Anda di halaman 1dari 8

KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BISKUIT DENGAN PENAMBAHAN

TEPUNG IKAN TERI NASI (Stolephorus spp.)

ORGANOLEPTIC CHARACTERISTIC OF BISCUITS WITH THE ADDITION OF


TERI NASI (STOLEPHORUS SPP.) FISH FLOUR.

Lianitya Cahyo Asmoro 1); Sri Kumalaningsih 2); Arie Febrianto Mulyadi 2)
1)
Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP-UB
2)
Pengajar JurusanTeknologi Industri Pertanian FTP-UB
Jl. Veteran Malang 65145
Email : lianitya.cahyo@gmail.com

ABSTRAK

Salah satu potensi perikanan laut di Indonesia adalah ikan teri nasi (Stolephorus
Spp.). Pada penelitian ini, ikan teri nasi diolah menjadi tepung ikan yang dimanfaatkan
dalam pembuatan biskuit. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui proporsi tepung
ikan teri nasi (Stolephorus spp.) dan tepung terigu yang tepat dalam pembuatan biskuit
terhadap perubahan organoleptik biskuit dan mengetahui harga pokok produksi biskuit
dengan proporsi tepung ikan teri nasi (Stolephorus spp.) dan tepung terigu yang paling
disukai. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan satu faktor yaitu
proporsi tepung ikan teri nasi dan tepung terigu. Terdapat tujuh level proporsi tepung
ikan teri nasi dan tepung terigu yaitu 5%:95%, 10%:90%, 15%:85%, 20%:80%,
25%:75%, 30%:70% dan 35%:65%. Ketujuh level proporsi tersebut diulang sebanyak 3
kali. Berdasarkan hasil penelitian, biskuit dengan proporsi tepung ikan 5% dan tepung
terigu 95% menghasilkan produk biskuit terbaik dari hasil uji organoleptik dengan nilai
rerata kesukaan terhadap warna 5.30 (menyukai), aroma 5.30 (menyukai), rasa 5.50
(menyukai), dan tekstur 5.40 (menyukai). Hasil uji kimia biskuit dengan perlakuan
terbaik memiliki kadar air 2.95%, kadar protein 13.05%, kadar abu 1.55%, kadar lemak
15.21%, dan kadar karbohidart 67.24%. Harga pokok produksi biskuit adalah Rp 2.900
per 100 gram kemasan.

Kata kunci: biskuit, proporsi, tepung ikan teri nasi

ABSTRACT

One of the Indonesias marine fisheries potency is teri nasi (Stolephorus spp.), a
kind of anchovy. In this research, teri nasi processed into fish flour, which is used in the
biscuits production. The purpose of the research is to find out the right proportion of
teri nasi (Stolephorus spp.) flour and wheat flour in making biscuits in an effort to
increase the levels of the protein in change panelist preference and know the cost of
production in the manufacture of biscuits with the proportion of teri nasi (Stolephorus
spp.) flour and wheat flour that is most preferred. This research uses randomized block
design with a factor, proportion of teri nasi flour and wheat flour. There are seven-level
proportions of teri nasi flour and wheat flour, 5%:95%, 10%:90%, 15%:85%,
20%:80%, 25%:75%, 30%:70% dan 35%:65%. The seventh proportions are repeated 3
times. Based on the results of the study, the proportion of 5% teri nasi fish flour and
95% wheat flour is the best organoleptic with average of colour parameter is 5.30
(like), average of smell parameter is 5.30 (like), average of tasted parameter is 5.50
(like), and average of texture parameter is 5,40 (like). The chemical test result, the
biscuits content of 2.95% of water, 15.05% of protein, 1.55% of ash, 15.21% of fat, and
67.24% of carbohydrate Cost of goods production is Rp 2,900 per 100 grams
packaging.

Key words: biscuits, proportions, teri nasi flour

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki wilayah perairan lama (Hadi, 2007). Penambahan tepung
yang sangat luas dengan potensi perikanan ikan teri nasi ke dalam biskuit diharapkan
yang tinggi. Hampir 75% dari seluruh dapat meningkatkan nilai gizi biskuit.
wilayah Indonesia merupakan perairan Namun, penambahan tepung ikan ke
pesisir dan lautan. Berdasarkan data dalam biskuit dapat mempengaruhi
Kementerian Kelautan dan Perikanan kualitas organoleptik dan harga pokok
(KKP), tiga perempat wilayah Indonesia produksi biskuit tersebut. Oleh karena itu,
terdiri dari laut, yaitu kurang lebih 5.8 juta perlu dilakukan penelitian untuk
km dengan potensi sumberdaya perikanan mengetahui proporsi tepung ikan teri nasi
tangkap 6.4 juta ton per tahun yang tepat dalam pembuatan biskuit
(Annonymousa, 2010). Salah satu potensi terhadap perubahan organoleptik dan
perikanan laut di Indonesia adalah ikan harga pokok produksi.
teri. Kandungan gizi dalam 100 gram teri
segar meliputi energi 77 kkal; protein 16 BAHAN DAN METODE
gr; lemak 1.0 gr; kalsium 500 mg; phosfor Pelaksanaan Penelitian
500 mg; besi 1.0 mg; Vitamin A 0.1 mg; Penelitian dilaksanakan pada bulan
dan Vitamin B 0.1 mg. Juni-September 2012 di Laboratorium
Salah satu jenis ikan teri adalah ikan Bioindustri, Jurusan Teknologi Industri
teri nasi. Sampai saat ini pemanfaatannya Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
masih terbatas pada usaha pengasinan dan Universitas Brawijaya Malang
dikonsumsi secara langsung. Ikan teri nasi
seperti ikan lainnya relatif lebih cepat Alat dan Bahan
mengalami pembusukan sehingga harus Alat-alat yang digunakan yaitu pisau,
segera diolah, salah satunya menjadi kompor gas, panci, baskom, kain saring,
tepung ikan. Tepung ikan untuk pangan alat penggiling, loyang, oven, blender,
masih jarang pemanfaatannya mixer, ayakan 60 mesh, timbangan
dibandingkan tepung ikan untuk pakan, analitik.
sehingga perlu dilakukan upaya untuk Bahan utama yang digunakan untuk
memanfaatkan tepung ikan dalam membuat tepung ikan adalah ikan teri nasi
penganekaragaman produk pangan segar yang dibeli di pasar besar Kota
misalnya dalam pembuatan biskuit Malang. Sedangkan bahan untuk membuat
(Mervina, 2012). biskuit adalah tepung terigu, telur,
Biskuit banyak disukai karena rasanya margarin, gula, garam, susu bubuk full
yang enak dan bervariasi, jenis dan bentuk cream, baking powder, dan vanili yang
yang beraneka ragam, harga relatif murah, dibeli di toko Avia Malang.
cukup mengenyangkan, hingga kandungan
gizi yang lengkap. Biskuit sifatnya mudah Metode Penelitian
dibawa karena volume dan beratnya yang Penelitian ini menggunakan rancangan
kecil dan umur simpannya yang relatif acak kelompok (RAK) dengan satu faktor
perlakuan yaitu proporsi tepung ikan teri mempunyai potensi besar dalam
nasi dan tepung terigu. Terdapat tujuh memproduksi tepung ikan karena
level proporsi tepung ikan teri nasi dan mempunyai banyak sumber ikan murah
tepung terigu yaitu 5%:95%, 10%:90%, (Afrianto dan Liviawaty, 2005).
15%:85%, 20%:80%, 25%:75%, Tepung ikan teri nasi yang
30%:70%, dan 35%:65%. Ketujuh dihasilkan berukuran sekitar 60 mesh
proporsi tepung ikan teri nasi dan tepung berwarna cokelat muda dengan rendemen
terigu tersebut diulang sebanyak 3 kali 22.2%. Menurut Satriyo (2012), semakin
sehingga terdapat 21 satuan percobaan. tinggi nilai rendemen yang dihasilkan pada
Analisa biskuit yang pertama bahan pangan maka semakin ekonomis
dilakukan yaitu analisa organoleptik bahan pangan tersebut.
meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur Hasil uji proksimat kadar air, abu,
untuk mendapatkan perlakuan terbaik potein, lemak, dan karbohidrat tepung ikan
dengan jumlah panelis terlatih sebanyak 5 teri nasi menunjukkan bahwa kandungan
orang. Perlakuan terbaik yang didapat air sebesar 4.44%, abu sebesar 7.33%,
kemudian dilakukan preference test protein sebesar 80.94%, lemak sebesar
kepada 20 respeonden untuk mengetahui 4.75% dan karbohidrat sebesar 2.54%.
penerimaan konsumen dan dilakukan Kandungan kimia tepung ikan teri nasi
analisa kimia meliputi kadar air, kadar telah sesuai dengan standar SNI tepung
protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar ikan.
karbohidrat (AOAC, 1990). Kemudian
dihitung harga pokok produksi biskuit. Uji Organoleptik Biskuit
Uji organoleptik dilakukan pada empat
HASIL DAN PEMBAHASAN parameter yaitu warna, aroma, rasa, dan
Karakteristik Tepung Ikan Teri Nasi tekstur karena suka atau tidaknya
Tepung ikan adalah suatu produk padat konsumen terhadap suatu produk
kering yang dihasilkan dengan jalan dipengaruhi oleh warna, bau, rasa, dan
mengeluarkan sebagian besar cairan dan rangsangan mulut (Laksmi, 2012). Hasil
sebagian atau seluruh lemak yang uji organoleptik biskuit dapat dilihat pada
terkandung di dalam tubuh ikan. Indonesia Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Organoleptik Biskuit


