Chemotherapy
Chemotherapy
secara kemoterapi pada pasien kanker dapat ditujukan sebagai pengobatan kuratif
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, bukan dengan tujuan mengobati
dari beberapa sitostatika yang diberikan secara bersamaan dengan jadwal yang telah
memiliki jeda beberapa waktu. Jeda tersebut ditujukan untuk memberikan waktu pada
tubuh pasien memperbaiki sel-sel normal yang ikut rusak akibat efek samping dari
terutama DNA atau biosintesis protein. Hal ini menyebabkan obat sitostatika bekerja
secara tidak selektif, karena bersifat toksik baik pada sel kanker maupun sel normal.
Sifat toksik tersebut terutama pada sel normal dengan kecepatan proliferasi yang
tinggi, misalnya pada sumsum tulang belakang, sel-sel rambut, kulit, kelenjar
spesifik terhadap organ, seperti nefrotoksisitas pada cisplatin dan neurotoksisitas pada
obat itu bekerja, struktur kimia obat, dan hubungan obat yang satu dengan yang
lainnya. Beberapa sitostatika memiliki golongan yang sama karena berasal dari
Ditinjau dari kemampuan kerja obat terhadap siklus sel, sitostatika dibagi
berpoliferasi.
b. Cell cycle nonspecific (CCNS)
Sitostatika golongan ini efektif terhadap tumor dengan poliferasi tinggi, pada
dari gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel, yaitu meliputi: (1)
menghambat sintesa DNA atau RNA sel, (2) merusak replikasi DNA, (3)
mengganggu transkripsi DNA oleh RNA, (4) menggangu kerja gen (Gilman , 2012).
a. Zat Alkilasi
Zat pengalkilasi bekerja secara langsung dengan merusak DNA sel sehingga
mencegah pembelahan sel kanker. Golongan ini bekerja di semua fase siklus sel dan
penyakit Hodgkin, multiple myeloma, dan sarcoma, serta kanker paru-paru, payudara
namun dengan mekanisme tersebut menyebabkan obat memiliki banyak efek toksik.
Mekanisme tersebut terutama ditujukan pada sel-sel yang membelah dengan cepat,
terjadi, golongan obat ini juga dapat menyebabkan penyakit leukemia akut. Resiko
leukemia dari zat pengalkilasi bergantung pada dosis, yang berarti resikonya akan
lebih kecil dengan penggunaan dosis rendah, dan resiko semakin besar jika dosis
sel kelamin (sterilitas pada proa) dan janin muda (abortus). Selain itu, obat ini pada
prinsipnya juga bersifat karsinogen. Zat pengalkilasi dibagi menjadi kelas yang
Busulfan Klorambusil
sebagai zat pengalkilasi karena memiliki mekanisme kerja membunuh sel yang sama
namun dengan resiko leukemia yang lebih rendah dibandingkan dengan zat
pengalkilasi. Senyawa ini bekerja dengan menghambat sintesa DNA dan RNA mirip
dengan senyawa alkilasi. Obat ini terutama digunakan pada kanker testis dan ovarium
etoposida. Efek samping yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang hebat,
serta kerusakan ginjal dan telinga. Efek ototoksisitas tersebut menyebabkan senyawa
spectrum aktivitas dan toksisitas yang berbeda. Thiotepa dan busulfan digunakan
b. Antimetabolit
Antimetabolit menghambat pembentukan DNA dan RNA dengan cara
menggantikan blok badan normal RNA dan DNA. Antimetabolit ini merusak sel
selama fase S, ketika kromosom sel dikopi. Golongan ini biasa digunakan untuk
mengobati leukemia, kanker payudara, kanker ovarium, dan kanker saluran intestinal,
metabolit yang penting bagi fisiologi sel yakni asam folat, purin, dan pirimidin. Obat
golongan ini akan menduduki tempat beberapa metabolit tanpa mengambil alih
fungsinya sehingga terjadi kegagalan dalam sintesa DNA atau RNA dan perbanyakan
sel terhenti. Sitostatika golongan ini tergolong dalam prodrug, yang berarti obat baru
merupakan metabolit aktif dari asam folat yang berperan sebagai kofaktor
penting dalam berbagai reaksi transfer atom karbon pada sintesa protein dan
asam nukleat pada sel. Selain itu analog asam folat juga mencegah regenerasi
asam tetrahidrofolat yang penting dalam pemebentukan asam timidilat yang
bahan penting untuk sintesis DNA dan sitosin arabinosida yang dapat
samping obat ini adalah mual, muntah, dan depresi sumsum tulang.
