Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TB PARU

A. PENGERTIAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen
maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin
dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2
sampai 4 m, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah (Sylvia A. Price &
Wilson,2006)

Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arief
Mansjoer, dkk, 2002)

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim


paru. (Smelzer & Bare, 2002)

B. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu basil mycobacterium
tuberculosis tipe humanus dengan ukuran panjang 1 4 um dan tebal 1,3 0,6
um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil
tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik karena sebagian
besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). lainnya, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.

Tuberculosis ini ditularkan dari orang ke orang oleh trasmisi melalui udara.
Individu yang terinfeksi, melalui bicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi,
melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 u) dan kecil (1 sampai 5u). droplet
yang besar menetap, sementara droplet kecil tertahan di udara dan terhirup oleh
individu yang rentan.

C. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan
merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu
yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah
sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.
Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan
gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.

Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam
percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian
lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan
lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah
bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier.
Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.

D. PATHWAYS
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Umum
Batuk terus menerus dan berdahak 3 (tiga) minggu atau lebih.
Merupakan proses infeksi yang dilakukan Mycobacterium Tuberkulosis
yang menyebabkan lesi pada jaringan parenkim paru.
2. Gejala lain yang sering dijumpai
a. Dahak bercampur darah
Darah berasal dari perdarahan dari saluran napas bawah, sedangkan dahak
adalah hasil dari membran submukosa yang terus memproduksi sputum
untuk berusaha mengeluarkan benda saing.

b. Batuk darah
Terjadi akibat perdarahan dari saluran napas bawah, akibat iritasi karena
proses batuk dan infeksi Mycobacterium Tuberkulosis.
c. Sesak napas dan nyeri dada
Sesak napas diakibatkan karena berkurangnya luas lapang paru akibat
terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis, serta akibat terakumulasinya
sekret pada saluran pernapasan. Nyeri dada timbul akibat lesi yang
diakibatkan oleh infeksi bakteri, serta nyeri dada juga dapat
mengakibatkan sesak napas.
d. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang
enak badan (malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam
meriang lebih dari sebulan.
Merupakan gejala yang berurutan terjadi, akibat batuk yang terus menerus
mengakibatkan kelemahan, serta nafsu makan berkurang, sehingga berat
badan juga menurun, karena kelelahan serta infeksi mengakibatkan kurang
enak badan dan demam meriang, karena metabolisme tinggi akibat pasien
berusaha bernapas cepat mengakibatkan berkeringat pada malam hari
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.\
c. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10
mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara
berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
d. Anemia bila penyakit berjalan menahun
e. Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
f. LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali
normal pada tahap penyembuhan.
g. GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan
paru.
h. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
i. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.
2. Pemeriksaan RadiologisFoto thorak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal
pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan.
Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Panduan OAT dan peruntukannya:
1. Kategori -1(2 HRZE / 4H3R3)
Diberikan untuk pasien baru
a. Pasien barui TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru BTA negatif thorak positif
c. Pasien TB ekstra paru
2. Kategori 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)
Diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnyaq
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan 3 tahun terputus ( Default)
3. OAT sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk taha kategori -1
yang diberikan selama sebulan ( 28 hari)
4. Jenis dan dosis obat OAT
a. Isoniasid (H)
Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif.
Dosis harian yang dianjurkan 5 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 X semingggu diberikan dengan dosis 10 mg / kg BB.
b. Rifamisin (R)
Dapat membununuh kuman semi dorman yang tidak dapat dibunuh
isoniasid. Dosis 10 mg / kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian
maupun intermiten 3 X seminggu.

c. Pirasinamid (Z)
Dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Dosis harian dianjurkan 25 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 X seminggu
d. Streptomisin (S)
Dosis harian dianjurkan 15 mg / kg BB, sedeangkan untuk pengobatan
intermiten 3 X seminggu diberikan dengan dosis yang sama. Penderita
berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/ hari. Sedangkan untuk
berumur 60 th atau lebih diberikan 0,50 gr/ hari (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

H. ASUHAN KEPERWATAN TB PARU


1. PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
Biodata identitas klien dan penanggung jawab
a. Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan dan
lain-lain.
b. Identitas penanggung jawab
Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
(Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat ini)
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
(Menjelaskan uraian kronologis sakit klien sekarang sampai klien
dibawa ke RS, ditambah dengan keluhan klien saat ini yang diuraikan
dalam konsep PQRST)
P : Palitatif /Provokatif
(Apakah yang menyebabkan gejala, apa yang dapat memperberat
dan menguranginya)
Q : Qualitatif /Quantitatif
(Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar, sejauhmana
merasakannya sekarang)
R : Region
(Dimana gejala terasa, apakah menyebar)

