Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH EKONOMI PANGAN

DIVERSFIKASI KONSUMSI PANGAN VERTIKAL dan HORIZONTAL


Dosen Pembimbing : Prof.AZIS N.B

Disusun oleh :
Kelompok 5
Reny Marlina 22030114140082

Irene Nucifera P. 22030114140084

Rochanisa Sita A. 22030114120062

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2016
I. PENDAHULUAN

WHO (1999) menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan
kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Sejak janin dalam kandungan, bayi, balita,
anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut, makanan yang memenuhi syarat gizi merupakan
kebutuhan utama untuk pertahanan hidup, pertumbuhan fisik, perkembangan mental,
prestasi kerja, kesehatan dan kesejahteraan(Supariasa et al. 2001). Terbentuknya sumber
daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan
produktif ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat esensial adalah
terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi (Syarief 2004). (1)
Masalah gizi dibagi menjadi dua kelompok yaitu masalah gizi kurang (under
nutrition) dan masalah gizi lebih (Supariasa et al. 2001). Masalah gizi disebabkan oleh
faktor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang
salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh berkurangnya penyediaan
pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang
salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-
zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi. Misalnya, faktor-
faktor yang menyebabkan terganggunya pencernaan, faktor-faktor yang mengganggu
absorbsi dan metabolisme serta utilisasi zat-zat (Almatsier 2001). (1)
Gizi kurang adalah semua hal yang berkaitan dengan ketidakcukupan makanan
(diet), termasuk penyerapan dan pencernaan makanan yang tidak sempurna sehingga
mengakibatkan timbulnya peyakit yang muncul sebagai gejala klinis serta makanan yang
tidak mencukupi secara kualitas atau kuantitas (Khumadi 1989). Kekurangan gizi dapat
berakibat negatif terhadap kesejahteraan perorangan, keluarga, dan masyarakat sehingga
dapat merugikan pembangunan nasional suatu bangsa. (1)
Konsumsi pangan sangat erat kaitannya dengan aspek gizi dan kesehatan.
Konsumsi makanan yang selalu kurang dari kecukupan dalam jangka waktu tertentu dapat
mengakibatkan kurang gizi walaupun tidak menderita penyakit. Akan tetapi, konsumsi
makanan yang cukup apabila terdapat penyakit, dapat pula berakibat kurang gizi (Riyadi
2006).Soekirman (2000) menyatakan bahwa kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan
penyebab tidak langsung terjadinya status gizi kurang atau buruk. Balita merupakan
salah satu kelompok yang termasuk sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap
kekurangan gizi. Kekurangan gizi (KEP) ini adalah suatu bentuk masalah gizi yang
disebabkan oleh berbagai faktor terutama faktor makanan yang tidak memenuhi kebutuhan
anak akan energi protein serta karena infeksi, yang berdampak pada penurunan status gizi
anak dengan demikian, akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia
(Syarief 2004).
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak di olah yang diperuntukkan bagi manusia sebagai konsumen. Pangan
merupakan makanan dan minuman yang merupakan sumber energi bagi yang
mengkonsumsinya. Termasuk di dalam pengertian pangan adalah bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan dan minuman. Pengertian pangan di atas
merupakan definisi pangan yang dikeluarkan oleh badan dunia untuk urusan pangan, yaitu
Food and Agricultural Organization(FAO). (2)
Menurut pandangan ahli gizi, diversifikasi konsumsi pangan
merupakan salah satu dari diversifikasi pangan yang pada prinsipnya
merupakan landasan bagi terciptanya ketahanan pangan. Pangan yang
beragam akan dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia, disamping itu
diversifikasi konsumsi pangan juga memiliki dimensi lain bagi ketahanan
pangan. Ditinjau dari kepentingan kemandirian pangan, diversifikasi
konsumsi pangan juga dapat mengurangi ketergantungan konsumen pada
(3)
satu jenis bahan pangan.
Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam
mewujudkan ketahanan pangan. Diversifikasi konsumsi pangan tidak
hanya sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada beras tetapi juga
upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia yang
berkualitas dan berdaya saing tinggi. Diversifikasi pangan saat ini adalah
kunci keberhasilan dalam mempertahankan ketahanan pangan. Karena itu
makalah ini mencoba membahas tentang diversifikasi pangan dan
peranannya terhadap ketahanan pangan masyarakat
II. ISI

