Anda di halaman 1dari 12

KASUS 1

BERAT BADAN TURUN

Seorang perempuan berusia 50 tahun dengan riwayat diabetes melitus datang ke tempat
praktek dokter untuk kontrol. Pasien menyampaikan meskipun minum obat kencing manis secara
rutin, berat badan pasien turun secara drastis. Oleh dokter ia disarankan untuk melakukan
pemeriksaan Hba1c dan dikonsulkan untuk ke bagian gizi guna mengatur pola makannya.

STEP 1

1. Diabetes mellitus adalah kelainan yang ditandai oleh peningkatan glukosa darah
(hiperglikemia) yang terjadi karena penurunan kemampuan tubuh untuk nerespons
terhadap insulin atau tidak terdapatnya pembentukan insulin oleh pancreas
2. HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan Hb, Hba1c yang
terbentuk dalam tubuh akan disimpan dalam eritrosit dan akan terurai secara bertahap
bersama dengan berakhirnya masa hidup sel darah merah (120 hari)

STEP 2

1. Fisiologi insulin
2. Faktor risiko diabetes mellitus
3. Penyebab DM
4. Gejala klinis DM
5. Penegakkan diagnosis DM
6. Piatalaksanaan
7. Pencegahan
8. Faktor yang berpengaruh dalam gula darah
9. Mengapa berat badan pasien turun

STEP 3

1. Fisiologi insulin
Sel beta pancreas menghasilkan hormone insulin

2. Faktor risiko
Umur pola makan tidak teratur
Genetik infeksi
Obesitas life style
Autoimun
3. DM tipe 1 : destruksi sel beta pancreas bertugas menghasilkan insulin (defisiensi)
DM tipe 2 : gangguan sekresi, resistensi insulin
DM tipe lain : obesitas, infeksi, genetik
Gestasional
4. Gejala klinis
Poliuria, polidipsia, polifagia
5. Penegakkan diagnosis
anamnesis
PF
PP
DD
6. Penatalaksanaan : farmakologi dan non-farmakologi
7. Pencegahan : primer, sekunder, tersier
8. Pengaturan karbohidrat, kalori, protein, lemak
9. Defisiensi lemak dan protein

STEP 4

1. Pancreas : Kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin


Endokrin : pulau langerhans
Sel a mengeluarkan hormone glucagon yang berfungsi meningkatkan glukosa darah
Sel b mengeluarkan hormone insulin yang berfungsi untuk menurunkan gula darah
Sel PP menghambat enzim pancreas di hepar
Sel D mengeluarkan hormon somatostatin sebagai inhibitor sel a dan b
Pengaturan insulin dipengaruhi oleh :
1. Hormone
2. Saraf parasimpatis dan simpatis
3. Faktor risiko
1. Usia
Dm tipe 1 : usia kurang dari 30 tahun
Dm tipe 2 : usia lebih dari 40 tahun
Penurunan fungsi pancreas
Riwayat keluarga
Obesitas
Stress
Gaya hidup
2. Obat
3. Infeksi
4. Hormone
5. Toksisitas
4. Dm gestasional
- Hormone prolaktin
- Hormone kehamilan
- Kegagalan sekresi insulin
5. Poliuria terjadi karena hiperosmolalitas plasma
Polidsia terjadi karena dehidrasi intrasel
Polifagia karena glukosa tidak bisa masuk ke intrasel
6. Anamnesis:
- Tanyakan DM keluarga
- Tanyakan faktor risiko
- RPS : waktu, onset, frekuensi, faktor yang memperberat dan memperingan
- RPD
- RPK
- PP : pemeriksaan gula darah dan Hba1c
7. Non-farmakologi : diet dan latihan jasmani
Farmakologi : - terapi insulin dan obat hipoglikemi oral
8. Primer: ditujukan untuk orang yang belum sakit
Sekunder: control gula darah

SISTEMATIKA MASALAH

DIABETES MELITUS

Fisiologi insulin patofisiologi klasifikasi penegakkandiagnosis tatalaksana pencegahan

Pengaturan gula darah DM tipe 1,2,lain

Faktor risiko

SASARAN BELAJAR

1. Pengaturan gula darah


2. Faktor yang mempengaruhi gula darah
3. Bagaimana tujuan dan cara pemeriksaan Hba1c
4. Mekanisme timbal balik glucagon dan insulin
5. Mekanisme kerja obat
6. Kelainan dan mekanisme pengaturan gula darah
STEP 7

1. Pengaturan gula darah


2. Factor yang mempengaruhi gula darah
3. Tujuan dan cara pemeriksaan HbA1c
4. Mekanisme timbal balik glucagon dan insulin
5. Mekanisme kerja obat
A. Obat Anti Hiperglikemik Oral
Golongan Insulin Sensitizing

a) Biguanid
Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin terdapat


dalam dalam konsentrasi yang tinggi dalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi
secara tepat dikeluarkan melalui ginjal. Setelah diberikan secara oral metformin akan
mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan dieksresi lewat urin dalam
keadaan utuh degan waktu paruh 2-5 jam.

