cicero lebih kurang 2000 tahun yang lalu, dalam
bahasa Latin yaitu : Ubi societas, ibi ius. Jadi, manusia itu hidup
berkelompok- kelompok dan bagaimanapun kecilnya kelompok
itu, sudah tentu ada hukum yang mengatur kehidupannya.
Masing-masing kelompok tersebut, mempunyai dasar
persatuannya, yaitu ada yang berdasarkan genealogis, ada
yang berdasarkan teritorial, atau genealogis teritorial dan
teritorial genealogis.
Masyarakat hukum yang berdasarkan genealogis itu
terbagi lagi dalam bentuk bilateral (keibu-bapaan atau
parental) dan unilateral (sepihak). Unilateral terbagi lagi dalam
bentuk kebapaan (patriachat) dan keibuan (matriachat). Bentuk
lain ialah masyarakat hukum yang altenerend, dan dubble-
unilateral.
Masyarakat hukum yang berdasarkan teritorial juga
macam-macam bentuknya, yaitu masyarakat hukum desa,
masyarakat hukum wilayah (persekutuan desa) dan
masyarakat hukum serikat desa. Juga dalam bagian ini akan
diuraikan tentang hak ulayat dan transaksi tanah menurut

63
hukum adat.
Pembahasan mengenai masyarakat hukum adat yang
merupakan subjek dari hukum adat erat sekali kaitannya
dengan pembahasan mengenai hukum kekeluargaan dan
hukum perkawinan serta hukum waris, yang akan dibahas pada
bagian lain.
Dalam praktek kehidupan sehari-hari perlu sekali kita
mengetahui bentuk-bentuk atau susunan masyarakat hukum
ini, untuk menentukan kedudukan seseorang dalam
keluarganya dalam kelompoknya. Juga untuk menentukan
dengan siapa seseorang tidak boleh melakukan perkawinan
serta siapa yang akan menjadi ahli waris seseorang atau dari
siapa seseorang seharusnya mendapatkan warisan.
1. Masyarakat Hukum Adat
Pengertian masyarakat menurut Krech dalam bukunya
Individual in Society, dapat disimpulkan bahwa ciri utama
suatu masyarakat itu adalah suatu kumpulan manusia yang
berinteraksi dan terorganisasikan, kegiatan-kegiatannya
terpusat sekitar sekumpulan tujuan-tujuan bersama dan
cenderung memiliki kepercayaan, sikap dan cara-cara
bertindak bersama.
Masyarakat itu adalah merupakan suatu sistem sosial.
Masyarakat yang memperkem bangkan ciri-ciri khas hukum
adat, itulah yang disebut masyarakat hukum adat atau
persekutuan hukum adat.
Ter Haar menulis bahwa diseluruh kepulauan Indonesia
terdapat pergaulan hidup di dalam kelompok- kelompok yang
bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap dunia luar, lahir
dan bathin. Kelompok-kelompok ini mempunyai tata
susunan yang tetap dan kekal, dan orang sekelompok itu
masing-masing mengalami kehidupan dalam kelompoknya

64
sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam.
Tidak ada seorangpun dari mereka mempunyai pikiran
akan membubar kan atau memungkinkan pembubaran
kelom poknya itu. Kelompok manusia tersebut mempunyai
pengurus sendiri dan mempunyai harta benda, milik
keduniaan dan milik gaib. Kelompok-kelompok demikianlah
yang bersifat persekutuan hukum (masyarakat hukum).
Bushar Muhammad menyimpulkan pendapat Ter Haar
mengenai rumusan persekutuan hukum (masyarakat hukum)
adalah : "Kesatuan manusia yang teratur, menetap di suatu
daerah tertentu, mempunyai penguasa, dan mempunyai
kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud, dimana
para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan
dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat
alam dan tidak seorangpun diantara para anggota itu
mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk
membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau
meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan
untuk selama-lamanya".
Contoh persekutuan hukum (masyarakat hukum)
misalnya desa di Jawa, famili di Minangkabau. Keluarga di
Sunda atau Jawa belum memenuhi syarat untuk dapat
dikatakan sebagai masyarakat hukum, karena anak yang
sudah dewasa lalu kawin, mereka akan mentas membentuk
keluarga baru.

Begitu juga kelompok copet atau garong, tidak dapat


dikatakan sebagai suatu masyarakat hukum, ada syarat yang
tidak dipenuhinya. Coba anda cari syarat apa yang tidak
dipenuhinya sebagai suatu masyarakat hukum. Begitu juga
Rukun Tetangga atau Rukun Warga dikota-kota tidak dapat

65
digolongkan sebagai masyarakat hukum. Menurut istilah F.
Tonnies, kampung di kota merupakan suatu Gesellschaft dan
desa merupakan suatu Gemeinschaft.
2. Bentuk-bentuk susunan masyarakat hukum adat
Susunan masyarakat hukum adat itu ada yang
berdasarkan darah (genealogis) dan ada yang berdasarkan
daerah (teritorial). Manusia itu merasa terikat satu sama lain
karena merasa keturunan (darah) atau sedaerah. Ini secara
teoritis. Namun dalam kenyataannya adalah darah-daerah
(genealogis -teritorial) atau daerah-darah (teritorial-genealogis).
Berikut ini disajikan bagan susunan masyarakat hukum
adat secara garis besar :
a. Masyarakat hukum adat yang berdasarkan genealogis
Masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis ialah
masyarakat hukum adat yang para anggotanya merasa terikat
dalam suatu ketertiban berdasarkan kepercayaan bahwa
mereka semua merasa berasal dari satu keturunan (darah)
yang sama.
Ada tiga tipe pertalian keturunan dalam masyarakat
hukum adat yang ditentukan oleh faktor genealogis, yaitu :
pertalian keturunan menurut garis perempuan, ini
terdapat dalam masyarakat hukum adat orang
Minangkabau, Kerinci dan orang Sumendo.
pertalian keturunan menurut garis laki-laki, ini terdapat
dalam masyarakat hukum adat orang Batak, Bali, Ambon,
Lampung dan lain-lain.
pertalian keturunan menurut garis ibu dan bapak, ini
terdapat dalam masyarakat hukum adat orang Jawa Sunda,
Madura, Bugis, Dayak , Toraja dll.
Masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis ini
ada macam-macam pula, tergantung dari pihak mana para
anggota masyarakat hukum adat tersebut menarik garis

66
keturunan, seperti yang terlihat dalam bagan 1 (susunan
masyarakat hukum adat).
Masyarakat hukum adat Unilateral ialah masyarakat hukum
adat dimana para anggotanya menarik garis keturunan
melalui satu pihak, melalui garis ibu (wanita) atau melalui
garis bapak (laki-laki).
Ciri-ciri masyarakat hukum unilateral ialah terdiri dari clan
(marga, suku) sebagai kesatuan kecil dari masyarakat
hukum adat itu.
Para anggotanya menarik garis keturunan melalui satu
pihak (pihak ibu atau pihak bapak), dan sifat perkawinannya
harus exogami (exo = luar, kawin dengan anggota luar
clannya), sebagai suatu keharusan untuk dapat
mempertahankan kelangsungan clan sendiri.
Masyarakat hukum adat unilateral ini terdiri dari masyarakat
hukum - keibuan (matriachat)
- kebapaan (patriachat)
Masyarakat hukum adat keibuan (matrilinial) adalah
masyarakat hukum adat yang susunannya didasarkan atas
pertalian menurut garis perempuan. Para anggotanya
merasa bersatu karena satu clan atau suku menurut istilah
orang Minangkabau dan merasa diturunkan dari nenek
yang sama. Contoh mereka yang satu clan/suku dalam
masyarakat keibuan adalah mereka yang diturunkan dari
ibu atau nenek yang sama. Anak perempuan melanjutkan
suku ibunya, tapi anak laki-laki putus sampai di dia,
anaknya masuk suku isterinya.
Suku-suku itu dipertahankan dengan melakukan kawin
exogami. Salah satu bentuk kawin exogami dalam
masyarakat hukum adat keibuan adalah kawin Sumendo.
Kawin Sumendo ialah pihak bekal isteri, mencari calon

67
suami (menantu) dari luar clannya, dan setelah kawin
masing-masing tetap pada clan asalnya dan bersifat
matrilokal. Anak-anak pada masyarakat keibuan ini masuk
suku ibunya dan mewaris melalui ibunya.
Masyarakat hukum adat yang susunannya didasarkan atas
pertalian keturunan menurut garis laki-laki disebut
masyarakat hukum adat kebapaan atau patriachat
(patrilinial). Jadi masyarakat hukum adat kebapaan ialah
masyarakat hukum dimana para anggotanya merasa
bersatu karena merasa diturunkan dari bapak atau kakek
yang sama. Masyarakat hukum adat ini terbagi dalam
kesatuan-kesatuan yang kecil yang disebut clan atau
marga.
Yang manakah diantara para anggota masyarakat itu yang
menjadi anggota clan atau marganya ? Mereka yang
diturunkan dari ayah atau kakek yang sama adalah satu
clan. Anak laki-laki melanjutkan clan/ marga bapaknya,
sedangkan anak perempuan selama ia belum kawin ia tetap
masuk marga bapaknya. Tetapi kalau ia sudah kawin ia
keluar dari marga asalnya (ayahnya) dan masuk marga
suaminya serentak pada saat jujur dibayar.
Pada masyarakat kebapaan sifat perkawinannya exogami
yaitu suatu keharusan mencari calon suami atau isteri dari
luar clannya.
Sistem atau bentuk perkawinan pada masyarakat kebapaan
adalah kawin jujur. Yang dimaksud dengan kawin jujur ialah
pihak calon suami mencari calon isteri (menantu) dari luar
clannya, dengan membayar jujur, serentak pada saat jujur
dibayar kepada pihak calon isteri, pihak calon isteri
melepaskannya dari ikatan kekeluargaan dan masuk dalam
lingkungan clan/marga dari calon suaminya.

68
Contoh masyarakat hukum adat kebapaan yang dikenal
adalah suku Batak. Seperti kita kenal, banyak macam
marga orang Batak itu, diantaranya ialah Nasution,
Harahap, Siregar, Tobing, Pangabean, Butar Butar,
Sembiring dan lain-lain. Bagi orang Batak marganya
melekat pada dirinya, sehingga nama kecilnya kalau sudah
kawin jarang disebut, yang di kenal marganya saja.
Akibat hukum dari perkawinan jujur ialah anak masuk
marga ayahnya. Hanya anak laki-laki yang menjadi ahli
waris dari ayahnya, anak perempuan bukan sebagai ahli
warisnya.
Masyarakat hukum adat Bilateral atau parental (keibu-
bapaan) ialah masyarakat hukum adat yang susunannya
didasarkan atas pertalian keturunan menurut garis ibu dan
bapak. Dengan kata lain dapat juga dikatakan yaitu
sekumpulan manusia yang merupakan kesatuan karena
para anggotanya menarik garis keturunan melalui garis ibu
dan bapak dan kedua garis itu dinilai dan diberi derajat
yang sama bagi si anak. Baik pihak ibu (famili ibu) maupun
pihak bapak (famili bapak) dinilai sama oleh yang
bersangkutan dan dipandang sama oleh masyarakat, suatu
pertalian keluarga.
Masyarakat hukum adat bilateral ini ada yang berdasarkan
keluarga (gezin) yaitu terdiri dari ibu, bapak dan anak-anak.
Anak-anak yang sudah dewasa kawin dan membentuk
keluarga baru. Contohnya di Jawa, Sunda dan Madura.
Masyarakat hukum adat bilateral yang berdasarkan rumpun,
terdiri dari rumpun-rumpun. Rumpun merupakan kesatuan
yang terdiri dari keluarga-keluarga, terdapat di Dayak
Kalimantan.

69
Jadi pada masyarakat bilateral tidak ada clan, karena
mereka menarik garis keturunan dari kedua belah pihak.

Masyarakat hukum adat yang susunannya didasarkan atas


pertalian keturunan menurut garis Altenerend adalah
masyarakat hukum adat yang para anggotanya menarik
garis keturunan berganti-ganti secara bergiliran melalui
garis ayah maupun melalui garis ibu sesuai dengan bentuk
perkawinan yang dialami oleh orang tuanya. Kalau orang
tuanya kawin jujur, maka anak-anaknya masuk clan ayah,
dan sekiranya orang tuanya kawin Sumendo, maka anaknya
masuk clan ibu.
Masyarakat altenerend ini terdapat di Rejang. Dimana
Rejang itu? Dan apakah masyarakat hukum adat altenerend
ini masih ada? Coba anda selidiki.
Masyarakat hukum adat yang susunannya didasarkan atas
pertalian keturunan menurut garis dubble unila teral adalah
masyarakat hukum adat yang para anggota nya menarik
garis keturunan melalui garis ayah dan garis ibu jalin
menjalin, tergantung pada jenisnya. Kalau ia perempuan, ia
masuk clan ibunya dan kalau ia laki-laki ia masuk clan
ayahnya. Contoh masyarakat hukum adat yang dubble-
unilateral ini terdapat di Timor.
Masyarakat hukum adat altenerend dan masyarakat
hukum adat dubble unilateral pada prinsipnya adalah
masyarakat hukum adat unilateral. Tetapi pada masing
masing terdapat penyimpangan-penyimpangannya.
Masyarakat hukum adat yang berdasarkan teritorial
Masyarakat hukum adat yang susunannya bersifat
teritorial, adalah masyarakat hukum di mana para anggotanya
merasa terikat satu sama lain, karena merasa berasal dari

70
daerah yang sama.
Ada tiga jenis masyarakat hukum adat yang strukturnya
bersifat teritorial, yaitu :
masyarakat hukum desa
masyarakat hukum wilayah (persekutuan desa)
masyarakat hukum serikat desa (perserikatan desa).
Masyarakat hukum desa adalah sekumpulan orang yang
hidup bersama berasaskan pandangan hidup, cara hidup dan
sistem kepercayaan yang sama, yang menetap pada suatu
tempat kediaman bersama dan oleh sebab itu merupakan
suatu kesatuan, suatu tata susunan tertentu, baik ke luar
maupun ke dalam. Masyarakat hukum desa ini melingkupi
pula kesatuan-kesatuan yang kecil yang terletak di luar
wilayah desa yang sebenarnya, yang disebut teratak atau
dukuh, yang tunduk pada peraturan-peraturan dan pejabat
desanya. Contohnya adalah desa-desa di Jawa, Sunda, Madura
dan Bali.
Masyarakat hukum wilayah adalah suatu kesatuan sosial
yang teritorial yang melingkupi beberapa masyarakat hukum
desa yang masing-masingnya tetap merupakan kesatuan-
kesatuan yang berdiri sendiri. Masing-masing nya merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat hukum wilayah
sebagai kesatuan sosial teritorial yang lebih tinggi. Contohnya
adalah kurya di Angkola dan Mandailing. Kurya sebagai
masyarakat hukum wilayah menaungi beberapa huta. Marga
di Sumatera Selatan sebagai masyarakat hukum wilayah
menaungi beberapa dusun.
Masyarakat hukum serikat desa adalah suatu kesatuan
sosial yang teritorial, yang dibentuk atas dasar kerja sama
dalam berbagai lapangan untuk kepentingan bersama
masyarakat hukum desa yang tergabung dalam masyarakat
hukum serikat desa tersebut. Kerja samaitu terbentuk

71
mungkin kebetulan letaknya berdekatan. Contohnya Subak di
Bali. Beberapa desa berserikat untuk mengurus kepentingan
pengairan dari desa-desa yang berserikat itu.
Terdahulu sudah dibicarakan tentang penggolongan
masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis dan
masyarakat hukum adat yang bersifat teritorial.
Penggolongan kedua dasar tersebut itu hanya menurut
teoritis. Namun dalam praktek kenyataan yang sebenarnya
tidaklah ada yang murni. Tiap masyarakat hukum adat
mengandung kedua sifat tersebut, tapi tergantung pada sifat
mana yang lebih diutamakannya. Masyarakat hukum adat
yang sifatnya teritorial-genealogis adalah unsur teritorialnya
lebih diutamakannya dan lebih kuat dari pada unsur
genealogis nya.
Contohnya; masyarakat hukum desa di Jawa, secara
murni desa adalah bersifat teritorial, namun dalam desa ada
keluarga yang bersifat genealogis. Masyarakat hukum adat
sifatnya genealogis - teritorial adalah unsur genealogisnya
lebih kuat dan lebih diutamakan dalam kesatuannya daripada
unsur teritorialnya. Contohnya nagari di Minangkabau. Di
dalam nagari ada suku-suku yang merupakan kesatuan
masyarakat hukum adat, tapi suku suku itu berada di dalam
suatu teritorial yaitu nagari.

3. Perubahan Masyarakat Hukum Adat.


Ada kecenderungan masyarakat matrilineal dan patrilineal itu
berubah menuju masyarakat bilateral. Hal ini dapat terlihat dari
tiga sudut/segi yaitu :
a. Dari sudut hukum adat itu sendiri yaitu :
1) masyarakat hukum adat yang goyah
a) goyah dalam perkawinan

72
b) goyah dalam pewarisan.
2) masyarakat hukum adat yang darurat
3) perkembangan hukum adat.
Masyarakat hukum adat kebapaan yang goyah dalam perkawin
an. Menurut adat masyarakat kebapaan, laki-laki harus
membayar jujur kepada pihak perempuan dalam hukum
perkawinan nya. Sekarang sudah banyak jujur itu tidak dibayar,
sudah serupaka pada masyarakat bilateral, tidak pakai jujur-
jujuran.
Begitu juga pada masyarakat keibuan, sudah banyak yang
kawin satu suku, asal tidak satu penghulu (sedatuk) , dengan
didenda adat. Seharusnya mereka harus kawin exogam untuk
mempertahankan kelangsungan clan (suku). Bagi si anak tidak
ada clan lagi karena ibu bapaknya sama clannya. Ini sudah
seperti masyarakat bilateral .
Goyah dalam pewarisan pada masyarakat kebapaan yang
seharusnya hanya anak laki-laki yang mendapat waris dari
ayahnya. Pada saat ini sudah banyak si ayah banyak yang
memberikan sebagai hartanya kepada anak perempuannya
semasa hidupnya melalui hibah.Begitu juga pada masyarakat
keibuan, yang seharusnya anak-anak mewaris melalui ibu.
Tetapi pada saat ini banyak si bapak memberikan sesbagian
atau seluruh harta pencariannya kepada anak-anaknya.
Di Lampung,kalau satu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki
hanya anak perempuan saja, keluarga tersebut namanya dalam
keadaan darurat. Adatnya mengharuskan untuk mempunyai
anak laki-laki. Oleh sebab itu keluarga tersebut dibolehkan
mengawinkan anak perempuannya dengan laki-laki yang satu
clan.
Di Minangkabau terjadi perkembangan dalam bentuk
perkawinannya dari Sumendo bertandang, sumendo menetap

73
dan terakhir sumendo bebas. Pada sumendo bebas ini
kehidupan keluarga tersebut sudah seperti keluarga pada
masyarakat bilateral.
b. Dari sudut hukum Islam
Masyarakat Indonesia kurang lebih 90 % beragama Islam.
Islam meridoi masyarakat bilateral. Agama sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Oleh sebab itu
kemungkinan masyarakat Indonesia berubah kearah bilateral.

c. Faktor-faktor sosiologis yang murni


Persentuhan dua atau lebih kebudayaan akan menimbullkan
kebudayaan baru. Faktor-faktor sosiologis yang murni yang
dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia berubah kearah
masyarakat bilateral antara lain adalah : revolusi ;
peperangan; pendidikan; komunikasi dan teknologi canggih.
Latihan:
1. Coba dijelaskan apa manfaatnya mempelajari bentuk - bentuk
masyarakat hukum !
2. Bagaimana bentuk masyarakat hukum dimana anda berada ?
3. Apakah hak ulayat itu masih ada dalam masyarakat anda ?
Kalau masih ada dalam bentuk apa ?
4. Coba anda bedakan transaksi tanah sebagai objek dengan
tansaksi tanah hanya tersangkut saja !Jika anda membeli rumah
melalui BTN yang dicicil,apanya yang anda cicil? Jelaskan !
5. Coba anda lihat dalam masyarakat dari mana anda berasal,
bagaimana hubungan hukum anda sebagai anak dengan
kedua orang tua dan kedua belah pihak orang tua anda !
6. Apakah ada adopsi dalam masyarakat tempat anda tinggal
atau dari masyarakat anda berasal ? Apakah adopsi tersebut
diharuskan oleh adat masyarakat yang bersangkutan Coba
jelaskan ?

74
7. Bagaimana bentuk perkawinan dalam masyarakat anda dan
bandingkan dengan bentuk perkawinan pada masyarakat lain ?
8. Apakah dalam keluarga Anda mengakui harta bersama ?
Jelaskan alasannya?
9. Diskusikanlah dengan teman-teman Anda, bagaimana sistem
pembagian waris di dalam masyarakat di mana anda berada atau
berasal ?
10. Coba anda diskusikan dengan teman anda, kemungkinan
masyarakat Indonesia cenderung berubah ke arah masyarakat
bilateral !
BAB IV
POKOK-POKOK HUKUM PERDATA

A. Sejarah dan Pengertian Hukum Perdata


Sejarah Perkembangan hukum Perdata di Indonesia tidak
terlepas dari sejarah perkembangan Ilmu Hukum di negara-
negara Eropa lainnya, dalam arti perkembangan hukum perdata
di indonesia amat dipengaruhi oleh perkembangan hukum di
negara-negara lain, terutama yang mempunyai hubungan
langsung. Indonesia sebagai negara yang berada di bawah
pemerintahan Hindia Belanda; Belanda, maka kebijakan-
kebijakan dalam hukum perdata tidak terlepas dari kebijakan
yang terjadi dan diterapkan di negara Belanda. Sementara itu
Belanda pernah dijajah oleh Perancis, maka secara otomatis apa
yang terjadi dalam perkembangan hukum di negara Perancis
amat berpengaruh dengan kebijakan hukum di negara Belanda.
Sarjana-sarjana Perancis banyak yang mempelajari hukumnya
di negara Romawi, maka pengaruh hukum Romawi juga amat
dominan.
Menurut Kansil ( 1993 : 63 ), tahun 1848 menjadi tahun
yang amat penting dalam sejarah hukum Indonesia. Pada tahun

75
ini hukum privat yang berlaku bagi golongan hukum Eropa
dikodifikasi, yakni dikumpulkan dan dicantumkan dalam
beberapa kitab undang-undang berdasarkan suatu sistem
tertentu. Dalam pembuatan kodifikasi dipertahankan juga asas
konkordasi, resikonya hampir semua hasil kodifikasi tahun 1848
di Indonesia adalah tiruan hasil kodifikasi yang telah dilakukan di
negeri Belanda pada tahun 1838, tetapi diadakan beberapa
perkecualian agar dapat menyesuaikan hukum bagi golongan
hukum Eropa di Indonesia dengan keadaan istimewa.
Adapun yang dimaksud dengan asas konkordasi adalah asas
penyesuaian atau asas persamaan terhadap berlakunya sistem
hukum di Indonesia yang berdasarkan pada ketentuan pasal 131
ayat ( 2 ) I.S. yang berbunyi Untuk golongan bangsa Belanda
untuk itu harus dianut atau dicontoh undang-undang di negeri
Belanda. Hal ini menurut Kansil ( 1993 : 115 ) berarti bahwa
hukum yang berlaku bagi orang-orang Belanda di Indonesia
harus disamakan dengan hukum yang berlaku di negeri Belanda.
Jadi selarasnya hukum kodifikasi di Indonesia dengan hukum
kodifikasi di negeri Belanda adalah berdasarkan asas konkordasi.
Sumber pokok Hukum Perdata ialah Kitab Undang-Undang
Hukum Sipil ( BW ) disingkat KUHS. KUHS sebagian besar
adalah hukum perdata Perancis, yaitu Code Napoleon tahun
1811-1838 akibat pendudukan Perancis di Belanda berlaku,
maka Hukum Perdata berlaku di negeri Belanda sebagai Kitab
Undang-Undang Hukum Sipil yang resmi. Sedangkan dari Code
Napoleon ini adalah Code Civil yang dalam penyusunannya
mengambil karangan-karangan pengarang-pengarang bangsa
Perancis tentang Hukum Romawi (Corpus Juris Civilis ) yang pada
jaman dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Peraturan-peraturan yang belum ada pada jaman Romawi tidak

76
dimasukkan dalam Code Civil, tetapi dalam kitab tersendiri ialah
Code de Commerce.
Setelah pendudukan Perancis berakhir oleh pemerintah
Belanda dibentuk suatu panitia yang diketuai Mr. J.M. Kemper
dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata
Belanda dengan menggunakan sebagai sumber sebagian besar
Code Napoleon dan sebagian kecil hukum Belanda Kuno.
Meskipun penyusunan sudah selesai sebelum 5 Juli 1830,
tetapi Hukum Perdata Belanda baru diresmikan pada 1 Oktober
1838. Pada tahun itu dikeluarkan:
Burgerlijk Wetboek (BW/ KUH Sipil )
Wetboek van Koophandel ( WvK/KUH Dagang )
Berdasarkan asas konkordasi, kodifikasi hukum perdata
Belanda menjadi contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropa di
Indonesia. Kodifikasi ini diumumkan tanggal 30-4-1847
Staatsblad No.23 dan mulai berlaku 1 mei 1848 di Indoensia.
Adapun dasar hukum berlakunya peraturan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata di Indonesia adalah pasal II Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, bahwa
segala badan negara dan peraturan yang ada masinh langsung
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-
Undang Dasar ini. Dengan demikian sepanjang belum ada
peraturan yang baru, maka segala jenis dan bentuk hukum yang
ada yang merupakan peninggalan dari jaman kolonial masih
dinyatakan tetap berlaku. Hal ini termasuk keberadaan Hukum
Perdata. Hanya saja dalam pelaksanannya yang menyangkut
keberlakuan hukum perdata ini disesuaikan dengan azas dan
falsafah negara Pancasila, termasuk apabila telah lahir peraturan
perundang-undangan yang baru, maka apa yang ada dalam KUH
Perdata tersebut dinyatakan tidak berlaku. Contohnya masalah
tanah yang telah ada Undang-undang Nomor 5 tahun 1960

77
tentang Pokok-pokok Agraria, terutama yang mengenai Bumi, air
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,kecuali
ketentuan-ketentuan yang mengenai hipotek yang masih
berlaku pada mulainya berlaku undang-undang ini; begitu juga
masalah Perkawinan yang telah ada Undang-Undang nomor 1
tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan.
Ketentuan lain adalah dengan keluarnya Surat Edaran
Mahkamah Agung nomor 3 tahun 1963 yang menyatakan
bebera pasal yang ada dalam KUH perdata dinyatakan tidak
berlaku lagi. Adapun pasal-pasal tersebut di antaranya adalah
sebagai berikut :
a. Pasal 108 s.d. 110 tentang ketidakwenangan bertindak
dari istri : konsekweinsinya suami istri mempunyai
kedudukan yang sama dalam hukum. Hal ini diperkuat oleh
bunyi pasal 31 Undang-undang nomort 1 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Perkawinan yang menyatakan bahwa hak dan
kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat;masing-masing
pihak (suami isteri) berhak untuk melakukan perbuatan
hukum
b. Pasal 284 ayat (3) tentang pengakuan anak luar kawin yang
lahir dari wanita Indonesia Asli konsekwensinya : Tidak
menimbulkan putusnya hubungan hukum antara ibu dan
anak; Dengan adanya pengakuan terhadap anak luar kawin
ini, maka dia mendapatkan hak untukmewaris dari orang
tuanya yang meninggal, misalnya kalau dia bersama-sama
dengan golongan 1, dia akan mendapatkan bagian 1/3 nya,
sedangkan bila dia bersama-sama dengan golongan 2, dia
akan mendapatkan bagian dari harta warisan yang
ditinggalkan pewaris tersebut.

78
c. Pasal 1579 : yang menentukan bahwa dalam sewa menyewa
barang, pemilik tidak dapat menghentikan sewa dengan
alasan akan memakainya sendiri barangnya.
Konsekwensinya : boleh menghentikan, sekalipun demikian
apabila si pemilik akan memakai kembali barang yang
disewakannya tersebut, sementara si penyewa masih
mempunyai hak,maka si pemilik harus memberikan
kompensasi atau ganti kerugian kepada si penyewa sesuai
dengan kesepakatan bersama, sehingga si penyewa tidak
merasa dirugikan.
d. Pasal 1682 yang mengharuskan penghibahan dengan akta
notaris. Konsekwensinya tidak mengharuskan penghibahan
melalui akte notaris, ini juga berarti bahwa apabila terjkadi
proses hibah tidak perlu dilakukan melalui akte notaris, namun
saksi-saksi sebagai bukti harus tetap ada.
e. Pasal 1238 yang menentukan, bahwa pelaksanaan suatu
perjanjian hanya dapat diminta di depan hakim, jika didahului
dengan penagihan tertulis. Konsekwensinya : tidak harus
didahului dengan penagihan tertulis
f. Pasal 1460 tentang resiko dalam perjanjian jual beli barang
ditentukan resiko ada pada pembeli. Konsekwensinya resiko
ditanggung bersama, artinya baik si pembeli maupun si
penjual sama menanggung resiko, bahkan bila terdapat cacat
barang yang tersembunyi tidak tertutup kemungkinan resiko
tersebut menjadi tanggung jawab si penjual seluruhnya.
Sebaliknya bila terjadi kasus overmacht atau keadaan
memaksa, resiko bisa menjadi tanggungan si pembeli
seluruhnya.Jadi mengenai resiko dari perjanjian jual beli amat
tergantung dari persetujuan bersama, kecuali hal-hal yang
diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.

79
g. Pasal 1630 yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa
dan bukan Eropa dalam perjanjian perburuhan.
Konsekwensinya tidak ada diskriminasi dalam perburuhan.
Bagaimana kondisi atau keadaan hukum perdata di
Indonesia saat ini ? Keadaan Hukum Perdata di Indonesia dari
dahulu sampai dengan sekarang tidak ada keseragaman
( Pluranisme ). Hal ini dikarenakan adanya kebijakan tentang
pembagian penduduk di Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1. WNI asli ( dahulu Bumi Putera ) berlaku Hukum Perdata Adat,
yaitu keseluruhan aturan-aturan hukum yang tidak tertulis.
Namun ada beberapa pasal dalam KUH Perdata dan KUHD
yang dinyatakan berlaku bagi WNI asli tersebut, yaitu :
a. Pasal-pasal yang berhubungan dengan pembagian kerja
lama, yaitu: pasal 1601 tentang : persetujuan-persetujuan
untuk melakukan jasa-jasa yang diatur dalam ketentuan-
ketentuan khusus;1602 tentang kewajiban majikan dalam
membayar upah pada buruh;1603 tentang kewajiban-
kewajiban buruh. Selain itu ada juga pasal-pasal tentang
perjanjian kerja baru yang khusus berlaku bagi golongan
Eropa, yaitu pasal-pasal yang terdapat dalam Titel 7 A
Buku III BW ).
b. Pasal-pasal tentang permainan dan pertauran ( perjudian )
yaitu pasal-pasal: 1788 Undang-undang tidak memberikan
suatu tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang
terjadi karena perjudian atau pertaruhan); 1789 ( Dalam
ketentuan tersebut di atas tidak termasuk permainan-
permainan yang dapat dipergunakan untuk olah ragam,
seperti main anggar lari cepat dsb); 1790 ( Tidaklah
diperbolehkan untuk menyingkiri berlakunya ketentuan-
ketentuan kedua pasal yang lalu dengan jalan perjumpaan
utang ) dan 1791 ( Seorang yang secara sukarela telah

80
membayar kekalahannya sekali-sekali tak diperbolehkan
menuntutnya kembali kecuali apabila dari pihaknya
pemenang telah dilakukan kecurangan atau penipuan ).
c. Pasal-pasal dari KUHD tentang Hukum Laut
2. WNI Keturunan Eropa berlaku Hukum Perdata Barat, termasuk
WvK. Adapun yang dimaksud golongan Eropa menurut
Soediman Kartohadiprodjo ( 1987:58) adalah :
a. semua warga negara Nederland
b. kesemuanya orang, tidak termasuk yang disebut (1) di atas
yang berasal dari Eropa
c. Kesemuanya warga negara Jepang
d. Kesemuanya orang di luar 1 dan 2 yang hukum
keluarganya sama dengan hukum Belanda
e. Anak-anak dari 2 dan 3 yang lahir di Indonesia

2. WNI Keturunan Timur Asing :


a. Non Tionghoa : Berlaku Hukum Perdata yang ditetapkan
berdasarkan Lembaran Negara 1925 nomor 556 yaitu yang
memberlakukan sebagian dari BW dan WvK, yaitu bagian-
bagian yang mengenai Hukum Harta Kekayaan dan Hukum
Waris yang dengan surat wasiat. Yang lainnya berlaku
Hukum Adatnya, yaitu menurut Jurisprudensi tetap di
Indonesia ialah Hukum Perdata Adat dari orang-orang
Timur Asing yang tumbuh di Indonesia.
b. Tionghoa : Diberlakukan Hukum Perdata sebagaimana
diatur dalam LN 1925 nomor 557 yaitu berlaku seluruh
Hukum Perdata (BW) dan WvK dengan pengecualian dan
penambahan :
1) Pengecualiannya : Pasal-pasal mengenai upacara
perkawinan dan mengenai pencegahan (penahanan )

81
perkawinan dari BW tidak berlaku bagi mereka ,karena
mereka tetap tunduk kepada hukum adatnya sendiri.
2) Penambahannya : Peraturan-peraturan mengenai
pengangkatan anak (adopsi) dan Kongsi (badan
perdagangan ). Lembaga adopsi ini menjadi sangat
penting mengingat masayarakat Tionghoa menarik garis
keturunan laki-laki, sementara dalam BW tidak diatur
mengenai lembaga adopsi.

Untuk mengurangi masalah pluralisme hukum perdata di


Indonesia, Pemerintahan Kolonial Belanda mengeluarkan
serangkaian kebijakan yang termuat dalam pasal 131 IS.
Kebijakan ini dikenal dengan nama politik hukum pemerintah
Belanda yang lengkapnya berbunyi :
Hukum Perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana
beserta Hukum Acara Perdata dan Pidana ) harus diletakkan
dalam kitab-kitab undang-undang yang dikodifisir ( asas
kodifikasi )
Untuk golongan bangsa Eropa dianut (dicontoh) perundang-
undangan yang berlaku di Negeri Belanda (asas konkordasi )
Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur asing
(tionghoa,Arab dsb ) jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan
mereka menghendakinya, dapat menggunakan peraturan
yang berlaku bagi golongan Eropa.
Orang Indonesia asli dan Timur Asing sepanjang mereka
belum ditundukkan di bawah peraturan bersama dengan
bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri
(onderwepen).
Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam
undang-undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum
yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.