A. Pengertian Diversifikasi Konsumsi Pangan


Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal yang baru dalam istilah kebijakan
pembangunan pertanian dan kesehatan di Indonesia, oleh karena itu konsep tersebut telah
banyak dirumuskan dan di interpretasikan oleh para pakarsesuai dengan kontek tujuannya.
Karsryno, et al (1993) memandang diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat erat
kaitannya dengan peningkatan kualitassumber daya manusia, pe,bangunan pertanian dibidang
pangan dan perbaikan gisi masyarakat.
Demikian pula Suhardjo (1998) menyebutkan pada dasarnya diversifikasi pangan
mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan yaitu (1) diversifikasi konsumsi
pangan, (2) diversifikasi ketersediaan pagan, dan (3) diversifikasi produksi pangan.
Sementara, soetrisno (1998) mendefisinikan divertifikasi pangan lebih sempit (dalam konteks
konsumsi pangan) yaitu sebagai upaya penganekaragaman jenis pangan yang dikonsumsi,
mecakup pangan sumber energi dan sat gisi, sehingga memenuhi kebutuhan akan pangan dan
gisi sesuai dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas dan kualitas. Secara lebih tegas,
Pakpahan dan Suhartini (1989) menyatakan dalam konteks Indonesia diversifikasi atau
keanekaragaman konsumsi pangan sering diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras
yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan no beras.
Menurut Suhardjo dan Martiono (1992) semakin beragam konsumsi maka kualitas
maka kualitatif pangan yang dikonsumsi semakin baik. Oleh karena itu dimensi divertifikasi
pangan tidak terbatas pada diversifikasi konsumsi makanan pokok saja, tetapi juga makanan
pendamping.Riyadi (2003) berpendapat, divertifikasi pangan merupakan suatu proses
pemilihan pangan yang tidak tergantung pada satu jenis pangan, akan tetapi memiliki
berbagai pilihan (alternatif) terhadap berbagai bahan pangan. Pertimbangan rumah tangga
untuk memilih bahan makanan pokok keluarga didasarkan pada aspek produksi, aspek
pengolahan, dan aspek konsumsi pangan. Penganekaragaman pangan ditujukan tidak hanya
untuk mengurangi ketergantungan akan jenis pangan tertentu, akan tetapi dimaksudkan pula
unutk mencapai keberagaman kompisisi gizi sehingga mampu menjamin meningkatkan
kualitas gizi. (2)
Penganekaragaman tanaman pangan ataupun konsumsi pangan memiliki dua bentuk
tujuan dari aspek pelaksanaan, yaitu tujuan berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) dan tujuan berdasarkan aspek kesejahteraan masyarakat (Suyastiri,
2008). Fakta yang dihadapi sekarang ini, bahwa pola konsumsi pangan nasional masih
bertumpu atau tergantung pada satu jenis tanaman pokok, yaitu beras/padi. Berdasarkan fakta
tersebut, tujuan diversifikasi konsumsi pangan berdasarkan konsep pembangunan
berkelanjutan adalah:
1) Mengurangi Ketergantungan Impor Beras
Impor beras dilakukan karena adanya ketergantungan permintaan pangan terhadap bahan
pangan berupa beras. Melalui diversifikasi konsumsi pangan diharapakan akan membuat