Proporsi Tepung Ikan Teri Nasi : Parameter
Tepung Terigu Warna Aroma Rasa Tekstur
5% : 95% 5.3 a 5.3 a 5.8 a 5.4 a
10% : 90% 5.4 a 4.9 a 4.5 b 5.6 a
15% : 85% 4.8 a 4.1 a 4.0 b 5.0 a
20% : 80% 4.7 a 3.1 b 3.6 b 3.9 a
25% : 75% 4.5 a 2.7 b 2.9 b 4.1 a
30% : 70% 3.6 a 2.8 b 2.9 b 3.5 a
35% : 65% 3.7 a 2.5 c 2.3 bc 2.9 a
Keterangan: angka dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada =0.05

Warna
Hasil perhitungan menggunakan pembuatan biskuit tidak memberikan
Analysis of Varians (ANOVA) pada pengaruh nyata untuk tingkat kesukaan
parameter warna biskuit menunjukkan panelis pada selang kepercayaan 95%.
bahwa formulasi biskuit dengan Penilaian kesukaan panelis terhadap
penambahan tepung ikan teri nasi dalam parameter warna berkisar antara 3.70
sampai 5.40 (netral sampai dengan formulasi biskuit penambahan 5% tepung
menyukai). Nilai warna tertinggi didapat ikan teri nasi dengan nilai 5.30 dan nilai
pada formulasi biskuit penambahan 10% rata-rata terkecil dihasilkan oleh formulasi
tepung ikan teri nasi dengan nilai rata-rata biskuit penambahan 35% tepung ikan teri
5.40. Sedangkan nilai terendah pada nasi dengan nilai rata-rata 2.50 (Gambar
formulasi biskuit penambahan 30% tepung 2).
ikan teri nasi dengan nilai rata-rata 3.70
(Gambar 1).