82
Dengan demikian jelaslah, bahwa pasal 131 IS memuat
dasar politik hukum mengenai hukum perdata, hukum pidana
serta hukum acara perdata dan pidana. Dalam ayat (2) pasal
131 IS disebut perkataan Europeanen (sub a ) dan Indonesiers
en Vreemde Oosterlingen ( sub. b ), dengan ketentuan nampak,
bahwa IS dalam politik hukumnya tidak bersandar pada satu
hukum, melainkan menentukan akan berlakunya lebih dari satu
sistem hukum di Indonesia. Sistem Hukum untuk Europeanen
dan sistem hukum untuk Indonesiers dan Vreemde Oosterlingen,
yaitu yang menurut penjelasan pasal 131 ayat (1) dinyatakan,
jikalau ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, dalam
peraturan umum dan peraturan setempat, dalam aturan-aturan,
peraturan polisi dan administrasi diadakan perbedaan antara
golongan Eropah, golongan Pribumi dan Golongan Tmur Asing,
maka kesemuanya ini dijalankan menurut aturan-aturan.
Selain melalui kebijakan politik hukum, juga dikenal
adanya penundukkan diri. Penundukan Diri sebagaimana
diatur dalam Stb. 1917 nomor 12 ada 4 macam, yaitu :
Penundukan diri pada seluruh Hukum Perdata Eropa
Penundukan diri pada sebagian Hukum Perdata Eropa, yaitu
hanya pada hukum kekayaan harta benda saja, seperti yang
dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing.
Penundukan diri mengenai suatu perbuatan hukum tertentu
Penundukan diri secara diam-diam.

B. SISTEMATIKA
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dikodifikasikan
di Indonesia pada tahun 1848 pada intinya mengatur hubungan
hukum antara orang perorangan, baik mengenai kecakapan
seseorang dalam lapangan hukum; mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan kebendaan; mengenai hal-hal yang

83
berhubungan dengan perikatan dan hal-hal yang berhubungan
dengan pembuktian dan lewat waktu atau kadaluarsa.
Sistematika atau isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang ada dan berlaku di Indonesia, ternyata bila dibandingkan
dengan Kitab Undang-Undang hukum Perdata yang ada dan
berlaku di negara lain tidaklah terlalu jauh berbeda. Hal ini
dimungkinkan karena mengacu atau paling tidak mendapatkan
pengaruh yang sama, yaitu dari hukum Romawi ( Code Civil).
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau BW yang ada
dan berlaku di Indonesia mempunyai sistematika yang terdiri
dari 4 buku ( Buku-Titel-Bab- ( Pasal-Ayat), yaitu :
Buku I Van Personen ( mengenai orang )
Buku II Van Zaken ( mengenai Benda )
Buku III Van Verbinsissen ( mengenai Perikatan )
Buku IV Van Bevijs En Verjaring (bukti dan kadaluarsa)
Mengenai pembagian Hukum Perdata tersebut sudah
barang tentu menimbulkan berbagaim komentar dan analisis
dari para ahli ilmu Hukum, Kansil ( 1993 : 119 ) merasakan,
bahwa pembagian sistematika sebagaimana diatur dalam KUH
Perdata tersebut kurang memuaskan, karena :
1. Seharusnya KUH Perdata hanya memuat ketentuan-ketentuan
mengenai Hukum Privat Materiil. Dalam KUH Perdata terdapat
tiga aturan mengenai Hukum Perdata Formil, yaitu :
a. Ketentuan mengenai Hukum Pembuktian
b. Ketentuan mengenai lewat waktu extinctief
c. Ketentuan mengenai lewat waktu acquisitief
2. KUH Perdata berasal dari BW yang berasaskan liberalisme dan
individualisme, sehingga perlu dilakukan berbagai perubahan
untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat
Indonesia

84
3. Hukum waris bukan hanya bagian dari hukum benda, tetapi
juga merupakan bagian dari hukum kekeluargaan
4. Hukum Perdata lebih tepat dibagi menjadi 5 Buku, yaitu :
a. Buku I tentang : Ketentuan Umum
b. Buku II tentang : Perikatan
c. Buku III tentang : Kebendaan
d. Buku IV tentang : Kekeluargaan
e. Buku V tentang : Waris
Adapun hal-hal yang diatur dalam KUH perdata
sebagaimana berlaku di Indonesia saat ini, ( kecuali beberapa
bagian yang sudah dinyatakan tidak berlaku) adalah sebagai
berikut :
Buku Kesatu tentang Orang ( van persoon ) yang terdiri dari
18 bab, yaitu mengatur :
I tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewenangan
II tentang akta-akta catatan sipil
III tentang tempat tinggal atau domisili
IV tentang perkawinan
V tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami dan
isteri
VI tentang persatuan harta kekayaan menurut undang-
undang dan pengurusannya
VII tentang perjanjian kawin
VIII tentang persatuan atau perjanjian kawin dalam
perkawinan untuk kedua kali atau selanjutnya
IX tentang perpisahan harta kekayaan
X tentang pembubaran perkawinan
XI tentang perpisahan meja dan ranjang
XII tentang kebapaan dan keturunan anak-anak
XIII tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
XIV tentang kekuasaan orang tua

85
XVa tentang menentukan,mengubah dan mencabut
tunjangan-tunjangan nafkah
XV kebelum-dewasaan dan perwalian
XVI tentang beberapa perlunakan
XVII tentang pengampuan
XVIII tentang keadaan tak hadir
Buku kedua tentang Kebendaan ( van zaken ),yang terdiri
dari 21 bab, yang secara lengkapnya adalah sebagai berikut :
I tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya
II tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang
timbul karenanya
III tentang hak milik ( eigendoom )
IV tentang hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik
pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan
V tentang kerja rodi
VI tentang pengabdian pekarangan
VII tentang hak numpang karang
VIII tentang hak usaha ( erfpacht )
IX tentang bunga tanah dan hasil se persepuluh
X tentang hak pakai hasil
XI tentang hak pakai dan hak mendiami
XII tentang perwarisan karena kematian
XIII tentang surat wasiat
XIV tentang pelaksanaan wasiat dan pengurus harta
peninggalan
XV tentang hak memikir dan hak istimewa untuk
mengadakan pendaftaran harta peninggalan
XVI tentang menerima dan menolak suatu warisan
XVII tentang pemisahan harta peninggalan
XVIII tentang harta peninggalan yang tak terurus
XIX tentang piutang-piutang yang diistimewakan

86
XX tentang gadai
XXI tentang hipotik
Buku Ketiga tentang Perikatan ( van Verbintenis ) yang terdiri
dari 18 bab, yaitu lengkapnya sebagai berikut :
I tentang Perikatan-perikatan umumnya
II tentang Perikatan-perikatan yang dilahirkan darikontrak
atau persetujuan
III tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi
undang-undang
IV tentang hapusnya perikatan-perikatan
V tentang jual-beli
VI tentang tukar menukar
VII tentang sewa-menyewa
VIII tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan
pekerjaan
IX tentang persekutuan
X tentang hibah
XI tentang penitipan barang
XII tentang pinjam-pakai
XIII tentang pinjam-meminjam
XIV tentang bunga tetap atau bunga abadi
XV tentang persetujuan-persetujuan untung-untungan
XVI tentang pemberian kuasa
XVII tentang penanggungan
XVIII tentang perdamaian
Buku Keempat tentang Pembuktian dan Kadaluarsa ( van
bewijs en verjaring ) yang terdiri dari 7 bab, selengkapnya
adalah sebagai berikut :
I tentang pembuktian pada umumnya
II tentang pembuktian dengan tulisan
III tentang pembuktian dengan saksi-saksi

87
IV tentang persangkaan-persangkaan
V tentang pengakuan
VI tentang sumpah di muka Hakim
VII tentang daluwarsa
Berdasarkan rincian materi yang termuat dalam KUH
Perdata tersebut, maka agr tidak membingungkan berikut ini
dikutipkan hal-hal yang pokok saja dari setiap Buku yang ada
dalam KUH Perdata, yaitu :
Buku I tentang orang antara lain memuat :
a. Subyek hukum atau hukum tentang orang
b. Perkawinan dan hak suami isteri
c. Kekayaan perkawinan
d. Kekuasaan orang tua
e. Perwalian dan Pengampuan

Buku II tentang benda yang memuat :


a. Bezit
b. Eigendom
c. Opstal
d. Erfpacht
e. Hipotek
f. Gadai
Buku III tentang perikatan yang memuat:
a. Istilah perikatan pada umumnya
b. Timbulnya perikatan
c. Persetujuan-persetujuan tertentu, seperti :
1) Jual beli
2) Tukar menukar
3) Sewa menyewa
4) Perjanjian perburuhan
5) Badan Usaha

88
6) Borgtocht
7) Perbuatan melanggar hukum
Buku IV tentang Pembuktian dan lewat waktu yang memuat :
a. Macam-macam alat bukti, seperti :
1) Surat
2) Saksi
3) Persangkaan
4) Pengakuan
5) Sumpah
b. Lewat waktu

Sedangkan para ilmu hukum sebagaimana dikemukakan oleh


Kansil ( 1994 : 16-17 ) mengemukakan sistematika Hukum Perdata
sebagai berikut:
1. Hukum tentang diri seseorang
Hukum tentang diri seseorang ini memuat peraturan-
peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum;
peraturan-peraturan perihal kecakapanuntuk memiliki hak-hak
dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya
itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
2. Hukum Kekeluargaan
Hukum kekeluargaan mengatur perihal hubungan-hubungan
hukum yang timbul sebagai akibat dari hubungan kekeluargaan,
yaitu:Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan antara suami isteri, hubungan antara orang tua dan
anak,perwalian dan curatele.
3. Hukum Kekayaan
Hukum kekayaan adalah hukum yang mengatur perihal hubungan
hukum yang dapat dinilai dengan uang, yaitu segala kewajiban-
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Hak-hak dan

89
kewajiban-kewajiban yang demikian itu biasanya dapat
dipindahkan kepada orang lain.
4. Hukum Warisaan
Hukum warisan adalah hukum yang mengatur tentang benad
atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal dunia.Hukum warisan
ini juga mengatur akibat-akibat hukum keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang.
Berdasarkan sistematika sebagaimana disebutkan dalam KUH
Perdata dan menurut para ahli ilmu hukum, ternyata Hukum
Kekeluargaan yang di dalam KUH Perdata atau BW dimasukkan ke
dalam Hukum tentang diri seseorang, karena hubungan-hubungan
keluarga memang berpengaruh besar terhadap kecakapan
seseorang untuk memiliki hak-hak serta kecakapannya untuk
mempergunakan hak-haknya tersebut.Sedangkan Hukum warisan
dimasukkan ke dalam hukum tentang kebendaan, karena dianggap
hukum warisan itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas
benda-benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan oleh seseorang.
Sementara itu perihal pembuktian dan lewat waktu sebenarnya
adalah soal hukum acara, sehingga kurang tepat dimasukkan ke
dalam KUH Perdata, yang pada asasnya mengatur hukum perdata
materiil, tetapi pernah ada pendapat yang menyatakan bahwa
hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian materiil dan formil. Nah
persoalan-persoalan yang mengenai alat-alat pembuktian dapat
dimasukkan hukum acara materiil yang dapat diatur dalam suatu
undang-undang tentang hukum perdata materiil.
Sekedar perbandingan mengenai sistematika Hukum Perdata,
berikut ini dapat disajikan sistematika yang ada dan berlaku di
negara-negara lain, seperti Sistem Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Perancis dan Jerman sebagaiman dikemukakan oleh Subekti
( 1990 : 9-10 ), yaitu :

90
1. Perancis yang termuat dalam Code Civil, yang juga sebagai
sumber dari BW menganut sistematika sebagai berikut :
Buku I : Hukum Perseorangan ( perkawinan, keluarga dan
sebagainya )
Buku II : Tentang barang dan macam-macam kekayaan ( des
biens et des differentes modifications de la propiete )
Buku III : Tentang berbagai cara untuk memperoleh kekayaan
( des differentes manieres dont on acquiert la propiete ),
yaitu : pewarisan, perjanjian (termasuk perjanjian
perkawinan atau yang dalam bahasa Belanda
dinamakan huwelijkese voorwaarden ),perbuatan
melanggar hukum dan sebagainya, dan juga tentang
gadai dan hipotik dan akhirnya tentang pembuktian
2. Jerman yang dinamakan Burgerliches Gesetzbuch Jerman
( dari tahun 1896) terbagi atas.
Buku I : Bagian umum, yang memuat ketentuan-
ketentuan tentang orang, tentang badan hukum,
tentang penegrtian barang, tentang kecakapan
melakukan perbuatan-perbuatan hukum, tentang
perwakilan dalam hukum, tentang daluwarsa dan lain-
lain.
Buku II : Tentang hukum mengenai hutang-piutang, yang
memuat hukum perjanjian.
Buku III: Hukum Benda, yang memuat ketentuan-ketentuan
tentang hak milik dan hak-hak kebendaan lainnya
Buku IV : Hukum Keluarga, yang memuat ketentuan-
ketentuan tentang perkawinan yang dalam code civil
Perancis digolongkan pada hukum perjanjian; tentang
hubungan-hubungan kekeluargaan, kekuasaan orang
tua,perwalian dan sebagainya.

91
Buku V : Hukum waris, yang mengatur soalpewarisan
pada umumnya dan perihal surat wasiat atau
testament.
Sementara itu Kansil ( 1993 : 135-136 ) mengemukakan
sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di negara Swis
dan Yunani sebagai berikut :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Swis Schwizeriches
Zivilgesetzbuch yang terdiri atas 5 bagian ( Kansil, 1993 :
135 ), yaitu :
Bagian I : Hukum Orang pribadi
Bagian II : Hukum Kekeluargaan
Bagian III : Hukum Waris
Bagian IV : Hukum Kebendaan
Bagian V : Hukum Perikatan
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Yunani, yang terdiri dari 5
buku ( Kansil,1993:136), yaitu :
Buku I : Asas-asas umum
Buku II : Hukum Perikatan
Buku III : Hukum Kebendaan
Buku IV : Hukum Kekeluargaan
Buku V : Hukum Waris
Bila kita kaji kembali sejarah perkembangan Hukum Perdata
sebagaimana diuraikan pada Kegiatan Belajar 1, jelaslah bahwa
pada mulanya hukum perdata berasal dari hukum Romawi yang
termuat dalam Corpus Juris Civilis yang terdiri dari 4 bagian
sebagaimana dikemukakan oleh Kansil ( 1993 : 97 ), yaitu :
I. Institutiones
Yaitu memuat segala sesuatu tentang pengertian (lembaga-
lembaga) dalam Hukum Romawi dan dianggap sebagai himpunan
segala macam undang-undang.
II. Pandecta

92
Yaitu kumpulan pendapat-pendapat para ahli hukum bangsa
Romawi yang termasyhur.
III. Codex
Yaitu Himpunan undang-undang yang telah dibukukan oleh para
ahli hukum atas perintah kaisar Romawi.
IV. Novelles
Yaitu himpunan tambahan-tambahan pada codex itu dengan
pemberian penjelasan-penjelasan atau komentar

LATIHAN :
BERILAH TANDA SILANG ( X ) PADA SALAH SATU JAWABAN
YANG BENAR DI ANTARA 4 KEMUNGKINAN JAWABAN YANG
TERSEDIA !
1. Yang dimaksud dengan zoon politicoon adalah.
a. manusia adalah makhluk beragama
b. manusia adalah makhluk sosial
c. manusia adalah makhluk beriman
d. manusia adalah makhluk terdidik

2. Alasan mengapa orang atau masyarakat memerlukan hukum


adalah.
a. karena tidak semua orang mengetahui,memahami,menyikap
dan berperilaku berdasarkan aturan yang berlaku
b. karena hukum dapat menampung aspirasi yang berkembang
dalam masyarakat
c. karena hukum dapat meciptakan rasa aman dan tertib dalam
masyarakat
d. karena hukum bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dalam
masyarakat

3. Masyarakat dan tidak dapat dipisahkan, bagaikan dua mata


uang dalam satu sisi .
a. Keamanan b. kedamaian c. ketertiban d.
keindahan

4. Dalam pengertian yang sempit hukum perdata merupakan lawan


dari hukum.
a. Pidana b. Publik c. Perseorangan d. Dagang

93
5. Dalam arti yang luas, hukum perdata meliputi hukum .
a.Pidana b. Perseorangan c. Publik d.Dagang

6. Manakah di antara negara di bawah ini yang bukan termasuk


golongan Timur Asing ?
a. Turki b.Jepang c. Pakistan d. India

7. Asas lex Specialis Derograt legi generalis mengandung makna.


a. Aturan-aturan yang khusus berlaku terhadap hal-hal yang
umum
b. Aturan-aturan umum yang berlaku secara terhadap hal-hal
yang khusus
c. Aturan-aturan yang secara khusus termuat dalam KUH Perdata
d. Aturan-aturan yang secara khusus berlaku bagi golongan bumi
putera

8. Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesia terjadi pada tahun.


a. 1828 b. 1838 c. 1848 d. 1948

9. Maksud upaya Penundukan Diri pada hukum Eropa adalah


dalam hal .
a. kekayaan dan harta benda c. keluarga dan warisan
b. kekayaan dan warisan d. harta benda dan warisan

10. Yang dimaksud dengan Kematian Perdata adalah .


a. suatu hukuman , bahwa seseorang tidak dapat memiliki
sesuatu hak lagi
b. suatu hukuman yang dijatuhkan pada seseorang untuk tidak
melakukan transaksi dalam lapangan hukum perdata
c. seseorang yang tidak mempunyai hak untuk mengadakan
transaksi dalam lapangan hukum perdata
d. seseorang yang karena sesuatu hal dinyatakan tidak cakap
dalam hukum perdata

11. Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur tentang.


a. hubungan orang dengan negara
b. hubungan orang perorang
c. hubungan negara dengan negara
d. hubungan negara dengan badan-badan dunia

12. Contoh perbuatan atau tindakan yang berkaitan dengan


hukum perdata adalah.
a. sewa menyewa b. Penipuan c. pencemaran nama baik
d. fitnah

94
13. Hukum Perdata yang berlaku di Romawi dinamakan.
A. Code Penal B. Code Civil
B. Code Hammurabi D. Code Comercee

14. Menurut Kansil, Hukum Perdata lebih berasaskan pada


falsafah.
A. Individualisme B. sosialisme
C. gotong royong D.materialisme

15. Manakah di antara hal-hal di bawah ini yang tidak diatur dalam
Buku I KUH Perdata ?
A. Akta-akta catatan sipil B.Perkawinan
B. Hak milik D.Perkawinan

16. Hukum kekayaan mengatur perihal hubungan hukum yang


berhubungan dengan .
A. berupa harta benda C. inmaterial dan material
B. dapat dinilai dengan uang D. berupa benda bergerak

17. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan


merupakan alat bukti ?
A. Dakwaan B. Pengakuan C. Sumpah D. Saksi

18. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang tidak termasuk


persetuajuan-persetujuan khusus sebagaimana di atur dalam
Buku III KUH Perdata ?
A. Perjanjian jual beli C. Perjanjian obligator
B. Perjanjian sewa menyewa D. Perjanjian Badan Usaha

19. Dalam Hukum Perdata Jerman,masalah perikatan dimuat dalam


Buku .
A. I B. II C. III D. IV

20.Kumpulan pendapat para ahli ilmu hukum yang termashur di


Romawi dinamakan.

95
A. Institutiones B. PandectaC. Codex D. Novelles

21. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan adalah mutlak


merupakan tanggung jawab.
A. pemerintah B. masyarakat
B. pemerintah dan masyarakat D.pemerintah dan DPR

22.Sasaran umum tujuan Pembangunan Jangka Panjang II adalah


terciptanya.
A. kualitas sumber daya manusia C. kualitas aparatur
penegak hukum
B. kualitas materi hukum D. sarana dan prasarana
hukum

23. Dalam lapangan hukum perdata manusia mempunyai


kedudukan sebagai.
A. subyek hukum C. penentu keberhasilan hukum
B. obyek hukum D. sasaran pembangunan
hukum

24. Selain manusia yang berkedudukan sebagai pembawa hak, juga


.
A. lembaga hukum B.badan hokum
B. C.perkumpulan hukum D.asosiasi hukum

25. Orang yang bercorak sebagai manusia asli disebut.


A. Rechtspersoon B.indische rechtspersoon
C.naturlijkepersoon D.stablaad rechtspersoon

26. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan


merupakan makna yang terkandung dalam pernyataan setiap
manusia adalah orang?
A. Tidak dikenal adanya perbedaan antar umat beragama
B. Dikenal adanya perbedaan yang prinsip antara jenis kelamin
pria dan wanita
C. Tidak dikenal adanya perbedaan status sosial
D. Tidak dikenalperbedaan antara jenis kelamin

96
27. Wenang hukum yang dimiliki seseorang berlaku sejak.
A. dia dalam kandungan,apabila kepentingan hukum
memerlukannya
B. dia dilahirkan, tanpa peduli apakah saat dilahirkan hidup atau
mati
C. dia berusia dewasa
D. dia melangsungkan pernikahan

28. Batasan usia dewasa menurut ketentuan Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata adalah.
A. 16 tahun B.17 tahun C.21 tahun D.25 tahun

29. Srtatus isteri yang semula dinyatakan tidak cakap hukum


apabila dia menikah, saat ini tidak berlaku lagi,karena telah
dicabut dengan keluarnya.
A. Keputusan Presiden nomor 3 tahun 1963
B. Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 3 tahun 1963
C. Instruksi Presiden nomor 3 tahun 1963
D. Peraturan Pemerintah Pengganti undang-Undang nomor 3
tahun 1963

30. Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan, bahwa


semua warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Hal ini dinyatakan
dalam pasal.
A. 17 B. 24 C.26 D. 27

31. Selain manusia sebagai pembawa hak dikenalpula badan


hukum, yang istilah asingnya adalah.
A. naturlijke persoon C.rechtspersoon
B. personal rechts persoon D.rechts delicten persoon

32. Badan hukum adalah.


A. orang yang diciptakan oleh hukum
B. perkumpulan yang diciptakan hukum
C. perhimpunan yang diciptakan oleh hukum
D. yayasan yg diciptakan hk

97
33 Utrecht menamakan badan hukum dengan mengunakan
istilah.
A. pendukung hak yang statis
B. pendukung hak yang dinamis
C. pendukung hak yang bertujuan
D.pendukung hak yang tak bertujuan

34. Dalam KUH perdata badan hukum disebut dengan istilah.


A. naturlijke persoon B.rechtspersoon
C.zedelijk Lichaam D.rechts delicten persoon

35. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan


merupakan jenis badan hukum sebagaimana dikemukakan oleh
Achmad Sanusi?
A. Menurut Hukum Islam, yaitu lembaga warisan
B. Menurut Hukum Eropa yaitu negara dan perhimpunan-
perhimpunan
C. Menurut bukan Hukum Eropa yaitu perhimpunan
D. Menurut Hukum Adat, yaitu wakaf dan yayasan-yayasan

36. Perbedaan yang prinsip atau mendasar antara yayasan


dengan koorporatif, adalah bahwa yayasan.
A. mempunyai anggota dan pengurus
B. tidak mempunyai anggota, tetapi mempunyai pengurus

C. tidak mempunyai pengurus, tetapi mempunyai anggota


D. tidak mempunyai anggota dan juga tidak mempunyai
pengurus

37. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan


merupakan badan hukum publik?
A. BUMN C. PEMDA TINGKAT I
B. PEMDA TINGKAT II D.YAYASAN

38. Dilihat dari sifatnya, badan hukum terdiri dari.


A. Yayasan dan BUMN C. Yayasan dan Perseroan
Terbatas
B. Koperasi dan Yayasan D. Koperasi dan Perseroan
terbatas

39. Badan Hukum itu hanya sekedar bayangan atau hanya


sekedar ada dalam angan-angan,karena sesungguhnya tidak
pernah ada.Pernyataan ini sejalan dengan teori.

98
A. Organ B.Fiksi C.Tujuan Bersama
D.kekayaan bersama

40. Teori kekayaan bersama dikemukakan oleh.


A. Planial B.Otto von Gierke C.Brinz D.Siccama

41. Penempatan Hukum Perkawinan dalam Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata adalah pada buku.
A. I B. II C.III D.IV

42. Perpisahan ranjang termuat dalam Buku I bab.


A. VI B. VII C. VIII D.IX

43. Menurut Subekti yang menguraikan lebih lanjut tentang pasal


26 KUH Perdata, perkawinan hanya merupakan hubungan.
A. cinta kasih antara seorang wanita dan seorang pria
B. keperdataan
C. kekeluargaan D. kasih sayang untuk waktu yang
lama

44. Asas perkawinan yang dianut dalam KUH Perdata adalah.


A. Monogamy B.poligami C.poliandri D.monoandri

45. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan


merupakan syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam KUH
Perdata ?
A. kedua pihak telah mencapai umur sebagaimana ditetapkan
oleh undang-undang, yaitu 18 tahun bagi pria dan 15 tahun
bagi wanita
B. Adanya persetujuan bebas di antara calon mempelai
C. Tidak ada larangan perkawinan bagi calon mempelai
D. Dilakukan berdasarkan hukum agama dan kepercayannya
masing-masing

46. Menurut ketentuan perundang-undangan perdata, perkawinan


dinyatakan syah bila dilakukan
A. berdasarkan hukum agama dan kepercayannya masing-
masing
B. di depan pegawai catatan sipil yang berwenang
C. di muka pegawai catatan sipil
D. di gereja dan disaksikan oleh pendeta

99
47. Di bawah ini adalah larangan-larang untuk melaksanakan
perkawinan, kecuali
A. saudara sepupu C.kawin dengan ipar
B. paman kawin dengan keponakan D.kawin dengan saudara
tiri

48. Bapak atau ibu berhak mencegah terjadinya perkawinan,


jika kecuali :
A. anak sekalipun sudah dewasa tidak memperoleh izin yang
diperlukan
B. anak mereka belum mencapai umur tiga puluh tahun
C. anak mereka belum mencapai umur 21 tahun
D. calon suami berada di bawah pengampuan

49. Hak-hak yang dimiliki oleh seorang suami berarti membawa


konsekwensi bagi isteri. Konsekwensi tersebut adalah kecuali :
A. isteri tidak mempunyai tempat tinggal bebas
B. kemauan suami sangat menentukan dalam melaksanakan hak
orang tua
C. isteri mengikuti status kewarganegaraan suami
D. suami mempunyai kecakapan bertindak yang terbatas.

50. Surat Edaran mahkamah Agung nomor 3 Tahun 1963


menyatakan pasal-pasal di bawah ini dicabut,kecuali :
A. pasal 108 B.pasal 109 C.pasal 110 D.pasal 111

51. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan


merupakan peraturan perkawinan di Indonesia sebelum lahirnya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974?
A. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku
hukum agama yang telah diresiplir dalam Hukum Adat
B. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku Hukum Adat
C. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen
berlaku Huwelijks ordonantie christen Indonesia berdasarkan S.
1933 nomor 74.
D. Bagi orang Timur Asing lainnya dan WNI keturunan berlaku
hukuk keluarga mereka

52. Manakah pernyataan di bawah ini yang bukan merupakan


indikatorpengertian perkawinan ?
A. adanya ikatan lahir bathin
B. bertujuan membentuk keluarga bahagia
C. berdasarkan hukum agama dan kepercayannya masing-masing
D. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

100
53. Syarat sahnya perkawinan adalah.
A. adanya ikatan lahir bathin
B. bertujuan membentuk keluarga bahagia
C. berdasarkan hukum agama dan kepercayannya masing-masing
D. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

54. Perkawinan yang bukan dilangsungkan berdasarkan agama


Islam harus dilakukan oleh.
A. Pegawai Catatan Sipil
B. Pegawai Kantor Urusan Agama
C. Pegawai kantor Pengadilan Negeri
D. Pegawai kantor kelurahan setempat

55. Menurut undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974,


seorang laki-laki apabila akan melangsungkan perkawinan
minimal harus berusia
A. 16 tahun B.17 tahun C.18 tahun D.19 tahun

56. Azas yang dianut undang-undang perkawinan Indonesia


adalah.
A. Monogamy B.poligami C.kebersamaan D.religius

57. Manakah di antara pernyataan di bawah ini yang bukan


merupakan syarat poligami
A. Isteri tidak dapat melaksanakan kewajibannya
B. Isteri mendapat cacat badan
C. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan
D. Isteri tidak cakap secara hokum

58. Manakah di antara pihak di bawah ini yang tidak dapat


menggagalkan suatu perkawinan?
A. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami
atau isteri
B. Suami atau isteri
C. Pejabat yang berwenang Kepala kantor Catatan Sipil

59. Manakah di antara pasal di bawah ini yang tidak mengatur


tentang hak dan kewajiban suami isteri ?
A. 30 B. 31 C. 32 D. 35

101
60. Apabila terjadi perceraian antara PNS yang disebabkan kasus
perzinahan pihak isteri, maka bagian gaji bekas isteri dari bekas
suaminya ?
A. tidak mendapatkan bagian C. mendapatkan bagian
B. mendapatkan bagian 1/3 D. mendapatkan bagian

Jawablah semua soal di bawah ini


1. Jelaskan perbedaan Sistem yang dianut oleh Buku II dan Buku
III dalam KUH Perdata !

2. Kemukakan dengan disertai contoh mengenai perikatan-


perikatan yang lahir dari undang-undang !

3. Jelaskan empat syarat sahnya suatu perjanjian dan apa dasar


hukumnya !

4. Sebutkan asas-asas perjanjian dalam KUH Perdata dengan


mengemukakan ketentuan hukum yang mengaturnya!

5. Jelaskan kapan seorang debitur dinyatakan Wanprestasi ?


dan apa saja yang dituntut dari seseorang yang dinyatakan
wanprestasi tersebut ?

6. Apakah seorang debitur yang telah dinyatakan wanprestasi


tersebut diwajibkan untuk membayar ganti kerugian ?Jelaskan
jawaban saudara apabila dikaitkan dengan overmacht!

7. Subrogatie dapat terjadi dengan perjanjian dan penetapan


undang-undang. Jelaskan hal tersebut dengan mengemukakan
ketentuan hukum yang mengaturnya!

8. Jelaskan perbedaan waris menurut undang-undang dan waris


menurut wasiat!

9. Dalam ketentuan undang-undang ahli waris dikelompokkan ke


dalam 4 golongan. Sebutkan keempat golongan tersebut dengan
mengemukakan ketentuan hukumnya!

10. Seorang ahli waris meninggalkan harta warisan sebesar Rp.


250.000.000,-. Biaya penguburan dan utang-utangnya sebesar

102
75.000.000,-. Berapa bagiaahli warisnya masing-masing, jika
terdiri dari :
a. 3 anak kandung dan 2 anal luar kawin yang diakui
b. 4 anak kandung ( 1 di antaranya menolak jadi ahli waris
sungguhpun dia sebenarnya telah mempunyai 3 orang anak )
dan 1 anak luar kawin yang diakui
c. 2 anak kandung, ayah, 2 saudara ayah
d. 2 anak luar kawin, ayah, ibu, 1 saudara dari ayah dan
nenek.

=============================================
======================

BAB V
POKOK-POKOK HUKUM PIDANA

A. Sejarah, Pengertian dan Tujuan Hukum Pidana


Hukum Pidana Indonesia bentuknya tertulis
dikodifikasikan dalam sebuah kitab undang-undang dan dalam
perkembangannya banyak yang tertulis tidak dikodifikasikan
berupa undang-undang. Hukum Pidana yangb tertulis
dikodifikasikan itu tertera ketentuan-ketentuannya di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berasal dari
zaman pemerintahan penjajahan Belanda. Bagaimanakah

103
hukum pidana itu diaturnya? Untuk menjawab pertanyaan ini
marilah kita tinjau dalam uraian sebagai berikut :
1. Sejarah Hukum
Sebagiaman halnya dalam lapangan hukum perdata,
dalam lapangan hukum pidana yang berlaku di
Indonesiapun bersifat pluralisme,hal ini terjadi sebagai
akibat adanya politik hukum pemerintah Hindia Belanda di
Indonesia yang membagi penduduk Indonesia menjadi 3
golongan, di mana masing-masing golongan tersebut
berlaku hukum yang berbeda, termasuk dalam lapangan
hukum pidana.
Dasar berlakunya hukum yang berbeda tersebut
adalah S. 1866 : 55 yaitu Undang-undang Hukum Pidana
yang berlaku bagi bangsa Eropa, sedangkan bagi bangsa
pribumi mengacu pada S. 1872 : 85.
Pada tahun 1915 dibentuk satu kodifikasi Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana baru melalui S. 1915 : 732.
Kodifikasi hukum itu tertera dalam Wetboek van
Strafrecht voor Nederlandsch-Indie yang berlaku bagi
seluruh bangsa Indonesia pada tanggal 1 Januari 1918.
Pada zaman pendudukan Jepang, pemerintah Jepang
mengeluarkan suatu kebijakan bahwa aturan pidan yang
berlaku sebelumnya masih tetap dinyatakan berlaku.
Tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekannya. Dengan proklamasi
berarti lahir tatanan hukum baru. Tatanan hukum baru
tidak mengandung makna segala hukum atau aturan yang
ada sebelumnya serta merta dinyatakan tidak berlaku.
Artinya sepanjang aturan itu masih relevan bisa tetap
dinyatakan berlaku, terlebih-lebih bagi bangsa Indonesia,
satu hari setelah memproklamasikan kemerdekannya
melalui sidang PPKI mengesahkan UUD yang berlaku di
Indonesia adalah UUD 1945.

104
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menyatakan,
bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada
masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal ini mengandung makna, segala badan negara
dan peraturan yang ada dan berlaku pada masa
apemerintahan sebelumnya, baik Pemerintahan Hindia
Belanda ,maupun Jepang bisa dinyatakan langsung
berlaku sepanjang belum diadakan badan atau peraturan
yang baru, termasuk di dalamnya adalah Hukum Pidana.
Khusus mengenai hukum pidana, pada tahun 1946
keluar Undang-Undang nomor 1 tahun 1946 yang
menyatakan, bahwa Wetboek van strafrecht voor
nederlands India setelah dilakukan berbagai perubahan di
sana sini dinyatakanberlaku dengan nama Wetboek van
strafrecht voor Indonesie.
Uud 1945 pada tahun 1949 tepatnya tanggal 27
Desember 1949 berubah menjadi Konstitusi RIS 1949,
kemudian tanggal 17 Agustus 1950 kita berubah lagi
menjadi negara kesatuan, maka melalui UU no. 73 tahun
1958 yang dinyatakan berlaku sejak tanggal 29
September 1958 yang menyatakan tentang berlakunya
undang-undang nomor 1 tahun 1946 RI tentang peraturan
hukum pidana untuk seluruh wilayah Indonesia dan
mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dengan
demikian maka sejak tanggal 29 September 1958 berlaku
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bagi seluruh
penghuni Indonesia dengan corak Unifikasi.
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang
kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum
dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang
merupakan suatu penderitaan ( Sudarsono 1991 : 102).

105
Kemudian KUHP dinyatakan berlaku umum ( unifikasi
hukum pidana ) melalui UU np. 1 tahun 1958 ( 29 September
1958 ) . Kodifikasi KUHP adalah selaras dengan W.V.S. Negeri
Belanda. W.V.S. bersumber dari Code Penal Perancis, dan Code
Pnal Perancis bersumber dari hukum Romawi. Jadi sumber
KUHP sebenarnuya dari hukum Romawi.

