Anda di halaman 1dari 10

Hubungan Antara Fungsi Keluarga Dan Strategi Koping Terhadap Agresivitas Kelompok

Gangguan Identitas Gender Yang Berkunjung Di UPTD Puskesmas Campurejo Kota


Kediri Periode Januari Sampai Dengan Juli 2016

The Relationship Between Family Functioning and Coping Strategies Against The
Aggressiveness of Gender Identity Disorders Group Who Visited Campurejo
Public Health Center Period of January to July 2016

Gita Sekar P.1, Djaka Handaja1, Novi Agung R2


Citanova , Ricoh Citra3, Sheila W.3, Alya Batami P.2, Yusufa Ibnu Sina3, Galih Yogo3, Ayu
3

Desi3
1
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK-UMM, 2 Dokter Umum UPTD Puskesmas Campurejo,
3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran FK-UMM
1
Department of Public Health, Faculty of Medicine University of Muhammadiyah Malang
2
General Practitioner of Campurejo Public Health Center
3
Medical Students, Faculty of Medicine University of Muhammadiyah Malang
Abstrak
Latar Belakang: Prevalensi kelompok gangguan identitas gender semakin meningkat setiap tahunnya,
termasuk di Indonesia. Faktor yang mempengaruhi aggresivitas antara lain fungsi keluarga dan strategi
koping. Fungsi keluarga yang buruk seringkali cenderung mengalami perilaku agresif di masa yang akan
datang dan seseorang yang cenderung menggunakan emotional focused coping (EFC) berhubungan
dengan tingginya aggresivitas. Metode: Desain penelitian cross sectional. Pengambilan sampel dengan
teknik purposive sampling. Jumlah sampel 25 orang. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Bulan Agustus
2016. Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan gay 9 orang (36%) dan waria 16 orang
(64%). Dari data didapatkan sebanyak 44% memiliki fungsi keluarga baik dan 56% sisanya dengan fungsi
keluarga buruk. Sedangkan untuk strategi koping sendiri rata-rata (80%) menggunakan problem focused
coping. Untuk aggresivitasnya, 60% termasuk tinggi dan 40% rendah. Hasil analisis multivariate regresi
logistik didapatkan hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga terhadap aggresivitas (p =0,015) dan
tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara strategi koping terhadap aggresivitas (p = 0,114).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara fungsi keluarga dan aggresivitas, sedangkan tidak terdapat
hubungan antara strategi koping terhadap aggresivitas pada kelompok gangguan identitas gender. Kata
Kunci: fungsi keluarga, strategi koping, aggresivitas, Puskesmas Campurejo, gangguan identitas gender

Abstract
Background: Every year, the prevalence of gender identity disorders groups had increased, including
Indonesia. Family functioning and coping strategies were those two factors influenced the aggressiveness.
Dysfunctional family systems lead to future aggressive perpetration and individuals that tend to do
emotional focused coping (EFC) would lead to higher chance of higher aggressiveness. Methods: Cross
sectional study design with purposive sampling technique. Samples were 25 people. The research held on
August 2016. Results: Based on questionnaire found that the prevalence of gay were 9 persons (36%) and
transgender 16 persons (64%). The results of family functioning found that 44% had a good family
functioning otherwise 56% had a bad family functioning. Most of respondent coping with problem
focused coping (PFC) (80%), with 60% indicated high aggressive score and 40% with less aggressive
score. Multivariate analysis explained that there was a significance correlation between family
functioning against aggressiveness (p = 0,015), but otherwise there was no significance correlation
between coping strategies against aggressiveness (p = 0,114). Conclusion: There was a significance
correlation between family functioning against aggressiveness, but otherwise there was no significance
correlation between coping strategies against aggressiveness Key words: family functioning, coping
strategies, aggressiveness, Campurejo Public Health Centre, Gender Identity Disorders
Pendahuluan
Gender merupakan suatu bentuk kecil mengalami kekerasan seksual dan
hubungan sosial yang menunjukkan adanya penolakan dari pihak keluarga pada saat
perbedaan tingkah laku antara jenis kelamin, dewasa rentan melakukan hal serupa
yang oleh masyarakat di bentuk sedemikian (kekerasan emosional, seksual ataupun fisik)
rupa. Namun pada beberapa kondisi yang kepada orang lain termasuk pasangannya
mengungkapkan bahwa gender saat lahir sendiri.7
bukan merupakan identitas gendernya saat Para ahli menggolongkan dua strategi
ini.1 coping yaitu, Problem Solving Focused
Masalah seperti ini disebut sebagai Coping dan Emotion Focused Coping yang
gangguan identitas gender yaitu suatu berpengaruh terhadap kemampuan individu
gangguan dengan ciri berupa preferensi untuk menyelesaikan masalah.8 Pada sebuah
seseorang yang kuat untuk hidup sebagai penelitian yang dilakukan pada mahasiswa
individu yang memiliki jenis kelamin di Kanada ancaman atau stressor sehari-hari
berlawanan dari anatomi seksnya.2 berpengaruh terhadap tingkat agresivitas.9
Prevalensi kelompok gangguan identitas Penelitian oleh Wedastra tahun 2015 di
gender (Lesbian, Gay, Biseksual, denpasar menyebutkan bahwa emotional
Transgender, Queer) semakin meningkat focused coping (EFC) pada gangguan
setiap tahunnya. Studi di Mesir identitas gender berhubungan dengan
menyebutkan bahwa dari 857 orang remaja tingginya aggresivitas.10
laki-laki muda yang termasuk usia seksual Prevalensi yang tinggi dari Kelompok
aktif sekitar 44% pernah berhubungan gangguan identitas gender tersebut
seksual dengan teman laki-lakinya dalam menimbulkan rawannya terjadinya
kurun waktu 12 bulan terakhir dan sekitar aggresivitas. Korban kekerasan berdasarkan
15% pernah diperkosa oleh teman prianya.3 jenis kelamin di Amerika Serikat dan
Beberapa lembaga survey independen Kanada lebih banyak pada laki-laki (36,1%)
dalam maupun luar negeri menyebutkan sedangkan pada wanita sekitar 32,6% dan
bahwa Indonesia punya 3% LGBT, berarti transgender sekitar 6,4%. Korban
250 juta penduduk kita 7,5 juta adalah berdasarkan orientasi seksualnya paling
gangguan identitas gender.4 Di kota kediri banyak berasal dari gay sekitar 41,7%.11
menurut data yang didapat dari Lembaga Toro Alfonso dan Rodriguez Madera
Swadaya Masyarakat Galeri Sehati Kota tahun 2004 menyebutkan bahwa kekerasan
Kediri tahun 2016 bahwa jumlah populasi secara mental justru terjadi pada 48%
gangguan identitas gender berkisar 864.5 pasangan pria dan 24% mengalami
Keluarga sangat berperan dalam kekerasan secara fisik. Di indonesia sendiri
pembentukan perkembangan perilaku tiap prevalensi aggresivitas pada data yang
individu manusia tak terkecuali kelompok diambil tahun 2013 mengungkapkan bahwa
identitas gender. Di dalam penelitian 89,3% kelompok gangguan identitas gender
disebutkan bahwa seseorang dengan fungsi mengalami kekerasan.12
keluarga yang buruk seringkali cenderung Puskesmas campurejo yang berada di
mengalami perilaku agresif di masa yang kota Kediri Jawa Timur, merupakan
akan datang, terutama mereka yang sering puskesmas yang peduli terhadap pelayanan
mengalami kekerasan secara fisik, pada kelompok gangguan identitas gender
emosional maupun seksual.6 Kepedulian ini berkaitan dengan upaya
Berdasarkan hasil penelitian Fonseka et Intervensi Penurunan Stigma dan
al menyebutkan bahwa anak yang semasa Diskriminasi pada layanan HIV dan IMS.5
Berdasarkan latar belakang tersebut di identitas gender, maka diberikan kuesioner
atas, peneliti ingin melakukan penelitian untuk menilai fungsi keluarga (Apgar Score
tentang hubungan antara fungsi keluarga dan and Family Function Questionnaire),
strategi koping dengan agresivitas kelompok strategi koping (The Way of Coping
gangguan identitas gender yang berkunjung Questionnaire) dan aggresivitas (Buss and
di UPTD Puskesmas Campurejo Kota Kediri Perry Aggression Scale Questionnaire).
Periode Januari sampai dengan Juli 2016. Kuesioner tentang fungsi keluarga terdiri
dari 5 pertanyaan yang memiliki nilai 2
Metode (selalu), 1(kadang-kadang) dan 0 (tidak
Penelitian ini dilaksanakan di UPTD pernah). Hasilnya dikategorikan menjadi
Puskesmas Camuperjo Kota Kediri, dua, yaitu fungsi keluarga buruk (skor 0-6)
secretariat gay, secretariat waria dan tempat dan fungsi keluarga baik (7-10).13
perkumpulan kelompok gangguan identitas Kuesioner untuk strategi koping terdiri
gender. Penelitian ini merupakan penelitian dari 31 pertanyaan dan terbagi menjadi dua,
cross-sectional dengan metode purposive yaitu pertanyaan yang termasuk dalam
sampling, yang dilakukan pada bulan problem focused coping (PFC) dan
Agustus 2016. Kriteria inklusi adalah sudah emotional focused coping (EFC). Dan
memiliki KTP, termasuk dalam kelompok masing masing jenis strategi koping dibagi
gangguan identitas gender, berkunjung ke menjadi dua kategori pertanyaan, yaitu
puskesmas untuk mendapatkan layanan favourable (positif) dan unfavourable
kesehatan dan berdomisili di wilayah kerja (negatif). Poin-poin yang termasuk dalam
UPTD Puskesmas Campurejo Kota Kediri. items PFC adalah nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
Kriteria eksklusinya yaitu responden yang 10, 12, 13 (favourable) dan 8, 9, 11, 20, 30
menolak mengisi angket. (unfavourable). Sedangkan poin-poin yang
Subjek penelitian adalah pasien termasuk di dalam EFC sendiri adalah
kelompok gangguan identitas gender yang nomor 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27,
terdata pernah berkunjung ke UPTD 28 , 29, 31 (favourable) dan 14, 15, 16
Puskesmas Campurejo untuk mendapatkan (unfavourable).10
layanan kesehatan dari Bulan Januari-Juli Untuk pertanyaan favourable memiliki
2016. nilai sebagai berikut yaitu jawaban selalu
Untuk responden sendiri dilihat dari data (SL) skornya 4, sering (SR) skornya 3,
yang terdapat di Puskesmas. Lalu kemudian kadang kadang (KK) skornya 2, sangat tidak
dari nama-nama yang terdata tersebut pernah (TP) skornya 1. Untuk pertanyaan
dihubungi melalui sekretariat oleh ketua unfavourable memiliki nilai sebaliknya
perkumpulan dan diminta bertemu terkait selalu (SL) skornya 1, sering (SR) skornya
penelitian ini. Setelah responden 2, kadang-kadang (KK) skornya 3, dan tidak
menyanggupi, maka beberapa responden pernah (TP) skornya 4. Individu yang
datang ke lokasi. Ada yang datang ke tergolong PFC skoring PFCnya lebih tinggi
Puskesmas, ada yang datang di sekretariat daripada EFC begitu juga sebaliknya. 10
dan sebagian lagi datang di Hotspot Area Kuesioner untuk mengukur tingkat
(tempat perkumpulan kelompok). aggresivitas terbagi menjadi dua pertanyaan
Responden diberikan kuesioner untuk yaitu favourable dan unfavourable. Poin-
menentukan identitas gendernya poin yang termasuk dalam pertanyaan
menggunakan The Gender Identity and favourable adalah 1, 2, 3, 5, 7, 8, 10, 13, 17,
Birth Sex Question. Setelah dipastikan 21 dan pertanyaan unfavourable (4, 6, 9, 12,
tergolong sebagai kelompok gangguan 15, 16, 18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27).
Pendidikan Jumlah Persentase
Pertanyaan favourable nilainya sangat setuju terakhir Responden (%)
skornya 4, setuju skornya 3, tidak setuju
Belum 0 0
skornya 2, sangat tidak setuju skornya 1.
Sekolah
Dan Pertanyaan unfavourable nilainya
SD 0 0
sangat tidak setuju skornya 1, setuju skornya
SMP 10 40
2, tidak setuju skornya 3, dan sangat tidak
SMA 8 32
setuju skornya 4. Hasilnya yaitu yang
Perguruan
Orientasi Jumlah Persentase Tinggi 7 28
Seksual Responden (%)
Total 25 100
Waria 16 64 Untuk tingkat pendidikan terakhir
Gay 9 36 didapatkan paling banyak yaitu SMP (40%)
Total 25 100 disusul oleh perguruan tinggi (28%) dan
memilki skor 56 ke bawah tergolong dengan SMA (32%). Dilihat dari orientasi
aggresivitas rendah sedangkan skor 57 ke Fungsi Jumlah Presentase
atas aggresivitasnya tinggi. 10 Keluarga Responden (%)
Hasil penelitian akan dilakukan uji
Baik 11 44
Usia Jumlah Persentase Buruk 14 56
(tahun) Responden (%)
5 - 11 0 0 Total 25 100
12 - 16 0 0 seksualnya saat ini, kebanyak responden
17 25 8 32
merupakan waria sejumlah 16 orang (64%)
26 - 35 15 60
36 - 45 1 4 dan gay 9 orang (36%).
46 - 55 0 0
56 - 65 1 4 Tabel 5,3 Karakteristik Responden Menurut
Pendidikan Terakhir
Total 25 100
dengan menggunakan analisis bivariat (uji Tabel 5.4 Karakteristik Responden
fisher) dan multivariat (regresi logistik)
Berdasarkan orientasi seksual
menggunakan SPSS 21 for windows.
Hasil
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah Fungsi keluarga baik ditemukan sekitar
responden 25 orang dan 100% merupakan 11 responden (44%) dan untuk 14 responden
laki-laki. Paling banyak ditemukan individu (56%) dengan fungsi keluarga buruk
jumahnya lebih banyak.
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Menurut Tabel 5.5 Fungsi Keluarga
Usia
Responden kebanyakan menggunakan
dengan rentang usia 26-35 tahun sebanyak strategi koping PFC yaitu sebanyak 20 orang
60%, kemudian 17-25 tahun sebanyak 32% (80%) dan sisanya yaitu EFC sebanyak 5
dan usia 36-45 tahun serta 56-65 tahun orang (20%). Namun berkebalikan dengan
masing-masing 4%.
strategi kopingnya, tingkat aggresivitas yang Sedangkan untuk analisis multivariate
dimiliki oleh responden tergolong tinggi. lainnya tidak didapatkan hubungan yang
Tabel 5.6 Strategi Koping signifikan antara strategi koping terhadap
Strategi Jumlah Presentase aggresivitas dengan p 0,114 (CI = 0,777
Koping Responden (%) 10,658; OR = 2,878)
Berdasarkan signifikansi beberapa
EFC 5 20
variabel yang bermakna pada penelitian ini,
PFC 20 80 maka dapat diketahui persamaan logistic
Total 25 100 sebagai berikut :
y = a + B1X1
y = 0,405 2,418 X1
Responden paling banyak memiliki y = -2,013
aggresivitas tinggi yaitu 15 orang (60%) dan Sehingga didapatkan probabilitasnya:
10 orang (40%) aggresivitasnya rendah. (p) = exp(-)/(1+exp(-y))
Tabel 5.7 Tingkat Aggresivitas (p) = exp(2,013)/(1+exp(2,013))
Tingkat Jumlah Presentase (p) = 0,882
Agresivitas Responden (%) Nilai p > 0,5, menandakan Predicted
Group Membership sampel di atas adalah 1.
Tinggi 15 60 Dimana 1 adalah kode untuk fungsi keluarga
Rendah 10 40 buruk (1) dan aggresivitas tinggi (1). Berarti,
responden dengan fungsi keluarga buruk
Total 25 100
diprediksi sekitar 88% memiliki aggresivitas
tinggi.
Hasil untuk analisis bivariate didapatkan Pada table 5.8 didapatkan bahwa OR
terdapat hubungan signifkan antara fungsi pada fungsi keluarga 27 yang artinya apabila
seorang individu memiliki fungsi keluarga
keluarga terhadap aggresivitas kelompok
yang buruk mempunyai resiko 27 kali lebih
gangguan identitas gender dengan p 0,001 besar memiliki agresivitas yang tinggi
(p<0,05) (CI = 3,17 229; OR = 27). dibandingkan individu yang memiliki fungsi
Sedangkan untuk analisis bivariate lainnya keluarga yang baik. Pada strategi koping
tidak terdapat hubungan signifikan antara didapatkan OR sebesar 4 yang artinya
strategi koping terhadap aggresivitas apabila seorang individu memiliki strategi
kelompok gangguan identitas gender dengan koping EFC (Emotion Focus Coping)
mempunyai risiko 4 kali lebih besar
p 0,245 (p>0,05) (CI = 0,378 42,36; OR =
memiliki agresivitas yang tinggi
4). Karena nilai signifikansi kedua variabel dibandingkan dengan individu yang
terhadap uji bivariate p < 0,25, berarti dapat memiliki strategi koping PFC (Problem
dilanjutkan dengan analisis multivariate Focus Coping).
menggunakan uji regresi logistik. Hasilnya Pada table 5.9 didapatkan Pada tabel
yaitu didapatkan hubungan yang signifikan tersebut didapatkan hasil OR sebesar 0,089
yang artinya jika seorang individu memiliki
antara fungsi keluarga terhadap aggresivitas
fungsi keluarga yang buruk akan memiliki
kelompok gangguan identitas gender dengan resiko 0,089 kali lebih besar memiliki
p 0,015 (CI = 0,013 0,624; OR = 0,089). agresivitas yang tinggi dibandingkan
Variabel
N Tergantung
Variabel Bebas P OR 95% CI
o
Aggresivitas
rendah tinggi
1. Fungsi Baik 9 2 0,001 27 3,17 229
Keluarga
Buruk 2 12
2No StrategiVariabel
koping PFCB Wald1 P 4 OR
0,245 495% CI0,378
for EXP (B)
- 42,36
EFC 10 10 Lower Upper
1 Fungsi Baik (0) 0,000 0,000 0,000 0,000
2 Fungsi Buruk (1) -2,418 5,924 0,015 0,089 0,013 0,624
3 Koping Baik (0) 0,000 0,000 0,000 0,000
4 Koping Buruk (1) 1,057 2,505 0,114 2,878 0,777 10,658
5 Constant 0,405 0,986 0,321 1,5
dengan individu yang memiliki fungsi
keluarga yang baik. Sedangkan pada strategi
koping EFC (Emotion Focus Coping) akan
Tabel 5.8 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat
memiliki resiko 2,8 kali lebih besar
memiliki agresivitas yang tinggi
dibandingkan dengan individu yang
Tabel 5.9 Rangkuman Hasil Analisis strategi
memiliki Multivariat
koping PFC (Problem
Focus Coping).
didapatkan OR sebesar 2,8 yang artinya jika Dari tabel 5.10 diketahui bahwa fungsi
seorang individu memiliki strategi koping keluarga dan strategi koping berpengaruh
sebesar 35,3 % terhadap tingkat agresivitas
Nagelkerke dan 64,7 % dipengaruhi oleh faktor lain.
R Square laki-laki, namun tidak ditemukan data
penelitian yang akurat mengenai hal ini
Fungsi Keluarga dan (Kurniawan dan Imelda, 2013). Selain itu
0,353
Strategi Koping dari sisi agresivitas sendiri, lelaki memiliki
Tabel 5.10 Tabel R Square tingkat aggresivitas yang lebih tinggi
Pembahasan dibandingkan dengan perempuan didasarkan
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah pada hormon testosterone yang dimiliki pria
responden 25 orang dan 100% merupakan lebih besar dibandingkan dengan wanita
laki-laki. Hal ini disebabkan seluruh (p<0,001).14
responden yang datang berkunjung ke Paling banyak ditemukan individu
puskesmas merupakan gay dan waria yang dengan rentang usia 26-35 tahun sebanyak
pada dasarnya berjenis kelamin laki-laki. 60%, kemudian 17-25 tahun sebanyak 32%
Mayoritas anak dengan gangguan identitas dan usia 36-45 tahun serta 56-65 tahun
jenis kelamin dibawa untuk diperiksa pada masing-masing 4% . Penelitian di Amerika
masa awal sekolah. Kebanyakan orang tua juga menyebutkan bahwa usia terbanyak
melaporkan bahwa anaknya mulai dari kelompok gangguan identtitas gender
berperilaku terbalik dengan jenis berkisar dari 18-48 tahun, yaitu sebesar
kelaminnya sejak kurang dari 3 tahun. 1.9% 653 orang.15
Berdasarkan data demografi, prevalensi Untuk tingkat pendidikan terakhir
gangguan identitas gender lebih tinggi pada didapatkan paling banyak yaitu SMP (40%)
disusul oleh perguruan tinggi (28%) dan Penelitian di Denpasar yang
SMA (32%). Salah satu faktor yang mendapatkan adanya hubungan antara
mempengaruhi agresivitas adalah fungsi keluarga dengan tingkat agresivitas
intelegensia dan tingkat pendidikan. pada gay p= 0,01 (OR 6,1; 95% CI =1,931-
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang 19,38).10 Penelitian oleh Ferguson
semakin rendah tingkat agresivitasnya.2 menyebutkan adanya hubungan antara
Dilihat dari orientasi seksualnya saat ini, fungsi keluarga dengan tingkat aggresivitas
kebanyak responden merupakan waria pada individu dengan hubungan keluarga
sejumlah 16 orang (64%) dan gay 9 orang yang buruk (p= 0.01). Pada penelitian lain
(36%). Hal ini juga sesuai dengan penelitian menyebutkan bahwa perbedaan cara
yang dilakukan di Amerika, dari 34.373 membimbing anak berhubungan dengan
orang, menyebutkan bahwa 3.4% terjadinya perilaku agresif pada anak, yaitu
teridentifikasi gangguan identitas gender, seorang anak yang tidak dibesarkan baik
dan sebesar 1.6% (550 orang) merupakan oleh ayah atau ibunya dengan tidak baik
transgender dan 0,6% (206 orang) akan memiliki risiko sebesar 2,3 kali untuk
merupakan gay.15 berperilaku agresif (p= 0,04; OR= 2,3; CI =
Sumber lain menyebutkan bahwa 1,30 3,93).16,17
sebagian besar kelompok gay masih Sama halnya dengan penelitian yang
menutup diri pada dunia luar tentang dilakukan di China menyebutkan bahwa
identitas mereka yang sebenarnya. Hal ini membatasi dan mengekang perilaku anak
berkebalikan dengan komunitas waria yang berlebihan mempunyaki korelasi positif
lebih aktif dalam mengekspresikan terhadap meingkatnya aggresivitas di
keberadaan mereka di masyarakat. kalangan anak (p<0,001).18
Kenyataan yang dihadapi kaum waria adalah Fungsi keluarga sendiri adalah sebuah
mereka harus mampu menjadi waria, bukan tingkatan dimana keluarga dapat berperan
sebagai laki-laki ataupun perempuan. sebagai sebuah unit untuk mampu
Bagaimana mereka melihat diri mereka menghadapi stressor dan mencegah
lebih penting dibanding mereka melihat seseorang untuk berperilaku agresif.13
dunia mereka sebagai dunia yang terisolir Individu dengan orientasi seksual gay
dan terpojok.2 menganggap sebagian besar dirinya seperti
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan atau lebih menonjolkan sisi
terdapat hubungan signifikan antara fungsi feminin sehingga berpengaruh terhadap
keluarga dengan tingkat agresivitas perannya dalam lingkungan keluarga dan
kelompok gangguan identitas gender karena mempengaruhi fungsi keluarga. Gay juga
nilai p= 0,015 (OR= 0,089 ; 95% CI = sering di kucilkan dari lingkungan keluarga
0,013-0,624). Karena terdapat hubungan karena dianggap tidak baik dan merusak
yang signifikan antara fungsi keluarga nama baik keluarga di lingkungan
dengan agresivitas kelompok gangguan masyarakat. Hal ini sesuai dengan penelitian
identitas gender maka analisis hubungan sebelumnya mendapatkan sekitar 74%
tersebut juga menghasilkan OR (Odd Ratio) sampel gay yang diabaikan dari keluarga
untuk variabel fungsi keluarga sebesar 0,089 karena orientasi seksual mereka.19
artinya individu dengan fungsi keluarga Kelompok Gangguan Identitas Gender
buruk 0,089 kali berpeluang untuk memiliki menganggap kehidupan di keluarga mereka
agresivitas tinggi dibandingkan individu tidak nyaman karena mereka sulit untuk
dengan fungsi keluarga baik. berbagi, sangat tidak mampu untuk langsung
terbuka mengenai orientasi seksualnya,
sehingga mereka merasa perlu untuk sedangkan penelitian sebelumnya
menjaga jarak dengan anggota keluarga mendapatkan 60 sampel sehingga
yang lain agar tidak diketahui tentang menyebabkan hasilnya signifikan.
orientasi seksualnya. Kelompok Gangguan Kemudian faktor lain yaitu kelompok
Identitas Gender dengan kondisi keluarga gangguan identitas gender yang diteliti di
yang buruk juga tidak menutup Kediri tergabung dalam kelompok sosial
kemungkinan akan lebih sering mengalami yang anggotanya terdiri dari Gay dan Waria.
frustrasi akibat adanya banyak rintangan Mereka berkumpul dalam satu wadah dan
yang harus dilalui untuk mencapai melakukan kegiatan sosial bersama. Hal ini
tujuannya. Frustrasi terjadi jika gagal dalam merupakan salah satu cara untuk
mencapai tujuan, frustrasi merupakan mendapatkan dukungan dan juga saling
penyebab seseorang bertindak agresif.20 bertukar informasi mengenai orientasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, tidak seksualnya. Individu yang memiliki
didapatkan adanya hubungan yang dukungan sosial yang tinggi akan memiliki
signifikan antara strategi koping dan stress yang rendah, sehingga ketika mereka
agresivitas pada kelompok gangguan mengalami stress maka akan melakukan
indentifikasi gender (p= 0,114; OR = 2,878; strategi koping yang lebih baik yaitu PFC.21
CI = 0,777 10,658). Penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan
Hal ini berkebalikan dengan penelitian terhadap penelitian ini. Kelemahan dalam
sebelumnya yang menyebutkan bahwa penelitian ini yaitu sampel yang diperoleh
terdapat hubungan antara strategi koping sedikit dikarenakan rentang waktu
dengan agresivitas pada kelompok gangguan pengambilan yang terbatas 7 bulan.
identitas gender p= 0,000 (OR=52,8; Diharapkan nantinya diambil sampel dalam
95%CI= 6,209-449,033).10 Penelitian lain di rentang waktu yang lebih lama sehingga
Kanada menunjukkan bahwa seseorang yang didapatkan hasil yang lebih baik. Kemudian
mengalami stressor berlebihan berhubungan tidak signifikannya salah satu variabel
dengan meningkatnya perilaku agresif pada menandakan adanya interaksi antar variabel
mahasiswa. Stressor berlebihan yang yang mengurangi signifikansinya. Penelitian
menyebabkan mahasiswa tak lagi mampu ini diharapkan dapat menjadi penelitian
menyelesaikan masalah tersebut tepat waktu pendahuluan untuk mengetahui lebih jauh
menyebabkan mahasiswa lebih memilih fungsi keluarga seperti apa yang dapat
emotional focused cooping (EFC) sebagai mempengaruhi terbentuknya individu
strategi kopingnya (p=0,02; OR = 4,42; CI = dengan gangguan identitas gender dan
0,79-6,28).9 fungsi keluarga seperti apa yang nantinya
Faktor yang menyebabkan tidak dapat memicu aggresivitas.
signifikannya hasil penelitian adalah karena
sekitar 80% (20 orang) yang memiliki
strategi koping PFC, separuhnya (50%) Referensi
memiliki aggresivitas tinggi. Penelitian 1. American Psychiatrict Association. 2010.
sebelumnya terdiri dari lebih dari 72% (43 Diagnostic and Statistical Manual of
orang) dengan strategi koping PFC Mental Disorders, 4th edition, DSM IV
memiliki agresivitas rendah. Pengaruh lain TR
yaitu dari jumlah sampel yang diambil. 2. Kurniawan, S & Imelda, M. 2013.
