Anda di halaman 1dari 7

Hakekat Politik:

1. Politik diartikan sebagai usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang baik. Orang
Yunani seperti Plato dan Aristoteles menyebutnya sebagai en dam onia atau the good
life (kehidupan yang baik). Atau bahasa kita gemah ripah repeh rapih tata tentram
kerta raharja.

2. Taxonomi Ilmu Politik: manusia sebagai mahluk individual dan mahluk sosial;
keserasian hidup melalui power yang dimilikinya, melalui P (besar) dan p (kecil), p
besar adalah dalam rangka state and government; dan p kecil semua bidang
kehidupan di luar p besar, ada yang selalu mengkaitkan dengan p besar (tak terpisah)
ada juga yang (terpisahkan/sekuler).

Ilmu Politik secara teoritis terbagi kepada dua yaitu :

Valuational artinya ilmu politik berdasarkan moral dan norma politik. Teori
valuational ini terdiri dari filsafat politik, ideologi dan politik sistematis.

Non valuational artinya ilmu politik hanya sekedar mendeskripsikan dan


mengkomparasikan satu peristiwa dengan peristiwa lain tanpa mengaitkannya dengan
moral atau norma.

Konsep-konsep dalam politik, yaitu:

Power (Kekuasaan)

Power sering diartikan sebagai kekuasaan. Sering juga diartikan sebagai kemampuan yang
dimiliki oleh suatu pihak yang digunakan untuk memengaruhi pihak lain, untuk mencapai apa
yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan. Max Weber dalam bukunya Wirtschaft und
Gesselshaft menyatakan, kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial,
melaksanakan kemauan sendiri meskipun mengalami perlawanan. Pernyataan ini menjadi
rujukan banyak ahli, seperti yang dinyatakan Harold D. Laswell dan A. Kaplan, Kekuasaan
adalah suatu hubungan dimana seseorang atau kelompok dapat menentukan tindakan
seseorang atau kelompok lain kearah tujuan pihak pertama.

Kekuasaan merupakan konsep politik yang paling banyak dibahas, bahkan kekuasaan
dianggap identik dengan politik. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Society:
Ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.

Authority (Kewenangan)
Kewenangan (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Kewenangan
biasanya dihubungkan dengan kekuasaan. Penggunaan kewenangan secara bijaksana
merupakan faktor kritis bagi efektevitas organisasi.

Kewenangan digunakan untuk mencapai tujuan pihak yang berwenang. Karena itu,
kewenangan biasanya dikaitkan dengan kekuasaan. Robert Bierstedt menyatakan dalam
bukunya an analysis of social power , bahwa kewenangan merupakan kekuasaan yang
dilembagakan. Seseorang yang memiliki kewenangan berhak membuat peraturan dan
mengharapkan kepatuhan terhadap peraturannya.

Influence (Pengaruh)

Norman Barry, seorang ahli, menyatakan bahwa pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan, yang
jika seorang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong
untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi terbuka bukan merupakan motivasi
pendorongnya. Dengan demikian, dapat dikatakan pengaruh tidak bersifat terikat untuk
mencapai sebuah tujuan.

Pengaruh biasanya bukan faktor satu-satunya yang menentukan tindakan pelakunya, dan
masih bersaing dengan faktor lainnya. Bagi pelaku masih ada faktor lain yang
menentukannya bertindak. Walaupun pengaruh sering kurang efektif dibandingkan
kekuasaan, pengaruh lebih unggul karena terkadang ia memiliki unsur psikologis dan
menyentuh hati, dan karena itu sering berhasil.

Persuasion (Ajakan)

Persuasi adalah kemampuan untuk mengajak orang lain agar mengubah sikap dengan
argumentasi, untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan orang yang mengajak. Dalam
politik, persuasi diperlukan untuk memperoleh dukungan. Persuasi disini dilakukan untuk
ikut serta dalam suatu komunitas dan mencapai tujuan komunitas tersebut. Persuasi bersifat
tidak memaksa dan tidak mengharuskan ikut serta, tapi lebih kepada gagasan untuk
melakukan sesuatu. Gagasan ini dinyatakan dalam argumen untuk memengaruhi orang atau
kelompok lain.

Coercion (Paksaan)

Paksaan merupakan cara yang mengharuskan seseorang atau kelompok untuk mematuhi
suatu keputusan. Peragaan kekuasaan atau ancaman berupa paksaan yang dilakukan
seseorang atau kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan
kehendak atau keinginan pemilik kekuasaan.

Dalam masyarakat yang bersifat homogen ada konsensus nasional yang kuat untuk mencapai
tujuan-tujuan bersama. Paksaan tidak selalu memengaruhi dan tidak tampak. Dengan
demikian, di negara demokratis tetap disadari bahwa paksaan hendaknya digunakan
seminimal mungkin dan hanya digunakan untuk meyakinkan suatu pihak.

Contoh dari paksaan yang diberlakukan sekarang adalah sistem ketentuan pajak. Sifat pajak
ini memaksa wajib pajak untuk menaati semua yang diberlakukan dan apabila melanggar
akan dikenai sanksi.

Acquiescence (Perjanjian)

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana satu pihak membuat janji kepada pihak lain untuk
melaksanakan satu hal. Oleh karena itu, perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak
yang melakukan perjanjian. Perjanjian dilaksanakan dalam bentuk lisan atau tulisan.
Acquiescence diartikan sebagai perjanjian yang disetujui tanpa protes.

Sumber-sumber Kekuasaan

Seorang yang memiliki sesuatu, tentu mempunyai sumber darimana ia mendapatkan sesuatu
tersebut. Demikian halnya dengan kekuasaan. Kekuasaan datang dari berbagai sumber,
diantaranya kedudukan, kekayaan, dan kepercayaan. Seorang atasan dapat memerintahkan
bawahannya agar melakukan sesuatu. Jika bawahan melanggar perintah atasan, maka
bawahan bisa dikenai sanksi.

Seseorang yang memiliki kekayaan dapat memiliki kekuasaan. Misalnya seorang


konglomerat dapat menguasai suatu pihak yang didanainya. Kepercayaan atau agama juga
merupakan sumber kekuasaan. Misalnya di Indonesia, alim ulama banyak dituruti dan
dipatuhi masyarakat. Alim ulama bertindak sebagai pemimpin informal umat, maka ia perlu
diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan di tempat umatnya.

Jack H. Nagel dalam bukunya The Descriptive Analysis of Power yang juga terdapat dalam
buku Dasar-dasar Ilmu Politik, perlu dibedakan antara scope of power dan domain of power
(wilayah kekuasaan). Cakupan kekuasaan (scope of power) menunjuk kepada perilaku, serta
sikap dan keputusan yang menjadi subyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang direktur bisa
memecat seorang karyawan, tetapi direktur tersebut tidak mempunyai kuasa apa-apa terhadap
karyawan diluar hubungan pekerjaan.

Wilayah kekuasaan (domain of power) menjelaskan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang
atau kelompok yang berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku organisasi, atau kolektivitas yang
kena kekuasaan. Misalnya seorang direktur memiliki kekuasaan di perusahaannya, baik itu di
pusat ataupun di cabang-cabangnya.

Dalam suatu hubungan kekuasaan(power relationship) selalu ada pihak yang lebih kuat
daripada pihak lain. Hal ini menyebabkan hubungan tidak seimbang(asimetris), dan
ketergantungan satu pihak dengan pihak lain. Semakin timpang hubungan ini, maka makin
kuat ketergantungannya. Hal ini disebut hegemoni, dominasi, atau penundukan oleh pemikir
abad 20.
Ingat filosofi kekuasaan bangsa Jepang kuno ; SAMURAI, PADI DAN KAPAS, DAN
CERMIN.

Perbedaan Power (Kekuasaan) dan Authority (Kewenangan)

Dalam pembahasan sebelumnya dinyatakan bahwa kewenangan berhubungan dengan


kekuasaan, tapi dari segi lain, ada perbedaan mendasar antara keduanya. Salah satunya,
kewenangan adalah kekuasaan secara formal yang diberikan oleh organisasi, sedangkan
kekuasaan berada diluar formalitas. Kewenangan adalah salah satu cara bagi seseorang untuk
memperkuat kekuasaannya.

Kewenangan adalah kekuasaan namun kekuasaan tidak terlalu berupa kewenangan.


Kewenangan merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan ( legitimate power ),
sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Apabila kekuasaan politik di
rumuskan sebgai kemampuan menggunakan sumber-sumber untuk memengaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, maka kewenangan merupakan hak moral
sesuai dengan nilai-nilai dan norma masyarakat, termasuk peratuaran perundang-undangan.
Kewenangan merupakan hak berkuasa yang di tetapkan dalam struktur organisasi sosial guna
melaksanakan kebijakan yang di perlukan.

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kekuasaan merupakan konsep yang paling
banyak dibahas dalam ilmu politik, selain konsep lainnya. Kekuasaan berasal dari beberapa
sumber, misalnya kekayaan, kedudukan, dan kepercayaan. Kekuasaan dan kewenangan
adalah konsep yang berhubungan, tetapi keduanya berbeda. Kewenangan merupakan
kekuasaan formal yang diberikan oleh organisasi, sedangkan kekuasaan berada diluar
formalitas.