Gambar 1.Histogram Rerata Kesukaan Gambar 2.Histogram Rerata Kesukaan


Terhadap Warna Biskuit Terhadap Aroma Biskuit

Semakin tinggi tepung ikan teri nasi Semakin tinggi konsentrasi tepung ikan
yang ditambahkan ke dalam formulasi teri nasi yang ditambahkan ke dalam
biskuit maka biskuit yang dihasilkan formulasi biskuit, maka nilai rata-rata
menjadi lebih gelap.Warna coklat pada kesukaan terhadap aroma semakin kecil.
biskuit disebabkan oleh penambahan Hal ini diduga bahwa panelis masih belum
tepung ikan teri nasi yang berwarna coklat. terbiasa dengan aroma ikan yang terlalu
Semakin banyak tepung ikan teri nasi yang dominan pada biskuit. Menurut Winarno
ditambahkan, semakin gelap warna biskuit (1997), penambahan bahan pangan dapat
yang dihasilkan karena warna coklat pada mempengaruhi aroma biskuit. Aroma
tepung ikan teri nasi semakin dominan. mempunyai peranan penting terhadap uji
Menurut Winarno (1997), panelis lebih bau karena dapat memberikan hasil
menyukai biskuit dengan warna yang penilaian apakah produk disukai atau
lebih cerah daripada biskuit dengan warna tidak.
yang gelap sehingga semakin banyak Pada paremeter rasa, hasil perhitungan
tepung ikan teri nasi yang ditambahkan. Analysis of Varians (ANOVA)
Pada paremeter aroma, hasil menunjukkan bahwa formulasi biskuit
perhitungan Analysis of Varians dengan penambahan tepung ikan teri nasi
(ANOVA) menunjukkan bahwa formulasi dalam pembuatan biskuit memberikan
biskuit dengan penambahan tepung ikan pengaruh yang nyata untuk tingkat
teri nasi dalam pembuatan biskuit kesukaan panelis terhadap rasa biskuit
berpengaruh nyata untuk tingkat kesukaan dengan selang kepercayaan 95%.
panelis terhadap aroma biskuit dengan Berdasarkan uji kesukaan terhadap rasa
selang kepercayaan 95%. Hasil analisis biskuit, penilaian rata-rata panelis terhadap
organoleptik terhadap parameter aroma rasa berkisar antara 2.30 sampai dengan
nilai rata-ratanya berkisar antara 2.50 5.80 (agak tidak menyukai sampai dengan
sampai dengan 5.30 (agak menyukai menyukai). Nilai rata-rata parameter rasa
sampai menyukai). Nilai rata-rata tertinggi dihasilkan oleh formulasi biskuit
kesukaan aroma tertinggi dihasilkan oleh penambahan 5% tepung ikan teri nasi
dengan nilai 5.80 dan nilai rata-rata formulasi biskuit penambahan 10% tepung
terkecil dihasilkan oleh formulasi biskuit ikan teri nasi dengan nilai rata-rata sebesar
penambahan 35% tepung ikan teri nasi 5.60 dan nilai rata-rata tekstur biskuit
dengan nilai 2.30 (Gambar 3). terendah dihasilkan oleh formulasi biskuit
penambahan 35% tepung ikan teri nasi
dengan nilai 2.90 (Gambar 4).

