Anda di halaman 1dari 16

Konsep Dasar Medik

1. Pengertian

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak

enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan

refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam

lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488).

Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU),

bila tidak jelas penyebabnya.

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat

dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila

penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2

liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus.

Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah

lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur

pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah,

mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi

lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter

kardia dikenal dengan nama daerah kardia.


Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan

ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus

kedalam lambung.Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :


1) lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
2) Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus.
Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot

sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.


Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari

orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor

(lengkung kelenjar).
3) Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan

saluran limfe.
4) Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak

kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi

makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut

bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat

orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric

terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik

memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan

pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel

parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik

diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor

intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan

dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus.

Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin

merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan

pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan

berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.


Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk

lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.

Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.

Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif


merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak

duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia

seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang

oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen

simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus

(auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding

lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.


Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan

limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang

mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua

cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri

pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior

duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan

menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal

dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena

porta.

Berikut ini adalah gambar anatomi lambung.


Fisiologi Lambung :

a) Mencerna makanan secara mekanikal.


b) Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 3000 mL

gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus,

HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi

langsung masuk kedalam aliran darah.


c) Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah

menjadi polipeptida
d) Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol,

glukosa, dan beberapa obat.


e) Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh

HCL.
f) Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung)

kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan

terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.

3. Etiologi
a) Perubahan pola makan
b) Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
c) Alkohol dan nikotin rokok
d) Stres

4. Insiden

Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 30 % orang

dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan skandinavia

dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 41 % tetapi hanya 10 20 % yang mencari

pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 8 % (Suryono S, et

all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Menurut Sigi, di negara barat

prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 % penderita berkunjung ke

dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga
merupakan keluhan yang banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10 20 % (Kusmobroto

H, 2003)

5. Manifestasi Klinik
a) nyeri perut (abdominal discomfort)
b) Rasa perih di ulu hati
c) Mual, kadang-kadang sampai muntah
d) Nafsu makan berkurang
e) Rasa lekas kenyang
f) Perut kembung
g) Rasa panas di dada dan perut
h) Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
6. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat

seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan

menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat

mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,

kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang

terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata

membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

7. Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan

kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang

berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena

sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu

fungsi lambung.
8. Penatalaksanaan Medik
a) Penatalaksanaan non farmakologis
Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang

berlebihan, nikotin rokok, dan stress


Atur pola makan
b) Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama

dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross

patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF

reponsif terhadap placebo. Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan

asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan

prokinetik (mencegah terjadinya muntah)

9. Test Diagnostik
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya

pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan

penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan

penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani,

juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.


1) Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan

untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets

mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam

batas normal.
2) Radiologis. Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di

saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap

saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.


3) Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi). Sesuai dengan definisi bahwa pada

dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.


4) USG (ultrasonografi). Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin

banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,

apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan

pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan


5) Waktu Pengosongan Lambung. Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet

radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 40 %

kasus.
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan

yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus

yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati,

mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung,

rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba).

(Mansjoer A, 2000, Hal. 488). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis

(sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula

disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn),

regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual,

muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan

dispepsia.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan,

anoreksia.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,

muntah
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk

menanggulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.


a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien

melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri

INTERVENSI
RASIONAL
1.Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 10) 1. Berguna dalam pengawasan kefektifan
2.Berikan istirahat dengan posisi obat, kemajuan penyembuhan
semifowler 2. Dengan posisi semi-fowler dapat
3.Anjurkan klien untuk menghindari menghilangkan tegangan abdomen yang
makanan yang dapat meningkatkan bertambah dengan posisi telentang
kerja asam lambung 3. dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan
4.Anjurkan klien untuk tetap mengatur menurunkan aktivitas peristaltic
waktu makannya 4. mencegah terjadinya perih pada ulu
5.Observasi TTV tiap 24 jam hati/epigastrium
6.Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi 5. sebagai indikator untuk melanjutkan
7.Kolaborasi dengan pemberian obat intervensi berikutnya
analgesic 6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat
terkontrol
7. Menghilangkan rasa nyeri dan
mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan,

anoreksia. Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang

diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi

INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau dan dokumentasikan dan 1. Untuk mengidentifikasi