Penelitian ini menggunakan 25 sampel Gangguan Identifikasi Jenis Kelamin.
(karena hanya 25 responden yang terdaftar Kalbe Med: CDK-210/vol.40 no. 11
berkunjung dari periode Januari-Juli 2016) tahun 201
3. WHO. 2015. HIV and Young Men Who dan-gay/ tanggal 22 Agustus 2016,
Have Sex With Men. WHO Press: Pukul 15.00 WIB
Geneva Switzerland 13. Cao, X., Jiang, X., Lie, X. et al. 2013.
4. As, Rahman. 2015. Jumlah Populasi Family Functioning and its Predictors
Gay Indonesia dan Dunia. Diakses Among Disasters Bereaved Individuals
melalui : in China: Eighteen Months After The
http://www.sixpackmagazine.net/2015/1 Wenchuan Earthquake. Vol 8 Issue 4
1/jumlah-populasi-gay-di-indonesia- P.1-8.Cao et al, 2013
dan.html. Tanggal 22 Agustus 2016 14. Kulik, L, Amici, F., Langos, D., Widdig,
Pukul 19.00 WIB A. 2015. Sex Differences in The
5. SIHA. 2016. Pelaporan Sistem Development of Aggressive Behavior.
Informasi HIV AIDS Puskesmas International Journal of Prim (2015)
Campurejo. 36:764-789 DOI 10.1007/s10764-015-
6. Warburton et al. 2015. Social 9853
Psychology of Aggression. Elseveir: vol 15. Ward, Brian, Dahlamer, J., Gallinsky, A.
1, pp 295-299 2014. Sexual Orientation and Health
7. Fonseka, R., Minnis, A., Gomez, A. Among US Adults: National Health
Impact of Adverse Childhood Interview Survey 2013.Number 77, Jul
Experiences on Intimate Partner 15th 2014
Violence Perpetration Among Sri 16. Ferguson, C., Miguel, C., Hartley, R.
Lankan Men. Plos One. DOI: 2009. A Multivariate Analysis of Youth
10.1371/j.pone.0136321. and Aggressioin: The Influence of
8. Thompson et al. 2010. Maladaptive Family, Peers, Depression, and Media
Coping, Adaptive Coping, and Violence. The Journal of Pediatrics
Depressive Symptoms: Variations 17. Trenas, A., Osuna, M., Olivares, R.,
Across Age and Depressive State. 2010 Cabrera, J. 2013; Relationship Between
June: 48(6): 459-466 Parenting Styles and Aggression in a
9. Inzlicht, M and Kang, S. 2010. Spanish Children Sample. Ol 83, 3 July
Stereotype Threat Spillover: How 2013, Pages 592-536
Coping With Threats to Social Identity 18. Chan, Siu Mui. 2010. Aggressive
Affects Aggression, Eating, Decision Behavior in Early Elementary School
Making and Attention. Journal of Children: Relations to Authoritarian
Personality and Social Psychology. Parenting, Childrens Negative
2010, Vol 99, No. 3, 467-481 Emotionality and Coping Strategies.
10. Wedastra. 2015. Thesis : Hubungan Hong Kong Institute of Education:
Fungsi keluarga Terhadap Agresivitas Development and Care, Taylor and
Gay di Denpasar. Universitas Denpasar Francis Copyright.
11. NCAVP (National Coalition of Anti 19. Christman. 2012. Coping with
Violence Programs (NCAVP). LGBTQ Homonegative Experiences Among Gay
and HIV Infected: Intimate Partner Men: Impacts on Mental Health,
Violence in 2013 Psychological Well-Being, and Identity
12. Madewanti. 2015. Tahun 2015 dan Jejak Growth. Miami: University of Miami
Kekerasan Pada Waria dan Gay Diakses (Christman, 2012).
melaui: 20. Wahyudi. 2013. Hubungan Inferiority
http://www.suarakita.org/2015/01/tahun Feeling dan Agresivitas Pada Remaja
-2015-dan-jejak-kekerasan-pada-waria- Delinkuen (skripsi). Semarang:
Universitas Negeri Semarang (Wahyudi,
2013).
21. Taylor. 2012. Health Psychology.
McGraw Hills Humanity

Anda mungkin juga menyukai