S : Skala
(Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala 1 s/d 10)
T : Time
(Kapan gejala mulai timbul, berapa sering gejala terasa, apakah
tiba-tiba atau bertahap)
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
(Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan
atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien saat
ini. Termasuk faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses
sembuh)
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
(Mengidentifikasi apakah di keluarga klien ada riwayat penyakit
turunan atau riwayat penyakit menular)
5. Pola Aktivitas Sehari-hari
(Membandingkan pola aktifitas keseharian klien antara sebelum sakit
dan saat sakit, untuk mengidentifikasi apakah ada perubahan pola
pemenuhan atau tidak)
d. Pemeriksaan Fisik
(Fokus pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan tehnik
pemeriksaan yang digunakan Head to Toe yang diawali dengan observasi
keadaan umum klien. Dan menggunakan pedoman 4 langkah yaitu
Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
e. Data Psikologis
(Berisi tentang status emosi klien, kecemasan, pola koping, gaya
komunikasi, dan konsep diri)
f. Data Sosial
(Berisi hubungan dan pola interaksi klien dalam keluarga dan masyarakat)
g. Data Spiritual
(Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap
kesembuhan penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah)
h. Data Penunjang
(Berisi tentang semua prosedur diagnostik dan laporan laboratorium yang
dijalani klien, dituliskan hasil pemeriksaan dan nilai normal, dituliskan
hanya 3 kali pemeriksaan terakhir secara berturut-turut. Bila hasilnya
fluktuatif, buat keterangan secara naratif)

i. Program dan Rencana Pengobatan


(Berisi tentang program pengobatan yang sedang dijalani dan yang akan
dijalani oleh klien)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret
yang kental, edema bronchial.
c. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan:
Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea,
Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang
salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya
pengetahuan/kognitif

3. PERENCANAAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali normal
Kriteria hasil :
Mempertahankan jalan nafas pasien
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi Rasional
Kaji fungsi pernapasan contoh : Bunyi nafas, Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan
kecepatan, irama, kedalaman dan atelektasis
penggunaan otot aksesori 2)
Catat kemampuan untuk mengeluarkan
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal.
mukosa / batuk efektif : catat karakter,
Sputum berdarah kental atau darah cerah
jumlah sputum, adanya emoptisis
diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka
bronkal dan dapat memerlukan evaluasi
Berikan pasien posisi semi atau fowler
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi
tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan
paru dan menurunkan upaya pernapasan
napas dalam
4) Mencegah obstruksi / aspirasi
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea :
penghisapan sesuai keperluan
Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat-obatan

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan


permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret
yang kental, edema bronchial.
Tujuan : Pertukaran gas kembali normal
Kriteria hasil :
Permukaan paru kembali efektif
Penurunan dispneu
BB meningkat
Intervensi Rasional
Kaji adanya gangguan bunyi atau pola nafas TB paru menyebabkan efek luas pada paru
dari bagian kecil bronchopneumoni sampai
inflamasi difusi luas, nekrosis, efusi pleura.
2. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas 2. Menurunkan kinsumsi oksigen
3. Kolaborasi : berikan tambahan oksigen yang Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang
sesuai dapat terjadi sekunder terhadap penurunan
ventilasi/ menurunnya alveolar paru

c. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan:


Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea,
Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi kembali terpenuhi
Kriteria hasil :
BB meningkat

Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi 1. Untuk menentukan intervensi yang tepat
2. Pastikan pola makanan yang biasa klien
2. Membantu dalam mengidentifikasi
sukai kebutuhan/ kekuatan khusus
3. Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering
3. Memaksimalkan masukan nutrisi
4. Kolaborasi : ahli diit untuk komposisi diit 4.
Kolaborasi : berikan obat antipiretik sesuai Memberikan bantuan dalam perencanaan diit
indikasi dengan nutrisi adekuat
5. Demam meningkatkan kebutuhan metabolik
dan juga konsumsi kalori
DAFTAR PUSTAKA
Brunner&Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 1&2.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran : EGC.

Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan TB, Widya Medika: Jakarta.

Departemen Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional


Penanggulangan TB. Jakarta.
Doenges, ME at. All., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan, Edisi III, Cetakan I, EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta:
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai