Anda di halaman 1dari 22

BIOLOGI LAUT

BIOTA LAUT DAN ZONASI WILAYAHNYA

Diajukan untuk memenuhi syarat salah satu tugas mata kuliah Biologi Perikanan

Disusun oleh:

Farras Faishal 230110150199


Perikanan C

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2017
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Biologi Laut
ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini disusun untuk melengkapi
salah satu tugas makalah mata kuliah Biologi Laut.
Meskipun di dalam penyusunan makalah ini penulis telah mencurahkan
segenap kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, tapi kemungkinan
kekurangan masih tetap ada. Sebagaimana pribahasa mengatakan tak ada gading
yang tak retak, layaknya manusia tak luput dari kekurangan, baik dari segi
pengungkapan kalimat, maupun sistematika penyusunannya.

Besar harapan kami, makalah mata kuliah Biologi Laut ini dapat
bermanfaat sehingga dapat memperlancar proses belajar mengajar yang
membacanya. Kami akan sangat menghargai adanya saran dan kritik perbaikan
untuk penyempurnaan makalah ini.

Jatinangor, Maret 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................... ii

DAFTAR ISI............................................................................................. iii

I. BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................. 1

1.2 Tujuan............................................................................................... 2

1.3 Manfaat............................................................................................ 2

II. PEMBAHASAN

2.1 Zonasi Laut Secara Horizontal


2.1.1 Zona Litoral............................................................................... 3
2.1.2 Zona Neritik.............................................................................. 4
2.1.3 Zona Oseanik............................................................................ 5
2.2 Zonasi Laut Secara Vertikal
2.2.1 Zona Batial................................................................................ 9
2.2.2 Zona Abisal............................................................................... 11
2.2.3 Zona Hadal................................................................................ 13
2.3 Zonasi Laut Berdasarkan Intensitas Cahaya
2.3.1 Zona Euphotic........................................................................... 14
2.3.2 Zona Disphotic.......................................................................... 14
2.3.3 Zona Aphotic............................................................................. 14

III. KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan...................................................................................... 17

3.2 Saran................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penampakan fotografi planet bumi dari udara menunjukkan warna
dominan biru. Warna biru ini terjadi karena warna laut yang menutupi hampir
71% dari permukaan planet bumi. Walaupun sangat luas, para ahli ternyata lebih
tertarik untuk mempelajari bulan dibanding laut. Mereka lebih memahami
permukaan bulan dibandingkan dasar laut. Permukaan bulan bisa terlihat dari
bumi (dengan menggunakan paralatan bantu khusus). Sedangkan dasar laut
tertutupi oleh kegelapan dan menyimpan misteri bagi manusia. Laut tidak
mempunyai batas yang jelas. Pengembara di darat tidak pernah kehilangan arah
karena mengenal tanda-tanda darat (landmark). Mereka tidak akan mengalami dis-
orientasi. Di laut, tidak ada istilah landmark sehingga pelaut harus mencari tanda-
tanda alam agar tidak kehilangan arah. Kalau permukaan laut saja kita tidak kenal,
apalagi dasar laut. Sangat ironis kalau kita menyebut diri memahami laut lebih
dari pemahaman kita terhadap permukaan bulan.
Laut ialah seluruh badan air asin yang saling berhubungan dan menutupi
70% (tepatnya 70,78%) dari permukaan bumi. Jumlah ini tidak termasuk Danau
Asin (Salt Lake) yang tidak dinyatakan sebagai laut, berdasarkan definisi di atas.
Air pada permukaan bumi, dengan demikian, bisa dibedakan berdasarkan
tempatnya, ialah: air laut dan badan air yang ada di darat, selain Laut. Dari total
badan air yang menutupi permukaan bumi, 97% ialah air laut. Hanya sekitar 3%
air di bumi yang bukan air laut. Citra (image) dari satelit terhadap planet bumi
memperlihatkan warna dominan biru. Laut lebih banyak menyerap spektrum
cahaya selain biru; spektrum warna biru akan dipantulkan dan tertangkap oleh
citra satelit, yang menunjukkan identitas laut. Dari sisi luas permukaan, laut jelas
sangat dominan, namun kita tampaknya belum menghargai laut sebagai mana
mestinya. Kita mempergunakan istilah planet bumi, bukan planet laut, dalam
peradaban dan perkembangan pengetahuan manusia.

1
2

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini diantaranya:
1. Mengetahui lautan berdasarkan zonasinya secara horizontal
2. Mengetahui lautan berdasarkan zonasinya secara vertikal
3. Mengetahui lautan berdasarkan zonasi intensitas cahaya
4. Mengetahui biota laut yang hidup di setiap zonasi laut

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah memberikan
informasi seputar laut, zonasinya dan biota yang tinggal di setiap zonasi
wilayahnya. Makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi mengenai laut yang
telah disusun secara sistematis untuk mempermudah pemahaman pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Zonasi Laut Secara Horizontal


Zonasi laut selain dapat digambarkan secara horizontal juga dapat di
gampbarkan secara vertikal dan berdasarkan daya tembus cahaya matahari ke
perairan laut. Skema mengenai zonasi laut dapat dilihat dalam gambar berikut.

Gambar 1. Struktur topografi dasar laut, kedalaman, kolom air diatasnya dan
efektifitas sinar matahari
(Sumber: Alaby, M. 2009)
2.1.1 Zona Litoral
Zona littoral ialah wilayah (dasar laut) antara pasang tertinggi dan surut
terendah. Pada saat surut terendah, seluruh wilayah littoral akan terbuka dan tidak
tergenangi air laut. Zona littoral merupakan wilayah dengan variasi faktor
lingkungan yang sangat bervariasi dalam waktu yang relatif singkat. Organisme.

3
4

yang mampu tinggal pada wilayah littoral mempunyai mekanisme tertentu untuk
beradaptasi terhadap variasi lingkungan yang ekstrem. Beberapa jenis karang
(coral colony akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian keragaman hayati) bisa
bertahan hidup dan menempati wilayah pada ujung zona littoral. Daerah ini sering
disebut dengan istilah reef-crest, ialah lokasi gelombang laut pecah di pantai.

Gambar 2. Padang Lamun (Seagrass)


(Sumber: http://oceanbites.org/the-northward-expansion-tropical-fish-settling-the-
temperate-seagrass-prairie/)
2.1.2 Zona Neritik
Neritic(k) ialah kolom air paling atas pada laut, di atas paparan benua.
Zona neritic atau sublittoral, ialah wilayah dari batas littoral sampai batas atas
paparan benua (shelf), sampai kedalaman 20 50 m. Wilayah neritik dan littoral
ialah lokasi yang sangat penting sebagai pendukung kehidupan organisme di laut.
Formasi bakau, padang lamun, rumput laut dan pantai berpasir ialah habitat
dominan yang terdapat pada wilayah littoral. Semua jenis habitat tersebut
diketahui sangat penting untuk ikan dan avertebrata laut lainnya. Ikan kakap putih,
Lates calcalifer (Bloch 1790), Lutjanus argentimaculatus (Forsskl 1775); ukon
atau kerapu lumpur, Epinephelus coioides (Hamilton, 1822); lencam, Lethrinus
nebulosus (Forsskl, 1775); beronang, Siganus canaliculatus (Park, 1797) dan
banyak lagi spesies ikan komersial untuk bisa disebutkan di sini, sebagian atau
seluruh hidupnya terkait dengan habitat littoral.
5

Gambar 3. Mangrove Jack / Black Bass


(Sumber: http://getfishing.com.au/speciesid/mangrove-jack/)

Gambar 4. Ikan Baronang (Siganus sp)


(Sumber: http://gomancing.com/teknik-memancing/mancing-ikan-baronang/)
2.1.3 Zona Oseanik
Zona oseanik merupakan daerah laut terbuka. Berdasarkan kedalamannya,
dibedakan menjadi zona batial (200-400 m), zona abisal (400-10.000 m) dan zona
hadal (10.000 - dasar). Komunitas pada zona oseanik yaitu alga bersel satu
(Diatomae), coelenterata, udang, mollusca, dan berbagai jenis ikan (Susilowarno
2007). Zona oseanik merupakan wilayah ekosistem laut lepas yang kedalamannya
mulai dari yang tertembus cahaya sampai tidak dapat ditembus cahaya matahari
sampai ke dasar, sehingga bagian dasarnya paling gelap. Akibatnya bagian air
6

dipermukaan tidak dapat bercampur dengan air dibawahnya, karena ada


perbedaan suhu. Batas dari kedua lapisan air itu disebut daerah termoklin, Daerah
ini banyak ikannya (Ernawati 2011). Menurut Romimohtarto (2007), daerah
oseanik ini dibagi menjadi 4 bagian yaitu epipelagik, mesopelagik, batipelagik,
dan abisopelagik.
a. Epipelagik
Zona epipelagik atau oseanik atas meluas dari permukaan sampai
kedalaman 200 m. Epipelagik ini masih di tembus oleh cahaya matahari sehingga
proses fotosintesis oleh organisme autotrof masih mungkin terjadi. Area ini juga
meluas ke perairan neritik sehingga ia bisa juga dikatakan bagian dari perairan
neritik.
Epipelagik dibagi menjadi tiga bagian yaitu zona dekat permukaan dimana
penyinaran siang hari diatas optimal atau bahkan letal bagi fitoplankton.
Penyinaran ini juga masih terlalu tinggi bagi zooplankton. Di bawah zona tersebut
dinamakan zona bawah-permukaan yang merupakan tempat terjadinya
pertumbuhan yang aktif sampai perairan yang agak dalam, di mana fitoplankton
yang tidak berbiak aktif masih terdapat berlimpah. Zona ketiga atau area paling
bawah merupakan tempat zooplankton yang biasa bermigrasi ke permukaan pada
malam hari dan kembali pada siang hari. Jadi pada zona epipelagik ini organisme
penghuninya cukup banyak hampir sama halnya pada daerah neritik
(Romimohtarto 2007).

Gambar 5. Skipjack Tuna


(Sumber: http://agrocommodityasia.com)
7

b. Mesopelagik
Mesopelagik merupakan perairan yang berada di bawah epipelagik yang
meluas dari 200-1000 m. Lapisan ini bertepatan dengan lapisan terjadinya
perubahan suhu dan tempat terjadinya termoklin. Karena area ini penyinaran
sudah hampir bahkan tidak ada, maka tidak ada kegiatan produksi primer oleh
produsen. Area ini kebanyakan dihuni oleh konsumen primer yang memanfaatkan
bangkai-bangkai organisme dari lapisan di atasnya. Pada area ini tekanan lebih
kecil dan persediaan makanan lebih banyak daripada lapisan yang ada di
bawahnya (Romimohtarto 2007).
Ciri dari biota yang hidup di zona ini yakni warna hewan umunya abu-abu
keperakan atau hitam (ikan), ungu kelam (ubur-ubur) dan merah (crustacea), mata
besar dan penglihatan senja (tingginya pigmen rodopsin dan kepadatan sel batang
pada retina akan memberi kemampuan maksimum dalam melihat dan mendeteksi
cahaya) dan bioluminusens yaitu kemampuan memproduksi cahaya pada makhluk
hidup, biasanya dilengkapi oleh organ penghasil cahaya (fotofor) serta memiliki
mulut besar, morfologi mulut, rahang, gigi yang mendukung efektifitas
penangkapan mangsa (Efenndy 2009).

Gambar 6. Great White Shark (Carcharodon carcharias)


8

(Sumber: https://www.reddit.com/r/thalassophobia/comments/4zl5sb/
great_white_shark/)
c. Batipelagik
Batipelagik meluas dari kedalaman 1000-4000 m. Kondisi fisiknya
seragam dan tidak ada aktifitas produsen sehingga hanya ada konsumen skunder
sperti ikan. Suhu pada area ini sudah lebih rendah jika di bandingkan dengan
lapisan diatasnya. Tumbuh-tumbuhan masih ada sedikit atau juga tidak ada sama
sekali (Romimohtarto 2007).
Menurut Effendy (2009), penghuni zona ini secara umum terdiri dari ikan
yang umumnya berwarna hitam kelam, sedangkan invertebratanya seakan tidak
berpigmen (putih cerah), ukuran mata sangat kecil, bahkan tidak bermata, bahkan
ada yang memiliki mata berbentuk pipa (ikan Argyropelecus) dan sebelah
matanya lebih besar (cumi-cumi Histioteuthis). Ikan yang ditemukan umumnya
berukuran sangat kecil, namun invertebrata yang hidup umumnya berukuran
sangat besar

