Anda di halaman 1dari 5

Manusia Sadar

Kita dapat membedakan antara keyakinan bahwa Allah ada dan ide tentang Allah, yaitu
sekurang-kurangnya secara formal berdasarkan isi kata. Orang yang yakin bahwa Allah ada,
tidak hanya sekadar ide tentang-Nya, melainkan juga menerima dan mengakui ide itu sebagai
pernyataan realitas tentang Allah. Dalam hal ini kedua unsur mendasar tentang ide akan Allah
dan realitasnya dibagi dalam dua konsep yaitu: dari mana keyakinan tentang adanya Allah
dan dari manakah ide tentang Allah.

Oleh karenanya hanya orang yang yakin tentang adanya Allah mempunyai ide yang
sungguh tentang-Nya, selanjutnya terlebih dahulu harus ditentukan apa ide Allah pada orang
yang mengaku akan adanya Allah. Kemudian setelah menjadi jelas arti ide tentang Allah,
maka langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah mencari bentuk kesadaran yang
membuka kemungkinan untuk mendapatkan ide tentang Allah itu. Dalam hal ini baik wahyu
maupun akal budi manusia mempunyai peranan penting dalam memperoleh dan mengerti ide
tentang Allah itu. Selanjutnya akan menjadi lebih terang bahwa titik tolak pengakuan akan
Allah dan hidup beragama terletak dalam pengalaman hidup sehari-hari.

1. Ide tentang Allah pada orang yang beragama

Semua orang beragama mengakui dan mengartikan bahwa Allah sebagai Yang
Mahatinggi (akan tetapi tentang pengakuan dan pengertian Yang Mahatinggi berbeda-beda
dari satu agama dengan agama yang lain). dalam hal ini cukuplah membagikan agama-agama
secara global menurut tiga bentuk agama yang menonjol yaitu bentuk panteisme, bentuk
politeisme, dan bentuk monoteisme.

- Menurut Panteisme (semesta alam, termasuk manusia merupakan sebagian dari


Allah):
Pandangan ini adalah sesuai dengan pengalaman manusia tentang kesatuan
fundamental dari segala yang ada. Allah (beserta kesadarannya) adalah alam itu
sendiri. Allah menyatu dengan alam.

- Menurut Politeisme (terdapat lebih dari satu Allah):


Pandangan ini mengungkapkan bahwa semesta alam mempunyai segi-segi yang
berbeda-beda, tetapi semuanya mencerminkan kekuatan Ilahi.

- Menurut Monoteisme (Allah tidak boleh dicampurkan dengan hal-hal dunia):


Kesadaran bahwa Allah itu satu dan tidak dapat dibagikan kemuliaan-Nya.
Ide tentang monoteisme ini dianut oleh agama Yahudi, Kristen, dan Islam.
Demikian juga agama Zoroaster1, yang dianut oleh orang di Iran dan India.
1
Agama yang bersifat dualistic. Penciptanya diduga nabi mistik Zarathustra (oleh orang Yunani disebut
Zoroaster). Zoroastrianisme terbentuk secara penuh pada abad ke-7 SM. Hal utama dalam agama ini adalah
berisi ajaran tentang pergumulan yang terus-menerus antara unsur yang berlawanan dalam dunia (yang
dipribadikan oleh dewa cahaya) dan kejahatan (yang dipribadikan oleh dewa kegelapan). Agama ini menpunyai
ide eskatologis mengenai akhir dunia, balas jasa di dunia lain, pengadilan terakhir, kebangkitan orang mati dan
seorang penyelamat masa depan yang dilahirkan dari seorang perawan.
Akan tetapi ide dalam agama Hindu dan Buddha sukar ditentukan nilainya, karena
agama-agama itu tidak merupakan bagian dari bentuk-bentuk pandangan tentang ide
akan Allah sebelumnya. Yang menyatukan Hindu dan Buddha bukan pertama-tama
tanggapan orang tentang Allah, melainkan ide-ide mereka tentang hidup, yang
merupakan sebagaian dari suatu kebudayaan yang menyangkut seluruh manusia di
dunia. Kemudian pada hakikatnya ide Allah dalam agama Hindu dan Buddha
tergantung dari dua faktor yaitu, pertama kuat tidaknya pengaruh filsafat2 dan kedua
pengaruh aliran-aliran kepercaaan lain atau agama-agama lain.