Gambar 3. Histogram Rerata Kesukaan


Terhadap Rasa Biskuit
Gambar 4.Histogram Rerata Kesukaan
Semakin tinggi konsentrasi tepung ikan
Terhadap Tekstur Biskuit
teri nasi yang ditambahkan ke dalam
formulasi biskuit, maka nilai rata-ratanya
Semakin tinggi konsentrasi tepung ikan
semakin kecil. Dari segi panelis, diduga
teri nasi yang ditambahkan ke dalam
panelis belum terbiasa dengan biskuit
formulasi biskuit, maka nilai rata-ratanya
yang mempunyai rasa ikan yang terlalu
semakin kecil. Tepung ikan teri nasi dapat
dominan karena produk biskuit ikan belum
mensubstitusi tepung terigu dalam
beredar luas di kalangan masyarakat,
pembuatan biskuit hanya sampai batas
padahal biskuit ikan mengandung protein
tertentu atau dalam jumlah kecil. Hal ini
yang tinggi. Menurut Winarno (1997), rasa
dapat terjadi karena pada tepung ikan teri
suatu bahan pangan dipengaruhi oleh
nasi tidak mengandung gluten yang
beberapa faktor yaitu senyawa kimia,
merupakan komponen sangat penting
temperatur, dan interaksi dengan
dalam proses adonan yang akan
komponen rasa yang lain. Oleh karena itu,
mempengaruhi tekstur biskuit (Manley,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
2000).
untuk mengetahui formulasi yang tepat
atau dengan penambahan bumbu tambahan
Penentuan Perlakuan Terbaik
agar biskuit dengan penambahan tepung
Perlakuan terbaik didapat dari
ikan dapat lebih disukai.
perhitungan dengan menggunakan metode
Hasil perhitungan Analysis of Varians
pembobotan dari penilaian organoleptik
(ANOVA) pada parameter tekstur
biskuit dengan penambahan tepung ikan
menunjukkan bahwa formulasi biskuit
teri nasi. Dari hasil perhitungan, biskuit
dengan penambahan tepung ikan teri nasi
dengan proporsi tepung ikan teri nasi 5%
dalam biskuit tidak memberi pengaruh
dan tepung terigu 95% merupakan
nyata untuk tingkat kesukaan panelis
perlakuan terbaik karena mempunyai nilai
terhadap tekstur biskuit dengan selang
produk tertinggi sebesar 0.97 dengan
kepercayaan 95%. Penilaian rata-rata
nilai rata-rata kesukaan pada parameter
kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit
warna sebesar 5.30 (menyukai), aroma
berkisar antara 2.90 sampai dengan 5.60
sebesar 5.30 (menyukai), rasa sebesar 5.50
(agak tidak menyukai sampai dengan
(menyukai), dan tekstur sebesar 5.40
menyukai). Nilai kesukaan terhadap
(menyukai).
tekstur biskuit tertinggi dihasilkan oleh
Uji Penerimaan Biskuit berada di bawah persyaratan SNI,
Menurut Winarno (1997) dalam sehingga dapat dikatakan bahwa kadar air
Muchtadi (1994), kriteria penerimaan biskuit dengan substitusi penambahan ikan
terdiri dari jumlah persentase responden teri nasi 5% memenuhi persyaratan mutu
yang menolak harus kurang dari 25%. biskuit berdasarkan SNI.
Berdasarkan persentase kesukaan, Menurut syarat mutu biskuit
responden menyukai seluruh atribut berdasarkan SNI 01-2973-1992, kadar
biskuit yang diujikan. Hal ini dilihat protein minimum dalam biskuit adalah
dari responden yang memberikan penilaian 9.00%. Kadar protein biskuit dengan
menyukai biskuit dengan formulasi tepung penambahan tepung ikan teri nasi sebesar
ikan 5% dan tepung terigu 95% untuk 13.05% lebih tinggi dari SNI. Jika
semua atribut berada di kisaran 80-85% dibandingkan dengan kadar protein biskuit
dari 20 orang yang menjadi responden dengan penambahan tepung ikan patin 5%
bebas. Sehingga berdasarkan kriteria, pada penelitian Asni (2004) yaitu
biskuit dengan penambahan tepung ikan 6.61% dan biskuit dengan penambahan
5% yang dihasilkan dapat diterima. tepung ikan pepetek 5% pada penelitian
Nugroho (2006) yaitu 8.38%, kadar
Analisis Kimia Biskuit Perlakuan protein biskuit dengan penambahan tepung
Terbaik ikan teri nasi lebih tinggi. Tingginya kadar
Analisis kimia dilakukan pada biskuit protein pada biskuit dikarenakan
dengan penambahan tepung ikan 5%, penggunaan ikan teri nasi yang
meliputi analisis kadar air, kadar abu, mengandung protein tinggi. Penggunaan
kadar protein, kadar lemak, dan kadar tepung ikan teri nasi dapat dikatakan
karbohidrat (by difference). Hasil uji kimia berhasil meningkatkan kadar protein
biskuit dengan perlakuan terbaik dapat biskuit dan dapat digunakan sebagai
dilihat pada Tabel 2. alternatif makanan tinggi protein untuk
anak-anak.
Tabel 2. Hasil Uji Kimia Biksuit Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI
Perlakuan Terbaik 01-2973-1992, kadar abu maksimum pada
Parameter Nilai SNI* biskuit adalah 1.5%. Kadar abu biskuit
Kadar air 2.95% Maks. 5% yang dihasilkan pada penelitian ini adalah
Kadar protein 13.05% Min. 9% 1.55%. Jika dibandingan dengan tepung
Kadar abu 1.55% Maks. 1.5% ikan pepetek 5% pada penelitian Nugroho
Kadar lemak 15.21% Min. 9.5% (2006) yaitu 2.72%, kadar abu biskuit
Kadar karbohidrat 67.24% Min. 70%
dengan penambahan tepung ikan teri nasi
(Data primer, 2012)
lebih rendah. Namun, jika dibandingkan
Sumber: Wijaya (2010)*
dengan kadar abu pada biskuit dengan
penambahan tepung ikan seperti tepung
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa
ikan patin 5% pada penelitian Asni (2004)
kandungan kimia biskuit dengan
yaitu 1.37% kadar abu biskuit dengan
penambahan tepung ikan teri nasi telah
penambahan tepung ikan teri nasi lebih
memenuhi standar SNI biskuit, kecuali
tinggi. Hal ini diduga karena ikan teri nasi
pada kadar karbohidrat yang berada di
mengandung mineral seperti kalsium.
bawah standar. Hasil uji kadar air biskuit
Kandungan lemak biskuit yang
proporsi tepung ikan teri nasi 5% yaitu
dihasilkan adalah 19.21%, sedangkan
2.95%. Syarat mutu berdasarkan SNI
menurut SNI 01-2973-1992, kadar lemak
01- 2973- 1992 menyatakan kadar air
minimum dalam biskuit adalah 9.5%.
maksimum pada biskuit adalah 5%.
Kadar lemak produk berada di atas SNI
Kadar air biskuit yang dihasilkan masih
kadar lemak minimum. Jika dibandingkan diperoleh harga tepung ikan teri nasi yaitu
kadar lemak pada biskuit dengan Rp 181.000/kg atau Rp 200/g.
penambahan tepung ikan pada biskuit Langkah selanjutnya adalah melakukan
dengan penambahan tepung seperti biskuit perhitungan terhadap harga pokok
dengan penambahan tepung ikan patin 5% produksi biskuit penambahan tepung ikan
pada penelitian Asni (2004) yaitu 48.49% teri nasi 5% yang terdiri dari biaya bahan
dan tepung ikan pepetek 5% pada baku, utilitas, dan tenaga kerja. Harga
penelitian Nugroho (2006) yaitu 25.73%, tepung ikan teri nasi sesuai dengan
kandungan lemak biskuit penambahan perhitungan yang dilakukan adalah sebesar
tepung ikan teri nasi lebih rendah. Hal ini Rp 181.000/kg, sedangkan pemakaiannya
dikarenakan kandungan lemak pada ikan 25 gram sehingga biaya yang dikeluarkan
teri nasi lebih rendah dibanding dengan yaitu Rp 5.000. Biaya yang dikeluarkan
ikan patin dan ikan pepetek. untuk bahan-bahan lain seperti tepung
Hasil uji menunjukkan bahwa kadar terigu, gula halus, margarin, susu bubuk
karbohidrat biskuit yang dihasilkan adalah full cream, kuning telur, baking powder,
67.24%. Jika dibandingkan dengan syarat vanili, air, dan garam (sesuai poporsi)
minimum kadar karbohidrat biskuit terigu yaitu Rp 19.148,60 serta biaya bahan
yang tercantum pada SNI (70%), kadar pengemas sebesar Rp 72.00, sehingga total
karbohidrat biskuit dengan penambahan biaya bahan baku adalah Rp 19.980.
tepung ikan teri nasi ini lebih rendah Biaya utilitas terdiri dari biaya listrik
karena terjadi penggantian sebagian dengan pemakaian 8.51 jam sebesar Rp
tepung terigu yang menjadi sumber utama 100,87 dan air sebesar Rp 92 untuk
karbohidrat dengan tepung ikan teri nasi pemakaian 0.05 m3, sehingga total biaya
yang tinggi protein namun rendah utilitas sebesar Rp 192.87. Sedangkan
karbohidrat. Jika dibandingkan kadar biaya tenaga kerja langsung yaitu Rp
karbohidrat pada biskuit dengan 3.800. Berat biskuit yang dihasilkan dari
penambahan tepung ikan pepetek 5% pada 500 gram tepung adalah 834.3 gram
penelitian Nugroho (2006) yaitu 70.89%, sehingga diperoleh harga pokok produksi
kandungan karbohidrat pada biskuit sebesar Rp 2.900 per 100 gram kemasan.
dengan penambahan tepung ikan teri nasi
lebih rendah. Namun, jika dibandingkan SIMPULAN
biskuit penambahan tepung ikan patin 5% Biskuit dengan proporsi tepung ikan
pada penelitian Asni (2004) yaitu 32%, 5% dan tepung terigu 95% menghasilkan
kandungan karbohidrat pada biskuit produk biskuit terbaik dari hasil uji
dengan penambahan tepung ikan teri nasi organoleptik dengan nilai rerata kesukaan
lebih tinggi. terhadap warna 5.30 (menyukai), nilai
rerata kesukaan terhadap aroma 5.30
Perhitungan Harga Pokok Produksi (menyukai), nilai rerata kesukaan terhadap
Biaya untuk membeli bahan baku rasa 5.50 (menyukai), dan nilai rerata
berupa ikan teri nasi basah yaitu Rp kesukaan terhadap tekstur 5.40
30.000/kg, biaya utilitas listrik sebesar Rp (menyukai). Hasil uji kimia biskuit
522.63 dengan pemakaian 14.02 jam dan perlakuan terbaik memiliki kadar air
biaya bahan bakar berupa LPG sebesar Rp 2.95%, kadar protein 13.05%, kadar abu
52.10 dengan pemakaian 10.42 gram, serta 1.55%, kadar lemak 15.21%, dan kadar
biaya tenaga kerja yaitu Rp 43.500 karbohidart 67.24%. Harga pokok
(dihitung dari UMR Kota Malang tahun produksi biskuit sebesar Rp 2.900 per 100
2012). Total biaya pembuatan tepung gram kemasan.
ikan teri nasi yaitu Rp 199.900 dan
DAFTAR PUSTAKA
Annonymousa. 2011. Konsumsi Ikan Manley D. 2000. Technology of
Masih Rendah. Kementerian Biscuit, Cracker, and Cookies Third
Kelautan dan Perikanan. Edition. CRC Press. Washington
http://www.kkp.go.id/index.
php/arsip/c/6299/konsumsi-ikan- Mervina, C. 2012. Formulasi Biskuit
masih-rendah. Diakses tanggal 10 Dengan Substitusi Tepung Ikan
Maret 2012 Lele Dumbo dan Isolat Protein
Kedelai Sebagai Makanan
c.
1996. Persyaratan Potensial Untuk Anak Balita Gizi
Mutu Tepung Ikan: SNI 01-2715- Kurang. Jurnal Teknologi dan
1996. Balai Bimbingan dan Industri Pangan Vol 23 No. 1 pp: 9-
Pengujian Mutu Hasil Perikanan, 16
Ditjen Perikanan. Jakarta
Muchtadi, D. 1994. Gizi untuk Bayi:
AOAC. 1990. Official Methods of ASI, Susu Formula dan Makanan
Analysis of Assosiaciation of Tambahan. Pustaka Sinar Harapan.
Official Analytical Chemist 11th Jakarta
Edition. AOAC Inc. Washington DC
Nugroho. 2006. Optimalisasi
Afrianto, E, Liviawaty, E. 2005. Pemanfaatan Ikan Pepetek dan
Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Ubi Jalar Putih Untuk Substitusi
Kasinisius. Yogyakarta Parsial Tepung Terigu Dalam
Pembuatan Biskuit. Skripsi
Asni, Y. 2004. Studi Pembuatan Departemen Teknologi Hasil
Biskuit Dengan Penambahan Perairan, Fakultas Perikanan Dan
Tepung Tulang Ikan Patin. Skripsi Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Fakultas Perikanan dan Ilmu Bogor. Bogor
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor Satriyo, B, dkk. 2012. Stabilitas
Warna Ekstrak Buah Merah
Astawan. 2008. Sehat Dengan (Pandanus conoideus) Terhadap
Hidangan Hewani. Penebar Pemanasan Sebagai Sumber
Swadaya. Jakarta Potensial Pigmen Alami. Jurnal
Teknologi Pertanian Vol. 12 No. 3
Hadi, M. N. 2007. Kajian Formulasi pp: 157-168
Lighter Biscuit Dalam
Pengembangan Produk Baru di PT Wijaya, H. 2010. Kajian Teknis
Arnotts Indonesia, Bekasi. Skripsi Standar Nasional Indonesia
Departemen Ilmu dan Teknologi Biskuit SNI 01-2973-1992.
Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, Prosiding PPI Standarisasi 2010.
Institut Pertanian Bogor. Bogor Banjarmasin

Laksmi, R. 2012. Daya Ikat Air, pH Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan
dan Sifat Organoleptik Chicken dan Gizi. PT Gramedia Pustaka
Nugget yang Disubstitusi Telur Utama. Jakarta
Rebus. Animal Agriculture Journal
Vol 1 No. 1 pp:453-460

Anda mungkin juga menyukai