Anda di halaman 1dari 44

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Talas (colocasia esculenta) merupakan karbohidrat yang

dibutuhkan manusia dalam memperoleh energi untuk menunjang

aktifitas sehari-hari. Namun pemanfaatannya belum signifikan meskipun

bahan bakunya mudah untuk didapatkan. Talas mempunyai kandungan

karbohidrat yang cukup tinggi, sebab itu dapat digunakan pengganti

makanan pokok. Talas mempunyai manfaat yang besar untuk bahan

makanan utama. Selain itu talas dapat digunakan sebagai bahan baku

industri dibuat tepung yang selanjutnya diproses menjadi makanan

bayi, kue-kue, dodol talas, dan Biskuit.

Biskuit merupakan makanan kecil ringan yang sudah

memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini dapat dibuktikan

dengan tersedianya biskuit di hampir semua toko di perkotaan maupun

hingga warung-warung di pelosok desa. dan sebagian masyarakat

cenderung menyukai makanan siap santap yang pada umumnya

mengandung karbohidrat, garam, protein dan lemak tinggi. Namun,

tidak dipungkiri juga bahwa sebagian masyarakat sudah peduli dengan

kualitas gizi makanan sehingga masyarakat lebih selektif dalam

menentukan jenis makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi.

1
Proses pembuatan biskuit pada umumnya berbahan baku tepung

terigu, sehingga pada penelitian ini dilakukan penambahan talas

(colocasia esculenta) dan tapioka untuk memanfaatkan bahan baku

lokal, berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan

memanfaatkan talas dan tapioka sebagai bahan subtitusi dengan

tepung terigu untuk menghasilkan biskuit yang dapat diterima oleh

konsumen.

2. Rumusan Masalah

Talas sangat melimpah khususnya di Sulawesi selatan di

daerah bantaeng, Jeneponto dan Bulukumba. Namun, masyarakat

kurang memanfaatkan talas tersebut untuk diolah menjadi produk

makanan (cemilan). Talas kaya akan karbohidrat yang tinggi dan

kebanyakan dikonsumsi hanya dalam bentuk umbi rebus, goreng, kripik

dan dodol. Talas dapat diolah dengan berbagai macam produk olahan

baru seperti biskuit, Pada penelitian akan dilakukan pembuatan biskuit

gabin dari talas kukus, namun belum diketahui berapa persen

penambahan talas dan tepung tapioka pada pembuatan biskuit gabin ?

3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui formulasi terbaik dari semua perlakuan biskuit

gabin.
2. untuk mengetahui hasil uji proksimat yang meliuputi kadar air dan

lemak serta mengetahui hasil uji organoleptik.

2
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi

pengoptimalan pengolahan talas dan tepung tapioka sebagai alternatif

dalam pembuatan biskuit gabin yang memiliki nilai gizi tinggi.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Talas (colocasia esculenta)

Tanaman talas merupakan tanaman penghasil karbohidrat

yang memiliki peranan cukup strategis tidak hanya sebagai sumber

bahan pangan, dan bahan baku industri tetapi juga untuk pakan

ternak. Oleh karena itu tanaman talas menjadi sangat penting artinya

didalam kaitannya terhadap upaya penyediaan bahan pangan

karbohidrat non beras. Pengembangan industri pengolahan hasil dan

agroindustri serta komoditi strategis sebagai pemasok devisa melalui

ekspor (anonim 2011a).

Jenis jenis tanaman talas ada beberapa macam diantaranya

adalah sebagai berikut (anonim 2011a).:

a. Talas jepang atau satoimo (colocasia esculenta var

antiquorum)
Salah satu jenis talas yang mempunyai peranan

penting adalah Talas Jepang atau Satoimo. Berdasarkan

penelitian diJepang, Satoimo terbukti mampu

menghambat kolesterol dalam darah, mengandung unsur

K (Kalium) yang tinggi dan mineral serta karbohidrat.

Tanaman ini dapat dibudidayakan pada berbagai lahan

dari daratan rendah hingga daratan tinggi di atas 800 m

dpl. Apabila dibudidayakan secara baik akan menghasilkan

30 ton/ha dengan lama panen 5 6 bulan.

4
b. Talas bogor (Colocasiaesculenta L. Schoott )
Talas Bogor ini mengandung kristal yang menyebabkan rasa

gatal. Terdapat keanekaragaman pada bentuk daun, warna

pelepah, bentuk dan rasa umbi serta kandungan kristal. Untuk

pertumbuhan talas yang baik diperlukan tanah yang kaya akan

humus dan berdrainase baik. Masa tanam yang tepat adalah

sebelum musim hujan. Talas berkembang biak dengan anakan,

sulur umbi anakan atau pangkal umbi serta bagian pelepah

daunnya. Anakan ini perlu dibuang agar umbi induk bisa tumbuh

menjadi besar. Tanaman dipanen setelah berumur 6 9 bulan.

Tanaman ini terdapat atau diusahakan petani di pekarangan dan di

lading ladang dekat rumah.

c. Talas Belitung ( Xanthosoma sagitifolium )

Talas Belitung merupakan tumbuhan menahun yang

mempunyai umbi batang maupun batang palsu yang sebenarnya

adalah tangkai daun. Umbinya digunakan sebagai bahan makanan

dengan cara direbus ataupun digoreng.Pada umumnya tanaman

ini diusahakan petani di pekarangan sekitar rumah dan di kebun.

Ratarata hasil per rumpun berkisar antara 0,25 20kg.

B. Kandungan Gizi Talas


Talas adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan

sumber vitamin seperti . Umbi talas dapat diolah dengan dikukus,

direbus vitamin C, E, asam folat, potassium, Mg serta serat kasar,

5
mineral dan juga karbohidrat atau digoreng setelah

dipotong-potong kecil. Daun talas dapat dipakai sebagai pembungkus.

Daun talas juga dapat dimakan dan dijadikan pembungkus makanan

yang dikenal sebagai buntil (Anonim, 2011b).

6
Kandungan gizi Talas mentah Talas rebus

Energi (kal) 120 108

Protein (g) 1,5 1,4

Lemak (g) 0,3 0,4

Hidrat arang total (g) 28,2 25,0

Serat (g) 0,7 0,9

Abu (g) 0,8 0,8

Kalsium (mg) 31 47

Fosfor (mg) 67 67

Besi (mg) 0,7 0,7

Karoten total 0 0

Vitamin B1 (mg) 0,05 0,06

Vitamin C (mg) 2 4

Air (g) 69,2 72,4

Bagian yang dimakan (%) 85 100

7
Tabel 1. Kandungan gizi talas
Sumber : Dewi Sabita Slamet dan Ignatius Tarwotjo (1980).

Talas mempunyai kandungan gizi yang hampir seimbang antara

karbohidrat dan mineralnya. Sebab itu bisa di gunakan sebagai bahan

baku pengganti makanan pokok. Talas juga mengandung sejumlah

mineral dan vitamin seperti vitamin C, E, asam folat, potassium, Mg

serta serat kasar (Anonim 2011b).

C. Tepung Terigu

Tepung adalah suatu bahan pangan yang direduksi ukurannya

dengan cara digiling sehingga memiliki ukuran antara 150-300 m.

Tepung memberikan struktur dasar pada quick bran.

Biskuit memerlukan tepung dari golongan soft dan weak dengan

kandungan protein yang rendah. Biasanya pada pembuatan biskuit

digunakan tepung terigu dengan kadar protein 7-8 %(soft).

Namun dengan perkembangan teknologi pengolahan pangan maka

dibuatlah tepung non gandum sebagai substitusi tepung terigu seperti

tepung tapioka, tepung talas, dan lain-lain. Pemakaian tepung ini

selain manfaat dari komposisinya yang mengandung nutrisi juga untuk

meningkatkan potensi produk lokal. Di dalam pengolahan biskuit

sendiri selain dapat mempengaruhi tekstur produk akhir juga

meningkatkan nilai gizi berupa energi (whiteley, 1971).

Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan

produk bakery dan kue. Secara garis besar ada dua jenis tepung

gandumm yaitu tepung gandum keras (strong flour) dan tepung

8
gandum lunak (soft flour). Tepung gandum keras digunakan untuk

membuat roti dan produk-produk yang dibuat dengan melibatkan

proses fermentasi serta puff pastry, tepung terigu lunak biasanya

digunakan untuk membuat kue dan biskuit. Perbedaan utama dari

kedua jenis tepung tersebut adalah glutennya, dimana tepung terigu

keras mengandung gluten sekitar 13% sedangkan tepung terigu lunak

kandungan glutennya sekitar 8,3%. Gluten inilah yang bertanggung

jawab terhadap sifat pengembangan adonan tepung terigu setelah

ditambah air dan ditambah bahan pengembang atau difermentasi

menggunakan ragi ( Apriyanto, 2006).

Tepung terigu memiliki kandungan pati yang cukup tinggi yakni

sekitar 70%, juga mengandung air, protein, mineral, gula dan lemak

yang dapat dilihat pada table 1 :

Table 1. Komposisi Kimia Tepung Terigu


komponen Kadar (%)
Pati 70
Air 14
Protein 11,5
Mineral 0,4
Gula 1
lemak 1
Sumber : sediaoetama, 1993

Gluten akan rusak bila : Jumlah kadar abunya terlalu tinggi,

waktu pengadukan adonan kurang, atau waktu pengadukan adonan

berlebih. Gluten akan lunak dan lembut bila : diberikan gula, diberikan

lemak, diberikan asam (proses fermentasi) (Astawan ,Made, 2004).

D. Tepung Tapioka

9
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak

kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai

industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum

atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga

mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu

pewarna putih. Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis

tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih

mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar,

sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan

tidak mengandung gumpalan lagi (Anonim, 2010).

Tapioka kaya karbohidrat dan energi, Tepung ini juga tidak

mengandung gluten sehingga aman bagi yang alergi. Tapioka juga

dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu pada pembuatan

kue yang tidak memerlukan pengembangan, juga digunakan sebagai

bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pengikat dalam industri

pangan (Anonim 2012).

E. Biskuit
Biskuit merupakan produk pangan hasil pemanggangan yang

dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir

kurang dari 5%.Biasanya formulasi biskuit dibuat dengan diperkaya

bahan-bahan tambahan seperti lemak, gula (ataupun garam) serta

bahan pengembang. Biskuit dibuat dengan bermacam-macam jenis,

terutama dibedakan atas keseimbangan yang ada antara bahan

utama tepung, gula, lemak, dan telur. Kemudian juga bahan tambahan

10
seperti coklat, buah-buahan, dan rempah-rempah yang memiliki

pengaruh terhadap cita rasa (Omobuwoajo, 2003).


Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga

ditentukan dari warna, aroma, cita rasa, dan kerenyahannya.

Kerenyahan merupakan karakteristik mutu yang sangat penting untuk

diterimanya produk kering. Kerenyahan salah satunya ditentukan oleh

kandungan protein dalam bentuk gluten tepung yang digunakan . Sifat

masing-masing biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan,

proporsi gula dan lemak, kondisi dari bahan-bahan tersebut pada saat

ditambahkan dalam campuran (missal ukuran kristal), metode

pencampuran (batch, kontinyu, kriming, pencampuran satu tahap),

penanganan adonan dan metode pemanggangan (Matz, 1991).


F. Aspek Pengolahan
Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari

pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan

(bucking).

a. Pencampuran

Pencampuran bahan harus diperhatikan agar menghasilkan

biskuit yang berkualitas. Tahap pencampuran bertujuan meratakan

pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk

memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus. Terdapat tiga

metode pencampuran yaitu single-stage, multiple-stage dan

continous. Pada metode single-stage, semua bahan dicampur

menjadi satu dan dimixer bersamaan. Pada multiple-stage,

11
mungkin terdiri dari dua tahap atau lebih. Pertama yang dicampur

adalah lemak dan gula., kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya

bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih

karena keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan

input karena proses yang kontinu (Anonim , 2010).

b. Pembentukan /pemipihan dan pencetakan

Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan

bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan biskuit dibentuk

lembaran-lembaran dan dipotong-potong dengan pisau pemotong

atau alat pencetak biskuit, pada tahap pencetakan yang harus

diperhatikan adalah ketebalannya. Ketebalan biskuit harus sama

agar warna yang dihasilkan seragam dan menarik (Anonim, 2010).

c. Pengovenan

Pada proses pengovenan yang harus diperhatikan adalah

temperatur/suhu dan waktu/lama pengovenan. Untuk pengovenan

biskuit membutuhkan temperatur 160 0C dan lama pengovenan

20 menit. Bila temperatur lebih dari 160 0C maka dalam waktu

kurang dari 20 menit biskuit cepat matang bagian luarnya tetapi

12
bagian dalamnya belum matang. Sedangkan bila temperatur yang

digunakan kurang dari 1600C maka akan dibutuhkan waktu yang

lebih lama untuk mematangkan, hal ini berarti pemborosan bahan

bakar (Buckle, 1987).

G. Bahan Tambahan

a. Susu Skim

Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah

susu bubuk yang merupakan hasil pengeringan dari susu

segar. Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung.

Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan

cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi

produk (Aliem,1995).

Susu skim disebut juga padatan susu tanpa lemak (PTSL)

adalah bagian yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau

seluruhnya. Susu skim mengandung utama zat makanan dari

susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak.

Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai

kalori rendah didalam makanannya, karena susu skim hanya

mengandung 55% dari seluruh energi susu, dan skim milk juga

digunakan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan

yohurt. (Buckle et al, 1987).

Susu skim adalah susu bubuk tanpa lemak yang dibuat

dengan cara pengeringan atau spray dryer untuk menghilangkan

13
sebagian air dan lemak tetapi masih mengandung laktosa, protein,

mineral, vitamin yang larut lemak, dan vitamin yang larut air (B12).

Kandungan Skim Milk Powder sama dengan kandungan yang

terdapat dalam susu segar tetapi berbeda dalam kandungan

lemaknya yaitu 1%. Skim Milk Powder digunakan untuk

mencapai kandungan solid non fat pada produk dan sebagai

sumber pro et al tein serta memperbaiki tekstur pada produk

akhir (Buckle et al, 1987).

Susu yang digunakan adalah susu skim/susu bubuk.

Fungsi susu dalam pembuatan biskuit yaitu menambah nilai gizi,

menambah rasa dan aroma. Susu harus memiliki butiran halus,

aroma harum khas susu, tidak apek, bersih dari kotoran, warna

sesuai dengan aslinya dan tidak menggumpal. Susu yang

berkualits baik akan menghasilkan produk biskuit yang

bergizi tinggi dengan aroma dan rasa yang gurih dan

harum (Smith, 1972).

b. Garam Dapur (NaCl)

Garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam basa

yang digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa asin.

Natrium dan klorida dapat membantu tekanan osmosik disamping

juga membantu keseimbangan asam dan basa. Natrium sendiri

mempunyai reaksi alkalis, sedangkan klorida mempunyai reaksi

14
asam. Natrium, klor,kalsium, magnesium, belerang dan air

merupakan unsur-unsur mineral (Winarno, 2004).

Dalam pembuatan biskuit garam berfungsi memberi rasa

dan aroma, memperkuat gluten dan memberi warna lebih putih

(Aliem,1995). Dalam pembuatan biskuit garam digunakan dalam

adonan dan bahan pelapis adonan sehingga menghasilkan

produk biskuit yang renyah.

c. Lemak dan Pengemulsi

Lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit

berfungsi untuk memperbaiki citarasa dan penampilan serta

memerangkap udara. Adanya lemak dalam makanan membuat

masakan menjadi enak. Shortening adalah suatu istilah komersil

yang digunakan untuk memberi maksud yang mana minyak atau

lemak. Bahan ini banyak digunakan dalam biskuit, pie, pizza,

pudding, krim dan mayonaise. Sumber dari minyak kebanyakan

datang dari tumbuhan, sedang lemak diambil dari hewan.

Oleh karena itu, perlu dipastikan dari mana bahan shortening ini

berasal. (Smith, 1972).

Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan

biskuit, karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa

gurih, manambah aroma dan menghasilkan tekstur produk yang

15
renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa digunakan dalam

pembuatan biskuit yaitu dapat berasal dari lemak susu

(butter) atau dari lemak nabati (margarine) atau campuran dari

keduanya (Anonim, 2011c).

d. Gula (sukrosa)

Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran

penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada

tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Untuk industri-industri

makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau

kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam cairan

sukrosa (sirup). Sukrosa merupakan gula asli, namun pada

pembuatan sirup dimana sukrosa dilarutkan dalam air dan

dipanaskan maka sebagian sukrosa akan terurai menjadi

glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert atau gula

buatan (Winarno, 2004).

Gula yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah

gula halus agar mudah larut dan hancur dalam adonan. Gula

harus benar-benar kering dan tidak menggumpal. Gula yang tidak

kering akan mempengaruhi adonan karena adonan akan

menggumpal, sedangkan adonan yang menggumpal tidak bisa

bercampur rata dengan bahan lainnya sehingga rasanya tidak

merata dan kemungkinan besar hasil pembakaran tidak merata.

Pemakaian kadar gula yang tinggi apabila tidak diimbangi dengan

16
kadar lemak yang dengan komposisi tepat akan menghasilkan

biskuit keras (Aliem, 1995).

e. Baking Powder

Baking powder sebagai leavening agent (bahan

pengembang) dipakai secara luas dalam produksi kue kering.

Baking powder merupakan bahan pengembang hasil reaksi asam

dengan natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan berlangsung

baking powder menghasilkan gas Co 2 dan residu yang tidak

bersifat merugikan pada biscuit. Fungsi baking powder dalam

pembuatan biscuit adalah mengembangkan adonan dengan

sempurna, menyeragamkan remahan (crumb) dan menjaga kue

agar tidak rusak (Aliem, 1995).

f. Air

Air yang digunakan dalam pembuatan biskuit harus

memenuhi syarat-syarat air yang layak untuk pengolahan

makanan, yaitu : bersih, tidak berasa, tidak berwarna, tidak

berbau, tidak mengandung bahan kimia dan tidak terdapat

mikrobiologis yang mematikan. Dengan memenuhi syarat-syarat

tersebut, maka biskuit yang dihasilkan akan bersih, sehat dan

aman untuk dikonsumsi. Biskuit keras memerlukan air sekitar 20%

dari berat tepung. Air dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai

pelarut bahan secara merata, memperkuat gluten, mengatur

kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan (Aliem,1995).

17
g. Sirup
Menurut kadar fruktosanya ,sirup fruktosa diklasifikasi

menjadi 2 jenis : sirup fruktosa 42 (HFS 42) dan sirup fruktosa 55

(HFS 55). Sirup fruktosa umumnya di peroleh dari proses

enzimatik pati. Jenis uji terdiri dari : Keadaan , kimia dan

mikrobiologi Sirup Fruktosa memiliki tingkat kemanisan 2,5 kali

lebih tinggi dibanding sirup glukosa dan 1,41,8 kali lebih tinggi

dibanding gula sukrosa. Sirup Fruktosa juga memiliki Glikemik

lebih rendah (322) daripada glukosa (1384), sedangkan indeks

glikemik untuk sukrosa sebesar (872).Rasa sirup (gula) fruktosa

itu juga lebih alamiah seperti manisnya buah segar asli, sampai ia

diberi nama fruktosa, yang lebih kurang berarti gula

buah-buahan (Anonim 2011c).


Fungsi sirup/gula cair dalam biskuit adalah (Anonim 2011c) :
sebagai pemanis dan pembentuk flavor. Brown sugar dan

sucrose syrup merupakan sumber penting flavor biscuit


sebagai pembentuk struktur dan kekerasan (pada short

dough). Sucrose dalam jumlah banyak akan memberikan

tekstug glassy yang kuat


sebagai flavour
untuk membantu pewarnaan pada permukaan selama

pemanggangan.

18
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan januari

2012 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Program Studi

Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan teknologi Pertanian, Fakultas

pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah pisau, panci,

talenan, sendok, kompor, baskom, gelas ukur, timbagan analitik,

timbangan kasar, oven, wadah aluminium, loyang kue, thermometer,

dan mixer.

Bahan-bahan yang digunakan adalah talas, garam dapur

(NaCl), aluminium foil, tepung terigu, tepung tapioca, gula pasir,

lecitin, susu bubuk, sirup, lemak, sada kue, tissue rol.

C. Prosedur Penelitian
1. Penelitian pendahuluan
Perbandingan talas kukus, tepung tapioca dan tepung terigu :
A 1 = 60 : 10 : 30 %
A2 = 50 : 20 : 30 %
A3 = 40 : 30 : 30 %

Tahap ini adalah untuk mengetahui formulasi talas kukus,

tepung tapioca dan tepung terigu yang baik untuk pembuatan

biscuit yang disukai panelis. Pada pra penelitian telah dilakukan

pembuatan biscuit gabin, adapun hasil penelitian pendahuluan ini

19
yaitu formulasi perbandingan antara talas kukus, tepung tapioka

dan tepung terigu adalah 50 : 20: 30 % yang terbaik dari semua

perlakuan.
2. Prosedur penelitian
Pembuatan talas kukus
Dalam penelitian ini dilakukan pengukusan talas, talas

disortasi dengan membuang talas yang telah rusak kemudian

dibuang kulitnya (dikupas) lalu dilakukan pencucian, talas

dipotong-potong kemudian direndam 20 menit dengan Nacl,

dikukus hingga matang dengan 100 0C selama 20 menit lalu

dihaluskan.
Pembuatan talas biskuit gabin
a. Telur sebanyak 10 gr dikocok dengan gula 10 gr kemudian

ditambahkan lemak nabati 6 gr, sodium bikarbonat 0,80 gr,

garam 1 gr, sirup 3 gr dan susu skim 10 gr

selama 5-10 menit.


b. Setelah tercampur rata ditambahkan dengan campuran

tepung terigu + tapioca + talas kukus.

- A 1 = 60 % talas + 10 % tapioka +30 % tepung terigu


- A2 = 50 % talas + 20 % tapioka + 30 % tepung terigu
- A3 = 40 gr talas +30 % tapioca + 30 %tepung terigu
c. Diaduk merata kemudian dibentuk pipih lalu dilakukan

pencetakan.
d. Dipanggang kedalam oven 1600C selama 20 menit.
D. Metode analisa pengamatan
a. Kadar air (Sudarmadji dkk., 1997)

1. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram

kemudian dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui

beratnya.

20
2. Bahan yang dikeringkan dalam oven suhu 100-105 0C selama

3-5 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan

ditimbnag. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam oven

selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan kemudian

ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat

konstan.
3. Dihitung kadar airnya dengan rumus:
Kadar air = (berat awal berat akhir) x 100%
Berat akhir

b. Kadar lemak
Kadar lemak ditentukan dengan metode socxhlet.

Prosedur kerja penentuan kadar lemak sebagai berikut :


1. Ditimbang dengan teliti kurang lebih 1 gram sampel.

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala 10 ml,

ditambahkan chloroform mendekati skala.


2. Kemudian ditutup rata, dikocok dan dibiarkan semalam.

Himpitkan dengan tanda skala 10 ml dengan pelarut lemak

yang sama dengan memakai pipet, lalu dikocok hingga

homogeny. Kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam

tabung reaksi.
3. Dipipet 5 cc ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (a

gram). Lalu diovenkan pada suhu 100oC selama 3 jam.

21
4. Dimasukkan ke dalam desikator lebih kurang 30 menit,

kemudian ditimbang (b gram).


5. Dihitung kadar lemak dengan menggunakan persamaan :
PX (ba)
Kadar lemak = Gram contoh x 100

Dimana : P = Pengenceran = 10/2 = 2


E. Uji organnoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan

atau kelayakan suatu produk agar dapat diterima oleh penelis

(konsumen). Metode pengujian yang dilakuakan adalah metode

hedonik (uji kesukaan) meliputi: warna, aroma, tekstur dan rasa

dari produk yang dihasilkan. Dalam metode hedonik ini

panelis penelis diminta memberikan penilaian berdasarkan

tingkat kesukaan. Skor yang digunakan adalah 5 (sangat suka),

4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak suka).


F. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam peneitian ini adalaha data yang diperoleh

diolah dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali

ulangan.

22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kadar Air
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan

kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Juga mempengaruhi daya tahan

bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan

aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme

untuk pertumbuhannya (Winarno, 2004).


Kadar air biskuit gabin berbagai perlakuan dapat dilihat

di gambar 1. Kisaran kadar air biskuit gabin adalah 6,99 % sampai

8,83%. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan I yakni 60 % Talas

kukus ditambahkan 10 % tepung tapioka dan 30 % tepung terigu

sedangkan kadar air terendah terdapat pada perlakuan III yakni 40 %

talas kukus ditambahkan 30 % tepung tapioka dan 30 % tepung terigu.

23
8.33
8.5

8
7.51
7.5
6.99
kadar air (%)
7

6.5

6
A1 A2 A3
perlakuan A1= 60%:10%:30%, A2 = 60%:20%:30%,
A3= 40%:30%:30%

Gambar 1: Hasil Analisa Kadar Air Biskuit Gabin Berbagai Perlakuan

Hasil analisa sidik ragam (lampiran 01b) menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan kadar air yang nyata diantara ketiga perlakuan

dalam pembuatan biskuit gabin. Proses pemanggaman mengakibatkan

kadar air pada biskuit gabin berkurang sehingga menghasilkan kadar

air yang tidak berbeda nyata.


B. Kadar Lemak
Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan

dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak

seringkali ditambahkan dengan sengaja kebahan makanan dengan

berbagai tujuan (Winarno, 2004). Lemak merupakan sumber energi

selain karbohidrat yang dibutuhkan oleh manusia. Lemak terbagi dari

lemak nabati dan hewani yang tersedia di alam.


Kadar lemak biskuit gabin berbagai perlakuan dapat dilihat di

gambar 2. Kisaran kadar lemak biskuit gabin adalah 13,11% sampai

13,60% Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan I yakni 60%

Talas kukus ditambahkan 10% tepung tapioka dan 30% tepung

24
terigu sedangkan kadar lemak terendah terdapat pada perlakuan III

yakni 40 % talas kukus ditambahkan 30% tepung tapioka dan 30 %

tepung terigu .
13.6
13.6 13.49
13.5
13.4
13.3
kadar lemak (%) 13.2 13.11
13.1
13
12.9
12.8
A1 A2 A3
perlakuan A1= 60%:10%:30%, A2 = 60%:20%:30%,
A3= 40%:30%:30%

Gambar 2: Hasil Analisa Kadar Lemak Biskuit Gabin Berbagai

Perlakuan
Hasil analisa sidik ragam (lampiran 02b) menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan kadar Lemak yang nyata diantara ketiga perlakuan

dalam pembuatan biscuit gabin. Proses pengolahan dilakukan

penambahan lemak/margarin yang sama pada setiap perlakuan

sehingga mengakibatkan kadar lemak pada biscuit gabin menghasilkan

kadar Lemak yang tidak berbeda nyata.


C. Uji Organoleptik
Uji organoleptik atau uji indera merupakan cara pengujian

dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk

pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian

organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu

25
dan kerusakan lainnya dari produk. Hasil uji organoleptik terhadap

warna, rasa, aroma, dan tekstur pada pembuatan Biskuit Gabin dapat

dilihat dalam gambar 3.


warna

rasa 1 aroma
perlakuan A1
perlakuan A2
perlakuan A3

tekstur

Gambar 3: Hasil Uji Organoleptik biskuit gabin berbagai perlakuan.


a. Warna
Warna merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu

dan secara visual warna tampil lebih dahulu dan kadang kadang

sangant menentukan, sehingga warna dijadikan atribut organoleptik

yang penting dalam satu bahan pangan (Winarno, 2004). )


Hasil uji organoleptik pada warna dapat dilihat pada gambar 3.

Kisaran warna biskuit gabin adalah 3,15% sampai 3,69% perlakuan

tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yakni 50 gr talas kukus

ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30% tepung terigu sedangkan

perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A3 yakni 40% talas

kukus ditambahkan 30% tepung tapioka dan 30% tepung terigu.


Penilaian terhadap parameter warna pada gambar 3

menunjukkan bahwa biskuit gabin dari ketiga perlakuan

26
mempunyai nilai yang hampir sama. Hal ini didukung dari

hasil analisis sidik ragam (lampiran 03b) bahwa warna

biskuit gabin tidak berbeda nyata di antara ketiga perlakuan.

Dapat disimpulkan bahwa panelis agak menyukai warna

biskuit gabin dari ketiga perlakuan. Hal ini karena biskuit

gabin yang dihasilkan tidak jauh beda dengan biskuit gabin

yang sering panelis konsumsi yaitu agak kuning kecoklatan.


b. Aroma
Aroma merupakan faktor yang sangat penting untuk

menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk,

sebab sebelum dimakan biasanya konsumen terlebih dahulu

mencium aroma dari produk tersebut untuk menilai layak tidaknya

produk tersebut dimakan. Aroma yang enak dapat menarik perhatian

konsumen lebih cenderung menyukai makanan dari aroma

(Winarno, 2004).
Hasil uji organoleptik pada Aroma dapat dilihat pada gambar 3.

Kisaran Aroma biskuit gabin adalah 3,72% sampai 3,23% perlakuan

tertinggi terdapat pada perlakuan A1 dan A2 yakni 60% Talas kukus

ditambahkan 10 % tepung tapioka dan 30% tepung terigu dan

50% talas kukus ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30% tepung
terigu sedangkan perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A3

yakni 40 % talas kukus ditambahkan 30 gr tepung tapioka dan 30 %

tepung terigu.
Penilaian terhadap aroma pada gambar 3 menunjukkan

bahwa biskuit gabin dari ketiga perlakuan mempunyai nilai

yang hampir sama. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 04b)

27
menunjukkan bahwa respon panelis terhadap aroma biskuit

gabin yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Panelis agak

menyukai aroma biscuit gabin dari ketiga perlakuan


c. Tekstur
Tekstur pada produk biskuit berhubungan dengan komposisi

dan jenis bahan baku yang digunakan. Tepung terigu merupakan

komponen utama pada sebagian besar adonan biskuit, sereal, dan

kue kering. Memberikan tekstur yang elastis karena kandungan

glutennya dan menyediakan tekstur padat setelah dipanggang

(McWilliams, 2001),.
Tekstur merupakan keseluruhan penilaian terhadap bahan

makanan yang dirasakan oleh mulut. Tekstur memiliki pengaruh

penting terhadap makanan misalnya tingkat kerenyahan, tipe

permukaan, kekerasan dan lain-lain yang menentukan apakah

makanan tersebut layak disukai (tranggono dan Sutardi, 1990). Oleh

karena itu, tekstur memiliki peranan dalam penilaian produk seperti

biskuit.
Hasil uji organoleptik pada tekstur dapat dilihat pada gambar 3.

Kisaran Tekstur biskuit gabin adalah 2,9% sampai 3%

perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yakni 60% Talas

kukus ditambahkan 10% tepung tapioka dan 30% tepung terigu

sedangkan perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A2 yakni

50% talas kukus ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30%

tepung terigu.
Penilaian terhadap tekstur biskuit gabin pada gambar 3

menunjukkan bahwa tekstur biskuit gabin mempunyai

28
penilaian yang sama. Hasil analisa sidik ragam (lampiran

06b) menunjukkan bahwa respon panelis terhadap tekstur

biskuit gabin tidak berbeda nyata diantara ketiga perlakuan.

Panelis agak menyukai biskuit gabin tersebut dari semua

perlakuan
d. Rasa

Rasa atau cita rasa sangat sulit dimengerti secara ilmiah

karena selera manusia yang sangat beragam. Secara umum rasa

dapat dibedakan menjadi asin, manis, pahit dan pedas. Rasa

merupakan salah satu dalam menentukan mutu bahan makanan

(Winarno 2004).

Hasil uji organoleptik pada tekstur dapat dilihat pada gambar 3.

Kisaran Rasa biskuit gabin adalah 3,26 % sampai 3,59% perlakuan

tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yakni 50% talas kukus

ditambahkan 20% tepung tapioka dan 30% tepung terigu. sedangkan

perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A1 dan A3 yakni 60%

Talas kukus ditambahkan 10% tepung tapioka dan 30% tepung terigu

dan perlakuan A3 yakni 40% talas kukus ditambahkan 30% tepung

tapioka dan 30% tepung terigu


Penilaian terhadap rasa biskuit gabin dalam gambar 3

menunjukkan bahwa rasa biskuit gabin dari ketiga perlakuan

mempunyai nilai yang hampir sama. Hasil analisis sidik

ragam (lampiran 05b) menunjukkan bahwa respon panelis

tidak berbeda nyata terhadap rasa biskuit gabin dari ketiga

29
perlakuan. Panelis agak menyukai rasa biskuit gabin

tersebut dari semua perlakuan.


.

V.KESIMPULAN DAN SARAN


A. kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :
1. Proses pengolahan biskuit gabin dari talas kukus dimulai dari
pembuatan adonan sampai kalis kemudian dibentuk adonan
selanjutnya adonan dipipihkan, kemudian dicetak dan dioven
selama 20 menit dengan suhu 1600C.
2. Uji Proksimat
- Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan talas

kukus 60% + 10 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu


dan terendah terdapat pada perlakuan penambahan talas kukus
40% + 30 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu.
- kadarlemak tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan talas
kukus 60% + 10 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu
dan terendah terdapat pada perlakuan penambahan talas kukus
40% + 30 % Tepung tapioka + 30 % Tepung terigu.
3. Perlakuan penambahan talas kukus dan tepung tapioka terhadap
biskuit gabin manis tidak mempengaruhi warna, rasa, aroma dan

30
tekstur, sementara itu respon panelis terhadap warna, rasa, aroma
dan tekstur biskuit gabin manis agak suka sampai suka.
B. Saran
Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan penelitian

mengenai umur simpan biskuit gabin.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2010. Komposisi dan Proses Pembuatan


Biskuit.http://lordbroken.wordpress.com/2010/06/08/komposisidan-
proses-pembuatan-biskuit . Akses tanggal 6 desember 2011,
Makassar.

Anonim 2011a.Talas.http://www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/Talas.pdf.
Akses tanggal 6 desember 2011. Makassar.

Anonim.2011b.KandunganTalas:http://spentibafamily.blogspot.com/2011/0
4/kandungan-talas.html. Akses tanggal 6 desember 2011.
Makassar.

Anonim, 2011c. Lemak Makanan. http://id.wikipedia.org/wiki/lemak-


makanan/. Akses Tanggal 19 januari 2012. Makassar.

Anonim,2011d.Biskuit.http://yuphyyehahaa.blogspot.com/2011/06/biscuit.h
tml. Akses Tanggal 19 januari 2012. Makassar.

Anonim2012.TepungTapioka/.http://www.scribd.com/doc/24470702/Tepun
g-Tapioka. Akses tanggal 6 desember 2011. Makassar.

Apriyantono, A., 2006. Bahan Pembuat Bakery dan Kue.


http://dunia.pelajar-islam.or.id. Akses tanggal 6 desember 2011.
Makassar.

Astawan ,Made. Tepung Terigu. 2004. Dan Nasi http://www.gizi.net Akses


Tanggal 10 januari 2012

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu
Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta

31
Matz & Matz TD.1978. cooke & cracer technology.
AVI.co.Inc,Westport.connecticut.

Munandar, Aliem Iskak. 1995. Teori Pastry. Yogyakarta : Akademi


Kesejahteraan Sosial Tarakanita Yogyakarta.

Omobuwoajo , T.O. 2003. Compotisional characteristics and sensory


quality of biscuit, Prawn Cracer and Fried Chips Produced
From Breedfruit. I.Food Sci & emernging tech. 4 (219-225)

Smith. W. H. 1972. Biscuit, Crackers and Cookies Technology


Production and Management. London : Aplied Science Publisher :
LTD.

Whitely PR. 1971. Biskuit Manufacture. Applied Science Publishing, Ltd.


London.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.


Pengolahan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

32
33
Diagram alir pembuatan Talas Kukus

Talas

34
Sortasi/pembersihan

pengupasan

pengirisan

Perendaman 20 menit dengan larutan garam

Pengukusan 20 menit dengan suhu


1000C

Dihaluskan

Talas kukus

Gambar 04. Diagram alir pembuatan tepung Talas kukus

PEMBUATAN BISKUIT GABIN

Perlakuan :

A1 = 60 gr talas kukus + 10 gr tepung tapioka + 30gr tepung terigu

A2 = 50 gr talas kukus + 20 gr tepung tapioka + 30 tepung terigu

A3 = 40 gr talas kukus + 30 35
gr tepung tapioka + 30 tepung terigu
-Gula pasir 10 gr
-susu bubuk 10 gr Pengadukan dengan mixer
-Telur 10 gr sampai kalis
- lemak nabati 6 gr,
-S. bikarbonat 0,80 gr,
-garam 1 gr
-sirup 3 gr Bentuk adonan/dipipihkan

pencetakan

Oven 20 menit (160oC)

BISKUIT GABIN

PENGAMATAN

Analisa Sensori Analis Kimia


- Warna -Kadar air
- Tekstur - Kadar Abu
- Rasa
- Aroma
- Daya kembang roti

Gambar 05. Pembuatan biskuit gabin Bahan Baku talas

Lampiran 01a. Tabel Rata-Rata Hasil Analisa kadar air 3 kali ulangan
perlakua ulangan
ulangan 1 ulangan 3 total rata 2
n 2
1 6.61 7.99 8.3 22.9 7.63

36
2 7.26 5.11 6.64 19.01 6.34
3 8.64 10.09 7.77 26.50 8.83
total 22.51 23.19 22.71 68.41 22.80
rata 2 7.5 7.73 7.57 22.80 7.60

Lampiran 01b.Tabel Hasil Analisa sidik ragam kadar air 3 kali ulangan
sumber F tabel
db jk KT F hitung
keragaman 5% 1%
9.3 2.74516
Perlakuan 2 5 4.677 21 6.94 18
6.8
Galat 4 2 1.704

Lampiran 02a.Tabel Rata-Rata Hasil Analisa kadar lemak 3 ulangan


perlakua ulangan
n ulangan 1 2 ulangan 3 total rata2
1 14.42 13.72 12.66 40.8 13.6
2 14.35 13.83 12.29 40.47 13.49
3 14.02 13.37 11.94 39.33 13.11
total 42.79 40.92 36.89 120.6 40.2
rata2 14.26 13.64 12.29 40.2 13.4

Lampiran 02b. Tabel Hasil Analisa sidik ragam kadar


lemak 3 ulangan
Sumber F F tabel
DB JKT KT
keragaman hitung 5% 1%
perlakuan 2 6.52 3.26 2.12 6.94 18
galat 4 6.13 1.53

Lampiran 03a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik Untuk


Warna Biskuit Gabin
PANELI warna warna warna Total Panelis

37
jml total
S P1 P2 P3 Total total 2
2
1 5.00 3.67 3.00 11.67 47.44 136.11
2 3.67 4.33 2.00 10.00 36.22 100.00
3 3.00 4.00 2.33 9.33 30.44 87.11
4 3.00 3.00 3.33 9.33 29.11 87.11
5 2.67 3.33 3.33 9.33 29.33 87.11
6 3.33 3.33 2.67 9.33 29.33 87.11
7 2.00 5.00 4.00 11.00 45.00 121.00
8 3.67 3.00 3.33 10.00 33.56 100.00
9 3.67 4.33 4.00 12.00 48.22 144.00
10 2.33 4.00 4.00 10.33 37.44 106.78
11 4.00 2.67 2.00 8.67 27.11 75.11
12 3.67 4.00 4.00 11.67 45.44 136.11
13 3.67 3.33 3.00 10.00 33.56 100.00
Total 43.67 48.00 41.00 132.67 472.22
1367.5
jml tot2 153.89 182.44 135.89 6
1906.7 1681.0 17600.
total2 8 2304.00 0 44

Lampiran 03b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji


Organoleptik Untuk Warna Biskuit Gabin .
sumber F F tabel
db jk KT
keragaman hitung 1% 5%
Contoh 2 1.92 0.96 2.53 5.61 3.4
panelis 12 4.56 0.38
Galat 24 14.45 0.60
Total 38 20.93

38
Lampiran 04a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik Untuk
Aroma Biskuit Gabin
Aroma Aroma Aroma Total Panelis
Panelis P1 P2 P3 total jml Total2 Total2
121.0
1 5.00 4.00 2.00 11.00 45.00 0
121.0
2 3.67 4.00 3.33 11.00 40.56 0
3 3.67 3.33 1.67 8.67 27.33 75.11
100.0
4 3.33 3.67 3.00 10.00 33.56 0
100.0
5 3.67 3.33 3.00 10.00 33.56 0
6 3.00 3.00 3.00 9.00 27.00 81.00
136.1
7 3.33 3.67 4.67 11.67 46.33 1
106.7
8 3.33 3.67 3.33 10.33 35.67 8
152.1
9 3.67 4.33 4.33 12.33 51.00 1
128.4
10 3.33 4.00 4.00 11.33 43.11 4
106.7
11 4.67 3.67 2.00 10.33 39.22 8
136.1
12 4.00 3.67 4.00 11.67 45.44 1
128.4
13 3.67 4.00 3.67 11.33 42.89 4
Total 48.33 48.33 42.00 138.67 510.67
jml 183.4
Total2 4 181.22 146.00 1492.89
2336. 1764.0 19228.4
Total2 11 2336.11 0 4

Lampiran 04b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji


Organoleptik Untuk Aroma Biskuit Gabin .
sumber F F tabel
keragaman DB JK KT hitung 1% 5%
Contoh 2 2.06 1.03 0.67 5.61 3.4
Panelis 3 4.59 1.53
Galat 24 10.98 0.46
Total 38 17.63

39
Lampiran 05a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik
Untuk Rasa Biskuit Gabin
Rasa Rasa Total Panelis
Panelis P1 Rasa P2 P3 total jml Total2 Total2
121.0
1 4 4 3 11.00 41.00 0
121.0
2 3.67 4.33 3.00 11.00 41.22 0
3 1.67 4.33 3.00 9.00 30.56 81.00
4 3.00 2.33 3.67 9.00 27.89 81.00
5 3.33 3.33 3.00 9.67 31.22 93.44
6 3.33 3.00 2.67 9.00 27.22 81.00
106.7
7 2.33 3.67 4.33 10.33 37.67 8
100.0
8 3.33 3.00 3.67 10.00 33.56 0
160.4
9 3.33 5.00 4.33 12.67 54.89 4
113.7
10 3.33 3.67 3.67 10.67 38.00 8
11 3.67 2.33 2.00 8.00 22.89 64.00
144.0
12 4.00 4.00 4.00 12.00 48.00 0
113.7
13 3.33 3.67 3.67 10.67 38.00 8
total 42.33 46.67 44.00 133.00 472.11
jml
total2 142.78 174.89 154.44 1381.22
1792.1 1936.0 17689.0
total2 1 2177.78 0 0

40
Lampiran 05b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji
Organoleptik Untuk Rasa Biskuit Gabin .
sumber F F tabel
keragaman DB JK KT hitung 1% 5%
Contoh 2 0.74 0.37 0.16 5.61 3.4
Panelis 3 6.84 2.28
Galat 24 10.97 0.46
Total 38 18.55

Lampiran 06a.Table Rata-rata Hasil Uji Organoileptik


Untuk Tekstur Biskuit Gabin
Tekstu Tekstur Tekstur Total Panelis
Panelis
r P1 P2 P3 Total jml Total2 total2
100.0
1 4.00 3.33 2.67 10.00 34.22 0
100.0
2 3.00 4.00 3.00 10.00 34.00 0
3 2.33 3.33 2.00 7.67 20.56 58.78
4 2.33 2.00 3.33 7.67 20.56 58.78
5 3.00 3.00 2.67 8.67 25.11 75.11
6 3.00 3.33 3.00 9.33 29.11 87.11
7 3.00 3.00 3.00 9.00 27.00 81.00
8 3.33 3.00 3.00 9.33 29.11 87.11
128.4
9 4.33 3.67 3.33 11.33 43.33 4
10 2.33 3.00 3.33 8.67 25.56 75.11
11 2.00 2.00 3.00 7.00 17.00 49.00
12 2.00 2.33 2.00 6.33 13.44 40.11
13 3.33 3.00 3.33 9.67 31.22 93.44
Total 38.00 39.00 37.67 114.67 350.22
Jml Tot 2 117.33 121.22 111.67 1034.00
1444.0 1418.7 13148.4
Total2 0 1521.00 8 4

41
Lampiran 06b.Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Uji
Organoleptik Untuk Tekstur Biskuit Gabin.
F F tabel
sumber hitun
keragaman DB JK KT g 1% 5%
Contoh 2 0.07 0.04 0.01 5.61 3.4
Panelis 3 7.53 2.51
Galat 24 5.48 0.23
Total 38 13.08

Gambar 06 : Talas (Colocasia Esculenta)

42
Gambar 07 : Biskuit Gabin Manis

43
44

Anda mungkin juga menyukai