b. Tanda lokal :
Look (inspeksi) : pembengkakan, memar dan deformitas biasanya terlihat
jelas, akan tetapi yang paling penting adalah melihata apakah ada luka
terbuka atau tidak untuk menentukan jenis fraktur serta terapinya.
Page | 2
a. Tipe 1 : luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan
dari fragmen tulang yang menembus tulang kulit. Terdapat sedikit kerusakan
jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak.
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, transversal, oblik pendek atau
sedikit komunitif.
b. Tipe 2 : laserasi melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan hebat atau
avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit
kontaminasi dari fraktur.
c. Tipe 3 : Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak dan otot, kulit dan
struktur neurovaskular dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya
disebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Dibagi menjadi tiga tipe:
Tipe 3A : Jaringan lunak cukup untuk menutup tulang walaupun terdapat
laserasi yang hebat dataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental atau
komunitif yang hebat.
Tipe 3B : Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan atau
kehilangan jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang
terbuka, kontaminasi yang hebat serta frakturkomunitif yang hebat.
Tipe 3C : fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan
kaki.
disepanjang jalur arteri dalam bungkus fasia otot yang utuh. Ekstrimitas akan tampak tegang
dan membengkak, disertai iskemia daerah distal. Sumber: (wim de jong ed. 2 hal 462)
14. Sebutkan tanda-tanda kopartement syndrome!
a. Pain (nyeri) : Nyeri yang hebat saat pereganagn pasif pada otot yang terkena.
b. Pallor (pucat) : diakibatkan oleh menurunnya perfusi
c. Pulselessness atau hilangnya nadi
d. Parestesia rasa kesemutan
e. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompertmen sindrom
15. Penegakan Diagnosa Kompartmen Syndrome?
Sindroma kompartemen dapat didiagnosis berdasarkan pengetahuan tentang
faktor resiko, keluhan subjektif dan adanya suatu tanda-tanda fisik dan gejala klinis.
Adapun faktor resiko pada sindroma kompartemen meliputi fraktur yang berat dan
trauma pada jaringan lunak, penggunaan bebat.
Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa
kompartemen syndrome dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen.
Pengukuran intra kompartemen ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar,
pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan
pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma
saraf perifer.
Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan
iskemia relative ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolic.
Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastoli
menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah
trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiostal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi
dari kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang
hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sl-sel mesenkimal yang
tidak berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari pertumbuhan yang cepat pada
jaringan osteogenik yang sidatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk
daro organisasi pembentukan hematoma suatu daerah frakur. Setelah beberapa minggu, kalus
dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan
radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen dasar yang
berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat
osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-
garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven
bone. Pada pemeriksaan radiologis kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi
radiologic pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktus lamellar dan kelebihan
kalus akan diresorbsi secara bertahap.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini
perlahan-lahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada
tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediate berubah
menjadi tulang yang kompak dan berisi system haverisan dan kalus bagian dalam akan
mengalami peronggaan untuk membentuk ruanng sumsum.
Page | 6
1. Type I
Terdapat pemisahan total epiphysis sepanjang tulang tanpa patah tulang, sel
piringan epiphyseal yang tumbuh masih melekat pada epiphysis. Jenis luka ini
akibat gaya gunting, lebih umum terjadi pada bayi yang baru lahir ( dari luka
kelahiran ) dan pada anak-anak yang masih muda dimana piringan epiphyseal
masih relative tebal.
2. Type II
Garis pemisah patah tulang memanjang sepanjang piringan epiphyseal hingga
jarak tertentu dan kemudian keluar melalui bagian metaphysis sehingga
mengakibatkan fragmentasi metaphyseal berbentuk triangular. Sel tumbuh pada
piringan tersebut masih melekat pada epiphysis. Jenis fraktur ini, akibat dari gaya
gunting dan tekuk, basanya terjadi pada anak-anak yang lebih besar dimana
piringan epiphyseal relatif tipis. Periosteum tersobek pada sisi cembung angulasi
tersebut tetapi melekat pada sisi cekung sehingga engsel periosteal utuh dan selalu
berada pada sisi potongan mataphyseal.
3. Type III
Patah tulang tersebut adalah intra-articular, mamanjang dari permukaan
sambungan hingga bagian dalam piringan epiphyseal dan kemudian sepanjang
piringan tersebut hingga sekelilingnya. Jenis fraktur yang tidak umum ini
disebabkan oleh gaya gunting intra artikular dan biasanya terbatas pada epiphysis
tibia distal.
4. Type IV
Patah tulang yang intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan malalui
epiphysis memotong ketebalan piringan epiphyseal dan melalui bagian
metaphysic. Contoh yang paling umum dari fraktur tipe IV ini adalah patah tulang
condyle lateral tulang lengan bagian atas.
5. Type V
Fraktur yang relatif kurang umum ini diakibatkan oleh gaya tekan yang keras
yang terjadi pada epiphysis menuju ke piringan epiphyseal. Tidak ada fraktur
yang kelihatan tetapi lempeng pertumbuhan remuk dan ini mungkin
mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Seperti juga yang terjadi pada daerah
lutut dan pergelangan kaki.
Sumber: (html.scribd.com/doc/47241671/EPIFISIOLISIS)