pilihan akan bahan pangan menjadi semakin beragam, sehingga dapat menekan
ketergantungan terhadap impor beras.
2) Mencapai Pola Konsumsi Pangan Yang Tepat
Ketahanan pangan menitikberatkan pada aspek alokasi sumberdaya ke arah penggunaan
yang efisien, fleksibel, dan stabil dengan memanfaatkan potensi lokal yang tersedia. Salah
satu prinsip pokok dalam pelaksanaan diversifikasi konsumsi pangan adalah pemanfaatan
atau pengoptimalan potensi lokal, baik berupa potensi tanaman lokal maupun sumberdaya
manusia.
3) Mewujudkan Pola Pangan Harapan
Diversifikasi konsumsi pangan memiliki sasaran untuk memberikan nutrisi atau gizi yang
memadai bagi pola konsumsi rumahtangga, sehingga akan mampu untuk memenuhi pola
konsumsi sehat dan bergizi di masyarakat.
4) Gizi Yang Terjangkau Oleh Semua Tingkat Pendapatan
Pola konsumsi pangan nasional yang selama ini banyak bergantung pada jenis beras
menyebabkan harga beras semakin cepat meningkat. Akibatnya, harga beras semakin lama
menjadi semakin sulit untuk dijangkau oleh semua kelompok pendapatan rumahtangga.
Melalui diversifikasi konsumsi pangan diharapkan akan mampu untuk mengalokasikan
pendapatan memilih jenis komoditi pangan yang relatif lebih terjangkau.
Terdapat dua macam diversifikasi konsumsi pangan, yaitu:
1. Diversifikasi horizontal, yang merupakan penganekaragaman
konsumsi pangan dengan memperbanyak macam komoditi pangan
dan meningkatkan produksi dari macam-macam komoditi tersebut
dan
2. Diversifikasi vertikal, yang merupakan penganekaragaman
pengolahan komoditas pangan, terutama non beras sehingga
mempunyai nilai tambah dari segi ekonomi, nutrisi maupun sosial.
Diversifikasi pangan menjadi salah satu faktor penting dalam
mengatasi permasalahan gizi mengingat ketidakseimbangan gizi akibat
konsumsi pangan yang kurang terdiversifikasi berakibat pada timbulnya
(4)
masalah gizi baik gizi kurang maupun gizi lebih.
Menurut pandangan ahli gizi, diversifikasi konsumsi pangan
merupakan salah satu dari diversifikasi pangan yang pada prinsipnya
merupakan landasan bagi terciptanya ketahanan pangan. Pangan yang
beragam akan dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia, disamping itu
diversifikasi konsumsi pangan juga memiliki dimensi lain bagi ketahanan
pangan. Ditinjau dari kepentingan kemandirian pangan, diversifikasi
konsumsi pangan juga dapat mengurangi ketergantungan konsumen pada
(3)
satu jenis bahan pangan.
Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam
mewujudkan ketahanan pangan. Diversifikasi konsumsi pangan tidak
hanya sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada beras tetapi juga
upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia yang
berkualitas dan berdaya saing tinggi. Diversifikasi pangan saat ini adalah
kunci keberhasilan dalam mempertahankan ketahanan pangan. Karena itu
makalah ini mencoba membahas tentang diversifikasi pangan dan
(5)
peranannya terhadap ketahanan pangan masyarakat.

B. Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia


Adanya program diversifikasi pangan di Indonesia bertujuan untuk menggali dan
meningkatkan penyediaan berbagai komoditas pangan sehingga diharapkan adanya
keanekaragaman konsumsi pangan masyarakat. Program ini dilaksanakan dengan
meningkatkan usaha diversifikasi secara horizontal yaitu pemanfaatan sumber daya yang
beraneka ragam, diversifikasi vertikal yaitu mengembangkan berbagai hasil olahan pertanian
dan diversifikasi regional melalui upaya penganekaragaman produk yang dihasilkan untuk
dikonsumsi masyarakat berdasarkan potensi pangan lokal. (6)
Program diversifikasi ini diusahakan di berbagai tingkat nasional, regional (daerah)
maupun keluarga secara stimultan. Pemerintah menyarankan untuk mengonsumsi bahan
pangan pokok selain beras seperti perpaduan beras dan jagung. Pada akhir Pelita I (1974)
secara eksplisit pemerintah mencanangkan kebijaksanaan diversifikasi pangan melalui Inpres
No. 14 tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR), dan disempurnakan
melalui Inpres No. 20 tahun 1979. Instruksi tersebut bertujuan untuk lebih
menganekaragamkan jenis pangan dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat secara
kualitas dan kuantitas sebagai peningkatan kualiras sumberdaya manusia. (6)
Seiring berjalannya waktu diversifikasi pangan yang terjadi bertujuan untuk
menurunkan konsumsi beras dan penganekaragaman pangan pokok saja tidak
keanekaragaman pangan secara keseluruhan. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
pameran yang menggunakan bahan baku pangan selain beras yaitu jagung, ubi dan sagu.
Tetapi sampai sekarang pun konsumsi bahan pokok beras tetap tinggi dan tidak mengubah
pola masyarakat. Lalu diadakannya diversifikasi konsumsi melalui Program
Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG). Program DPG bertujuan untuk:
1. Mendorong meningkatnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga
2. Mendorong meningkatnya kesadaran masyarakat terutama di pedesaan
untuk mengkonsumsi pangan yang beranekaragam dan bermutu gizi
seimbang.
Program ini lebih fokus pada pemberdayaan kelompok rawan pangan di
wilayah tidak mampu dengan memafaatkan lingkungan sekitar yang
dapat dijangkau oleh masyarakat sehingga pad akhirnya pun
meningkatkan ketersediaan keanekaragaman pangan di tingkat rumah
tangga. Pada tahun anggaran 1998/1999 dilakukan revitalisasi program
DPG untuk memberikan respon yang lebih baik dalam rangka
meningkatkan diversifikasi pangan pokok. Usaha ini dilakukan dengan
adanya perubahan orientasi dari pendekatan sempit ke arah yang lebih
luas lagi yaitu dengan pemanfaatan kebun sekitar rumah. Selain itu
Departemen Kesehatan juga melaksanakan program diversifikasi
konsumsi pangan secara tidak langsung melalui program perbaikan gizi
yang tujuan utamanya untuk menurunkan angka prevalensi Kurang Energi
Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Yodium (GAKI), dan
anemia. Banyak program dari pemerintah dan Departemen Kesehatan
yang dilaksanakan untuk diversifikasi pangan. pada tahun 1989 pada
kabinet Pembangunan VI juga dibentuk Kantor Menteri Negara Urusan
Pangan yang meluncurkan slogan Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI).
Lalu pada tahun 1996 telah lahir Undang-undang no. 7 tentang Pangan,
kemudian pada tahun 2002 muncul Kepres No. 68 tentang Ketahanan
Pangan. Pada tahun 2001, pada era Kabinet Gotong Royong telah
dibentuk Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang dipimpin langsung oleh
Presiden (Suyono, 2002). Kepres ini kemudian diperbaharui melalui
Perpres No 83 tahun 2006 tentang Dewan ketahanan pangan, dimana
mempunyai tugas untuk mengkoordinasikan program ketahanan pangan
(6)
termasuk tujuan untuk mengembangkan diversifikasi pangan.
Pola konsumsi masyarakat Indonesia terus mengalami perubahan
dilihat dri pola konsumsi berbagai zat gizinya.
1. Konsumsi Sumber Karbohidrat (6)
Hampir 100% masyarakat di berbagai wilayah Indonesia
mengkonsumsi beras, hal tersebut menunjukkan hampir semua rumah
tangga di Indonesia mengkonsumsi sumber karbohidrat yang berasal
dari beras baik yang berada di perkotaan maupun yang di perdesaan.
Tidak hanya pada pulau tertentu saja, tetapi semua pulau pun di
Indonesia konsumsi berasnya hampir 100%. Konsumsi sumber