Bagan Riwayat Hukum Pidana Indonesia :

PERANCIS CODE PENAL

BELANDA HUKUM HUKUM


PIDANA PIDANA
SEBELUM NASIONAL
1886 1886

DUALISME DALAM
HUKUM PIDANA
1867

INDONESIA ( ORANG (ORANG


UNIFIKASI
EROPA) HUKUM PIDANA )
INDONESIA

1 JANUARI 1918 -
SEKARANG
106
2. Pengertian Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang
kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum.
Perbuatan tersebut (pelanggaran dan kejahatan) diancam
dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan atau
siksaan bagi yang bersangkutan.
Kejahatan adalah perbuatan pidana yang berat.
Ancaman hukumannya dapat berupa hukuman denda,
hukuman penjara dan hukuman mati, dan kadang kala
masih ditambah dengan hukuman penyitaan barang-
barang tertentu, pencabutan hak tertentu serta
pengumuman keputusan hakim.
Pelanggaran adalah prbuatan pidana yang ringan,
ancaman hukumannya berupa denda atau kurungan
Keistimewaan hukum pidana terletak pada daya
paksaan yang berupa ancaman pidana sehingga hukum ini
ditaati oleh setiap individu sebagai subjek hukum.
Semua jenis kejahatan diatur dalam Buku II KUHP.
Namun demikian masih ada jnis kejahatan yang diatur di
luar KUHP, yang dikenal dengan tindak pidana khusus,
misalnya tindak pidana korupsi, subversi, narkotika, tindak
pidana ekonomi. Semua perbuatan pidana yang tergolong
pelanggaran diatur dalam Buku III KUHP ( Daliyo, 1992 : 88-
90).
Buku II berkepala kejahatan terdiri atas 31 titel
memuat kurang lebih 400 pasal tentang perbuatan-
perbuatan yang dinamakan kejahatan, diantaranya
terdapat titel-titel yang penting, seperti :

107
Kejahatan terhadap keselamatan negara,
kepentingan negara, pemberontakan, pengkhianatan
Kejahatan terhadap pelaksanaan kewajiban-
kewajiban dan hak-hak kenegaraan : mengacaukan
sidang parlemen, merintangi pemilihan umum
Kejahatankejahatan terhadap ketertiban
umum, penghasutan untuk berbuat jahat, mengganggu
rapat-rapat umum, perampokan-perampokan
Kejahatan terhadap kesusilaan: pencabulan,
penjudian, penganiayaan hewan
Kejahatan-kejahatan terhadap kemerdekaan
orang : penculikan
Kejahatan-kejahatan terhadap jiwa orang
( pembunuhan )
Penganiayaan
Pencurian
Pemerasan dan ancaman
Penggelapan
Penipuan
Penghinaan
Kejahatamn jabatan : menerima suapan,
membulka rahasia negara, pemalsuan surat-surat,
penggelapan uang negara ( korupsi )
Buku III berkepala Pelanggaran trdiri atas 10 titel
memuat kurang lebih 100 pasal. Titel-titelnya sama dengan
Buku II, hanya perbedaannya ialah kejahatan diganti
dengan peknaggaran, karena perbuatan-perbuatan yang
trsebut dalam Buku III itu dipandang sebagai perbuatan
yang tidak sedemikian jahat seperti pada kejahatan-
kejahatand alam buku II. Beberapa titel penting dalam
buku III :
Pelanggaran terhadap umum: kenakalan terhadap
manusia, hewan atau barang yang dapat
membahayakan keselamatan umum; penjualan

108
makanan dan minuman yang sudah rusak; berburu
tanpa ijin.
Pelanggaran terhadap ketertiban umum: membuat riuh
yang mengganggu tetangga; pengemisan; memakai
pakaian atau tanda-tanda pangkat yang ia tidak berhak
memakainya; memakai nama atau gelar palsu.
Pelanggaran terhadap kekuasaan umum:
merobek/merusak pengumuman-penguman dari yang
berwajib.
Pelanggaran terhadap kesusilaan: penyiaran gambar-
gambar, ceritera-ceritera dan lagu-lagu yang tidak
senonoh; penjualan minuman keras tanpa ijin.
Pelanggaran terhadap keamanan negara: memasuki
tempat-tempat angkatan perang; melalui jalan-jalan lain
daripada yang telah ditentukan.
Jadi pada umumnya, jika pada tiap-tiap hari ada orang
yang ditangkap polisi, lalu ia dituntut oleh jaksa kemudian
diadili oleh hakim, maka orang itu tentu telah berbuat
sesuatu yang dilarang oleh salah satu pasal dari Buku II
atau Buku III KUHP, dan perbuatan mana diancam dengan
sesuatu hukuman (pidana).

3. Tujuan Hukum Pidana


Tujuan hukum pidana ada dua macam :
a. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak
melakukan perbuatan pidana (fungsi preventif )
b. Untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan
yang tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi
orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam
masyarakat ( fungsi represif )
Jadi secara singkat dapat disimpulkan bahwa tujuan
hukum pidana adalah untuk melindungi masyarakat.
Apabila seseorang takut untuk mlakukan perbuatan tidak

109
baik karena takut dihukum, semua orang dalam
masyarakat akan tenteram dan aman. Sebaliknya jika
seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan
karenanya dia dihukum, bila orang itu kemudian sadar
setelah bertobat tidak akan melakukan perbuatan
semacam itu lagi, pada akhirnya masyarakat akan menjadi
aman dan tenteram. Oleh karena itu dapat juga dikatakan
bahwa tujuan hokum padana sama dengan tujuan
pemidanaan yaitu melindingi masyarakat.

B. Sistematika Hukum Pidana


KUHP terdiri dari tiga buku, yaitu :
Buku I : Mengatur tentang ketentuan umum terdiri dari 9 bab,
tiap bab terdiri dari berbagai pasal yang jumlahnya
103 pasal ( pasal 1 s.d. 103 )
Buku II : Mengatur tentang kejahatan terdiri dari 31 bab dan
385 pasal ( pasal 104 s.d. 448 )
Buku III : Mengatur tentang pelanggaran terdiri dari 10 bab
yang memuat 82 pasal ( pasal 449 s.d. 569 )

C.Peristiwa Pidana
Piristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana (delict), ialah
suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan
hukuman pidana. Peristiwa pidana juga berarti suatu kejadian yang
mengandung unsur-unsuir perbuatan yang dilarang oleh undang-
undang sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat
diknai sanksi pidana (hukuman).
Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sbagai peristiwa
pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya,seperti :

1. Obyektif
Yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan
hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang

110
dengan ancaman hukum. Adapun yang dijadikan titik utama dari
pengertian obyektif adalah tindakannya.
2. Subyektif
Yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh
undang-undang. Sifat unsur ini mngutamakan adanya pelaku
( seorang atau beberapa orang)
Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka kalau ada suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi
persyaratan supaya dapat dinyatakan sebagai pidana. Syarat-
syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu peristiwa pidana ialah :
a. Harus ada perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang atau kelompok orang
b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam
undang-undang. Pelakunya harus telah melakukan suatu
kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggtungjawabkan.
Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu
perbuatan yang melanggar ketentuan hukum
d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain ketentuan
hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.

D. Delik-delik Khusus ( Bijondere Delicten )


Ancaman hukuman pidana itu ditujukan terhadap :
1. Jiwa seseorang : pembunuhan yang direncanakan,
pembunuhan anak yang direncanakan, perampasan jiwa atas
permintaan si korban, pengguguran, menimbulkan kematian
karena lalai atau kurang berhati-hati
2. Tubuh : penganiayaan, perkelahian, meninggalkan orang
lemah, penyerangan dan perkelahian, menimbulkan cacat
badan karena lalai kurang berhati-hati, membahayakan jiwa
dan keselamatan orang lain.
3. Kemerdekaan pribadi : perdagangan anak, merampas orang,
merampas kemerdekaan orang lain dengan paksaan,

111
mengancam dengan kejahatan, melarikan anak di bawah
umur dari kekuasaan yang sah.
4. Kehormatan : penghinaan, fitnah, pengaduan yang
memfitnah, penghinaan orang yang telah meninggal
5. Benda : pencurian dan penamunan, yaitu pengambilan hasil-
hasil bumi milik orang lain, penggelapan, perusakan
kekayaan, penipuan, membuka rahasia, pelanggaran atas hak
pengarang, pelanggaran HAKI, pelanggaran atas hak merek,
hak nama, atau firma
6. TIngkah laku terhadap susunan keturunan dan perkawinan:
penggelapan keturunan, perzinahan
7. Tingkah laku terhadap kesusilaan : perkosaan, perzinahan dan
melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan dengan
anak-anak di bawah umur yang sekelamin dengan orang yang
dipercayakan, dan mlakukan planggaran kesusilaan di depan
umum.

E. Pembagian Hukum Pidana


Hukum Pidana dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Hukum Pidana Obyektif (Ius Poenale ) ialah keseluruhan
peraturan yang memuat tentang keharusan atau larangan
dengan disertai ancaman hukuman bagi yang melanggarnya.
Hukum pidana obyektif dibedakan lagi menjadi :
a. Hukum Pidana material ialah semua peraturan yang
memuat rumusan tentang :
Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum
Siapa yang dapat dihukum
Hukuman apa yang dapat diterapkan
Hukum pidana material merumuskan tentang pelanggaran
dan kejahatan serta syarat-syarat apa yang diperlukan
agar seseorang dapat dihukum. Hukum Pidana matril
dibagi menjadi :
Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang berlaku
bagi smua orang (umum)

112
Hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang berlaku
bagi orang-orang tertentu, sperti anggota TNI atau
untukperkara-perkara tertentu.
b. Hukum Pidana formal adalah peraturan-peraturan hukum
yang menentukan bagaimana cara memelihara dan
mempertahankan hukum pidana material. Jadi hukum
pidana formal mengatur antara lain bagaimana
menerapkan sanksi terhadap seseorang yang melanggar
hukum pidana material.
2. Hukum Pidana subyektif (ius puniendi) adalah hak negara
untuk menghukum seseorang berdasarkan hukum obyektif.
Hak-hak negara yang tercantum dalam hukum pidana
subyektif, misalnya :
Hak negara untuk memberikan ancaman hukuman
Hak jaksa untuk menuntut pelaku tindak pidana
Hak hakim untuk memutuskan suatu perkara

SKEMA PEMBAGIAN HUKUM PIDANA


HUKUM
PIDANA
UMUM

HUKUM
PIDANA
MATERIAL HUKUM
PIDANA
HUKUM
KHUSUS
PIDANA
OBYEKTIF
HUKUM
HUKUM PIDANA PIDANA
FORMAL
113
HUKUM
PIDANA
SUBYEKTIF

F. Macam-macam Perbuatan Pidana ( delik )


Perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau
sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau
perbuatan yang melanggar hukum pidana dan diancam dengan
hukuman. Perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa
macam, yaitu :
1. Perbuatan pidana (delik) formal ialah suatu perbuatan pidana
yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar
melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam pasal undang-
undang yang bersangkutan. Contoh :pencurian adalah
perbuatan yang sesuai dengan rumusan pasal 362 KUHP,
yaitu mengambil barang milik orang lain dengan maksud
hendak memiliki barang itu dengan melawan hukum.
Dikatakan delik formal bila perbuatan mengambil barang itu
sudah selesai dilakukan dan dengan maksud hendak dimiliki.
2. Delik material adalah suatu perbuatan pidana yang dilarang,
yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu. Contoh :
pembunuhan. Dalam kasus pembunuhan yang dianggap
sebagai delik adalah matinya seseorang yang merupakan
akibat dari perbuatan seseorang. Perbuatannya sendiri dapat
dilakukan dengan bermacam-macam cara.
3. Delik dolus adalah perbuatan pidana yang dilakukan dengan
sengaja. Contoh:pembunuhan berencana ( pasal 338 KUHP).
4. Delik Culpa adalah perbuatan pidana yang tidak sngaja,
karena kealpaanya mengakibatkan matinya seseorang.
Contoh pasal 359 KUHP.

114
5. Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang
memerlaukan pengaduan orang lain. Jadi sebelum ada
pengaduan belum merupakan delik. Contoh : perzinahan,
penghinaan.
6. Delik politik adalah delik atau perbuatan pidana yang
ditujukan kepada keamanan negara baik secara langsung
maupun tidak langsung. Contoh: pemberontakan akan
menggulingkan pemerintahan yang sah.

G. Kekuasaan Berlakunya KUHP


Kekuasaan berlakunya KUHP dapat ditinjau dari dua segi,
yaitu segi positif dan segi negatif. Segi negatif dikaitkan dengan
berlakunya KUHP dengan waktu terjadinya perbuatan pidana.
Artinya bahwa KUHP tidak berlaku surut. Hal tersebut dapat
dilihat dari ktentuan pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi :
Semua perbuatan tidak dapat dihukum selain atas
kekuatan aturan pidana dalam undang-undang yang
diadakan sebelum perbuatan itu terjadi.
Kekuasaan berlakunya KUHP ditinjau dari segi positif
artinya bahwa kekuasaan berlakunya KUHP tersebut dikaitkan
dengan tempat terjadinya perbuatan pidana. Kekuasaan
berlakunya KUHP yang dikaitkan dengan tempat diatur dalam
pasal 2 ayat (9) KUHP.

H. Asas-asas yang terkandung dalam KUHP


1. Asas legalitas berdasarkan adagium nullum delictum nulla
poena sine praevia lege poenale. Artinya tidak ada perbuatan
yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana
dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum
perbuatan dilakukan. Asas ini nampak dari bunyi pasal 1 ayat
(1) KUHP.
2. Asas teritorialitas ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP
bagi semua orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam
lingkungan wilayah Indonesia. Asas ini dapat dilihat dari

115
ketentuan pasal 2 dan 3 KUHP. Tetapi KUHP tidak berlaku bagi
mereka yang memiliki hak kekebalan diplomatik berdasarkan
asas eksteritorialitas
3. Asas nasional aktif ialah asas yang memberlakukan KUHP
terhadap orang-orang Indonesia yang melakukan perbuatan
pidana di luar wilayah Republik Indonesia. Asas ini bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Asas ini
dinamakan juga asas personalitet.
4. Asas nasional pasif ialah suatu asas yang memberlakukan
KUHP terhadap siapapun juga baik WNI maupun WNA yang
melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Indonesia. Jadi
yang diutamakan adalah keselamatan kepentingan suatu
negara. Asas ini dinamakan juga asas perlindungan.
5. Asas universalitas ialah suatu asas yang memberlakukan
KUHP terhadap perbuatan pidana yang terjadi di luar wilayah
Indonesia yang bertujuan untuk merugikan kepentingan
internasional. Peristiwa pidana yang terjadi dapat berada di
daerah yang tidak termasuk kedaultan negara manapun. Jadi
yang diutamakan oleh asas tersebut adalah keselamatan
internasional. Contoh: pembajakan kapal di lautan bebas,
pemalsuan mata uang negara tertentu bukan negara
Indonesia.

I. Jenis-jenis Hukuman
Jenis-jenis Hukuman dapat dilihat dari ketentuan pasal 10
KUHP. Pasal 10 KUHP menentukan adanya hukuman pokok dan
hukuman tambahan.
Hukuman Pokok meliputi :
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
Hukuman tambahan meliputi :
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan/penyitaan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim

116
Perbedaan antara hukuman pokok dan hukuman tambahan
adalah :
Hukuman pokok terlepas dari hukuman lain, berarti dapat
dijatuhkan kepada terhukum secara mandiri.
Hukuman tambahan hanya merupakan tambahan pada
hukuman pokok sehingga tidak dapat dijatuhkan tanpa adanya
hukuman pokok ( tidak mandiri ).
Catatan : DPR masih membahas/menggodok RUU KUHP,
walaupun tahun 1776 sudah ada perubahan dan
penambahan beberapa pasal KUHP.
Latihan
Diskusikan dalam kelompok tentang asas Tidak ada suatu
perbuatan yang dapat dikenai hukuman, kecuali pada saat
perbuatan itu dilakukan sudah ada dasar hukumnya!

117
BAB VI
HUKUM ACARA

A. Hukum Acara (Hukum Formil)

Hukum acara atau hukum formal menunjuk kepada cara


bagaimana peraturan hukum material dipertahankan dan
diselenggarakan. Hukum acara menunjuk cara bagaimana perkara
diselesaikan di muka hakim atau alat negara lain yang diberi tugas
menyelesaikan perselisihan hukum. Secara lebih rinci dapat diuraikan
sebagai berikut:

1. Hukum acara perdata atau hukum pardata formal adalah


suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang
harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara
bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk
melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata.
2. Hukum acara pidana atau hukum pidana formal adalah suatu
rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan
pemerintah yang berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan, dan
pengadilan harus berindak guna mencapai tujuan negara dengan
mengadakan hukum pidana.
3. Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama adalah hukum Acara Perdata yang
berhak pada Pengendalian dalam lingkungan Peradilan Umum.
Kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini.
4. Begitu pula pada hukum Acara Peradilan Militer yang
digunakan dalam proses peradilan mempunyai persamaan dengan
hukum acara yang digunakan Pada Peradilan Umum untuk perkara
pidana dengan beberapa perbedaan sesuai dengan sifat khusus dari

118
Peradilan Militer yang bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perakara pidana militer.
5. Peradilan Tata Usaha Negara yang bertugas dan berwenang
untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tata usaha
negara/administrasi negara.

Secara umum, di dalam masyarakat dikenal dua hukum acara


pada peradilan umum, yaitu:

1. Hukum Acara Perdata


2. Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana bagi
Pengadilan Negeri diatur dalam Herzien Inlands Regelement (HIR) atau
RIB/D yaitu Reglemen Indonesia yang dibaharui dan UU RI No. 8 Tahun
1981.

Ada dua macam perkara yang diadukan ke muka sidang di


Pengadilan Negeri, yaitu:

a. Perkara Pidana: Kerena perkara ini mengenai hubungan antara


pemerintah dengan seseorang, maka sidang dihadiri oleh
Jaksa/Penuntut umum sebagai wakil dari pemerintah.
Perkara-perkara yang disidangkan adalah:

1) Pencurian
2) Pencopetan
3) Perampokan
4) Pembunuhan
5) Penggelapan, dan sebagainya.
b. Perkara Perdata: mengenai hubungan antara seseorang dengan
yang lain.