Mekanisme Kerja

Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin


pada tingkat selular, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati.
Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan
glukosa dalam darah dan juga diduga menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah
asupan makan.

Efek Samping dan Kontraindikasi

Efek samping yang mungkin muncul adalah asidosis laktat, pada gangguan ginjal
yang berat metfromin dosis tinggi akan berakumulasi di mitokondria dan
menghambat proses fosforilasi oksidatif sehingga menimbulkan asidosis laktat. Untuk
menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (kreatinin > 1,3 mg/dL pada perempuan, dan > 1,5 mg/dL pada laki-laki).
Metformin juga dikontraindikasikan pada pasien gangguan fungsi hati, infeksi berat,
penggunaan alkohol berlebihan serta penyandang gagal jantung yang memerlukan
terapi.

Macam Obat dan Dosis

Metformin diberikan dengan dosis 250-3000 mg 1-3x/ hari sedangkan metformin XR


dosisnya 500-3000 mg 2-3x/ hari.

b) Glitazone
Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Glitazone diabsorpsi dengan cepat dan mencapai konsentrasi tertinggi terjadi setelah
1-2 jam. Makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar
antara 3-7 jam.

Mekanisme Kerja

Glitazone merupakan regulator homeostasis lipid diferensiasi adiposit dan kerja


insulin. Glitazon dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat
memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki glikemia.

Efek Samping dan Kontraindikasi

Glitazon dapat menyebabkan penambahan berat badan yang bermakna sama atau
lebih dari SU serta edema. Pemakaian glitazone dihentikan apabila terdapat kenaikan
enzim hati (ALT dan AST) lebih dari 3 kali batas atas normal. Pemakain harus hati-
hati pada pasien dengan riwayat penyakit hati sebelumnya, gagal jantung kelas 3 dan
4, dan pada edema.

Macam Obat dan Dosis

Rosiglitazon dosis hariannya 4-8mg 1x/ hari dan Pioglitazon 15-30mg 1x/ hari.
Golongan Sekretagok Insulin

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh
sel beta pan kreas golongan ini meliputi SU dan non SU (glinid).

a) Sulfonilurea

Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950-an. Obat ini
digunakan sebagai terapi farmkologis pada awal pengobatan diabetes dimulai,terutama bila
konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan sekresi pada insulin. Sulfonilurea
sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau
mempertahankan sekresi insulin. Mempunyai sejarah penggunaan yang panjang dengan efek
samping (termasuk hipoglikemia) dan relatif murah. Berbagai macam obat golongan ini
umumnya mempunyai sifat farmakologis yang serupa, demikian juga efek klinis dan
mekanisme kerjanya.

Farmakokiaetik dan Farmakodinamik

Efek akut obat golongan sulfonailurea berbeda denga efek pada pemakaian jangka lama.
Glibenklamid misalnya mempunyai masa paruh 4 jam pada pemakaian akut, tetapi pada
pemakaian jangka lama >12 minggu, masa paruhnya memanjang sampai 12 jam. (Bahkan
sampai >20 jam pada pemakaian kronik dengan dosis maksimal). Karena itu dianjurkan
untuk memakai glibenklamid sehari sekali.

Mekanisme Kerja

Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin
yang tersimpan sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang masih mampu mensekresi
insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes melitus tipe Efek hipoglikemia
sulfonilurea adalah merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta
pankreas . Bila sulfonilurea terkait pada reseptor ( SUR) channel tersebt maka akan terjadi
penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan permeabilitas K pada
membran sel beta, terjadi depolarisasi membra dan membuka cahnnel Ca tergantung
voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terkait pada Calmodulin,
dan menyebabkan eksositosis garnul yang mengandung insulin.

Penggunaan Dalam Klinik

Beberapa obat golongan SU yang ada di indonesia dapat dilihat pada tabel 1. Semuanya
mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda dalam hal masa kerja, degradasi dan aktivitas
metabolitnya. Berdasarkan lama kerjanya, SU di bagi menjadi tiga golongan yaitu generasi
pertama adalah acetohexamide, tolbutamide dan chlorpropamide. SU generasi kedua adalah
glibenclamide, glipizide dan gliclazide, SU genersi ketiga adalah glimepiride.

Glibenklamid mnurunkan glukosa darah pusa lebih besar dari pada glukosa sesudah
makan, masing-masing sampai 36% dan 21%. Bila diperlukan,dosis terbagi dapat diberikan
dengan dosis sore yang lebih rendah. Pada pemakaian jangka lama, efektivitas obat ini dapat
menurunkan HbA1c,5-2%,

Pada pemakaian sulfonilureaSU, umurnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
menghindari kemungkinan hipoglikemia.pada keadaan tertentu dimana kadar glukosa darah
sangat tinggi, datap diberikan SU dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus
bahwa dalam beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu
sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna. Segeralah periksa kadar
glukosa darah sesuai dosisnya.

Efek Samping dan Kontraindikasi

Hipoglikemi merupakan efek samping terpenting dari SU terutama bila asupan pasien tidak
adekuat. Untuk mengurangi kemungkinan hipoglikemia, apalagi pada orang tua dipilih obat
yang masa kerjanya paling singkat. Obat SU dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak
dipakai pada usia lanjut. Selain pada orang tua,hipoglikemia juga lebih sering terjadi pada
pasien dengan gagal gonjal, gangguan fungsi hati berat dan pasien dengan masukan makan
yang kurang dan jika daipakai bersama obat sulfa. Obat yang mempunyai metabolt aktif
tentu akan lebih mungkin menyebabkan hipoglikemia yang berkepanjangan jika di berikan
pada pasien dengan gagal ginjal atau gagal hati.
Selain itu terjadi kenaikan berat badan sekitar 4-6kg, gangguan pencernaan,
fotosensitifitas, gangguan enzim hati dan flushing.

Pemakaiannya dikontradiksikan pada DM tipe 1, hipersensitif terhadap sulfa, hamil dan


menyusui.

2. Penghambat Alfa Glukosida

Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan kerja lokal pada saluran pencernaan. Acarbose
mengalami metabolisme didalam saluran pencernaan, metabolisme terutama oleh flora
mikrobiologis,hidrolisi intestinal dan aktifitas ensim pencernaan. Waktu aktu paruh
eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang sehat dan sebagian besar diekskreasi melalui
feses. Obat ini bekerja kompetitif menghambat kerja enzim alfa gulkosidase di dalam
saluran cema sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan gulkosa
hipoglikemia dan berpengaruh pada kadar insulin.

Mekanisme Kerja

Obat ini memperlambat dan pemecahan dan penyerapan karbohidrat komplek dengan
menghambat enzim alpha gulkosidase yang terdapat pada dinding entrosit yang terletak
pada bagian proksimal usus halus. Secara klinis akan terjadi hambatanpembentukan
monosakarida intraluminal, menghambat dan memperpanjang peningkatan gulkosa darah
postprandial, dan mempengaruhi respons insulin plasma. Hasil akhir adalah penurunan
gulkosa darah post prandial. Sebagai monoterapi tidak akan merangsang ekresi insulin
sehingga tidak dapat menyebabkan hipoglikemia.

Penggunaan dalam Klinik

Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan insulin,
metformin, glitazone atau sukfonilurea . Untuk mendapatkan efek maksimal, obat ini harus
diberikan segera pada saat makan utama. Hal ini perlu karena merupakan penghambat
kompetitif dan sudah harus ada pada saat kerja enzimatik pada saat yang sama karbohidrat
berada di usus halus. Dengan memberikannya 15 menit sebelum atau sesudah makan akan
mengurangi dampak pengobatan terhadap glukosa post prandial.

Monoterapi dengan acarbose dapat menurunkan rata-rata glukosa post prandial sebesar
40-60 mg/dL dan gulkosa pusa rata-rata 10-20 mg/dL dan Hba1c 0,5-1%. Dengan terapi
kombinasi bersama SU,metformin dan insulin maka acarbose dapat menurunkan lebih
banyak terhadap A1C sebesar 0,3-0,5% dan rata-rata gulkosa post prandial sebesar 20-30
mg/dL dari keadaan sebelumnya.

Efek Samping dan Kontraindiksi

Efek samping akibat maldisges karbohidrat akan berupa gejala gastrointestinal seperti ;
meteorismus, flatulence dan diare. Flatulence merupakan efek yang tersering terjadi pada
hampir 50% pengguna obat ini. Penghambat alfa glukosidase dapat menghambat
biovailabilitas metformin jika diberikan bersamaan pada orang normal.

Acarbose dikontraindikasikan pada kondisi irritable bowel syandrome, obstruksi saluran


cerna, sirosis hati dan gangguan fungsi ginjal.