karbohidrat yang bukan dari beras terjadi di perdesaan Maluku dan
Papua, karena pada wilayah tersebut masih mengkonsumsi sagu.
Dari suatu data penelitian menunjukkan dari dahulu kala, tahun ke
tahun konsumsi beras relaitf tidak berubah sampai sekarang ini dan
terjadi di semua pulau, baik di kota maupun di desa. Laju tingkat
konsumsi beras secara agregat di kota tahun 1990-19996 adalah -0,1
persen per tiga tahun, sedangkan untuk desa lajunya 1,1 persen per
tiga tahun. Walaupun saat ini keragaman produk di wilayah perkotaan
sudah ada, tetapi masyarakat kota masih saja tingkat konsumsi
berasnya masih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa program
pemerintah untuk diversifikasi pangan masih dibilang belum berhasil.
Tetapi pada tahun 1999-2004 tingkat konsumsi beras sekitar 100
kg/kapita/tahun sempat terjadi laju penurunan 4,2% sama halnya
dengan laju konsumsi umbi-umbian. Peningkatan laju konsumsi ubi jalar
terjadi disebabkan peningkatan konsumsi pada tahun 2004, yaitu dari
2,7 kg menjadi 3,3 kg/kapita/tahun. Masyarakat Indonesia mulai
memiliki perubahan selera terhadap pangan karena semakin maraknya
atau banyaknya pangan olahan yang siap saji atau instan, selain itu
adanya perubahan gaya hidup masa kini yang dapat mempengaruhi
gaya makan masyaarkat Indonesia. Karena perubahan gaya hidup dan
selera ini orang akan gengsi mengkonsumsi jagung dan ubi kayu karena
komoditas tersebut sudah mempunyai trade mark sebagai barang
inferior, yang hanya cocok untuk kalangan bawah.
Perubahan gaya hidup pada masa kini membuat sumber karbohidrat
lainnya selain beras (jagung dan ubi kayu) menjadi dialihkan fungsinya
menjadi makanan selingan atau jajanan dan jumlah konsumsi tentunya
tidak banyak. Pengalihan fungs tersebut membuat masyarakat
Indonesia meninggalkan jagung da ubi jalar. Lewat diversifikasi inilah
seharusnya menjadi peran penting mengatasi permasalahan gizi karena
keridakseimbanagan gizi akibat konsumsi pangan yang kuran
terdiversifikasi yang akan berujung pada masalah gizi yang buruk,
kurang ataupun baik. Menurut pandangan ahli gizi, diversifikasi
konsumsi pangan merupakan salah satu dari diversifikasi pangan yang
pada prinsipnya merupakan landasan bagi terciptanya ketahanan
pangan. Dilihat dari kepentingan pangan, diversifikas pangan berguna
untuk kemnadirian pangan, diversifikasi konsumsi pangan juga dapat
mengurangi ketergantungan konsumen. Ini dari hal tersebut bahwa
diversifikasi pangan sangat penting selain untuk menurangi
ketergantungan pada beras tetapi juga untuk perbaikan status gizi.
2. Konsumsi Sumber Protein dan Lemak (6)
Menurut survey yang telah dilaksanakan, konsumsi sumber protein yang berasal dari
hewani di Indonesia masih sedikit dibanding Malaysia dan Filipina. Hal ini terkaiy dengan
pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Pada kondisi kritis di Indonesia masyarakat
melakukan suatu strategi penyesuaian pemenuhan kebutuhan pangan di tiap rumah tangga.
Masyarakat mengurangi jenis pangan yang memiliki harga mahal dan menggantinya
dengan jenis pangan yang relatif murah. Karena hal tersebutlah pemenuhan pangan di
Indonesia menjadi mengutamakan kenyang saja tanpa memperhatikan kandungan zat gizi
setiap makanan.
3. Konsumsi Energi dan Protein (6)
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004
menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia
masing-masing adalah 2000 kalori/kapita/hari dan 52 gram/kapita/hari.
Konsumsi energi dan protein disini berguna untuk mengukur tingkat
konsumsi pangan secara mikro. Telah terjadi peningkatan konsumsi
protei hewani baik di desa maupun kota, tetapi penambahan konsumsi
protein masih bertumpu pada konsumsi protein yang berasal dari
nabati. PPH atau Pola Pangan Harapan dapat melihat kualitas atau mutu
konsumsi pangan di Indonesia dalam bentuk nilai atau skor. Nilai/skor
mutu PPH ini dapat memberikan informasi mengenai pencapaian
kuantitas dan kualitas konsumsi, yang menggambarkan pencapaian
ragam (diversifikasi) konsumsi pangan. Kualitas dikatakan baik jika skor
PPH mencapai 100 (sempurna). Kualitas konsumsi terus meningkat dari
tahun ke tahun, laju peningkatan skor PPH yang lebih tinggi
dibandingkan peningkatan konsumsi energi dan protein
mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan dalam pola konsumsi
pangan.