Contoh : 5-flourourasil, sitarabin, gemcitabin, dan capetabin
3) Analog purin
Struktur obat yang mirip dengan beberapa metabolit penting bagi fisiologi
sel membuat obat ini dapat menduduki tempat metabolit tersebut dalam enzim
tanpa mengambil alih fungsinya, sehingga sintesa DNA atau RNA gagal dan
perbanyakan sel akan terhenti. Obat golongan ini tidak bersifat sitotoksik
c. Antimitotik
Antimitotik bekerja dengan menghalangi pembelahan sel (mitosis) pada
metaphase (tingkat kedua dari mitosis) tapi dapat merusak sel di semua fase dengan
(American Cancer Society, 2015). Berbeda dengan zat alkilasi yang menghambat
(Taxol ), dosetaksel(Taxotere )}
tumbuhan Vinca rosea. Obat ini banyak digunakan pada bermacam limfoma dengan
efektifitas yang tinggi. Biasanya alkaloid ini digunakan sebagai terapi kombinasi
dengan bleomisin dan cisplatin atau dengan doksorubisin dan prednisolon. Efek
samping obat ini adalah myelosupresi, terutama leucopenia yang biasanya akan
hilang dalam setelah satu minggu. Pada vinkristin, efek myelosupresi lebih ringan
kanker payudara, paru-paru, myeloma, limfoma, dan leukemia. Golongan ini dapat
menyebabkan kerusakan syaraf, sehingga penggunaan obat golongan ini
mengandung zat anti mitotis podofilotoksin. Dua glikosida semi sintetis dari
menghambat fase mitosis pada sel. Etoposida terutama digunakan dalam kombinasi
leucopenia dan trombositopenia yang bersifat reversible. Selain itu etoposida juga
Paclitaxel yang merupakan obat baru dari kelompok taxan yang berkhasiat
sitotoksis dengan jalan menghambat mitosis. Obat ini digunakan khusus pada kanker
ovarium dan kanker payudara setelah terapi dengan cisplatin tidak terlalu member
hasil yang sesuai harapan. Dosetaksel memiliki efek dan mekanisme kerja yang sama
dengan paclitaxcel, namun dengan keaktifan yang lebih yaitu lebih kurang 2 kali
lebih aktif daripada paclitaxcel. Efek samping utama paclitaxcel adalah gejala
myelosupresi hebat, alopecia total, serta efek samping mual dan muntah yang bersifat
ringan.
d. Antibiotik
Obat golongan ini tidak seperti antibiotik yang digunakan untuk mengobati
infeksi. Obat ini bekerja dengan cara mengubah DNA dalam sel kanker untuk
antibiotik anti kanker yang bekerja mempengaruhi enzim yang terlibat dalam
replikasi DNA. Obat ini bekerja di setiap fase siklus sel. Antrasiklin juga digunakan
secara luas untuk variasi jenis kanker. Dalam pemberian obat ini perlu perhatian lebih
karena obat ini dapat merusak jantung secara permanen jika diberikan dosis tinggi.
Karena alasan ini, dosis seusia hidup dibatasi . Contoh : daunorubisin, doksorubisin,
nonhodgkin, kanker ovarium, brokus dan kanker payudara metastase. Obat ini sangat
kardiotoksis dan juga myelotoksis. Efek samping lain dari obat ini berupa mual,
dibandingkan dengan doksorubisin. Efek mual dan muntah juga lebih rendah pada
epirubisin. Namun untuk mendapatkan efek yang sama dengan doksorubisin pada
Streptomyces verticillus yang efektif untuk kanker testis jika dikombinasikan dengan
vinblastin dan cisplatin. Efek samping paling berat adalah toksisitas pada organ paru
yang menyebabkan perlunya dilakukan monitoring fungsi paru pada pasien yang
menggunakan obat ini. Selain itu bleomisin juga sering merusak kulit dan juga
mukosa.
e. Imunomodulansia
Obat golongan ini diberikan pada pasien kanker untuk membantu sistem imun
tubuhnya untuk mengenali dan menyerang sel kanker. Obat ini memiliki metoda yang
unik dalam pengobatan dan sering dianggap terpisah dari kemoterapi. Ada jenis
tidak bergantung pada tubuh untuk melawan penyakit, komponen sistem imun tubuh
seperti antibody diproduksi diluar tubuh dan diberikan untuk melawan kanker
interferon-alfa
3) Obat-obat imunomodulansia, seperti thalidomide dan lenalidomida
Vaksin kanker merupakan jenis dari imunoterapi aktif. Pada tahun 2010, FDA
kanker prostat), vaksin lainnya untuk jenis kanker lainnya masih dalam
Mekanisme spesifik tergantung pada kanker dan hormon yang berkaitan. Misal, pada
kanker prostat dan payudara, dimana pertumbuhan tumor yang sebagian bergantung
hormonal yang dapat mempengaruhi produksi normal hormon pada pria dan wanita.
Golongan obat ini digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel pada payudara,
yang sama seperti obat kemoterapi pada umumnya, tetapi memiliki mekanisme kerja
dengan mencegah sel kanker menggunakan hormon untuk tumbuh dan berkembang,
atau dengan mencegah tubuh untuk menghasilkan hormon. Misalnya pada hormon
kelamin pada kanker payudara dan prostat yang diberikan karena pertumbuhan sel
pada replikasi DNA. Topotecan sendiri bekerja dengan menghambat enzim yang
bekerja pada perbanyakan sel dan replikasi DNA sehingga berefek memusnahkan sel-
sel tumor yang sedang tumbuh. Efek sampingya relative tidak begitu berat, seperti
dibagi menjadi :
dirumah.
c. Pemberian secara topikal (krim)
Beberapa kanker kulit diobati dengan menggunakan kemoterapi krim yang
dan intralesional
e. Chemotherapy wafers
Beberapa pasien yang harus dioperasi untuk tumor otak (kraniotomi) akan
memiliki gel wafer kemoterapi kecil yang dapat larut yang ditempatkan
stem sel jaringan darah untuk kondisi seperti leukemia atau limfoma.
Kemoterapi dosis tinggi membunuh semua sel kanker pada darah sebelum sel
g. Kemoembolisasi
Digunakan untuk kanker hati atau beberapa tipe kanker yang telah menyebar
umumnya dihitung berdasarkan Luas Permukaan Tubuh (LPT) atau berat badan.
Perhitungan LPT harus dibakukan dan digunakan dengan metode yang sama oleh
paling sederhana dan secara luas digunakan walaupun metode yang lainnya seperti
metode DuBois juga dapat digunakan. Untuk pasien dengan berat badan atau indeks
massa tubuh yang ektrim perlu mendapatkan perhatian khusus dan penggunaan obat
adjuvant harus dilakukan perhitungan LPT. Hal ini sangat penting karena faktor
lainnya seperti fungsi ginjal, fungsi hati, dan status kondisi juga dimasukkan dalam
tersebut tidak berbeda makna dalam munculnya toksisitas akut kemoterapi (Sukandar,
et.al., 2014). Atau perhitungan luas permukaan tubuh lainnya seperti rumus DuBois
and DuBois : BSA (m2)= 0.007184 Tinggi (cm)0.725 Berat (kg)0.425, dan rumus
et.al.,1992).
RUJUKAN
Canadian Cancer Society. 2011. Chemotherapy and Other Drug Therapies: A guide
for people with cancer. Ontorio: Canadian Cancer Society.
De Jong, W. 2002. Kanker, apakah itu? pengobatan, harapan hidup, dan dukungan
keluarga. Jakarta: Penerbit Arkan.
Dipiro J.T., Medina P.J & Fausel C. 2008. Cancer treatment and chemotheraphy in
pharmacotheraphy a pathophysiologic approach handbook 7 edition. New
th
Gilman, A.G, Joel, G.H, & Lee, E.L. 2012. Goodman & Gilman dasar farmakologi
terapi edisi 10. Tim ahli bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta: EGC.
Mosteller, R.D. 1987. Simplified calculation of body-surface area. N Engl J Med, Vol.
317: pp. 1098.
Sweetman, C.S. 2009. Martindale: The complete drug reference 36th edition.
Chicago: Pharmaceutical Press.
Wang, Y., Jonathan, M. & Ronald, T. 1992. Predictors of body surface area. J Clin
Anesth, Vol. 4, No. 1: pp. 4-10.