2. Allah yang Maha Esa


Panteisme bukan merupakan fenomena tersendiri, melainkan suatu kecenderungan
dalam semua agama, kebudayaan dan sistem filsafat, yakni suatu kecenderungan untuk
melihat dan menentukan hubungan Allah dengan semesta alam sebagai kesatuan.
Bentuk dasar pantesime selalu sama yakni menyangkal adanya perbedaan esensial
antara Allah dan dunia.
Beberapa tipe panteisme antara lain;
1. Panteisme imanen Allah seluruhnya termasuk di dalam dunia sehingga hanya dunia
saja yang diakui realitasnya
2. Panteisme transenden Allah adalah inti segala-segalanya sehingga dunia dipandang
sebagai realisasi dan manifestasi Allah.
Beberapa segi yang menarik dari panteisme ;
Pandangan bahwa dunia ini merupakan satu keseluruhan yang teratur karena prinsip
imanen yang menyatukan semuanya.
Hidup manusia dialami sebagai suatu hidup yang menuju ke arah sesuatu yang lebih
tinggi, sesuatu yang mutlak. Perkembangan hidup ini dapat dibayangkan sbg perwujudan
roh yang mutlak.
Allah disadari sebagai suatu realitas, dan segalanya menjadi sungguh berarti ketika
berpartisipasi (ambil bagian) pada Allah yang mutlak itu.

Kelemahan Panteisme
Berlawanan dengan pengalaman dasar manusia bahwa dunia dan pribadi manusia perlu
dinilasi sebagai realitas tersendiri. dalam panteisme nilai dunia terutama nilai manusia
sebagai pribadi akhirnya hilang.
Dalam panteisme kepribadian Allah tidak dapat dipertahankan sebgai yang Mahatinggi,
yang sungguh bersifat mutlak.
Menurut arti katanya, politeisme adalah pengakuan banyak dewa sebagai Allah. Apa definisi
Allah dalam hubungan dengan banyak dewa itu?

2
Hinduisme dan Buddhisme sebagai filsafat tidak begitu menghiraukan Pribadi Allah. Maka dari itu biasanya
orang terpelajar mengaku suatu monism atau panteisme, sedangkan orang tidak terpelajar, yakni rakyat jelata,
lebih cenderung untuk menganut teisme, entah itu suatu politeisme ataupun monoteisme.
Seorang sosiolog agama mengatakan bahwa Allah suatu pribadi rohani, mulia,
berkuasa, tak terbatas, menguasai suatu wilayah atau alam hidup yang tertentu, atau beberapa
wilayah semacam itu. Keberatan atas pernyataan ini ialah terlalu mementingkan kepribadian
dan kekuasaan wujud ilahi.
Sementara seorang teolog menyatakan Allah adalah wujud yang melebihi bidang
pengalaman biasa karena kekuatan dan arti, yang dengannya manusia memiliki hubungan
yang melampaui hubungan biasa menurut dalam dan nilainya Pernyataan ini mengutamakan
transendensi dari yang ilahi terhadap pengalaman manusia biasa.
Kedua definisi tersebut agak rumit perumusannya karena tidak ingin mengecualikan salah
satu dewa yang disembah dalam satu agama. Definisi tersebut juga berbeda dari keyakinan
bahwa apa yang paling dasar dan paling tinggi dalam semesta alam adalah satu. Yang Satu ini
merupakan prinsip asal, sebab, atau tujuan yang pertama dari segala yang ada.
Dalam monoteisme diakui bahwa Allah berlainan dengan semesta alam, Allah
melampaui dan mengatasi realitas alam semesta. Hal ini disadari merupakan sifat Allah yang
transenden. Namun pengertian Allah ini terkadang melupakan bahwa Allah yang transenden
itu bersifat imanen juga. Allah bersifat imanen karena Allah yang melebihi segala ciptaanNya
adalah Allah yang bekerja dalam dunia dan lebih-lebih dalam manusia. Ia adalah pribadi
tersendiri yang sadar tetang dirinya dan pekerjaannya. Ia dapat berkomunikasi dengan
manusia juga.
Pertimbangan lainnya ialah Allah adalah Yang Mahatinggi, Sempurna. Ia yang
Mahatinggi hanya satu, tak mungkin ada lebih dari satu. Maka, politesime dalam hal ini tidak
dapat diterima. Berdasarkan pemikitan tersebut memang politeisme dapat ditolak sebagai
bentuk agama yang kurang memuaskan, akan tetapi apa yang keluar sebagai hasil pikiran
adalah suatu kesatuan rasional saja. Allah bukanlah seakan-akan Allah yang kita pikirkan
tentang-Nya. Monoteisme yg benar itu bukan hasil pikiran, melainkan hasil wahyu. Argumen
filosofis ini tidak bermaksud menentukan wujud Allah. Argumen ini hanya berbentuk
negative dan ingin menyatakan bahwa Allah bukanlah seperti dewa-dewa
Berhubung Allah sama sekali lain dari hal-hal dunia, maka perlu juga sifat Allah
bersifat rohani. Allah bersifat rohani sebab apa yang ada di dunia bersifat materiil, yang
mempunyai keluasan tertentu dan terbatas. Allah sebagai pribadi yang transenden tidak
mempunyai keluasan tertentu, dan bukan merupakan bagian dari dunia yang materiil pula.
Sebagai kesimpulan , Allah yang diwartakan dalam agama monoteisme adalah suatu Zat
pribadi yang bersifat rohani, yang transenden terhadap alam semesta, tetapi sekaligus imanen
terhadap alam itu juga.
Karena Allah bukan bersifat materiil, Allah tidak dapat dialami dengan jalan
pengalaman biasa. Allah itu rohani adanya, karena itu jalan untuk mengetahuinya harus
seseuai dengan adanya itu. (melalui jalan spiritual). Selain itu, untuk mencapai Allah, ilmu
pengetahuan juga tidak berguna oleh karena ilmu-ilmu tidak melampaui objek-objek
pengalaman tadi.
Jika Allah dapat ditemui melalui ilmu pengetahuan, maka Allah bukan lagi yang
Maha tinggi, yang disembah sebagai pencipta semesta alam. Pencipta Alam itu merupakan
sumber dari segala yang ada dan tidak pernah menjadi bagian daripadanya, sehingga Allah
juga tidak didapatkan melalui ilmu pengetahuan dan teknik manusia.
3. Kesadaran Manusia dan Wahyu
Ide mengenai Allah yang paling murni didapat dalam agama-agama monoteis. Ada dua
ide besar yang didapat, yaitu Fideisme dan Tradisionalisme.