C. Diversifikasi Konsumsi Pangan Vertikal dan Horizontal


Diversifikasi ada dua macam, yaitu:
(a) Diversifikasi horizontal : penganekaragaman konsumsi pangan dengan
memperbanyak macam komoditi pangan dan meningkatkan produksi dari macam-
macam komoditi tersebut.
(b) Diversifikasi vertikal : penganekaragaman pengolahan komoditas pangan, terutama
non beras sehingga mempunyai nilai tambah dari segi ekonomi, nutrisi maupun sosial.

Diversifikasi pangan menjadi salah satu faktor penting dalam mengatasi permasalahan gizi
mengingat ketidakseimbangan gizi akibat konsumsi pangan yang kurang terdiversifikasi
berakibat pada timbulnya masalah gizi baik, gizi kurang, maupun gizi lebih. (4)
Program diversifikasi pangan bertujuan untuk menggali dan meningkatkan
penyediaan berbagai komoditas pangan sehingga terjadi penganekaragaman konsumsi
pangan masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain dengan meningkatkan
usaha diversifikasi secara horizontal melalui pemanfaatan sumber daya yang beraneka
ragam, dan diversifikasi vertikal melalui pengembangan berbagai hasil olahan pertanian.
(7)

Contoh diversifikasi pangan horizontal dan vertikal adalah :


Program diversifikasi pangan dapat diusahakan secara simultan di tingkat nasional,
regional (daerah) maupun keluarga. Upaya tersebut sebetulnya sudah dirintis sejak awal
dasawarsa 60-an, dimana pemerintah telah menyadari pentingnya dilakukan diversifikasi
tersebut. Saat itu pemerintah mulai menganjurkan konsumsi bahan-bahan pangan pokok
selain beras. Yang menonjol adalah anjuran untuk mengkombinasikan beras dengan
jagung, sehingga pernah populer istilahberas jagung. (5)
Ada dua arti dari istilah itu, yaitu :
1) Campuran beras dengan jagung.
2) Penggantian konsumsi beras pada waktu-waktu tertentu dengan jagung.
Pengertian diversifikasi disini bersifat vertikal di samping horizontal, artinya bukan
saja mengkonsumsi komiditi non beras (horizontal) tetapi juga mendiversifikasikan
produk satu komoditi (vertikal) misalnya dari padi menjadi tepung, bihun, kue, dan lain-
lain. (5)

III. PENUTUP
(Kesimpulan)

Dilihat dari beberapa program pemerintah yang bertujuan untuk tercapainya


diversifikasi pangan di Indonesia menunjukkan pola konsumsi pangan masyarakat di
Indonesia belum bisa tercapai sempurna baik pada diversifikasi pangan pokok dan
keseluruhan. Beras menjadi sumber pangan pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Diversifikasi konsumsi pangan yang dilakukan oleh pemerintah tidak hanya bertujuan
untuk mengurangi ketergantungan pada beras, tetapi juga sebagai usaha untuk memperbaiki
kondisi status gizi masyarakat Indonesia yang masih kurang untuk tercapainya masyarakat
Indonesia yang berkualitas dan mampu bersaing dengan negara lain. Diversifikasi pangan
dilakukan juga bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesa. Maka dari itu
program diversifikasi ini harus terus dilakukan dan perlunya evaluasi dari pengalaman
sebelumnya yang masih gagal. Perlu adanya kemitraan dengan berbagai pihak seperti
pemerintahan pusat dan daerah, industri makanan, LSM dan masyarakat supaya adanya hasil
yang lebih baik dari keberlanjutan program diversifikasi pangan tersebut.

IV. DAFTAR PUSTAKA

1. Soblia ET. Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga, Kondisi Lingkungan, Morbiditas,


Dan Hubungannya Dengan Status Gizi Anak Balita Pada Rumahtangga Di Daerah Rawan
Pangan Banjarnegara, Jawa Tengah. . 2009.
2. Fasak E. Diversifikasi Konsumsi Pangan Berbasis Potensi Lokal Dalam Mewujudkan
Ketahanan Pangan Nasional Di Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka, Propinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2010. 2011.
3. Pangan DK. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009. Jurnal Gizi dan Pangan.
2006:57-63.
4. Budiningsih R. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Diversifikasi Konsumsi Pangan
Non Beras di Kabupaten Magelang. 2009.
5. Dr. Dra. Nurhaedar Jafar A, M.Kes. . DiversifikasiKonsumsi Dan
KetahananPanganMasyarakat. . 2012.
6. Ariani M. Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan.
7. Ariani M, dkk. Arah, Kendala dan Pentingnya Diversifikasi Pangan di Indonesia. Forum
Agro Ekonomi. 2003.

Anda mungkin juga menyukai