haluaran tiap jam secara adekuat indikasi/perkembangan dari hasil yang
2. Timbang BB klien diharapkan
3. Berikan makanan sedikit tapi sering 2. Membantu menentukan keseimbangan
4. Catat status nutrisi paasien: turgor cairan yang tepat
kulit, timbang berat badan, integritas 3. meminimalkan anoreksia, dan mengurangi
mukosa mulut, kemampuan menelan, iritasi gaster
adanya bising usus, riwayat 4. Berguna dalam mendefinisikan derajat
mual/rnuntah atau diare. masalah dan intervensi yang tepat Berguna
5. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak dalam pengawasan kefektifan obat,
disukai. kemajuan penyembuhan
6. Monitor intake dan output secara 5. Membantu intervensi kebutuhan yang
periodik. spesifik, meningkatkan intake diet klien.
7. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, 6. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
dan tetapkan jika ada hubungannya 7. Dapat menentukan jenis diet dan
dengan medikasi. Awasi frekuensi, mengidentifikasi pemecahan masalah
volume, konsistensi Buang Air Besar untuk meningkatkan intake nutrisi.
(BAB).
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,

muntah. Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu

untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria mempertahankan/menunjukkan

perubaan keseimbangan cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor

kulit baik.

INTERVENSI RASIONAL

1. Awasi tekanan darah dan nadi, 1. Indikator keadekuatan volume sirkulasi


pengisian kapiler, status membran perifer dan hidrasi seluler
mukosa, turgor kulit 2. Klien tidak mengkomsumsi cairan sama
2. Awasi jumlah dan tipe masukan sekali mengakibatkan dehidrasi atau
cairan, ukur haluaran urine dengan mengganti cairan untuk masukan kalori
akurat yang berdampak pada keseimbangan
3. Diskusikan strategi untuk elektrolit
menghentikan muntah dan 3. Membantu klien menerima perasaan
penggunaan laksatif/diuretic bahwa akibat muntah dan atau penggunaan
4. Identifikasi rencana untuk laksatif/diuretik mencegah kehilangan
meningkatkan/mempertahankan cairan lanjut
keseimbangan cairan optimal misalnya 4. Melibatkan klien dalam rencana untuk
: jadwal masukan cairan memperbaiki keseimbangan untuk berhasil
5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV 5. Tindakan daruat untuk memperbaiki
ketidak seimbangan cairan elektroli

d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya.

Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan

kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui sejauh mana tingkat


2. Berikan dorongan dan berikan waktu kecemasan yang dirasakan oleh klien
untuk mengungkapkan pikiran dan sehingga memudahkan dlam tindakan
dengarkan semua keluhannya selanjutnya
3. Jelaskan semua prosedur dan 2. Klien merasa ada yang memperhatikan
pengobatan sehingga klien merasa aman dalam segala
4. Berikan dorongan spiritual hal tundakan yang diberikan
3. Klien memahami dan mengerti tentang
prosedur sehingga mau bekejasama dalam
perawatannya.
4. Bahwa segala tindakan yang diberikan
untuk proses penyembuhan penyakitnya,
masih ada yang berkuasa
menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang
Maha Esa.

4. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan

apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan

dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung respon dalam

keefektifan intervensi.

DATAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, (2002), Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC

Inayah Iin, (2004), Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika.

Manjoer, A, et al, (2000), Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus

Suryono Slamet, et al, (2001), buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI

Doengoes. E. M, et al, (2000), Rencana asuhan keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit keluarga hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit

jantung koroner, stroke atau penyakit ginjal.


b. Lama dan tingkat tekanan darah tinggi sebelumnya dan hasil serta efek sampinng

obat antihipertensi sebelumnya.


c. Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner dan gagal jantung, penyakit

serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, diabetes mellitus, pirai, dislipidemia,


asma bronkhiale, disfungsi seksual, penyakit ginjal, penyakit nyata yang lain dan

informasi obat yang diminum.


d. Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium, dan alcohol, jumlah rokok,

tingkat aktifitas fisik, dan peningkatan berat badan sejak awal dewasa.
e. Riwayat obat-obatan atau bahan lain yang dapat meningkatkan tekanan darah

termasuk kontrasepsi oral, obat anti keradangan nonsteroid, liquorice, kokain dan

amfetamin. Perhatian juga untuk pemakaian eritropoetin, siklosporin atau steroid

untuk penyakit yang bersamaan.


f. Faktor pribadi, psikososial, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil

pengobatan antihipertensi termasuk situasi keluarga, lingkungan kerja, dan latar

belakang pendidikan.
3. Pengkajian data dasar
a. Aktivitas/Istirahat. Gejala: Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.


b. Sirkulasi. Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung kroner / katup

dan penyakit serebrovaskular, episode palpitasi, presipitasi.

