PENDAHULUAN
Hingga akhir abad ke 19 kasus infeksi serebri masih merupakan penyakit yang serius
dan fatal. Terapi yang sukses pertama kali dilaporkan oleh dr JF Weeds pada tahun 1868
dengan melakukan drainase abses serebri di lobus frontal dari seorang letnan kavaleri yang
tertembak pada bagian kepalanya. Selanjutnya Sir William Macewen menjadi pionir operasi
abses serebri setelah pada tahun 1893 telah mempublikasikan monograf berjudul Pyogenic
infective disease of the brain and spinal cord. Banyak perubahan dalam penatalaksanaan
terkait kondisi tersebut. Perkembangan pesat terjadi setelah ditemukan CT scan tahun 1970
sebagai diagnostic baku, rejimen obat antibiotik, serta kemajuan dalam teknik bedah saraf
yang dilakukan lebih awal telah berdampak pada perbaikan prognosis penyakit. Dimana salah
satu infeksi yang terjadi di serebral yaitu Empiema Subdural.
Empiema Subdural merupakan suatu kondisi medis yang serius dan berbahaya,
dimana terjadinya suatu penimbunan nanah diantara otak dan jaringan disekitarnya
(meningen/selaput otak). Akibatnya bisa berdampak buruk terhadap seluruh sistem dalam
tubuh, karena sistem syaraf pusat yang terletak di otak merupakan pusat pengaturan seluruh
organ yang ada didalam tubuh. Ironisnya, Empiema Subdural ini tergolong penyakit yang
sangat sulit untuk didiagnosis, karena tidak memiliki gejala yang spesifik. Bakteri penyebab
abses otak diprediksi bisa menyebabkan terjadinya Empiema Subdural, namun tidak hanya
itu saja ada beberapa komplikasi yang menyebabkan terjadinya penyakit Empiema Subdural,
diantaranya : Infeksi sinus dan infeksi telinga yang hebat atau parah; Pembedahan dan cedera
kepala atau cedera otak ; Infeksi darah yang berasal dari infeksi paru-paru.
1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Empiema adalah suatu kondisi di mana nanah dan cairan dari jaringan yang terinfeksi
terkumpul dalam rongga tubuh. Empiema berasal dari kata Yunani empyein berarti nanah-
memproduksi (bernanah). Empiema yang paling sering digunakan untuk merujuk kepada
akumulasi nanah di ruang di sekitar paru-paru (rongga pleura). Empiema dalam rongga
pleura kadang-kadang disebut thoracis empiema, atau empiema dada, untuk membedakannya
dari empyema yang berasal dari bagian tubuh lainnya. Empiema Subdural adalah suatu
penimbunan nanah diantara otak dan jaringan disekitarnya (meningen).
Anatomi
Otak adalah organ terpenting dalam tubuh yang berfungsi mengatur dan
mengkoordinir berbagai ker"a tubuh seperti pusat motorik& perilaku& dan fungsi$fungsi t
ubuh homeostasisl a i n n y a . ) t a k d i l i n d u n g i o l e h k r a n i u m & m e n i n g e s d a
n *' +
Liquor Cerebro Spinal
,.-eningens terdiri atas ( lapisan& yaitu
B.Penyebab
Biasanya empiema subdural merupakan komplikasi dari:
Infeksi sinus
Infeksi telinga yang hebat
Cedera kepala atau cedera otak
Pembedahan
Infeksi darah yang berasal dari infeksi paru-paru.
Bakteri penyebab abses otak bisa menyebabkan empiema subdural.
2
Mekanisme kuman masuk ke otak melalui beberapa cara :
1. Perluasan langsung dari kontak focus infeksi (25-50 %) : berasal dari sinus, gigi, telinga
tengah atau mastoid. Akses menuju vena drainase otak melalui vena emissary berkatup
yang menjadi drain regio ini.
2. Hematogen (30 %) : berasal dari focus infeksi jauh seperti endocarditis bacterial, infeksi
primer paru dan pleura. Sering menghasilkan multiple abses serebri.
3. Setelah trauma kepala maupun tindakan bedah saraf yang mengenai dura dan
leptomening.
4. Kriptogenik (hingga 30 %) : tidak ditemukan jelas sumber infeksinya.
3
1. Infeksi penyebaran kontigious dari organ yang berdekatan
infeksi mastoid/telinga tengah
Sinus Para Nasal ( sinusitis frontal, etmoidalis, pansinusitis, )
Infeksi Gigi (Ekstraksi gigi, Caries, peny. Periodontal)
Osteomielitis/infeksi pada scalp
2. Penyebaran Infeksi melalui Hematogen
Penyakit Jantung sianotik kongenitalpenyebab tersering Abses otak pada anak
(60%)
Arteriovenous malformasi paru (sindroma Rendu-Osler-Weber)
Infeksi Paru (Abses paru, Bronkiektasis, Pneumonia, Empiema, Fibrosis kistik)
Endokarditis Infeksi
Sepsis IntraAbdomen
Infeksi Traktus Urinarius
3. Infeksi yang berasal dari trauma kepala dan operasi procedure bedah
adanya fragmen tulang yang tersisa atau benda asingresiko infeksi otak
luka yang terkontaminasi atau komplikasi luka di cranium pasca bedah
4
Perasaan mengantuk
Kejang dan tanda-tanda kelainan fungsi otak lainnya disertai sawan, otot melemah, dan
parestesia. Jumlah sel darah putih bertambah banyak disertai diferensial yang
mengindikasi infeksi.
Saat lesi membesar, pasien menunjukkan gejala yang mirip dengan tumor otak yang
berkaitan dengan gangguan fungsi dalam lobus yang diserang.
Ciri khas yang lain berbeda menurut tempat munculnya abses meliputi : abses lobus
temporal (disfasia auditorik reseptif, pelemahan fasial pusat, hemiparesis), abses serebelar
(pusing, nistagmus kasar, pandangan melemah disisi lesi, tremar, ataksia), Abses lobus
frontal (disfasia yang terlihat jelas, hemiparesis disertai sawan motorik unilateral,
mengantuk, kurang perhatian, kerusakan fungsi mental dan sawan)
Temporal lobe
Werincke's aphasia
Homonymous superior quadranopsia
Mild contralateral facial muscle weakness
Frontal lobe
Drowsy
Inattentive
Disturbed judgment
Mutism
Seizures
Presence of grasp, suck and snout reflexes
Contralateral hemiparesis (when the abscess is large)
Parietal lobe
Impaired position sense, two point discrimination and
stereognosis
Focal sensory and motor seizures
Homonymous hemianopsia
Impaired opticokinetic nystagmus
Cerebellar
Ataxia
5
Nystagmus (coarser on gaze toward the lesion)
Ipsilaterial incoordination of arm and leg movements with
intention tremor
Brainstem
Facial weakness and dysphagia
Multiple other cranial nerve palsies
Contralateral hemiparesis
E. Patofisiologi
Empiema yang terjadi pada daerah subdural dapat disebabkan oleh sejumlah
organisme yang berbeda, termasuk bakteri, jamur, dan amoeba, dapat berhubungan juga
6
dengan terjadinya pneumonia, luka dada, bedah dada, abses paru, atau esofagus pecah.
Organisme infektif ini bisa masuk ke otak melalui rongga pleura baik melalui aliran darah
atau sistem sirkulasi lainnya, dalam sekresi dari jaringan paru-paru, atau pada permukaan
instrumen bedah atau benda yang menyebabkan luka dada terbuka. Organisme yang paling
umum yang menyebabkan empiema adalah bakteri berikut: Streptococcus pneumoniae,
haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus. S. aureus adalah penyebab paling umum
pada semua kelompok umur, 90% dari kasus empyema pada bayi dan anak-anak.
Empyema Subdural dapat berasal juga dari empiema pada panggul wanita, yang
paling sering disebabkan oleh strain Bacteroides atau Pseudomonas aeruginosa. Empiema
subdural biasanya merupakan komplikasi dari sinusitis paranasalis dan dapat sangat mirip
dengan abses serebri. Gejala klinis ditandai dengan peninggian tekanan intrakranial seperti
sakit kepala, muntah proyektil dan kejang. Gambaran MRI dan CT scan akan membedakan
kedua kondisi ini. Pada pasien usia lanjut, sakit kronis, atau alkohol, empiema sering
disebabkan oleh spesies Klebsiella pneumoniae bakteri. Ketika organisme penyakit tiba di
rongga sekitar paru-paru, mereka menginfeksi jaringan yang menutupi paru-paru dan garis
dinding dada. Karena tubuh berusaha untuk melawan infeksi, rongga mengisi dengan cairan
jaringan, nanah, dan sel-sel jaringan yang mati. Tanda-tanda dan gejala empiema agak
berbeda sesuai dengan lokasi infeksi dan tingkat keparahannya. Dalam thoracis empyema,
pasien biasanya menunjukkan gejala pneumonia, termasuk demam, batuk, kelelahan, sesak
napas, dan nyeri dada. Mereka dapat memilih untuk berbaring di sisi tubuh yang terkena
empiema tersebut. anggota keluarga mungkin melihat bau mulut. Dalam kasus yang parah,
pasien mungkin mengalami dehidrasi, batuk darah atau kehijauan-coklat sputum,
menjalankan demam setinggi 105 F (40,6 C), atau jatuh ke dalam koma. Pasien dengan
empyema toraks dapat mengembangkan komplikasi yang berpotensi mengancam nyawa jika
kondisi ini tidak diobati. jaringan yang terinfeksi dapat mengembangkan koleksi besar nanah
(abses) yang bisa pecah ke dalam saluran napas pasien, atau infeksi dapat menyebar ke
jaringan sekitarnya jantung. Dalam kasus ekstrim empiema dapat menyebar ke otak dengan
cara bakteri dibawa dalam aliran darah.
Dalam empyema panggul, infeksi menghasilkan sejumlah besar tebal, nanah yang
berbau busuk yang cepat digantikan bahkan setelah drainase. Empiema kandung empedu
ditandai dengan rasa sakit di sisi kanan atas perut, demam tinggi, dan kekakuan otot-otot di
atas area yang terinfeksi. Infeksi bakteri atau kadang-kadang jamur pada tulang tengkorak
atau sinus udara dapat menyebar ke ruang subdural, menghasilkan empiema subdural. Ruang
arachnoid dan subarachnoid mendasari biasanya tidak terpengaruh, tetapi empiema subdural
7
yang besar dapat menghasilkan efek massa. Selanjutnya, tromboflebitis mungkin berkembang
dalam vena menjembatani yang melintasi ruang subdural, mengakibatkan oklusi vena dan
infark. Empiema mungkin memiliki sejumlah penyebab, tetapi yang paling sering komplikasi
pneumonia.
F.Diagnosis
Diagnosis abses serebri ditegakkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Pencitraan otak merupakan gold standard penegakan diagnosis.
Pemeriksaan penunjang :
1. Laboratorium :
Leukositosis PMN, peningkatan LED
Kultur darah positif hanya pada 30 % kasus, kultur jaringan lain yang diduga sebagai
fokus. Kultur terhadap hasil operasi abses menunjukkan 40 % negatif, mungkin
disebabkan pemberian antibiotika sebelumnya
2. Imajing :
CT scan dengan kontras
MRI dengan kontras : lebih sensitive, terutama pada fase awal infeksi dan lesi di
daerah fossa posterior
3. Penunjang lain :
EEG : abnormalitas EEG di lokasi lesi berupa gelombang lambat kontinyu
Pemeriksaan cairan serebrospinal membantu memastikan infeksi, namun pungsi
lumbar terlalu beresiko karena bisa memperlihatkan kenaikan tekanan intrakranial dan
8
memicu herniasi serebral. Kultur dan sensitivitas drainase mengidentifikasi
organisme.
F. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Tabel 4. Jenis dan dosis antibiotik yang lazim diberikan pada abses serebri atau empiema
subdural
Empiric antibiotics
Immediately begin empiric antibiotics following sterotactic or open biopsy/aspiration to
obtain a specimen for
The antibiotic regimen is dependent on Gram stain, if available, and the likely source of
abscess.
Origin of Treatment
abscess regimen
Oral, otogenic, Metronidazole (15 mg/kg IV as a loading dose, followed by 7.5 mg/kg
or sinus source IV every eight hours) PLUS either penicillin G (20 to 24 million units
per day IV in six equally divided doses) for a suspected oral focus, or
ceftriaxone (2 g IV every 12 hours) or cefotaxime (2 g IV every four to
six hours) for a suspected sinus or otogenic source
Hematogeno Vancomycin* (30 mg/kg IV daily in two equally divided doses
us spread adjusted per renal function) for empiric coverage of methicillin-
resistant Staphylococcus aureus. Metronidazole may be added for
anaerobic coverage
Postoperati Vancomycin* (30 mg/kg IV daily in two equally divided doses
ve adjusted per renal function) PLUS either ceftazidime (2 g IV every
neurosurgic eight hours) orcefepime (2 g IV every eight hours)
al patients
Penetrating Vancomycin* (30 mg/kg IV daily in two equally divided doses
trauma adjusted per renal function) PLUS either ceftriaxone (2 g IV every
12 hours) orcefotaxime (2 g IV every four to six hours)
10
2. Kortikosteroid dan Antikonvulsan
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri, mengurangi
tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan penetrasi antibiotika ke
dalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan terjadinya infeksi, oleh karena itu
penggunaaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya
digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang mengancam
dan menimbulkan defisit neurologik fokal. Tunkel dan Scheld (1995) menganjurkan
pemberian deksamethason hanya pada penderita dengan resiko tinggi, atau pada penderita
dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau tekanan intrakranial tinggi.