1. Proses Beracara di pengadilan

Kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-Undang RI


Nomor 14 tahun 1970 Pasal 10 ayat (1) adalah kekuasaan

119
kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam empat lingkungan
peradilan yaitu:

a. Peradilam Umum (yang berwenang menyelesaikan perkara


perdata dan perkara pidana),
b. Peradilan Agama (yang berwenang menyelesaikan perkara
perdata di bidang tertentu atas permohonan orang yang
beragama Islam),
c. Peradilan Militer (yang berwenang menyelesaikan perkara
pidana militer/tentara), dan
d. Peradilan Tata Usaha Negara (yang berwenang menyelesaikan
perkara tata usaha negara/administrasi negara).
2. Proses Beracara menyelesaikan perkara
perdata

Perkara-perkara perdata dapat timbul dalam peselisihan


hukum yang antara lain menyangkut sebagaimana diatur Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata):

a. Tentang orang
Tentang orang antara lain mengenai:

1) perkawinan,
2) hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami dan istri,
3) pembubaran perkawinan,
4) kekeluargaan sedarah dan semenda,
5) kekuasaan orang tua,
6) pengampuan.
b. Kebendaan,
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, mencabut: Buku ke-II Kitab
Undang-undang Hukum Perdata Indonesia (Hukum Kebendaan)
sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai
hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya undang-
undang ini.

c. Perikatan

120
Tentang perikatan antara lain:

1) yang dilahirkan dari kontrak atau persetujuan,


2) yang dilahirkan demi undang-undang,
3) jual-beli,
4) tukar-menukar,
5) sewa menyewa,
6) perseroan,
7) perkumpulan,
8) hibah,
9) pemberian kuasa,
10) penanggungan.
d. Pembuktian dan daluwarsa.
Tentang pembuktian dan daluwarsa mengenai;

1) pembuktian dengan tulisan,


2) pembuktian dengan saksi-saksi,
3) pembuktian persangkaan,
4) pembuktian pengakuan,
5) pembuktian dengan sumpah di muka hakim,
6) pembuktian karena daluwarsa.
7) Pembuktian keyakinan hakim setelah meninjau ke lapangan
(objek yang disengketakan)
Proses beracara menyelesaikan perkara perdata yang
berada dalam pemeriksaan di muka hakim yang pada umumnya
selalu sekurang-kurangnya ada dua pihak yang berhadapan satu
sama lain yaitu penggungat dan tergugat. Penggugat adalah pihak
yang mulai membikin perkara, sedangkan tergugat adalah pihak
yang oleh penggugat ditarik di muka penadilan. Namun, ada
kalanya orang mohon satu putusan dari hakim dengan tidak
menarik orang lain di muka hakim. Misalnya seorang mohon kepada
pengadilan Negeri, supaya ia ditetapkan sebagai wali dari seorang
yang belum dewasa. Atau seorang meninggal dunia mempunyai
uang simpanan disuatu Bank, para ahli waris mohon penetapan dari
Pengadilan Negeri tentang siapa yang menjadi ahli waris.

121
Menurut pasal 1866 KUH Perdata, alat-alat bukti (lima jenis
alat bukti) yang dapat digunakan dalam proses pemeriksaan
perkara perdata yaitu bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi,
persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah.

Pihak-pihak yang hadir dalam proses persidangan perkara


perdata di Pengadilan Negeri secara lengkap meliputi penggugat,
tergugat, hakim, penasihat hukum, dan panitera. Di samping itu,
hadir saksi-saksi dan ahli untuk memberikan keterangan, dan
kemungkinan juga hadir seseorang untuk keperluan alih bahasa.
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

a. Pejabat yang menyelesaikan perkara perdata di Pengadilan


Negeri, yaitu:

1) Hakim, yang memeriksa, mengadili dan


memutus perkara.
2) Panitra/Panitera Pengganti, yang diangkat
oleh Menteri Kehakiman, dalam tugasnya dibantu oleh
beberapa orang Panitera Pengganti yang diangkat oleh Ketua
Pengadilan. Tugas Panitera-panitera (PP), ialah mengikuti
semua sidang serta musyawarah Pengadilan dan mencatat
dengan teliti semua hal yanga dibicarakan. Ia harus
membuat berita acara sidang dan bersama-sama
menandatangani dengan ketua sidang. Berita acara ini
merupakan dasar untuk membuat keputusan.
b. Pihak-pihak yang berperkara:

1) Penggugat/ Kuasanya
2) Tergugat/Kuasanya
3) Objek yang dipermasalahkan
c. Petitum (Permohonan) Tergugat suapaya dikabulkan/diputuskan
oleh Hakim.

Baik penggugat maupun tergugat dapat lebih dari pada satu


orang. Bila penggugatnya adalah masyarakat, maka dapat
mewakilkan dengan nama gugatan perwakilan (Class Action),
dasarnya adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002

122
tanggal 26 april Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan
Kelompok.

Mahkamah Agung mendefinisikan gugatan perwakilan


kelompok sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan untuk
dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang
jumlah banyak, yang memiliki kesamaan fakta dan dasar hukum
antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

Oleh karena itu gugatan perwakilan kelompok merupakan hal


baru dalam dalam dunia peradilan kita, wajarlah apabila timbul
pertanyaan seluas dunia peradilan kita, wajarlah apabila timbul
pertanyaan seluas apa jangkauan Perma No. 1/2002 itu? Apakah
hanya mencakup masalah-masalah Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UU No. 23 Tahun 1997), Perlindungan Konsumen (UU No. 8
tahun 1999), dan Kehutanan (UU No. 41 Tahun 1999)?

Jadi gugatan perwakilan kelompok dapat diajukan dalam


kasus apapun yang membawa kerugian bagi banyak orang
misalnya tabrakan kereta api.

Dengan diundangkannya:

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang


Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, dan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan .
Maka dimulailaah fase baru dalam dunia peradilan kita, yakni
dimungkingkannya Guagatan Perwakilan Kelompok atau Class
Action. Di dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan (Pasal 37
ayat (1)) bahwa: Yang dimaksud hak mengajukan gugatan
perwakilan adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk mewakili
masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar
kesamaan permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang
ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.

123
Sementara itu UU No. 8 Tahun 1999 menyatakan (Pasal 46
ayat (1)) Gugatan atau pelanggaran pelaku usaha dapat
dilakukan oleh:

Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang


bersangkutan
Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang
sama
Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
Sedangkan UU No. 41 Tahun 1999 dalam Pasal 71 disebutkan
bahwa:

Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke


pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap
kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.
Hak mengajukan . dst.
Jadi ketiga UU tersebut sama sekali belum menyinggung
masalah acara atau proses memeriksa dan mengadili perkara
yang diajukan oleh perwakilan kelompok oleh karena itu keluarlah
Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2002 (Krisna Harahap,
2003:35-38).

Coba Anda camkan betul kasus Class Action berukut ini

Salah satu contoh peristiwa Longsor Gunung Mandalawangi,


Kecamatan Kadungora Kabupaten Garut, yang menimpa Desa
Mandalasari; Kampung Bojong jambu dan kampung Sindang Sari,
dan Desa Karang Mulya; Kampung Buniaten dan Kampung
Babakan Nenggeng. Perwakilan dari mereka (9 Orang) yang
merasa dirugikan mengajukan Gugatan Perwakilan (Class Action)
ke Pngadilan Negeri kelas I Bandung, melalui Kuasanya tanggal
04 Februari 2003. Gugatan mereka ditujukan kepada:

Direksi Perum Perhutani, Cq. Kepala Unit Perum


Perhutani Unit III Jawa Barat (Tergugat I)
Pemerintah RI Cq. Presiden RI (Tergugat II)

124
Pemerintah RI Cq. Presiden RI Cq. Menteri Kehutanan
RI (tergugat III)
Pemeritah Daerah Tk. I Propinsi Jawa Barat Cq.
Gubernur Propinsi Jawa barat (Tergugat IV)
Pemerintah Daerah Tk. II. Kab. Garut Propinsi Jawa
Barat Cq. Bupati Garut (Tergugat V).
Adapun urutan proses pemeriksaan perkara perdata mulai
Tingkat Pertama (di Pengadilan Negeri), Tingkat Banding
(Pengadilan Tinggi), dan Tingkat Terakhir (di Mahkamah Agung)
sebagai beriktu:

1) Surat Gugatan
2) Jawaban Gugat
3) Replik
4) Duplik
5) Pembuktian
6) Tanggapan Terhadap Alat-alat Bukti
7) Musyawarah Majelis Hakim
8) Putusan Pengadilan Negeri
9) Banding
10) Putusan Pengadilan Tinggi
11) Kasasi
12) Putusan Mahkamah Agung
13) Peninjauan Kembali (PK)
14) Gugatan Pihak Ketiga

3. Proses Beracara Menyelesaikan Perkara Pidana

Perkara-perkara pidana dapat timbul dalam hal seseorang


melakukan tindak pidana (delict), yaitu perbuatan yang oleh aturan
hukum pidana dilarang dan diancam dengan hukuman pidana bagi
yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan
perbuatan yang melawan hukum dan mrugikan masyarakat. Yang
memastikan suatu perbuatan sebagai tindak pidana yakni perbuatan

125
itu dilarang oleh aturan pidana dan pelakunya diancam dengan
hukuman pidana.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),


perbuatan-perbuatan yang dilarang tadi dikelompokan ke dalam dua
kelompok yaitu kejahatan dan pelanggaran. Perbuatan-perbuatan
yang dimasukkan ke dalam kelompok kejahatan antara lain
mengenai keamanan negara, melanggar martabat kedudukan
Presiden dan Wakil Presiden, ketertiban umum, kekuasaan umum,
sumpah palsu dan keterangan palsu, memalsukan mata uang,
memalsukan materai dan merek, memalsukan surat-surat,
penghinaan, membuka rahasia, penganiayaan, pencurian,
pemeriksaan dan ancaman, penggelapan, penipuan. Perbuatan-
perbuatan yang dimasukkan ke dalam kelompok pelanggaran antara
lain mengenai ketertiban umum, kekuasaan umum, kesopanan.

Apabila suatu perbuatan dari seorang tertentu menurut


aturan hukum pidana material merupakan perbuatan yang diancam
dengan hukuman pidana, maka timbullah soal cara begaimana hak
atau wewenang menyidik (kepolisian), menuntut (kejaksaan) dan
mengadili (pengadilan) dari badan pemerintah yang berwenang
harus dijalankan guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan
hukum pidana.

Dalam hal badan pemerintahan yang berwenang


menjalankan tugasnya guna pemberian perlindungan terhadap
keluhuran harkat dan martabat manusia harus didasarkan pada
asas-asas (10 asas) hukum acara pidana sebagaimana dapat
dijumpai dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 8 tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana atau lazim disebut juga Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP):

a. Perlakukan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum


dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
b. Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang

126
diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan
dengan cara yang diatur dengan undang-undang.
c. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,
dan/atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap
tidak bersalah (presumtion of innocence) sampai adanya putusan
Pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum tetap.
d. Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun
diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan/atau
karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan, wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak
tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang
dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas
tersebut dilanggar, dituntut, dipidana, dan/atau dikenakan
hukuman administrasi.
e. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan
biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus
diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.
f. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi
kesempatan memperoleh bantuan hukum yang wajib semata-
mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan
atas dirinya.
g. Kepada seorang tersangka, sejak saat penangkapan dan/atau
penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum
apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya
itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan
penasihat hukum.
h. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya
terdakwa.
i. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum
kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.
j. Pengawasan pelaksanaan putusan Pengadilan dalam perkara
pidana dilakukan oleh ketua Pengadilan Negeri yang
bersangkutan.

127
Menurut Pasal 184 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun
1981 (KUHAP), alat-alat bukti (lima jenis alat bukti) yang dapat
digunakan dalam proses pemeriksaan perkara pidana yaitu
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan
terdakwa.

Pihak-pihak yang hadir dalam proses persidangan perkara


pidana di Pengadilan Negeri secara lengkap meliputi terdakwa, jaksa
selaku penuntut umum, hakim, penasihat hukum, dan panitera. Di
samping itu, hadir saksi-saksi dan ahli untuk memberikan
keterangan, dan kemungkinan juga hadir seseorang untuk keperluan
alih bahasa. Jaksa selaku penuntut umum hadir di dalam
persidangan perkara pidana di Pengadilan Negeri mewakili
pemerintah (eksekutif) dari Kejaksaan Negeri pada tingkat
Pemerintah Kota/Kabupaten yang memiliki tugas dan wewenang
penyidikan tidak hadir dalam pesidangan perkara pidana karena
tugasnya selesai pada tahap penyidikan tadi dan proses
penuntutannya diserahkannya kepada Kejaksaan Negeri pada
tingkat Pemerintahan Kota/Kabupaten. Adapun rinciannya sebagai
berikut:

a. Pejabat yang menyelesaikan perkara pidana di


Pengadilan Negeri, yaitu:
1) Jaksa Penunut Umum (JPU)
2) Hakim
3) Panitra/Panitra Pengganti
b. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu:

1) Saksi/Tersangka/Terdakwa

2) Penasihat hukum (pembela)

c. Agar Pengadilan memutuskan/menghukum pihak yang salah


secara adil, berdasarkan praturan yang berlaku.

Selanjutnya dapat dilihat skema Proses pemeriksaan Perkara Pidana


sebagai berikut:

I. NEGARA KEJAKSAAN PENGADILAN

128
MASYARAKAT

II. Lembaga/
KEPOLISIAN KEJAKSAAN PENGADILAN
Instansi
PEMERIKSAAN

Proses PENYIDIKAN PENUNTUTAN HAKIM

III. TINDAK PIDANA


PENYIDIK
DI INSTANSI PNS
PENYELDIK
POLISI

TINDAK PIDANA PENYIDIK


PENYELIDIK PEMBANTU
DI MASYARAKAT (POLISI)

Sumber: Husni Thamrin (Pokok-Pokok Sistem Struktur dan Proses Acara Pidana
dan Perdata)

GARIS BESAR PROSES PERADILAN PIDANA

KEPOLISIAN kejaksaan PENGADILA


INSTANSI
N
KEJAKSAAN
PENYELI PENYI PENUNTUTAN PEMERIKSAA
PROSES DIKAN DIKAN N HAKIM

PENYE PENYI PENUNTUT HAKIM


PEMERIKSA LIDIK DIK
UMUM

129
TEMUAN LAPORAN PENGADUAN

PETUGAS

YANG DIPERIKSA TERSANGKA TERDAKWA

Sumber: Husni Thamrin (Pokok-Pokok Sistem Struktur dan Proses Acara Pidana
dan Perdata)

Proses Pemeriksaan

POLRI KEJAGUNG MAHKAMAHA

GUNG

POLDA
LAPORAN KEJATI PENGADILAN

POLRES TINGGI
PENGADUAN

KEJARI PENGADILAN
POLSEK/ TA
NEGERI

130
PENYELIDIKAN PENUNTUTAN PEMERIKSAAN
& PENYIDIKAN HAKIM

Sumber: Husni Thamrin (Pokok-Pokok Sistem Struktur dan Proses Acara Pidana
dan Perdata)

5. Proses Beracara Menyelesaikan Perkara Perdata di Bidang


Tertentu Atas Permohonan Orang Yang Beragama Islam

Perkara-perkara perdata di bidang tertentu atas permohonan


orang yang beragama Islam (kedua pihak harus beragama islam)
kepada Pengadilan Agama untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikannya berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama Islam meliputi bidang perkawinan, bidang
kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
serta bidang wakaf dan shadaqah. Tugas dan wewenang Pengadilan
Agama di bidang perkawinan diatur dalam Undang Undang Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan. Untuk bidang kewarisan, wasiat, hibah
yang dilakukan berdasarkan hukum Islam diatur dalam Undang Undang
Nomor 7 Tahun 1989 itu. Bagitu pula mengenai bidang wakaf dan
shadaqah berdasarkan hukum positif Indonesia Undang Undang Nomor
7 Tahun 1989 tadi merupakan tugas wewenang Pengadilan Agama
untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikannya bila timbul
perselisihan atau perkara menyangkut hal itu.

Pihak-pihak yang hadir dalam proses persidangan perkara


perdata di bidang tertentu atas permohonan orang yang beragama
Islam di Pengadilan Agama secara lengkap meliputi penggugat,
tergugat, hakim, penasihat hukum, dan panitera. Di samping itu, hadir
saksi-saksi dan ahli untuk memberikan keterangan, dan kemungkinan
juga hadir seseorang untuk keperluan alih bahasa.

Menurut Penjelasan UU RI No. 7 Tahun 1989 Pengadilan Agama


merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama

131
Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakap, dan
sodaqoh berdasarkan hukum Islam.

Pengadilan Tinggi Agama merupakan pengadilan tingkat banding


terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama dan
merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai
sengketa mengadili antara- Pengadilan Agama di daerah hukumnya.

Adapun rincian adalah sebagai berikut:

a. Pejabat yang menyelesaikan Perkara Perdata tertentu (Agama) di


Pengadilan Agama yaitu:

1) Hakim
2) Panitera/Wakil Panitera
b. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu

1) Penggugat
2) Tergugat
c. Agar hakim memutuskan/mengabulkan permohonan Penggugat
(Petitum)

Baik penggugat atau tergugat termasuk orang-orang yang


beragama Islam yang menyelesaiakan perkata-perkara di bidang
perkawinan/perceraian, kewarisan, wasiat. hibah, wakap, dan shodaqoh
berdasarkan hukum Islam.

Untuk lebih jelasanya dapat dilihat salah satu proses penyelesaian


perkara perdata tententu di bidang agama, yaitu tentang perkawinan,
talaq, ruju, perceraian, dan perceraian dengan banding seperti gambar
berikut ini:

132
133
134
6. Proses Beracara Menyelesaikan Perkara Pidana Militer

Badan peradilan militer merupakan badan peradilan pidana militer.