Gambar 7. Isopoda Raksasa (Bathynomus giganteus)


(Sumber: japanesestation.com)
d. Abisopelagik
Abisopelagik merupakan area terdalam jika dibanding ketiga area lainnya.
Biota laut yang hidup di area ini cenderung bertahan terhadap kegelapan, suhu
semakin rendah dan tekananpun semakin tinggi. Organisme yang hidup di area ini
9

tentu telah beradaptasi bahkan berevolusi seperti halnya ikan yang memiliki
antena penghasil cahaya yang berasal dari senyawa kimia yang dihasilkan oleh
sel-sel penyusun antenanya yang biasa di kenal sebagai biopendar cahaya
(biolumiscence). Selain itu ikan memiliki gelembung renang yang lebih besar
sehingga bisa melawan beratnya tekanan air. Gelembung renang akan terperas
oleh tekanan sehingga sedikit ruang untuk gas, akibatnya ikan sedikit lebih ringan
daripada berat air disekitarnya. Suhu yang rendah pada area ini juga mebuat reaksi
metabolisme menjadi lebih lambat. Pada area ini tidak ada lagi proses fotosintesis
dan tumbuh-tumbuhan yang hidup sangat sedikit atau tidak ada sama sekali.
Perubahan suhu, salinitas dan kondisi serupa jarang terjadi bahkan kalupun ada
sangat kecil.

Gambar 8. Anglerfish (Lophius piscatorius)


(Sumber: https://www.reddit.com/r/WTF/comments/2j8xyv/
when_anglerfish_male_finds_a_suitable_mate_he/)
2.2 Zonasi Laut Secara Vertikal
Zona batial, abisal dan hadal disebut juga zona dasar laut dalam karena
pada zona ini temperatur air laut dan salinitasnya relatif sama (homogen), tidak
ada cahaya matahari yang tembus, tekanan airnya besar, serta tidak terpengaruh
oleh adanya musim dan letak lintang (Hartono 2007).
10

2.2.1 Zona Bathyal


Zona batial adalah wilayah laut yang merupakan lereng benua yang
tenggelam di dasar samudera. Kedalaman zona ini berkisar di atas 200 meter
2000 meter. Dengan kedalaman dan struktur yang berupa lereng atau curam maka
organisme yang hidup pada area ini kebanyakan bersifat konsumen. Pertukaran
oksigen cukup kurang sehingga bisa menjadi salah satu faktor pembatas bagi
organisme yang hidup pada lingkungan ini. Bebatuan masih relatif ada sehinnga
organisme yang hidupnya melekat masih bisa ditemukan (Aliv 2011).
Menurut Dias (2011), keadaan bentik zona bathyal umumnya merupakan
lereng-lereng curam yang merupakan dinding laut dalam dan sebagai bagian
pinggiran kontinen. Zona bathyal juga diistilahkan sebagai Continental Slope.
Pada Continental slope sering ditemui canyon/ ngarai / submarine canyon, yang
umumnya merupakan kelanjutan dari muara sungai sungai besar di pesisir.
Tipe sedimen utama sedimen pada zona bathyal merupakan lempung biru,
lempung gelap dengan butiran halus dan memiliki kandungan karbonat kurang
dari 30%. Sedimen-sedimennya memiliki jenis sedimen terrestrial, pelagis, atau
autigenik (terbentuk ditempat). Sedimen Terrestrial (terbentuk dari daratan) lebih
banyak merupakan lempung dan lanau, berwarna biru disebabkan karena
akumulasi sisa-sisa bahan organik dan senyawa ferro besi sulfida yang diproduksi
oleh bakteri, Sedimen terrestrial juga merupakan tipe sedimen yang paling
mendominasi. Sedimen terrigenous terbawa hingga ke zona bathyal melalui arus
sporadik turbiditi yang berasal dari wilayah yang lebih dangkal. Saat material
terrigenous langka, cangkang mikroskopis dari fitoplankton dan zooplankton akan
terakumulasi di dasar membentuk sedimen authigenik.
Biota yang hidup pada bagian bentik zona bathyal antara lain spons,
brachiopod, bintang laut, echinoid, dan populasi pemakan sedimen lainnya yang
terdapat pada bagian sedimen terrigenous. Biasanya biota yang hidup di zona ini
memiliki metabolisme yang lamban karena kebutuhan konservasi energi pada
lingkungan yang minim nutrisi. Kecuali pada laut yang sangat dalam, zona
bathyal memanjang hingga ke zona bentik pada dasar laut yang merupakan bagian
dari continental slope yang berada di kedalaman 1000 hingga 4000 meter.
11

Gambar 9. Brachipoda
(Sumber: http://www.isgs.illinois.edu/outreach/geology-resources/brachiopods)

2.2.2 Zona Abysal


Zona abisal memiliki kemiripan dengan lingkungan lumpur yang ada pada
zona litoral. Bebatuan yang digunakan sebagai substrat oleh organisme sangat
jarang diitemukan. Hewan bercangkang yang hidup di zona ini cangkangnya
cenderung tipis dan jik mati cangkang akan mudah sekali terlarut atau tereduksi.
Endapan plankton tidak ada karena sebelum sampai di dasar sudah dii makan
terlebih dahulu oleh organisme yang ada pada lingkungan yang ada di atasnya
(Romimohtarto 2007).
12

Endapan yang ada berupa mineral bola-bola mangan dan tulang-tulang


telinga ikan paus dan gigi ikan hiu yang susah terlarut. Kondisinya sangat
berlumpur sehingga oksigen terlarut sangat sedikit sehingga hewan-hewan pada
daerah ini terpaksa menggunakan glikogen atau pigmen-pigmen pernapasan
sebagai sumber oksigen sementara. Namun demikian, kondisi dasar laut abisal
tidak semuanya memiliki kondisi yang sama. Dasar lingkungan ini pada perairan
dalam berupa endapan kapur yang berasal dari kerangka Foraminifera, endapan
silika, terutama dari kerangka diatom, dan lempung merah di dasar yang lebih
dalam dengan tekana air yang cukup tinggi sehingga membuat zat-zat lain mudah
terlarut (Romimohtarto 2007).
Kehidupan hewan-hewan pada lingkungan seperti ini sangat bergantung
atau menyesuaikan pada jenis endapannya. Seperti tipe organisme pemakan
penyaring lebih suka dasar yang keras dengan partikel halus lumpur yang tidak
akan menyumbat penyaringnya. Jika partikel-partike sangat halus maka tipe
hewan yang hidup pada area ini adalah pemakan endapan yang mengambil dan
mencerna zat organik yang terdapat dalam lumpur. Di samping hewan-hewan
tersebut terdapat pula hewan-hewan pemangsa bangkai yang menangkap hewan
apa saja baik yang hidup maupun mati. Suhu pada daerah ini relatif stabil yaitu
antara 1,2o C - 4oC. Beberapa hewan yang hidup di lingkungan ini berupa bintang
laut, bintang mengular, tripang dan banyak jenis ikan. Binatang laut yang dapat
hidup di zona ini cenderung pipih dan panjang. Contoh binatang yang dapat hidup
di zona abisal ini adalah cumi-cumi raksasa Makin dalam dasar laut maka makin
sedikit pula jenis hewan yang dapat ditemukan (Romimohtarto 2007).
Gambar 10. Cumi-cumi raksasa
13

(Sumber: http://kontenviral.org/2017/01/cumi-cumi-raksasa/3/)

2.2.3 Zona Hadal


Ikan penghuni zona hadal biasanya tidak bermata, karena fungsi mata itu
sendiri yang kurang berguna di zona tersebut. Mata ikan di zona ini tidak
berkembang sehingga ikan bermata sangat kecil atau bahkan tidak memiliki mata.
Contohnya adalah belut laut Gulper yang matanya tidak berkembang.

