Anda di halaman 1dari 2

DESKRIPSI MAKANAN TRADISIONAL

SERABI

Serabi berasal dari bahasa sunda yaitu “sura” yang berarti besar. Serabi atau surabi
adalah salah satu makanan ringan atau jajanan pasar yang berasal dari Indonesia dan menjadi
idola sejak diciptakan tahun 1923 silam. Surabi dinyatakan sebagai makanan tradisional khas
jawa karena lebih populer di pulau ini. Surabi memiliki bentuk yang mirip dengan pancake
namun lebih kecil dan tebal. Surabi umumnya terbuat dari tepung beras atau terigu yang
dibakar dengan menggunakan alat tradisional yaitu tungku dan cetakan dari tanah liat. Jika
pancake punya saus dengan berbagai pilihan rasa, kue serabi juga memiliki kuah atau saus
yang terbuat dari gula jawa sesuai dengan cita rasa nusantara, bahkan serabi kini banyak
disajikan dengan mayonaise, dark chocolate atau dengan toping ayam, sosis dll. Kuah yang
terbuat dari campuran gula jawa dan santan kelapa itu, biasa disebut dengan kinca.

Dua jenis kue serabi yang terkenal dari Indonesia , yaitu serabi bandung dan serabi
solo. Kedua serabi tersebut memiliki perbedaan, baik dari bahan hingga penyajiannya pun
berbeda. Jika serabi bandung menggunakan tepung terigu, serabi solo menggunakan tepung
beras. Selain itu serabi bandung biasa disajikan dengan kuah dari gula jawa dan santan yang
biasa disebut kinca, sedangkan pada serabi solo santan ditambahkan ketika proses pembuatan
masih berlangsung. Selain di tanah jawa, surabi juga dapat ditemukan di ranah
minang, betawi, Cirebon, tegal dengan ciri khas manis. Sedangkan serabi minang banyak
dijumpai di Medan. Serabi ini menggunakan kuah dasar dari campuran gula dan buah-
buahan, terutama serabi kuah durian yang paling sering dicari.

Dalam perkembangannya sekarang ini kini serabi telah memiliki banyak pilihan
variasi. Mulai dari rasa original, yaitu serabi tanpa toping yang hanya disajikan dengan kuah
kinca atau hanya dengan oncom, kini telah menggunakan variasi toping yang beranekaragam
seperti pisang, keju, cokelat, mayonnaise, bahkan ayam dan sosis.
DESKRIPSI MAKANAN TRADISIONAL
COTO MAKASSAR

Keberadaan Coto Makassar diawal kemunculannya masih menjadi pertanyaan besar,


dimana dan sejak kapan coto makassar ini pertama kali di hidangkan. Coto makassar sendiri
merupakan hidangan yang tergolong seni ketata bogaan yang sangat tinggi, yang tergolong
sebagai makanan rakyat biasa atau umum. Namun coto makassar ini pula sering menjadi
hidangan bagi kalangan istana di kerajaan Gowa dahulu. Coto Makassar diduga pula telah
ada sejak Somba Opu (pusat Kerajaan Gowa) berjaya pada tahun 1538 hingga terhidangkan
dalam bentuk warung-warung yang ada sekarang dibeberapa pinggiran jalan. Sajian coto
makassar diduga terpengaruh pula oleh makanan cina yang telah datang di abad 16, ini
terlihat dari sambal yang digunakan yakni sambal tao-co merupakan bagian dari ketata
bogaan Cina yang mempengaruhi budaya ketata bogaan Makassar,
Hidangan coto makassar ini, dalam aliran modern digolongkan sebagai hidangan sup.
Bila dalam tradisi sejarah masyarakat Eropa yang muncul pada era sebelum revolusi industri
di Inggris, sup disandingkan dengan roti sebagai pengganjal perut di malam hari. Maka Coto
Makassar juga telah menjadi makanan bagi para pengawal kerajaan untuk mengisi perut di
subuh hari sebelum bertugas dipagi harinya. Coto Makassar pun dianggap hambar bila tak
diiringi dengan ketupat atau burasa. Keenakan menikmati coto makassar tak terlepas pula
dari tradisi peramuaanya yang secara khusus diolah dalam kuali tanah yang disebut: korong
butta atau uring butta dan dengan rampah patang pulo (40 macam rempah) yang terdiri dari
kacang, kemiri, cengkeh, pala, foeli, sere yang ditumbuk halus, lengkuas, merica, bawang
merah, bawang putih, jintan, ketumbar merah, ketumbar putih, jahe, laos, daun jeruk purut,
daun salam, daun kunyit, daun bawang, daun seldri, daun prei, lombok merah, lombok hijau,
gula talla, asam, kayu manis, garam, papaya muda untuk melembutkan daging, dan kapur
untuk membersihkan jerohan.
Khasnya rasa dari kentalnya coto Makassar dari ramuan rempahnya yang juga
berfungsi sebagai penawar zat kolesterol yang terdapat dalam hati, babat, jantung, limpah
dsb. Rasa khas inilah yang menurut dugaan bahwak keberadaan soto babat dari Madura, soto
Tegal, soto Betawi, terinspirasi dari coto makassar karena dahulu dibawa oleh para pelaut
kedaerah tempa tsoto yang lain berada sehingga diduga bahwa coto Makassar itu “lebih tua”
dari pada soto di persada Nusantara ini.
Di Makassar, Coto disajikan dengan harga yang beragam. Dari mulai Rp. 3.500,- per
mangkuk hingga Rp. 7.000,-, tergantung kelas si pedagang. Beberapa pedagang Coto yang
paling terkenal seperti Coto Gagak, Coto Latimojong dan Coto Paraikatte biasanya sudah
dipadati pengunjung sejak pagi hari sekitar pukul 7. Warung-warung Coto ini biasanya buka
hingga malam. Ada juga beberapa warung yang mengambil spesialisasi buka di malam hari
hingga pagi hari tiba, namanya Coto Bagadang (begadang). Waktu yang paling tepat untuk
menyantap Coto memang adalah di pagi hari hingga siang hari, atau malam hingga tengah
malam. Tapi itu bukan patokan utama, karena Coto sebenarnya bisa disantap kapan saja.

Anda mungkin juga menyukai