Beberapa Pendekatan dalam Ilmu Politik antara lain :

a) Pendekatan Institusional

Pendekatan filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana kekuasaan
berasal, bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan diselenggarakan.
Pendekatan institusional menekankan pada penciptaan lembaga-lembaga untuk
mengaplikasikan ide-ide ke alam kenyataan. Kekuasaan (asal-usul, pemegang, dan cara
penyelenggaraannya) dimuat dalam konstitusi. Obyek konstitusi adalah menyediakan UUD
bagi setiap rezim pemerintahan. Konstitusi menetapkan kerangka filosofis dan organisasi,
membagi tanggung jawab para penyelenggara negara, bagaimana membuat dan
melaksanakan kebijaksanaan umum.

Dalam konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem
pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil. Negara federal adalah negara di mana
otoritas dan kekuasaan pemeritah pusat dibagi ke dalam beberapa negara bagian. Negara
kesatuan adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemerintah pusat disentralisir.

Badan pembuat UU (legislatif) berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara oleh


eksekutif. Anggota badan ini berasal dari anggota partai yang dipilih rakyat lewat pemilihan
umum.
Badan eksekutif sistem pemerintahan parlementer dikepalai Perdana menteri, sementara di
sistem presidensil oleh presiden. Para menteri di sistem parlementer dipilih perdana menteri
dari keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil dipilih secara prerogatif oleh
presiden.

Badan Yudikatif melakukan pengawasan atas kinerja seluruh lembaga negara (legislatif
maupun eksekutif). Lembaga ini melakukan penafsiran atas konstitusi jika terjadi
persengketaan antara legislatif versus eksekutif.

Lembaga asal-muasal pemerintahan adalah partai politik. Partai politik menghubungkan


antara kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via pemilihan umum. Di samping
partai, terdapat kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang mampu mempengaruhi
keputusan politik tanpa ikut ambil bagian dalam sistem pemerintahan. Terdapat juga
kelompok penekan, yaitu suatu kelompok yang secara khusus dibentuk untuk mempengaruhi
pembuatan kebijaksanaan umum di tingkat parlemen. Dalam menjalankan fungsinya,
eksekutif ditopang oleh (administrasi negara). Ia terdiri atas birokrasi-birokrasi sipil yang
fungsinya elakukan pelayanan publik.

b) Pendekatan Perilaku

Esensi kekuasaan adalah untuk kebijakan umum. tidak ada gunanya membahas lembaga-
lembaga formal karena bahasan itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik
yang sebenarnya. Lebih bermanfaat bagi peneliti dan pemerhati politik untuk mempelajari
manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala-gejala yang benar-benar dapat
diamati. Perilaku politik menampilkan regularities (keteraturan)

c) Neo-Marxis

Menekankan pada aspek komunisme tanpa kekerasan dan juga tidak mendukung kapitalisme.
Neo Marxis membuat beberapa Negara sadar akan pentingnya persamaan tanpa kekerasan,
akan tetapi komunisme sulit dijalankan di beberapa Negara karena komunisme identik
dengan kekerasan dan kekejaman walaupun pada intinya adalah untuk menyamakan
persamaan warga negaranya di suatu Negara sehingga tidak ada yang ditindas dan menindas
terlebih lagi dalam bidang ekonomi.

Neo-Marxis juga menginginkan tidak adanya kapitalisme yang sering dilakukan Negara Barat
dalam hal ini Negara maju, karena kapitalisme hanya mementingkan keuntungan yang
sebesar-besarnya sehingga sering kali menyengsarakan rakyat pribumi karena orang-orang
pribumi sering kali hanya menjadi penonton atau pun menjadi korban dari kapitalisme ini.
Walaupun kapitalisme berhubungan dengan bidang ekonomi tetapi kapitalisme juga
berpengaruh dalam hal kebijakan politik yang dibuat oleh Negara-negara maju terhadap
Negara-negara berkembang yang sering dijadikan sasaran kapitalisme besar-besaran seperti
Indonesia.

d) Ketergantungan dan, atau Saling-ketergantungan

Memposisikan hubungan antar negara besar dan kecil. Pendekatan ini mengedepankan
ketergantungan antara Negara besar dan Negara kecil yang saling keterkaitan sehingga satu
sama lain saling bergantung, jadi Negara besar bergantung pada Negara kecil baik dalam hal
politik, ekonomi dan dalam hubungan internasional dan sebaliknya sehingga satu sama lain
mempunyai posisi yang sama.

e) Pendekatan Pilihan Nasional (rasional choice)

Pilihan-pilihan yang rasional dalam pembuatan keputusan politik. Pendekatan pilihan


nasional ini menekan kan bahwa pengambil kebijakan atau pembuatan keputusan dilihat dari
rasionalitas yang ada di Negara tersebut agar bisa dijalankan oleh Negara dan tentu identitas
social-politik sangat diperlukan. Terdapatnya identitas sosial-politik disebabkan adanya
prilaku politik identitas guna mengembangkan kelompok-kelompok. Prilaku ini seiring
bertumbuh-kembangnya eksplorasi kebudayaan di setiap kelompok guna menemukan
kembali dan atau melestarikan solidaritas identitas yang dimiliki. Eksplorasi tersebut sangat
bermanfaat bagi eksistensi kelompok identitas yang memiliki jumlah besar (mayoritas).

Politik dan Etika ?

Contoh, pemikiran Machiavelli dalam Il Principe; Untuk direnungkan !

Pemikiran politik yang sebenarnya dar Machiavelli adalah untuk menuju ke keselamatan,
kebebasan, kedaulatan dan kejayaan negara. Kalaupun ia menguraikan tentang power, yang
betapa perlunya memiliki militer yang tangguh, kesemuanya itu adalah demi keselamatan,
kebebasan, kedaulatan dan kejayaan negara.

Dan dalam hal ini, termasuk keinginan dia untuk mereformasi agama adalah semata untuk
tujuan di atas. Jadi ia berpendapat bahwa negara dan kepentingan negara harus memperoleh
tempat yang khusus dalam pemikiran, perilaku dan tindakan para penguasa. Dalam hal ini,
dibutuhkan manusia, atau pemimpin yang terampil dan cerdik menggunakan kekuasaan.

Bagi dia, sang penguasa harus bertekad hanya menganut sistem politik yang semata-mata
tertuju bagi kepentingan negara, sedangkan sistem nilai sistem nilai lainnya harus diabaikan.
Maka teori Dia yang terkenal adalah istilah kepentingan negara (reason of state/
staatsraison). Ini, adalah negarawan.

Dalam teori kepentingan negara Machiavelli, seluruh tindakan dan perbuatan yang bersifat
kriminal, amoral, licik, jahat dan kejam yang dilakukan para penguasa, dapat dibenarkan. Itu
tidak berarti bahwa dia mengesampingkan sama sekali atau menempatkan etika ke
kedudukan yang lebih rendah atau tidak dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Dia hanya
bermaksud hendak menunjukan bahwa pemisahan politik dari etika menempatkan kedua
duanya menjadi independen, mandiri dan tidak saling bergantung.

Dengan memisahkan politik dari etika, jelas terlihat bahwa dia telah membuat ilmu politik
menjadi suatu sistem nilai yang otonom, mandiri serta bebas dari sistem yang lain. Dan ini
akademis !

Dan apabila dia memisahkan etika dari politik, itupun tidak berarti bahwa dia bersikap acuh
tak acuh terhadap etika dan moralitas, ini juga akademis. Persetujuannya terhadap tindakan
dan perbuatan para penguasa yang bersifat kriminal, amoral, licik dan jahat itu hanyalah
dapat dibenarkan dalam keadaan darurat, dan demi kepentingan negara semata-mata.
Kejahatan, kata dia tidak boleh menjadi tujuan dari segala tindakan dan perbuatan dari para
penguasa.

Ia mengakui dan sangat yakin bahwa dekadensi moral dan erosi nilai-nilai etis suatu bangsa
tidak akan memungkinkan kelanggengan negara. Ia juga mengagumi nilai nila etis
masyarakat Romawi kuno yang tampak lewat kebebasan, kekuatan fisik mental,
kesederhanaan, ketaatan, kesetiaan, ketulusan, dan kejujuran.

Jika dia ( Machiavelli ) menganjurkan para penguasa agar dapat berbuat seperti manusia atau
binatang, itu tidak berarti bahwa para penguasa tidak lagi memiliki suatu ukuran moralitas
tertentu. Etika memang harus dipisahkan dari politik, namun para penguasa harus tetap
memiliki ukuran moralitas tertentu. Ia lebih menegaskan bahwa para penguasa harus
memiliki ukuran moralitas yang berbeda dengan yang dimiliki oleh rakyat, karena para
penguasa dapat berperan sebagai manusia ataupun binatang; sedangkan rakyatnya tidak
demikian.

Anda mungkin juga menyukai