- Fideisme, yang berasal dari bahasa Latin fides yang berarti kepercayaan, merupakan
aliran yang percaya bahwa kebenaran tentang Allah hanya dapat berasal dari Allah
sendiri. Ide tentang Allah tidak mungkin berada di luar lingkungan agamanya sendiri,
maka dari itu ide tentang Allah hanya dapat timbul dalam lingkungan orang yang
memiliki iman benar. Para pembela paham Fideisme ini ditemukan baik di dalam
Agama Kristiani dan Islam.

- Tradisionalisme, yang berasal dari kata traditio yang berarti penyerahan, merupakan
aliran yang percaya bahwa wahyu Allah yang diserahkan melalui pengetahuan tentang
Allah dari zaman dahulu sampai sekarang. Aliran ini berasal dari aliran Fideisme.
Aliran ini memungkinkan seseorang yang tidak pernah dipengaruhi oleh Agama
memilliki pengertian tentang Allah yang benar. Allah telah mewahyukan diri-Nya
kepada manusia yang pertama, kemudian manusia yang pertama menyerahkan
pengetahuannya kepada anak-anaknya, dan seterusnya. Para pembela paham
Tradisionalisme sendiri merupakan beberapa teolog agama Katolik pada abad XIX.

Ide tentang Allah sendiri dimiliki oleh setiap orang walaupun ide tentang Allah yang
murni dan mirip dengan ide Allah yang dipegang oleh agama-agama monoteisme. Maka dari
itu, ada bukti persepakatan antara semua bangsa bahwa semua bangsa mengakui adanya
Allah dan semua bangsa tidak mungkin keliru. Persepakatan ini dibuktikan dengan mencari
bukti-bukti di setiap negara. Namun, muncul pertanyaan apakah di permulaan zaman pernah
terdapat satu monoteisme sebagai satu-satunya agama. Para ahli mencari jawaban atas
pertanyaan tersebut dengan mempelajari ide-ide para bangsa, karena ide-ide mereka tentang
Allah pasti disimpan pada mereka yang paling setia. Kemudian para ahli sampai pada
kesimpulan bahwa monoteisme asli belum terbukti. berdasarkan penelitian para ahli, Ide
tentang Allah sendiri tidak mutlak terjalin dengan wahyu yang diakui sebagai wahyu resmi
dalam salah satu agama.

Kemudian muncul pertanyaan lain mengenai Allah dan Wahyu. Apakah pengetahuan
tentang Allah hanya dapat berasal dari wahyu saja, ataukah terdapat sumber lain? Dalam hal
ini aliran tradisionalisme mengatakan bahwa ada wahyu asli pada permulaan zaman. Tentu
saja pendapat ini sulit diterima, karena pembuktian para tradisionalis bersifat tidak langsung
saja. Mereka yakin bahwa manusia tidak mampu untuk mendapat pengetahuan tentang Allah
dengan jalan lain. Selain itu, jika terjadi penyerahan wahyu yang asli dari manusia pertama
sampai manusia maka kini, akan sukar dibayangkan. Kemudian sampailah pada kesimpulan
bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk untuk mengenal Allah berdasarkan wujudnya
sebagai manusia. Maka, jawaban atas pertanyaan di atas adalah sebagai berikut : pengetahuan
manusia tentang Allah berasal dari wahyu yang ditangkap manusia melalui kemampuannya
untuk menjawab wahyu Allah. Allah yang diwahyukan dalam alam, sejarah dan hidup
manusia menuntut sebagai imbalan satu kemampuan pada manusia untuk mendapat
pengetahuan tentang-Nya. Kemampuan itu sendiri bukanlah sesuatu yang bersifat pasif dan
merugikan manusia. Pengaruh Allah sendiri berupa rahmat yang menerangi hati manusia
untuk mencapai pengertian tentang Allah.

Anda mungkin juga menyukai