Yang masuk dalam kewenangan lingkungan peradilan militer yaitu orang
yang pada saat melakukan tindak pidana adalah anggota militer/tentara
atau anggota angkatan bersenjata RI, orang yang menurut Undang-
undang dan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan anggota
militer/tentara atau anggota angkatan bersenjata RI, anggota suatu
golongan atau jawatan yang dipersamakan atau dianggap anggota
militer/tentara atau anggota angkatan bersenjata RI, serta orang lain
yang ditetapkan Menteri Pertahanan dengan persetujuan Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia harus diadili dalam lingkungan
peradilan militer. Yang dimaksud dengan orang lain yang harus diadili
dalam lingkungan peradilan militer tersebut lazim dikenal dengan perkara
koneksitas yang diatur Pasal 89 sampai dengan Pasal 94 Undang Undang
Nomor 8 tahun 1981 (KUHAP). Yang dimaksud dengan tindak pidana
koneksitas ialah tindakan pidana yang dilakukan oleh seorang sipil atau
lebih bersama-sama dengan seorang atau lebih anggota militer/tentara
atau angkatan bersenjata RI, di mana orang sipil seharusnya diadili oleh
peradilan militer. Dengan adanya aturan mengenai koneksitas, maka

135
perkara itu dapat diadili oleh peradilan umum dan anggota militer/tentara
atau anggota bersenjata RI seharusnya diadili oleh peradilan militer.
Dengan adanya aturan mengenai koneksitas, maka perkara itu dapat
diadili oleh peradilan umum atau peradilan militer tergantung dari titik
berat dari perkara tadi. Tindak pidana militer tersebut dapat digolongkan
ke dalam tindak pidana biasa, tindak pidana subvers, dan tindak pidana
ekonomi.

Pihak-pihak yang hadir dalam proses persidangan perkara pidana


militer di Mahkamah Militer secara lengkap meliputi terdakwa militer/sipil,
oditur militer, hakim militer, penasihat hukum, dan panitera. Di samping
itu, hadir saksi-saksi dan ahli untuk memberikan keterangan, dan
kemungkinan juga hadir seorang untuk keperluan alih bahasa.

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

a. Pejabat yang menyelesaikan Perkara Pidana Militer di Pengadilan Militer


dan Pengadilan Militer Tinggi, yaitu:

1) Hakim
2) Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi
3) Panitera
b. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu

1) Tersangka/terdakwa/terpindana
2) Penasihat hukum
c. Agar supaya Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi
memutuskan dan memberi sanksi kepada terpidana secara adil.

Selanjutnya dapat dilihat skema Proses Perkara Pidana Militer


sebagai berikut:

136
PROSES SAI PERKARA PIDANA

HAKIM DISIPLIN SKEP KEMBALI KE


ANKUM U/DI
PLINKAN

ANKUM
TUPRA MAHMIL EKSEKUSI MASMIL

USUL
TUPRA
PELAKU
DEMI KEPT
TP KAP POM 3AP -PH
PAPERA
-UMUM PANG TNI
-BAPAT
OTMIL -HUKUM

SARAN
RIK TP -PLIN DITKUMAD
-TUP
IDIK GAR
-SIDANG
PLIN

7. Proses Beracara Menyelesaikan Perkara Tata Usaha Negara

Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara berwenang


memeriksa, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara/administrasi
negara. Yang dimaksud dengan sengketa tata usaha negara ialah
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara, antara orang atau
badan hukum perdata dengan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik
di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata
usaha negara termasuk sengketa kepegawaian. Adapun yang dimaksud
dengan keputusan tata usaha negara berdasarkan Pasal 1 butir 3
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara ialah suatu penetapan tertulis (beschikking), yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum
tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

137
yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Sengketa tata usaha negara ialah sengketa yang timbul di bidang


tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara, akibat dikeluarkannya suatu
keputusan/penetapan tertulis tata usaha negara. Jadi, yang dapat digugat
di Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara karena Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang dapat mengeluarkan suatu keputusan tata usaha negara.
Sementara itu, yang berhak menggugat atau yang menjadi penggugat
adalah orang atau badan hukum perdata, yang merasa dirugikan karena
dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara oleh Badan atau
pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan.

Oleh karena sengketa Tata Usaha Negara itu selalu berkaitan


dengan dikeluarkannya suatu keputusan Tata Usaha Negara, maka satu-
satunya pihak yang dapat digugat di Pengadilan di lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara adaah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Tata
Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Berdasarkan
hal ini, maka dalam Acara Peradilan Tata Usaha Negara tidak dikenal
adanya gugat balik atau gugat rekonvensi, atau dengan perkataan lain
seorang Pejabat Tata Usaha Negara yang merasa dirugikan moril ataupun
material karena adanya gugatan dari seorang atau badan hukum perdata,
tidak dapat mengajukan gugat balik atau gugat rekonvensi. Hal ini
disebabkan sengketa Tata Usaha Negara berkenaan dengan masalah sah
atau tidaknya suatu keputusan tata usaha negara yang telah dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Sengketa mengenai kepentingan hak, termasuk hak menuntut ganti


rugi tidak termasuk wewenang Peradilan Tata Usaha Negara untuk
mengadilinya. Seorang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang, berisi
tuntutan agar keputusan tata usaha negara yang disengketakan
dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti

138
rugi dan/atau rehabilitasi. Alasan yang dapat digunakan dalam gugatan
yaitu keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang belaku, Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan telah menggunakan
wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang itu,
serta Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan
atau tidak mengeluarkan keputusan setelah mempertimbangkan semua
kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak
sampai pada pengambilan atau tidak mengambil keputusan tersebut.

Untuk lebih rincinya adalah sebagai berikut:

a. Pejabat yang menyelesaikan Perkara Tata Usaha Negara di Pengadilan


Tata Usaha Negara:
1) Hakim
2) Panitera Pengganti
3) Pihak ketiga
b. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu
1) Penggugat (orang atau Badan Hukum)
2) Tergugat (Pejabat atau Badan TUN)
c. Agar Hakim dapat mengambulkan permohonan Penguggat yaitu
membatalkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat/Badan
Tata Usaha Negara.
Masalah yang disengketakan adalah Suarat Keputusan yang
dikeluarkan oleh Pejabat/ Badan TUN.

Selanjutnya dapat dilihat skema proses perkara Tata Usaha Negara


berikut ini:

139
140
Latihan :
Silahkan saudara membentuk kelompok-kelompok untuk
mensimulasikan sidang pengadilan dengan perkara : pidana,
perdata, tata uasa Negara, militer dan agama!

BAB VII
POKOK-POKOK HUKUM DAGANG

141
A. Istilah Hukum Dagang
Hukum dagang merupkan terjemahan dari istilah
Handelsrecht (bahasa Belanda) yang juga diterjemahkan
menjadi hukum perniagaan. Dua istilah tersebut digunakan oleh
Negara-negara yang mengikuti system civil law. Ada istilah lain
lagi untuk menerjemahkan Handelsrecht tersebut, yaitu hukum
komersial atau Commercial law. Istilah Commercial law (bahasa
Inggris) tidak biasa digunakan oleh Negara-negara civil law
(antara lain Indonesia), termasuk oleh fakultas-fakultas hukum di
Indonesia.
Istilah Commercial law lebih sering digunakan di
Negara-negara Common law dan oleh fakultas ekonomi.
Sedangkan, istilah dagang merupakan istilah ekonomi; bukan
istilah hukum. Istilah ini mempunyai pengertian ialah segala
perbuatan perantara yang meliputi perbuatan membelikan atau
menjualkan barang untuk memudahkan hubungan antara
produsen dan konsumen serta untuk memajukan pembelian dan
penjualan itu sendiri. Pada prinsipnya, perdagangan adalah
perbuatan perantara kepada produsen dan konsumen yang
jenis-jenisnya sebagai berikut:
1. Pembentukan persekutuan perniagaan atau badan-badan
usaha seperti firma, CV, dan PT untuk memajukan
perdagangan.
2. Pengangkutan untuk kepentingan perniagaan, baik di darat,
laut, maupun udara (Buku II KUHD).
3. Penyelenggaraan asuransi atau pertanggungan (Buku I KUHD)
agar pedagang dapat menutup risiko, misalnya atas
pengangkutan barang dengan asuransi.
4. Perantara melalui perbankan sebagai salah satu sumber
pembiayaan.

142
B. Sumber-Sumber Dan Sistematika Hukum Dagang
Hukum dagang Indonesia terutama bersumber pada (diatur
dalam):
1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek
van Koophandel Indonesia (W.K.).
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk
Wetboek Indonesia (B.W.).
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturan-
peraturan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perdagangan.
KUHD yang mulai berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848
terbagi atas dua Kitab dan 23 bab: Kitab I terdiri dari 10 bab dan
Kitab II terdiri dari 13 bab. Isi pokok daripada KUHD Indonesia itu
ialah:
a. Kitab Pertama berjudul: Tentang Dagang Umumnya, yang
memuat:
Bab I : dihapuskan (menurut Stb. 1938/276 yang mulai
berlaku pada 17 Juli 1938, Bab I yang berjudul: Tentang
pedagang-pedagang dan tentang perbuatan dagangyang
meliputi pasal 2, 3, 4, dan 5 telah dihapuskan).
Bab II : Tentang pemegang buku.
Bab III : Tentang beberapa jenis perseroan.
Bab IV : Tentang bursa dagang, makelar dan kasir.
Bab V : Tentang komisioner, ekspeditur, pengangkut
dan tentang juragan-juragan perahu yang melalui
sungai dan perairan darat.
Bab VI : Tentang surat wesel dan surat order.
Bab VII : Tentang cek, tentang promes dan kwitansi
kepada pembawa.
Bab VIII : Tentang reklame atau penuntutan kembali dalam
hal kepailitan.
Bab IX : Tentang asuransi atau pertanggungan
seumumnya.

143
Bab X : Tentang pertanggungan (asuransi) terhadap
bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam
hasil-hasil pertanian yang belum dipenuhi dan
pertanggungan jiwa.

b. Kitab kedua berjudul: Tentang Hak-hak dan Kewajiban-


kewajiban yang Terbit dari Pelayaran, yang memuat
Hukum Laut:
Bab I : Tentang kapal-kapal laut dan muatannya.
Bab II : Tentang pengusaha-pengusaha kapal dan
perusahaan-perusahaan perkapalan.
Bab III : Tentang nahkoda, anak kapal dan penumpang.
Bab IV : Tentang perjanjian kerja laut.
Bab VA : Tentang pengangkutan barang.
Bab VB : Tentang pengangkutam orang.

Hal-hal yang diatur dalam kitab/buku III KUHS ialah


mengenai Perikatan umumnya dan perikatan-perikatan yang
dilahirkan dari persetujuan dan undang-undang seperti:
a. persetujuan jual-beli (contract of sale)
b. persetujuan sewa menyewa (contract of hire)
c. persetujuan pinjaman uang (contract of loan)
Dalam hukum dagang selain diatur dalam KUHD dan KUHS
juga terdapat dalam berbagai peraturan-peraturan khusus (yang
belum dikodifikasikan) seperti misalnya:
a. Peraturan tentang Koperasi
b. Peraturan Pailismen (Stb. 1905/217 yo. Stb. 1908/348)
c. Undang-undang Oktroi (Stb. 1922/54)

C. Sejarah Hukum Dagang


Hukum dagang yang dikodifikasikan dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang berlaku sejak 1 Mei 1848 dan hingga
kini merupakan hukum positif Indonesia. Sebagaimana hukum
perdata, hukum dagang berasl dari negeri Belanda yang

144
dberlakukan di Indonesia karena Indonesia dijajah Belanda.
Semula, hukum dagang berlaku hanya untuk golongan Eropa
saja dan kemudian baru untuk golongan Timur Asing.
Belakangan, hukum ini berlaku untuk Indonesia. Sejak tahun
1993, beberapa hal yang diatur dalam KUHD diperbarui dengan
peraturan setingkat Undang-undang. Pembaruan ini dilakukan
untuk menjawab tuntutan kebutuhan masa kini, seperti
kebutuhan pengaturan tentang bursa (ketentuan barunya dalam
UU NO. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal), dan masih banyak
lagi ketentuan-ketentuan baru lainnya.
Adapun hal-hal yang diatur dalam KUHD adalah sebagai
berikut:
Perniagaan pada umumnya.
Pembukuan.
Beberapa macam perseroan/badan usaha.
Bursa.
Komisioner, dll

D. Hubungan Hukum Dagang Dan Hukum Perdata


Hubugan kedua hukum ini seperti genus (umum) dan
specialis (khusus). Dengan perkataan lain KUHD merupakan
suatu Lex Specialis terhadap KUHS sebagai Lex Generalis; maka
sebagai Lex Specialis, kalau andaikata dalam KUHD terdapat
ketentuan mengenai soal yang dapat aturan pula dalam KUHS,
maka ketentuan mengenai soal yang dapat aturan pula dalam
KUHS, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku.
Adapun pendapat beberapa sarjana hukum lainnya
tentang hubungan kedua hukum ini antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Van Kan beranggapan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu
tambahan Hukum Perdata yaitu suatu tamabahan yang
mengatur hal-hal yang khusus. KUHS menurut Hukum Perdata
dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat penambahan

145
yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti
sempit itu.

b. Van Apeldroon menganggap Hukum Dagang suatu bagian


istimewa dari lapangan Hukum Perikatan yang tidak dapat
ditetapkan dalam Kitab III KUHS.

c. Sukardono menyatakan, bahwa pasal 1 KUHD memelihara


kesatuan antara Hukum Perdata Umum dengan Hukum
Dagang.sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari
KUHS.

d. Tirtaamijaya menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah


suatu Hukum Sipil yang istimewa.

Latihan :
Diskusikan dengan teman sekelompok mengenai pemisahan hukum
perdata dari hukum dagang!
Masalah-masalah perdagangan internasional dampaknya pada
perdagangan nasional

LATIHAN UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

BAGIAN I
PETUNJUK !

146
Jawablah semua pertanyaan di bawah ini dengan cara
memilih dan memberi tanda silang (X) pada huruf alternatif
jawaban yang tersedia !
1. Sebelum norma hukum berlaku di masyarakat, norma-norma
apa sajakah yang telah hidup dan berkembang di masyarakat
a. norma agama c. norma agama, susila, dan
adat
b. norma susila d. norma adat

2. Kapankah kitab undang-undang Hukum Romawi (KUH-Romawi)


dibuat :
a. Pada masa Caisar Yustinianus c. Pada masa Plato
b. Pada masa Napoleon d. Pada masa Aristoteles
3. Mempelajari hukum dalam arti theoritische Receptieadalah
a. hukum dipelajari secara ilmiah
b. hukum dipelajari secara praktis di masyarakat
c. hukum dikaji dari segi-segi teoritis
d. hukum dipelajari secara tata hukum dalam kehidupan
ketatanegaraan
4. Apa tujuan hukum menurut Van Apeldoren
a. mempertahankan perdamaian
b. menjamin adanya kebahagiaan yang besar
c. menjamin kepastian hukum
d. mengatur masyarakat secara damai

5. Apa yang menjadi alasan orang mentaati hukum (menurut filsafat


hukum)
a. perlunya ketentraman dalam masyarakat
b. agar tidak terasing
c. agar tidak terjadi konflik
d. meminimalisir tindakan kejahatan
6. Undang-undang menurut Utrecht adalah.

147
a. peradilan
b. kebisaan, undang-undang, traktat
c. undang-undang; kebiasaan;trakta; yurispudensi; doktrin; dan
agama
d. dokrin dan agama
7. Perancis, Belanda, Jerman, Inggris dalam mempelajari dan
menyelidiki hukum Romawi melalui berbagai cara, yaitu ..
a. Teoritis, Praktis, ilmiah, Tata Hukum.
b. Praktis, Ilmiah, Tata Hukum, Transfer.
c. Teoritis, ilmiah, Transfer, Praktis.
d. Teoritis, Praktis, Transfer, Tata Hukum
8. Seorang perempuan tidak boleh kawin lagi sebelum lewathari
setelah perkawinan di putuskan.
a. 100 hari c. 200 hari
b. 150 hari d. 300 hari
9. Badan hukum adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa
atau lebih tepat yang bukan manusia. Konsep tersebut di
kemukakan oleh
a. Utrecht c. Van Apeldorn
b. Subekti d. Bellproid
10. Kedudukan badan hukum sebagai subyek hukum tidak
tercantum dalam KUH Perdata akan tetapi hanya ada dalam
a. BW c. Buku I KUH Perdata
b. KUH Perdata d. KUH Pidana
11. Kapankah suatu undang-undang dapat berakhir
a. jika sudah tidak ditaati lagi oleh masyarakat
b. ditentukan oleh penguasa
c. kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat
d. dicabut/dihapus oleh UU yang baru
12. Hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu
adalah..
a. Hukum Positif
b. Hukum Asasi
c. Hukum Alam

148
d. Ius Constituendum
e. Ius Constituendum dan Constitutum
13. Yang termasuk tujuan mempelajari tata hukum
a. Mengetahui perbuatan menurut hukum dan bertentangan
dengan hukum
b. Untuk menjamin adanya kepastian hukum
c. Untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada
rakyatnya
d. Untuk mengetahui hukum yang berlaku di masyarakat
e. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum
14. Tata hukum Hindia Belanda dinyatakan dengan
a. A.B. ( Algemene Bepaling van wetgeving voor Indonesia)
b. IS (Indisehe Staatsregeling)
c. RRC (Regerings Regement)
d. Regerings verordening
15.Tujuan dari Tata Hukum adalah
a. Menjamin kepastian hukum
b. Mempertahankan dan melaksanakan tata tertib di masyarakat
c. Mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya
d. Menjaga peraturan hukum
16. Hukum yang mengatur cara negara atau alat-alat
perlengkapan negara hendaknya bertingkah laku dalam
menjalankan tugasnya itu adalah
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Administrasi Negara
c. Hukum Peradilan
d. Hukum Pidana
17 Asar hukum dari kodifikasi itu tercantum dalam pasal ..
a. Pasal 75 ayat 1 RR b. Pasal 15 RR
c. Pasal 76 ayat I RR d. Pasal 102
18. Yang bukan termasuk kedalam jenis peraturan organik..