Tanda: Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan TD diperlukan untuk

menegakkan diagnosis), Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen

obat), Nadi: denyutan jalas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyut seperti

denyut femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis atau brakialis;

denyut popliteal, tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Denyut apikal:

PMI kemungkinan bergeser dan/atau sangat kuat. Frekuensi/irama : takikardia,

berbagai disritmia. Bunyi jantung: terdengar s2 pada dasar ; s3 (CHF dini) ; s4

(pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri). Murmur stenosis valvular.

Desiran vaskular terdengar diatas karotis, femoralis, atau epigastrium (stenosis

arteri). DVJ [distensi vena jugularis] (kongesti vena). Ekstrimitas: perubahan warna

kulit, suhu dingin (vasokonstriksi perifer); pengisian kapiler mungkin


lambat/tertunda (vasokonstriksi). Kulit-pucat, sianosia dan diaforesis (kongesti,

hipoksemia); kemerahan (feokromositoma).


c. Integritas Ego. Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia,

atau marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral).

Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang

meledak. Gerak tangan empati, otot muka tegang (khusus sekitar mata), gerakan

fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.


d. Eliminasi. Gejala:Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi

atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).


e. Makanan/Cairan. Gejala: Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan

tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolestrol (seperti makanan yang digoreng, keju,

telur); gula-gula yang bewarna hitam; kandungan tinggi kalori. Mual, muntah.

Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkar/menurun). Riwayat penggunaan

diuretik. Tanda: Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum

atau tertentu); kongesti vena, DVJ; glikosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah

diabetik).
f. Neurosensori. Gejala:Keluhan pening/pusing. Berdenyut, sakit kepala suboksipital

(terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam). Episode

kebas dan /atau kelamahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan ( diplopia,

penglihatan kabur). Episode epistaksis. Tanda: Status mental: perubahan keterjagaan,

orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir, atau memori (ingatan). Respon motorik:

penurunan kekuatan genggaman tangan dan/ atau reflaks tendon dalam. Perubahan-

perubahan retinal optik: dari sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai berat dan

perubahan sklerotik dengan edema atau papilaedema, eksudat, dan hemoragi

tergantung pada berat/lamanya hipertensi.


g. Nyeri/ketidaknyamanan. Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan

jantung). Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi arteriosklerosis pada


arteri. Tanda: Distres respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan. Bunyi nafas

tambahan (krakles/mengi). Sianosis


h. Keamanan. Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral

transien hipotensi postural.


i. Pembelajaran/Penyuluhan. Gejala: Faktor-faktor resiko keluarga: hipertensi,

aterosklesosis, penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit serebrovaskular/ginjal.

Faktor-faktor resiko etnik, seperti orang Afrika - Amerika, Asia Tenggara.

Penggunaan pil KB atau hormon lain; penggunaan obat / alkohol.

4. Pemeriksaan Fisik
a) Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI (Body Mass Index) yaitu berat

dalam kg dibagi tinggi dalam m.


b) Pengukuran tekanan darah.
c) Pemeriksaan system kardiovaskuler terutama ukuran jantung, bukti adanya gagal

jntung, penyakit arteri karotis, renal, dan perifer lain serta koarktasio aorta.
d) Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme serta bising abdomen,

pembesaran ginjal serta tumor yang lain.


e) Pemeriksaan fundus optikus dan system syaraf untuk mengetahui kemungkinan

adanya kerusakan serebrovaskuler.


B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung

sekunder terhadap infark miokard


2. Risiko Tinggi terhadap Penurunan Curah Jantung
3. Gangguan Pola tidur b.d memerlukan waktu yang berlebihan sekunder terhadap obat-

obatan antihipertensi
C. Intervensi
1. Kelebihan volume cairan b.d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung

sekunder terhadap infark miokard

INTERVENSI RASIONAL
a) Identifikasi faktor penyebab dan penunjang, Pengawasan intake diet dipantau untuk menjaga
misal diet yang tidak tepat (intake natrium kestabilan tekanan darah agar tidak terjadi
berlebih), kurangnya pengetahuan tentang penumpukan cairan yang dapat menyembabkan
pemenuhan hal-hal yang berkaitan dengan edema jaringan.
pengobatan.

b) Identifikasi dan awasi intake diet klien dan Pengawasan intake makanan pasien sangat
kebiasaan-kebiasaan yang mungkin diperlukan untuk mencegah bertambahnya
menyokong terjadinya retensi urin. volume cairan dengan intake makanan yang tidak
Lanjutkan dengan memberikan intake yang terkontrol. Intake natrium yang tinggi dapat
seseuai dengan kebutuhan klien. menyebabkan retensi air.

2. Risiko Tinggi terhadap Penurunan Curah Jantung

INTERVENSI RASIONAL
a) Pantau tekanan darah. Ukur pada kedua Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
tangan/paha untuk evaluasi awal. yang lebih lengkap tentan keterlibatan/bidang
Gunakan ukuran manset yang tepat dan masalah vaskular. Hipertensi berat diklasifikasikan
teknik yang akurat. pada orang dewasa dengan pengukuran diastolik >
130 dan dipertimbangkan sebagai peningkatan
pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga
merupakan faktor risiko yang ditentukan untuk
penyakit serebrovaskular dan penyakit iskemia
jantung bila tekanan diastolik 90 115.
b) Catat keberadaan, kualitas denyutan Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis
sentral dan perifer. mungkin terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin
menurun, mencerminkan efek dari vasokonstriksi dan
kongesti vena.
c) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa
dan masa pengisian kapiler. pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan
vasokonstriksi atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan curah jantung.
d) Berikan lingkungan tenang, nyaman, Membantu untuk menurunkan rangsan simpatis dan
kurangi aktivitas/keributan lingkungan. meningkatkan relaksasi.
Batasi jumlah pengunjung dan lamanya
tinggal.
e) lakukan tindakan-tindakan yang Menurunkan stres dan ketegangan yang
nyaman, seperti pijantan punggung dan mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit
leher, meninggikan kepala tempat hipertensi.
tidur,dll.
f) Anjurkan teknik relaksasi, panduan Dapat menurunkan rangsangan yang dapat
memijat, aktivitas pengalihan. menimbulkan stres, membuat efek tenang sehingga
menurunkan tekanan darah.
g) Pantau respon obat untuk mengontrol Respin terhadap terapi obat stepped (yang terdiri
tindakan. atas diuretik, inhibitor simpati dan vasodilator)
tergantung pada individu dan efek sinergis obat.
Karena efek samping tersebut, maka penting untuk
menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dan
dosis paling rendah.
3. Gangguan Pola tidur b.d memerlukan waktu yang berlebihan sekunder terhadap obat-
obatan antihipertensi

INTERVENSI RASIONAL
a) Berikan tempat tidur yang nyaman, Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan
seperti bantal dan guling. fisiologis/psikologis.
b) Dorong beberapa aktivitas ringan selama Aktivitas siang hari dapat membantu pasien
siang hari. Jamin pasien berhenti menggunakan energi dan siap untuk tidur malam.
beraktivitas beberapa jam sebelum tidur. Namun, kelanjutan aktivitas yang dekat dengan waktu
tidur dapat bertindak sebagai stimulan penghambat
tidur.
c) Tingkatkan regimen kenyamanan waktu Meningkatkan efek relaksasi. Catatan: susu
tidur, misal mandi air hangat dan mempunyai kualitas soporfik, meningkatkan sintesis
masase, segelas susu hangat sebelum serotonin, neurotransmiter yang membantu pasien
tidur tertidur dan tidur lebih lama.
d) Instruksikan tindakan relaksasi Membantu menginduksikan tidur.
e) Kurangi kebisingan dan lampu Memberikan situasi kondusif untuk tidur.
f) sHindari mengganggu bila mungkin, Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar
misal membangunkan untuk obat atau dan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila
terapi. terbangun.

Anda mungkin juga menyukai