11
G. Prognosis
Angka kematian pada kasus empiema subdural sekitar 13%-15%, dimana dipengaruhi
beberapa faktor terutama tingkat kesadaran sebelum dan setelah pembedahan. Kematian pada
kasus ini diperkirakan karena adanya proses herniasi sentral. Empiema Subdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan volume otak dan proses inflamasi yang menyebabkan
edema serebri merupakan penyebab terjadinya herniasi dimana terdapat desakan pada ruang
otak yang lemah sehingga menyebabkan kerusakan dan kematian sel serta suplai oksigen dan
nutrisi menjadi terputus sehingga terjadi gagal nafas. Kemungkinan lain yang dapat
menyebabkan kematian adalah syok sepsis, ditandai dengan takipneu, takikardi, hipertermi,
hipoksemia, dan hipotensi, sebagai akibat dari disfungsi multipel organ karena perubahan
metabolik dan hormonal tubuh.
Hasil tergantung pada tingkat kesadaran preoperatif, waktu dan agresivitas pengobatan, dan
cepatnya perkembangan penyakit.
Pada tingkat Kesadaran I (composmentis cooperative) dan II (somnolen dan bingung)
memberikan respon yang baik tanpa gejala sisa terhadap pemberian antibiotik saja
apalagi bila dilakukan tindakan drainase.
Pada tingkat kesadaran III (hanya respon terhadap ransangan Nyeri/stupor) dan IV
(tidak ada respon terhadap nyeri/coma) mempunyai prognosis buruk hingga kematian
baik setelah diberikan terapi adekuat berupa pembedahan yang diikuti pemberian
antibiotik.
12
DECISIONMAKING
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Toyin Segun. Subdural Empyema [Internet]. 2015. [Updated Dec 08, 2015; Cited 01
March 2017 ]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1168415-
overview#showall
2. Greenlee John. Intracranial Epidural Abscess and Subdural Empyema [Internet]. 2014
[Updated:April2014; Cited 01 March 2017 ].Available fom :
http://www.merckmanuals.com/professional/neurologic-disorders/brain-
infections/intracranial-epidural-abscess-and-subdural-empyema
3. Kim Jiha. Posttraumatic Intracranial Tuberculous Subdural Empyema[Internet].
[ UpdatedApril17,2015;Cited02Feb2017].Availablefrom:
http://www.jkns.or.kr/journal/view.php?number=815
4. Bintoro AC. Abses Serebri. In : Sudewi AAR, Sugianto P, Ritarwan K, editor. Infeksi
Pada Sistem Saraf. Edisi 1. Surabaya : Airlangga University Press; 2011. p. 21-7.
5. Roos KL, Tyler KL. Meningitis, Encephalitis, Brain Abscess, and Empyema. In :
Hauser SL, editor. Harrisons Neurology in Clinical Medicine. 2nd ed. New York :
McGraw Hill Companies; 2010. p. 451-61.
6. Doan Ninh. Intracranial Subdural Empyema a Recurrent Chronic Subdural
Hematoma[Internet].2016.[Update:Sep 20,2016 Cited March 2017] Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5029463/
7. French H, Schaefer N, Keijzers G, Barison D, Olson S. Intracranial subdural
empyema: a 10-year case series. Ochsner J 2014; 14 :188 94
8. Schaefer Nathan. Intracranial Subdural Empyema: A 10-Year Case Series[Internet] .
2014.[Updated:2014;Cited March 02,2017].Available from :
http://www.ochsnerjournal.org/doi/pdf/10.1043/1524-5012-14.2.188
14
9. Frederick FS. Pathogenesis, clinical manifestations, and diagnosis of brain
abscess[Internet]. 2010 [ Updated April 2012, cited 2013 August 5]. Available
from:URL: http://www.misanjuandedios.org/files/Absceso_Cerebral.pdf.
10. G. John. Subdural Empiema. Merck Manual Home Health Handbook. 2013
11. E John. Intracranial Epidural Abscess and Subdural Empyema [Internet].
2017.[ Updated: January 08, 2017,cited: March 07, 2017] Available from:
http://www. Merck manuals. com/ professional / neurologic disorders / brain-
infections / intracranial -epidural-abscess- and- subdural -empyema
15