149
a. Ordonnantie
b. Locale verordening
c. Regerings verordening
d. Peraturan peralihan
19. Asas Konkordansi adalah
a. Asas pembanding
b. Asas golongan
c. Asas antar golongan
d. Asas keselarasan/ persamaan
20. Bagaimanakah kondisi dan keadaan hukum perdata di
Indonesia saat ini ..
a. Berkembang dengan pesat sesuai dengan perubahan zaman
sekarang ini.
b. Hukum perdata tidak berkembang karena mempunyai sanksi
yang tidak tegas.
c. Adanya keseragaman tentang pembagian penduduk di
Indonesia yang mengakibatkan hukum perdata mempunyai
sanksi yang tegas.
d. Keadaan hukum perdata di Indonesia dari dahulu dengan
sekarang tidak ada keseragaman (Plunarisme), dikarenakan
adanya kebijakan tentang pembagian penduduk di Indonesia.
21. Politik hukum pemerintah Belanda yang tertulis dalam pasal
131 IS, yaitu kecuali
a. Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam
undang-undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum
yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum adat.
b. Hukum perdata dan dagang (begitu pula Hukum pidana
beserta Hukum acara perdata dan Pidana ) tidak harus
diletakkan dalam kitab-kitab undang-undang yang dikodifisir.

150
c. Orang Indonesia asli dan Timur Asing sepanjang mereka belum
di tundukkan di bawah peraturan bersama dengan bangsa
eropa, diperbolehkan menundukkan diri (Onderwepen)
d. Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan timur asing
(tionghoa, arab dsb) jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan
mereka menghendakinya, dapat menggunakan peraturan
yang berlaku bagi golongan Eropa.
22. Selain melalui kebijakan hukum juga dikenal adanya
penundukkan diri. Penundukkan diri sebagaimana diatur dalam
stb. 1917 no 12 yaitu KECUALI
a. Penundukkan diri secara langsung.
b. Penundukkan diri pada seluruh Hukum Perdata Eropa.
c. Penundukkan diri mengenai suatu perbuatan hukum tertentu.
d. Penundukkan diri pada sebagaian hukum Perdata Eropa
23. Kapankah Tata Hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakat
hukum Indonesia yang kemudian ditetapkan oleh Negara
Indonesia..
a. 28 Oktober 1928
b. 5 Juli 1949
c. 18 Agustus 1945
d. 17 Agustus 1945
24. Bahwasannya bangsa Indonesia mempunyai tata hukum
pribadi asli itu dapat dibuktikan oleh adanya ilmu pengetahuan
Hukum Adat. Hal tersebut merupakan hasil penyelidikan dari,
yaitu..
a. Utrecht.
b. Bellproid
c. Volmar
d. Van Vollenhoven

151
25. Dibawah ini bukan merupakan Peraturan pokok Hindia
Belanda ialah ..
a. Algemene Bepoling van Wetgeving voor Indonesia.
b. Lucale Verordening.
c. Indische staatsregeling
d. Regerings Reglement.
26. Satu-satunya peraturan pokok yang diadakan Pemerintah
militer Jepang di Indonesia ialah yang menyatakan berlakunya
kembali semua peraturan perundangan Hindia Belanda yang
tidak bertentangan dengan kekuasaan Militer Jepang. Yaitu.
a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1942.
b. Pasal 3 Undang-Undang Balantetara Jepang Tahun 1942.
c. Pasal 142 Ketentuan Peralihan UUDS RI 1950
d. Pasal 192 ketentuan Peralihan Konstitusi RIS
27. Di dalam hukum perdata di kenal dengan istilah BW (Burgerlijk
Wetboek) dan WVK (Wetboek Van Koophandel) dimana keduanya
hanya berlaku bagi
a. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli
b. Untuk golongan bangsa Tionghoa
c. Untuk golongan bangsa Arab dan India
d. Untuk bangsa Indonesia dan warga negara bukan asli
28. Golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari
Tionghoa dan Eropa (Arab, India dan lain-lain) berlaku sebagian
BW yaitu mengenai hal
a. Hanya bagian-bagian hukum kekayaan harta benda
b. Mengenai hukum kepribadian
c. Mengenai hukum kekeluargaan
d. Mengenai hukum warisan

152
29. Dalam hukum perdata dikenal dengan adanya penundukan
hukum barat, dibawah ini yang tidak termasuk penundukan
perdata adalah.
a. Penundukan pada seluruh hukum perdata eropa
b. Penundukan pada sebagian
c. Penundukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu
d. Penundukan secara diam-diam
30. Hukum perdata menurut ilmu hukum sekarang ini lazim di
bagi ke dalam empat bagian yaitu..
a. Hukum tentang diri seseorang, kekeluargaan, kekayaan, dan
warisan
b. Hukum tentang diri seseorang, kekeluargaan, kekayaan dan
perkawinan
c. Hukum tentang diri seseorang, kekeluargaan, perkawinan dan
warisan
d. Hukum tentang seseorang, perkawinan, kekayaan dan warisan
31. Sistematika yang dipakai oleh kitab Undang-Undang hukum
perdata adalah.
a. Buku I perihal orang Buku II perihal benda Buku III perihal
perikatan dan Buku IV perihal pembuktian dan daluwarsa
b. Buku I perihal benda Buku II perihal orang Buku III perihal
pembuktian dan Buku IV perihal perikatan dan daluwarsa
c. Buku I perihal orang Buku II perihal perikatan Buku III
perihal benda dan Buku IV perihal pembuktian dan
daluwarsa
d. Buku I perihal pembuktian Buku II perihal benda Buku III
perihal perikatan dan Buku IV perihal orang
32. Dalam hukum benda di kenal dengan adanya kekuasaan atas
suatu benda dan kemauan untuk memiliki benda itu di sebut ..
a. Bezit
b. Eigendom
c. Postal

153
d. Ertpacht

33. Hak yang paling sempurna atas suatu benda disebut ..


a. Bezit
b. Eigendom
c. Ertpacht
d. Vruchtgebroik
34. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi
atas perikatan-perikatan yang lahir dari ..
a. Undang-undang karena perbuatan yang berlawanan
b. Undang-undang karena suatu perbuatan dan perikatan-
perikatan.
c. Undang-undang saja dan undang-undang karena suatu
perjajian orang.
d. Undang-undang karena suatu perikatan
35.Pelaksanaan dan tata cara melaksanakan perkawinan diatur oleh

a. UU. No. 1 Tahun 1974
b. UU. No. 1 Tahun 1975
c. UU. No. 1 Tahun 1976
d. UU. No. 2 Tahun 1974
36.Untuk orang yang beragama Islam pencatatan terhadap
pernikahan dilakukan oleh
a. Pegawai PPN (Pegawai Pencatat Nikah) atau P3 NTR
b. Kantor Catatan Sipil
c. Departmen Agama
d. Departmen Kehakiman
37.Suatu pernikahan dapat dicegah atau dibatalkan apabila
a. Tidak hadirnya petugas pencatatan nikah
b. Ada halangan yang sangat mengganggu
c.Tidak hadirnya salah satu mempelai
d. Apabila ada pihak-pihak yang tidak memenuhi syarat
38.Bukti otentik bahwa seseorang sudah secara sah menjadi
sepasang suami istri adalah

154
a. Akta nikah dan buku nikah
b. Paspor
c. Surat dispensasi nikah
d. Surat Izin Nikah
39.Apabila seorang calon mempelai belum cukup umur
melangsungkan perkawinannya harus mendapat dispensasi
nikah dari
a. Orang tuanya
b. Pengadilan Agama
c. Kantor Catatan Sipil
d. Pegawai Pencatatan Nikah
40.Bagaimana hak suami dan isteri terhadap harta bersama
berdasarkan UU. No. 1 Tahun 1974
a. Keduanya memiliki kedudukan yang sama atas dasar
persetujuan
b. Hanya isteri yang boleh dan berhak atas harta bersama
c. Hanya suami yang boleh dan berhak atas harta bersama
d. Hanya anak saja yang berhak atas dasar bersama
41.Hukum Tata Usaha Negara adalah :
a. Hukum yang merupakan bagian dari hukum publik yang
mengatur hubungan antara warga negara dengan alat-alat
perlengkapan negara.
b. Hukum yang mengatur hubungan antar warga negara/orang-
perorangan.
c. Peraturan hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan
negara dan menentukan kewenangan kepadanya.
d. Serangkaian peraturan yang mengatur dan menentukan cara-
cara pemerintah atau aparat administrasi negara untuk
menjalankan tugasnya.

155
42.Lapangan hukum tata usaha negara menurut Van Vollenhoven
terdiri dari :
a. Pemerintahan, peradilan, kepolisian, dan hukum perundang-
undangan.
b. Pemerintahan, hukum perdata, peradilan, dan hukum
perundang-undangan.
c. Hukum keprajaan, hukum kepolisian, hukum peradilan, dan
hukum perundang-undangan.
d. Hukum keprajaan, hukum kepolisian, hukum pidana, dan
hukum perundang-undangan.
43.Asas-asas hukum tata usaha negara terdiri dari :
a. Asas legalitas, asas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan,
asas tidak boleh menyerobot wewenang orang lain, asas
kesamaan hak bagi tiap penduduk, dan asas upaya pemaksa.
b. Asas legalitas, asas keseimbangan, asas kesamaan, dan asas
keadilan dan kebijaksanaan.
c. Asas legalitas, asas non diskriminatif, asas keadilan dan
kebijaksanaan, dan asas upaya pemaksa.
d. Asas legalitas, asas manfaat, asas keimanan dan ketakwaan
terhadap Tuhan YME., dan asas upaya pemaksa.
44.Sumber-sumber factual dari hukum tata usaha negara menurut
E. Utrecht ialah:
a. UU (HAN. Tertulis), traktat, jurisprudensi, dan praktek
administrasi negara.
b. UU (HAN. Tertulis), praktek administrasi negara, organisasi
negara, dan jurisprudensi.
c. UU (HAN. Tertulis), jurisprudensi, anggapan para ahli HAN.,
dan organisasi negara.
d. UU (HAN. Tertulis), traktat, praktek administrasi negara, dan
anggapan para ahli HAN.

156
45.Mengapa hukum tata usaha negara di sebut sebagai hukum
antara ?
a. Karena hukum tata usaha negara tidak hanya merupakan
bagian dari hukum publik, tetapi juga berada diantara hukum
pidana dan hukum privat.
b. Karena hukum tata usaha negara memiliki kajian yang di
ambil dari hukum tata negara dan hukum perdata.
c. Karena hukum tata negara lebih menitikberatkan kajiannya
pada individu dan organisasi negara.
d. Karena hukum tata usaha negara memiliki sifat memaksa dan
mengatur.
46.Undang-Undang yang mengatur mengenai pertanahan di
Indonesia diatur dalam

a. UU. No. 4 Tahun 1960


b. UU. No. 5 Tahun 1960
c. UU. No. 5 Tahun 1961
d. UU. No. 6 Tahun 1961
47. Hukum adat bagaimana yang dapat dijadikan landasan bagi
pembentukan UUPA ?
a. Hukum adat yang berakar dari budaya Indonesia
b. Hukum adat yang progresif
c. Hukum adat yang tidak memeras dan mengindahkan agama
d. Hukum adat yang konvensional
48.Tujuan yang ingin dicapai UU agraria nasional adalah....
a. Meningkatkan taraf hidup bidang sosial, ekonomi dari rakyat
b. Meningkatkan penghasilan dan pendapatan pemerintah
c. Monopoli tanah secara penuh dan berkuasa
d. Memindahkan pemerintah menguasai tanah yang ada di
Indonesia
49. Yang dimaksud dengan pajak adalah..

157
a. Iuran rakyat sebagai pembayaran atas jasa tertentu yang
khusus diberikan oleh pemerintah untuk kepentingan orang
pribadi/badan.
b. Iuran rakyat kepada negara dengan mendapat jasa
timbal/kontraprestasi secara langsung.
c. Iuran rakyat kepada negara berdasarkan UU dengan tidak
mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakkan untuk pengeluaran umum.
d. Iuran rakyat kepada negara secara sukarela.
50. Dibawah ini adalah unsur pajak, kecuali..
a. Dengan balas jasa secara langsung.
b. Iuran rakyat kepada Negara
c. Berdasarkan UU
d. Tanpa jasa timbal.
51. Rangkaian kaidah hukum yang mengatur cara-cara
bagaimana mengajukan suatu perkara kemuka suatu badan
peradilan serta cara-cara hakim memberikan putusan, disebut
sebagai
a. Hukum acara b. Hukum pidana
c. Hukum perdata d. Hukum material
52.Rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-
cara mengajukan ke depan pengadilan perkara-perkara
kepentingan-kepentingan perseorangan disebut
a. Hukum acara pidana b. Hukum acara
perdata
c. Hukum pidana d. Hukum perdata
53. Yang termasuk kedalam lapangan-lapangan hukum
keperdataan itu diantaranya
a. Pembunuhan c. Penganiayaan
b. Hutang piutang d. Kehormatan

158
54. Lembaga-lembaga hukum yang terdapat dalam lapangan
keperdataan adalah
a. Kantor pegadaian b. Kantor polisi
c. Kantor pajak d. Kantor pendaftaran
tanah
55. Hukum acara perdata yang berlaku bagi golongan Eropah di
Jawa dan Madura disebut juga
a. Reglement op de burgelijke rechtsvordering
b. Herziene Inlandsch Reglement
c. Rechtreglement Buitengewesten
d. Burgelijk wet boek
56.Reglement Indonesia yang dibaharui, yang berlaku digolongan
Jawa dan Madura saat ini diganti oleh
a. KUHP b. KUHAP
c. KUHS d. KUHD
57. Hal pertama yang dilakukan oleh seorang ketua pengadilan
dalam melaksanakan sidang perdata adalah
a. Membacakan gugatan
b. Memeriksa penggugat dan tergugat
c. Mendamaikan kedua pihak
d. Mempertimbangkan perkara
58. Putusan yang dijatuhkan hakim tanpa hadirnya pihak tergugat
disebut
a. eksepsi b. kondemnator
c. deklarator d. verstek vonnis
59. Keputusan yang menimbulkan hukum baru disebut
a. Keputusan konstitutif b. Keputusan deklaratif
c. Keputusan kondemnator d. verstek vonnis

159
60. Pernyataan sesuatu pihak mengenai peristiwa tertentu atau
sesuatu hak disebut
a. Persangkaan b. Pengakuan
c. Bukti saksi d. Sumpah

BAGIAN II
PETUNJUK !
Kerjakan semua soal di bawah ini dengan singkat dan jelas!
1. Apakah yang dimaksud dengan :
a. Masalah Pidana
b. Masalah Perdata
c. Masaalah Tata Usaha Negara
d. Masalah Peradilan Agama
Dalam menjelaskan tersebut harus disertai masing-masing 1
(satu) contoh sederhana, dan singkat!

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Tata Hukum Indonesia !


Tujuan dibentuknya Tata Hukum Indonesia dan Tujuan
mempelajari Tata Hukum Indonesia !

3. Periode penjajahan Raffles di Indonesia dikenal ada 4 susunan


pengadilan di Indonesia. Sebutkan dan jelaskan ke empat
pengadilan tersebut !

4. Pada jaman Hindia Belanda ada sejumlah peraturan yang


diberilakukan, seperti Algeimene Bepaling van Wetgeving voor
Indonesia; Regerings Reglements dan Indische Staatsregeling.
Jelaskan pengertian dari masing-masing aturan tersebut, dan
dimana perbedaannya?

5. Jelaskan perbeadaan adat sebagai kebiasaan dan adat


sebagai hukum! Mengapa Hukum Adat dikatakan sebagai salah
satu aspek kebuadayaan ? Kapankah suatu Hukum Adat
dinyatakan tidak berlaku lagi ?

6. Jelaskan perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata dilihat


dari : pengertian; sistematika; tujuan dan sumbernya.

7. Mengapa Hukum Dagang dipisahkan dari Hukum Perdata ?

160
8. Jelaskan mengenai fungsi dan syarat pemungutan pajak !

9. Jelaskan hubungan Hukum Tata negara dengan Hukum


Administrasi Negara beserta contohnya! Jelaskan pula Hubungan
antara Hukum Tata pemerintahan dengan Hukum Administrasi
Negara!

10. Jelaskan mengenai sumber dan subyek Hukum Internasional!

11. Jelaskan perbedaan Hukum Acara Perdata; Acara Pidana dan


Acara PTUN dilihat dari : Proses mengadili; pihak yang menuntut;
alat-alat bukti; jenis hukuman dan upaya hukum yang dilakukan!

161
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sanusi ( 1994 ), Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar


Tata Hukum Indonesia, Bandung, Tarsito.
Astim Riyanto (2000), Kapita Selekta Hukum dalam Dinamika,
Yapendo, Bandung.
Bachsan Mustafa, (1984), Sistem Hukum Indonesia, Bandung,
Remadja Karya CV.
Charles Himawan (2003), Hukum sebagai Panglima, Jakarta,
Kompas.
Dudu Duswara Machmudin. ( 2001 ). Pengantar Ilmu Hukum.
Bandung : Refika Aditama.
Kansil ( 2001), Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Jakarta, PN. Balai Pustaka.
....... ( 2002), Latihan Ujian Pengantar Hukum Indonesia,
Jakarta, Sinar Grafika.
Mochtar Kusumaatmadja (1996), Hukum, Masyarakat dan
Pembinaan Hukum Nasional, Bandung, Bina Cipta.
Satjipto Rahardjo. ( 1991 ). Ilmu Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti.
Suroyo Wignyodipuro. ( 1983 ). Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta :
Gunung Agung.
Soedarsono ( 1991), Pengantar Tata Hukum Indonesia,
Bandung, Rieneka Cipta.
Soenarjati Hartono (1991), Politik Hukum Menuju Satu Sistem
Hukum Nasional, Bandung, Alumni.
Van Apeldorn (1986), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Prdanya
Paramita.

Sumber dan Dokumen :


Jurnal : Jurnal Magister Hukum dan Ilmu Hukum
Internet : Masalah-masalah yang terkait dengan materi dan
pengayaan mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia

162
163

Anda mungkin juga menyukai