6. Kelainan pengaturan gula darah


Hiperglikemia
Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan pada
metabolisme glukosa dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya ini
bermula dari hambatan utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar
glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai gejala diabetes mellitus.
Pada diabetes tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan,
gangguan metabolism glukosa disebabkan oleh dua factor utama yakni tidak adekuatnya
sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin
(resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan (environment). Sedangkan pada
diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut murni disebabkan oleh defisisnsi insulin
secara absolute.
Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada
dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai
kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak
buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia
akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (1030 menit)
setelah beban glukosa (makan atau minum).
Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan factor etiologi
yang bersifat bawaan (genetic). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progresif
dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolism lemak ataupun protein.
Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tdak berlangsung sempurna
pada gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah.
Untuk mendapatkan kadar glukosa yang normal dalam darah diperlukan obat-obatan
yang dapat merangsang sel beta untuk peningkatan sekresi insulin atau bila diperlukan
secara substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi
insulin.
Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti peningkatan kinerja fase 2
sekresi insulin, pada tahap awal belum akan menimbulkan gangguan terhadap kadar
glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap dekompensasi, dapat terdeteksi keadaan
yang dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu yang biasa disebut juga sebagai
prediabetic state. Pada tahap ini mekanisme kompensasi sudah tidak adekuat lagi. Pada
tahap ini, mekanisme kompensasi sudah mulai tidak adekuat lagi, tubuh mengalami
defisiensi yang mungkin secara relative, terjadi peningkatan glukosa darah postprandial.
Pada toleransi glukosa terganggu (TGT) didapatkan kadar glukosa darah postprandial
atau setelah diberi beban larutan 75 gram glukosa dengan Test Toleransi Glukosa Oral
(TTGO), berkisar diantara 140-200 mg/dl.
Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada tahap diabetes, atau
hiperglikemia akut postoradinal yang terjadi berulang kali setiap hari sejak tahap TGT,
memberi dampak buruk terhadap jaringanyang secara jangka panjang menimbulkan
komplikasi kronis dari diabetes. Tingginya kadar glukosa darah (glukotoxicity) yang
diikuti pula oleh dyslipidemia (lipotoxicity) bertanggung jawab atas kerusakan jaringan
secara baik melalui stress oksidatif dan proses glikolisasi yang meluas.
Resistensi insulin mulai menonjol perannya semenjak perubahan atau konversi
fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut factor resistensi insulin
mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun bebagai kerusakan jaringan. Ini
terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap DMT 2, meskipun dengan kadar serum insulin
yang cukup tinggi, namun hiperglikemia masih bias terjadi. Kerusakan jaringan yang
terjadi terutama, mikrovaskular, meningkatnya secara tajam pada tahap diabetes,
sedangkan gangguan makrovaskular telah muncul semenjak prediabetes. Semakin
tingginya tingkat resistensi insulin dapat terlihat pula pada peningkatan kadar glukosa
darah puasa maupun postpradinal. Sejalan dengan tu, pada hepar semakin tinggi tingkat
resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis
dan glukogenolisis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat glukosa di hepar.
Jadi dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya ditentukan oleh
kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negative terhadap fase 2 dan berakibat
langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia
terjaditidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada
saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi
insulin). Gangguan atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan
mempercepat progresifitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolism glukosa akan
berlanjut pada gangguan metabolism lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai
jaringan tubuh. Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin, selain
daripada intoleransi terhadap glukosa beserta berbagai akibatnya, sering menimbulkan
kumpulan gejala yang dinamakan sindroma metabolik.

Ketoasidosis Metabolik Karena Hiperglikemia


Ketoasidosis metaboli adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan peningkatan hormone kontra regulator (glucagon, katekolamin,
kortisol dan hormon pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan glukosa meningkat
dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Walaupun
sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, system homeostasis tubuh terus teraktivasi
untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormone kontra
regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak.
Akibatnya lipofisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan
asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton dan asam lemak
bebas secara berlebihan.

Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah normal.
Hipoglikemia pada pasien diabetes tipe 1 dan 2 merupakan factor penghambat utama
dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati nilai normal.
Factor paling utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan
diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan.
Glukosa merupakan bahan bakar metabolism yang paling utama untuk otak. Oleh karena
otak hanya menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen jumlah sedikit, fungsi otak yang
normal sangat tergantung glukosa dan sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa yang
berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi system saraf pusat,
gangguan kognisi dan koma.
Pada pasien diabetes hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin yang
kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang
meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonylurea.

Anda mungkin juga menyukai