Gambar 11. Belut Gulper


(Sumber: langka38.rssing.com/chan-60367108/all_p3.html)
14

Adapun organisme yang memiliki mata tubuler yang berbentuk silinder


pendek dengan lensa setengah lingkaran di ujung silinder. Mata tersebut memiliki
dua retina. Retina yang yang satu untuk melihat jauh dan retina yang lain untuk
melihat dekat. Contohnya mata tubuler pada Genus Argyropelecus

Gambar 12. Argyropelecus hemigymnus


(Sumber: fishesofaustralia.net.au/home/family/287)
Karena zona ini memiliki tekanan yang sangat besar yaitu mencapai 600
atm,maka makhluk hidup di lapisan ini memiliki kulit yang berongga dan tulang
yang lunak dan fleksibel. Sehingga mereka mampu beradaptasi dengan tekanan
tinggi.

2.3 Zonasi Laut Berdasarkan Intensitas Cahaya


2.3.1 Zona Euphotic
Wilayah perairan laut yang dapat ditembus sinar matahari, kedalamnnya
hingga mencapai kurang lebih 200 m. Beragam jenis biota hidup di zona ini
seperti terumbu karang, ikan, rumput laut dan lainnya.
2.3.2 Zona Disphotic
Wilayah titik remang-remang yang minim cahaya sehingga jumlah
produsen kurang, sebab mereka tidak bisa melakukan aktifitas fotosintesis.
Kedalamannya antara 200 sampai 2000 meter. Contoh hewan laut yang hidup di
zona ini diantaranya ikan paus, hiu, dan gurita.
2.3.3 Zona Aphotic
Wilayah dimana tidak sedikitpun cahaya matahari dapat menembus
kedalaman lautan. Zona ini disebut laut dalam dan biota yang hidup disini adalah
15

biota-biota unik seperti biota yang memiliki kemampuan menghasilkan cahaya


sendiri atau sering disebut juga bioluminescene. Pendaran cahaya tersebut
dihasilkan dari reaksi zat kimia tertentu yang diproduksi oleh mahluk tersebut.

Gambar 13. Biota Euphotic


(Sumber: http://www.biodiversitywarriors.org/rumput-laut-dan-seagrass-serupa-
tapi-tak-sama.html)
16
17

Gambar 14. Biota Disphotic (Octopus sp)


(Sumber: http://www.gulalives.co/2016/06/23)

Gambar 15. Viperfish (Chauliodus sloani)


(Sumber: http://www.seasky.org/deep-sea/viperfish.html)
BAB III
SIMPULAN

3.1 Simpulan
Berdasarkan pemaparan penjelasasn pada bab pembahasan maka dapay
ditarik kesimpulan diantaranya:
1. Pembagian zona laut secara horizontal dibagi menjadi 3 zona yaitu: zona
litoral, neritic dan oseanik.
2. Pembagian zona laut secara vertikal dibagi menjadi 3 zona yaitu: zona
batial, zona abisal dan zona hadal.
3. Pembagian zona laut berdasarkan intensitas cahaya yang dapat masuk
yaitu: zona euphotic, zona disphotic dan zona aphotic.
4. Setiap biota laut yang mendiami masing-masing zonasi memiliki bentuk
adaptasi yang disesuaikan dengan lingkungannya seperti, intensitas
cahaya, kedalaman, ketersediaan makanan dsb.

3.2 Saran
Makalah biota laut dan zonasinya disusun secara sistematis agar
mempermudah pembaca dalam memahami isi dari makalah ini. Meski terbilang
selesai masih dapat dimungkinkan adanya kesalahan baik dalam format penulisan,
pemilihan kata dan struktur didalamnya. Maka dari itu penulis dengan senang hati
menerima saran dan masukan agar kedepannya dapat membuat karya yang lebih
teliti lagi dalam pembuatannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Allaby, M., 2009. Oceans: A Scientific History of Oceans and Marine Life. New
York, USA, Facts on File.

Hartono. 2007. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Citra Praya: Bandung.

Romimohtarto, K., dan Juwana, S., 2007. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.

Susilowarno, G.R., dkk. 2007. Biologi untuk SMA Kelas X. Grasindo: Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai