Anda di halaman 1dari 25

askep laparatomi

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran
urogenital dan saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di
ruang abdomen. Semua organ tersebut dapat ditemukan dengan
menggunakan teknik operasi laparotomi.
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi.
Laparo sendiri berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti
penyayatan. Sehingga laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan
pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah
celiotomi.( Fossum, 2002)
Keuntungan penggunaan teknik laparotomi medianus adalah tempat
penyayatan mudah ditemukan karena adanya garis putih (linea alba)
sebagai penanda, sedikit terjadi perdarahan dan di daerah tersebut sedikit
mengandung syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi dalam
penggunaan metode ini adalah mudah terjadi hernia jika proses penjahitan
atau penangan post operasi kurang baik dan persembuhan yang relatif
lama.
Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini digunakan teknik operasi
laparotomi medianus cental dengan pertimbangan yang telah dijelaskan di
atas.
Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui
keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara
langsung serta untuk menegakkan diagnosa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari laparatomi?
2. Apa saja jenis-jenis dari laparatomi?
3. Apa indikasi diadakannya laparatomi?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien laparatomi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa pengertian dari laparatomi
2. Mengetahui apa saja jenis-jenis dari laparatomi
3. Mengetahui apa indikasi diadakannya laparatomi
4. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien laparatomi
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang
begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (Harjono. M, 1996).
Pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus
dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000). Ramali
Ahmad (2000) mengatakan bahwa laparatomy yaitu pembedahan perut,
membuka selaput perut dengan operasi. Sedangkan menurut Sanusi
(1999), laparatomi adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau
abdomen.
2.2 Jenis Laparotomi
2.2.1 Menurut Tekhnik Pembedahan
1. Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
a. Paparan bidang pembedahan yang baik
b. Dapat diperluas ke cephalad ( ke arah kranial )
c. Penyembuhan dan kosmetik tidak sebaik insisi tranversal
d. Dipilih cara ini bila insisi tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan
paparan bidang pembedahan yang memadai
e. Dipilih pada kasus gawat-darurat
Gambar : A. Pemotongan pada linea alba dengan scalpel pada insisi garis tengah ; B.
Insisi diperdalam sehingga memotong lemak subkutis, anteror dan posterior sheath dari
m.rectus serta peritoneum ; C. Membuka peritoneum dengan scalpel secara hati-hati dan
terlihat usus kecil yang menonjol dibalik insisi peritoneum ; D. Insisi peritoneum
diperluas ke cephalad dengan gunting Mayo kearah umbilicus
2. Insisi pada garis tranversal abdomen (Pfannenstiel incision)

Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi.


Keuntungan:
a. Jarang terjadi herniasi pasca bedah
b. Kosmetik lebih baik
c. Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik
Kerugian:
a. Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas
b. Tehnik relatif lebih sulit
c. Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak
Jenis insisi tranversal :
1. Insisi PFANNENSTIEL :
a. Kekuatan pasca bedah : BAIK
b.Paparan bidang bedah : KURANG
2. Insisi MAYLARD :
a. Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh karena
dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan disisihkan ke arah
kranial dan kaudal
b. Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal
c. Dibanding insisi MIDLINE :
Nyeri pasca bedah kurang.
Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun
Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses pada organ
abdomen bagian atas sangat kurang.
3. Insisi CHERNEY :
a. Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus dilakukan pada
origo di simfisis pubis.
b. Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang
pembedahan terbatas.

4. Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang
(12,5 cm).
5. Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas,
misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

2.2.2 Jenis Laparatomi Menurut Indikasi


1. Adrenalektomi: pengangkatan salah satu atau kedua kelenjar adrenalin
2. Apendiktomi: operasi pengangkatan apendiks
3. Gasterektomi: pengangkatan sepertiga distal lambung
(duodenum/jejunum, mengangkat sel-sel penghasil gastrin dalam bagian
sel parietal)
4. Histerektomi: pengangkatan bagian uterus
5. Kolektomi: seksisi bagian kolon atau seluruh kolon
6. Nefrektomi: operasi pengangkatan ginjal
7. Pankreatomi: pengangkatan pancreas
8. Seksiosesaria: pengangkatan janin dengan membuka dinding ovarium
melalui abdomen.
9. Siksetomi: operasi pengangkatan kandung kemih
10. Selfigo oofarektomi: pengangkatan salah satu atau kedua tuba valopi
dan ovarium
2.3 Indikasi Bedah Laparatomi
Tindakan laparatomi bisa ditegakkan atas indikasi pada klien dengan
apendiksitis, pangkreatitis, hernia, kista ovarium, kangker serviks, kangker
ovarium, kangker tuba falopi, kangker hati, kangker lambung, kangker
kolon, kangker kandung kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri,
peritonitis, trauma abdomen, pendarahan abdomen, massa abdomen, dll.
2.4 Manifestasi Klinik Tindakan Laparatomi
1. Nyeri tekan
2. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3. Kelemahan
4. Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
5. Konstipasi
6. Mual dan muntah, anoreksia

2.5 Topografi anatomi abdomen


Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum
dipakai untuk menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
1. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan
horizontal melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan
atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah.
2. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal
dan dua garis vertikal.
a. Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga
kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior
superior (SIAS).
b. Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS
dan mid-line abdomen.
c. Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri,
lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/
suprapubik, dan iliaka kiri.

Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak


kurus dapat terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam
keadaan normal dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid
teraba agak kaku di daerah kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan
saecum teraba lebih lunak di kuadran kanan bawah. Ginjal yang
merupakan organ retroperitoneal dalam keadaan normal tidak
teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan uterus gravid teraba di
daerah suprapubik.

2.6 Komplikasi
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi,
ambulatif dini.
2. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens,
organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk
menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka
dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah
keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi
atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu
pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai
akibat dari batuk dan muntah.
4. Ventilasi paru tidak adekuat
5. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

2.7 Proses Penyembuhan Luka


1. Fase inflamasi
Fase ini berlangsung selama dua sampai lima hari, proses yang terjadi
didalamnya, yaitu :
Homestasis
a. Vasokontriksi, vasokontriksi pembuluh darah sehingga menghentikan
perdarahan dan menurunkan masuknya mikroorganisme.
b. Platelet aggregation
c. Tromboplastin yang menggumpal.
Inflamasi
a. Vasodilatasi, vasodilatasi pembuluh darah dapat menghantarkan nutrisi
dan fagosit terhadap luka saat timbul tanda-tanda peradangan.
b. Fagositosis, pada saat terjadi peradangan atau infeksi sel fagosit
memakan atau menghancurkan bakteri, benda asing.
2. Fase proliferase
Fase ini berlangsung selama lima hari sampai tiga minggu, proses yang
terjadi didalamnya, yaitu :
Granulasi, pembentukan fibrobals dari kolagen, mengisi luka dan
menghasilkan kapiler baru.
Epitelisasi, sel ini menyebar kesegala penjuru untuk menutup luka
sekitar tiga cm sehingga luka dapat tertutup.
3. Fase remodeling atau maturasi.
Fase ini berlangsung selama tiga minggu sampai dua tahun, proses
penyerapan kembali jaringan yang berlebih dan membentuk jaringan baru
yang tipis dan lemas, kekuatannya hanta 80 persen dari jaringan yang
asli.

Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka:


2. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
3. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
4. Pencegahan infeksi.
5. Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan
napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.
6. Mempertahankan konsep diri.
Pada gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post
laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan.
Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support
psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-
perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Gangguan yang mengenai abdomen dan sistem gastrointestinalbisa
menimbulkan gejala yang sangat beragam:
a. Nyeri abdomen
b. Muntah
c. Hematenesis (muntah darah)
d. Sulit menelan (disfagia)
e. Ganguan cerna atau dispepsia
f. Diare
g. Perubahan kebiasaan buang air besar
h. Bengkak atau benjolan pada perut
i. Penurunan berat badan atau gejala akibat malabsorpsi
j. Melena (tinja hitam seperti ter akibat darah dari saluran cerna bagian
atas) atau darah per ektum.

Penting untuk menilai adakah penyakit lokal dan adakah efek


sismetik seperti penurunan berat badan atau malabsorpsi.

Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah pernah mengalami penyakit saluran cerna sebelumnya?
Apakah pernah dilakukan operasi pada daerah perut sebelumnya?
Tentukan riwayat konsumsi alkohol dan kebiasaan merokok pasien.
Riwayat konsumsi alkohol yang rinci sangat penting.
Obat apa yang pernah dikonsumsi oleh pasien?
Pernahkah pasien mendapat terapi untuk penyakit saluran cerna,
termasuk terapi yang mungkin merupakan penyebab gejala?

Riwayat Keluarga
Adakah kondisi turunan yang mempengaruhi sistem gastrointestinal?

2. Pemeriksaan Fisik
Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi. Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi
dan perkusi dengan tujuan agar hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat
karena kita belum melakukan manipulasi terhadap abdomen.

INSPEKSI
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati
dengan seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman),
elastisitasnya (menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering
(dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-bekas garukan
(penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan
lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran
pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral
pada hipertensi portal).
b. Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid
(cekung).
c. Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia,
hepatomegali, splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).
d. Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
e. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat
diperkirakan organ apa atau tumor apa.
f. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus,
tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak
(darm-contour).
g. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering
memberikan gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan
umbilical.
Perhatikan juga gerakan pasien:
a. Pasien sering merubah posisi adanya obstruksi usus.
b. Pasien sering menghindari gerakan iritasi peritoneum
generalisata.
c. Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen
berkurang/ relaksasi peritonitis.
d. Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur
pada saat nyeri pankreatitis parah.

AUSKULTASI
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus
dan bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
c. Mendengarkan suara peristaltic usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu
dipindahkan ke seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi
akibat adanya gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal
berkisar 5-34 kali/ menit.
Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit
(borborigmi). Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan
tegang, peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam
(metallic-sound).
Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya
lambat, bahkan sampai hilang.
d. Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua
fase. Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic
bruit). Pada hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum)
di daerah epigastrium.
PALPASI
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
a. Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring
terlentang.Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan.
Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari.
Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak
timbul tahanan pada dinding abdomen.
c. Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada
daerah yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
d. Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien
diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme
sejati; dengan menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik
napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme
volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu
adalah spasme sejati.
e. Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan,
dimana tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien
sedangkan tangan kanan di bagian depan dinding abdomen.
f. Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat
asites.
Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding
abdomen & dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan
berpindah untuk sementara, sehingga organ atau massa tumor yang
membesar dalam rongga abdomen dapat teraba saat memantul.
Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana
gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan
pantulannya pada tangan lainnya.
g. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya,
lokasinya, konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya,
nyeri spontan/ tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan
skematisnya.
Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada
kuadran kanan atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis
pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk
menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran hati
dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan
berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus. Sebaiknya digambar.
Anatomic Location of Organs by Quadrant

RIGHT UPPER QUADRANT


LEFT UPPER QUADRANT (LUQ)
(RUQ )
Stomach
Liver
Spleen
Gallbladder
Left lobe of liver
Duodenum
Body of pancreas
Head of pancreas
Left kidney and adrenal
Right kidney and adrenal
Splenic flexure of colon
Hepatic flexure of colon
Part of transverse and descending
Part of ascending and transverse
colon
colon
RIGHT LOWER QUADRANT
LEFT LOWER QUADRANT (LLQ)
(RLQ)
Part of descending colon
Cecum
Sigmoid colon
Appendix
Left ovary and tube
Right ovary and tube
Left ureter
Right ureter
Left spermatic cord
Right spermatic cord

MIDLINE
Aorta
Uterus (if enlarged)
Bladder (if distended)

PERKUSI
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen
secara keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya
asites, adanya massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya
udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara
bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal
adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah
hati (redup; organ yang padat).
a. Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara
sistematis untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup
(dullness). Pada perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
b. Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan
menimbulkan suara perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian
samping atau suara dullness dominant. Karena cairan itu bebas dalam
rongga abdomen, maka bila pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan
cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan asites:
c. Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah
ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang
cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain.
Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri
pada satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-
ulang pada dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan
adanya tekanan gelombang.
d. Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen
terendah. Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan
suara timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring
pada satu sisi, lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani
ke redup maka akan tampak adanya peralihan suara redup.

3.2 Dignosa Keperawatan


1. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur
preoperative.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
3. Nyeri berhubungan dengan insisi, distensi abdomen, immobilisasi.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah,
kehilangan air dengan abnormal.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan,
perubahan sensasi.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya
mikroorganisme sekunder akibat pembedahan
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan, prosedur
preoperative.
Kriteria hasil :
a. Pasien akan menunjukan kemampuan focus pada pengetahuan baru dan
skil
b. Identifikasi gejala sebagai indicator kecemasan sendiri
c. Tidak menunjukan prilaku agresiv
d. Berkomunikasi dan penanganan perasaan negative dengan tepat
e. Rileks dan nyaman dalam beraktivitas
Intervensi Rasional
a. Monitor pasien tanda dan gejala insietas saat pengkajian keperawatan
R/: Pengkajian seksama kondisi pasien dengan ansietas memungkinkan
perawat membuat priorotas perawatan
b. Fokuskan diskusi pada stressor yang mempengaruhi kondisi pasien
R/: Focus diskusi memfasilitasi kemampuan pasien untuk menyatakan
ketakutan dan perasaan yang dirasakan dan membengun hubungan
terapeutik.
c. Diskusikan persepsi pasien akan prosedur pembedahan, ketakutan yang
berhubungan dengan operasi
R/: Diskusi akan persepsi dan ketakutan membuat pasien
mengekspresikan diri sendiri dan mengeksplore pengetahuannya.
d. Berikan informasi prosedur sebelum operasi, penyakit pasien, dan
persiapan operasi
R/: Tindakan untuk menambah pengetahuan dan reduksi ansietas.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak


mengenal sumber informasi.
Kriteria hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan.
Intervensi Rasional
a. Tinjau ulang prosedur dan harapan pasca operasi
R/: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi.
b. Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat, kebutuhan diet
R/: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi usus.
c. Demostrasikan perawatan luka atau belutan yang tepat.
R/: Meningaktkan penyembuhan, menurunkan resiko infeksi, memberikan
kesempatan untuk mengobservasi luka
d. Tinjau ulang perawatan selang gastrotomi bila pasien dipulangkan
dengan alat ini.
R/: Meningkatkan kemandirian, meningkatkan kemampuan perawatan diri.
e. Identifikasikan tanda-tand ayang memerlukan evaluasi medis, demam
menetap, bengkak, eritema, artau terbukanya tepi luka, perubahan
karakteristik drainage.
R/: Pengenalan dini komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah
progresi situasi serius, mengancam hidup.
f. Anjurkan peningkatan aktivitas bertahap sesuai tolernsi dan
keseimbangan dengan periode istirahat yang adekuat

R/: Mncegah kelelahan, merangsang sirkulasi dan normalisasi fungsi


organ, meningkatkan penyembuhan.
3. Nyeri berhubungan dengan insisi, distensi abdomen, immobilisasi.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri hilang
b. Tampak rileks, mempu beristirahat dengan tepat
c. Pasien akan menunjukan teknik relaksasi individu yang efektif dalam
mencapai kenyamanan
d. Mempertahankan level nyeri pada skala nyeri yang dapat ditoleransi
(skala 0-10)
e. Mengakui faktor penyebab sehingga dapat menggunakan pengukuran
untuk mencegah nyeri akibat
Intervensi Rasional
a. Kaji skala nyeri atau ketidaknyamanan dengan skala 0 10.
R/: Analisa secara seksama karekteristik nyeri membatu diffirensial
diagnosis nyeri. Standarisasi skala nyeri menunjang keakuratan
b. Ajarkan teknik manajemen nyeri : nafas dalam, guide imagery, relaksasi,
visualisasi dan aktivitas terapeutik.
R/: Manajemen pengalihan fokus perhatian nyeri. Pendidikan pada pasien
untuk mengurangi nyeri, setiap orang memiliki perbedaan derajat nyeri
yang dirasakan
c. Kaji secara komprehensif kondisi nyeri termasuk lokasi, karakteristik,
onset, durasi, frekuensi, kuantitas atau kualitas nyeri, dan faktor
presipitasi/pencetus.
R/: Laporan pasien merupakan indikator terpercaya mengenai eksistensi
dan intensitas nyeri pada pasien dewasa. Baru atau peningkatan nyeri
memerlukan medikal evaluasi segera.
d. Observasi secara verbal atau nonverbal ketidaknyamanan.
R/: Respon verbal dapat menjadi indikasi adanya dan derajat nyeri yang
dirasakan. Respon non verbal menampilkan kondisi nyeri.
e. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri bila sangat hebat.
R/: Partisipasi langsung dalam penanganan dan deteksi dini untuk
pengelolaan nyeri secara segera setelah dilaporkan.
f. Informasikan pasien prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan koping adaptif.
R/: Tindakan persiapan kondisi pasien sebelum prosedur dan membantu
mpasien menetapkan koping sehubungan dengan kebutuhan penanganan
stres akibat nyeri.
g. Pantau tanda-tanda vital
R/: Respon outonomik meliputi pada tekanan darah, nadi dan pernafasan,
yang berhubungan dengan keluhan / penghilang nyeri. Abnormalitas
tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
h. Kaji insisi bedah, perhatikan edema, perubahan kontur luka
(pembentukan hematoma), atau inflamasi, mengeringkan tepi luka.
R/: Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi local atau terjadinya
infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
i. Berikan analgesic, narkotika, sesuai indikasi.
R/: Menurunkan laju metabolic dan iritasi usus karena oksin sirkulasi/local,
yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.
mengontrol atau mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan
meningkatkan kerja sama dengan aturan terapeutik.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah,
kehilangan air dengan abnormal.
Kriteria hasil :
a. Menunjukan level elektrolit, BUN, hematokrit dan serum osmolalitas
dalam keadaan normal.
b. Urine output dalam batas normal
c. Hasil hemodinamika dalam batas normal
Intervensi Rasional
a. Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan.
Ukur dan dokumentasikan output urine setiap 1-4 jam.
R/: Terapi diuretik, hipertermia, pembatasan intake cairan dapat
menimbulkan kekurangan cairan. Pengukuran tiap jam dan
perbandingannya dapt mendeteksi kekurangan.
b. Monitor hasil laboratorium sesuai indikasi (osmolalitas urine
<200mOsm/kg, osmolalitas serum >300 mOsm/kg, serum sodium >145
mEq/L, peningkatan level BUN dan hematokrit)
R/: Hasil laboratorium menambah keadaan objektif dari
ketidakseimbangan. Penurunan osmolalitas urine berhubungan dengan
diuresis, peningkatan serum osmolalitas, serum sodium dan hematokrit
menunjukan hemokonsentrasi
c. Monitor ECG dan tekanan hemodinamika secara periodic. Perhatikan
adanya gelombang U, QT memanjang, depresi segmen ST, gelombang T
memendek dan tekanan hemodinamika kardiak output rendah
R/: Pemantauan secara periodic menunjang peringatan secepatnya
apabila terjadi kondisi yang fatal. Tanda ECG menunjukan penurunan
responsibilitas stimulus sel kardiak, menghasilkan hipokalemia sekunder
akibat pengeluaran potassium.Sedangkan penurunan tekanan
menunjukan hipovolemia dan penurunan kardiak output menunjukan
preload insuffisiensi.
d. Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan isotonic dengan
penambahan potassium klorida jika serum potassium rendah. Pantau
akses IV , antisipasi peningkatan pemberian cairan jika hipertermia atau
adanya infeksi.
R/: Cairan isotonic adalah pengganti cairan untuk kehilangan cairan tubuh.
Produk darah, koloid, atau albmin, dapat digunakan untuk peningkatan
MAP. Monitor digunakan untuk mencegah overload volume cairan. Cairan
dengan potassium harus dipantau dengan seksama karena pottasium
mengiritasi vena dan infus potassium yang cepat dapat menyebabkan
hiperkalemia. Hipertermia dan infeksi terjadi akibat kehilangan cairan
karena peningkatan metabolic, peningkatan keringat dan ekskresi cairan
melalui pernafasan.
e. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi dan
perubahan tekanan darah.
R/: Tanda-tanda haemoragik usus dan/atau pembentukan hematoma,
yang dapat menyebabkan syok hipovalemik.
f. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status
membrane mukosa.
R/: Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat
hidrasi.
g. Perhatikan adanya edema
R/: Edema dapat terjadi karena perpindahan cairan berkenaan dengan
penurunan kadar albumin serum/protein.
h. Observasi, catat kualitas kateter drainage / ngt
R/: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit dan alkalosis metabolic dengan kehilangan lanjut kalium oleh
ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi

i. Pantau suhu
R/: Demam rendah umum terjadi selam 24 -48 jam pertama dan dapat
menambah kehilangan cairan
j. Pertahankan patensi penghisapan NGT.
R/: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi atau
kekuatan pada garis jahitan dan menurunkan mual atau muntah , yang
dapat menyrtai anastesi, manipulasi usus, atau kondisi yang sebelumnya
ada, missal kanker.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan,
perubahan sensasi.
Kriteria hasil :
a. Pasien akan menunjukan perwatan optimal kulit dan luka secara rutin
b. Menunjukan intgritas kulit dan membrane mukosa adekuat ( temperature
jaringan, elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna)
c. Mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa ada komplikasi.
Intervensi Rasional
a. Monitor karakteristik luka meliputi lokasi, ada/tidaknya dan karakter
eksudat, ada/tidaknya jaringan nekrotik, ada/tidaknya tanda-tanda infeksi
(nyeri, bengkak, kemerahan, peningkatan sushu, penurunan fungsi).
R/: Permulaan pengkajian yang merupakan langkah awal utnuk
memberikan perawatan individual. Penemuan abnormal dapat menjadi
data untuk masalah dan dapat digunakan untuk pedoman perencanaan
perawatan
b. Bersihkan dan ganti balutan (wound care) luka dengan teknik steril.
R/: Pencegahan komplikasi luka terhadap kontaminasi silang dan
membantu penyembuhan luka.
c. Minimalisir penekanan pada bagian luka.
R/: Pencegahan kerusakan kulit merupakan salah satu penanganan mudah
masalah sebelum kerusakan kulit berkembang
d. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan demam, takipneu,
takikardi dan gemetar. Periksa luka dengan sering terhadap bengkak insisi
berlebihan, inlamasi drainage.
R/: Pasien dengan kondisi post pembedahan beresiko tinggi mengalami
komplikasi. Evaluasi segera dapat menjadi ukuran pencegahan dan
penanganan dini.
e. Waspadai factor resiko lanjut, misal : keganasan, seperti limfasarkoma
dan mieloma multiple, terapi radiasi dan sisi operasi.
R/: Indikatif dari pembentukan hematoma atau terjadinya infeksi yang
menunjang perlambatan pemulihan luka dan meningkatkan resiko
pemisahan luka.
f. Berikan antibiotic sesuai indikasi
R/: Menurunkan imunokompentesi, ini mempengaruhi pemulihan luka
pada infeksi. Meningkatkan vaskulitis dan fibrosis pada jaringan
penyambung, mempengaruhi
5. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya tempat masuknya
mikroorganisme sekunder akibat pembedahan.

Kriteria hasil:
a. Klien tidak mengakami infeksi
b. Luka cepat sembuh tanpa komplikasi
Intervensi
a. monitor tanda-tanda vital
R/: mengetahui tanda awal terjadinya infeksi
b. lakukan tehnik perawatan luka dengan tehnik septik dan aseptik
R/: perawatan luka dengan tekhnik aseptic dapat mencegah
berkembangbiaknya mikroorganisme penyebab infeksi
c. observasi penyatuan luka, karakter drainage, adanya inflmasi
R/: mengetahui secara dini tanda infeksi atau memperburuknya kondisi
luka.
d. berikan nutrisi yang adekuat
R/: dengan nutrisi yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh
e. kolaborasi dalam pemberian antibiotika
R/: antibiotika menurunkan jumlah mikroorganisme dan juga dapat
membunuh mikroorganisme dengan penggunaan secara teratur.
BAB 5
ANALISA KASUS SEMU

I. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Ny. K Tgl MRS : 11 Oktober 2011
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja ( Ibu Rumah tangga )
Pendidikan : SMA ( tamat )
Nama Suami : Tn. As
Umur : 28 tahun
Pendidikan : SMU ( tamat )
Pekerjaan : Karyawan Pabrik
Alamat : Gadung No.100, Surabaya

Alasan dirawat: Nyeri luka operasi


Keluhan Utama sebelumnya : Nyeri perut kanan bawah
Upaya yang telah dilakukan : operasi ( Apendiktomy ) tanggal 7
Oktober 2011 jam 13.35 WIB.

2. Riwayat Keperawatan
2.1 Riwayat Penyakit sebelumnya :
Klien mengatakan :
- Sering mengalami tekanan darah rendah
- Waktu SMA pernah sakit typhus dan sakit kuning, dengan berobat jalan
sembuh
2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri luka operasi daerah perut kanan bawah. Nyeri bertambah hebat
terutama bila bergerak, oleh karena itu klien sangat berhati-hati saat bergerak.
Nyeri seperti ditusuk-tusuk hilang timbul tiap 10 menit.

2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga :


Dari keluarga ayah maupun ibunya tidak ada yang menderita sakit kencing
manis, ataupun sakit berat yang lainnya.

3. Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan umum :
Klien terbaring terlentang dengan posisi tangan kiri memegang perut saat
bergerak, merintih kesakitan dan ekspresi wajah gelisah.
- Tanda Vital :
Suhu axilla 36,1 C Nadi 88 x/menit, Tensi 120/70 mmHg, RR 22 x/menit

4. Pengkajian Sistem :
4.1 Sistem Pernafasan :
Hidung bersih, pernafasan spontan, bentuk dada bulat datar tidak
ditemukan tarikan otot bantu pernafasan saat bernafas, suara nafas
vesikuler, tidak ditemukan suara nafas tambahan.

4.2 Sistem Cardiovaskuler :


Suara jantung S1 S2 suara tunggal lupdub. Ictus Cordis teraba 1 cm pada
ICS med Clavicula kiri, percusi sonor, tidak ditemukan oedema pada
palpebrae maupun extremitas, KRT kembali dalam detik pertama. Tensi :
120/70 mmHg, Nadi : 88x/menit, Suhu 36,1 C.

4.2 Sistem Persyarafan :


-Kesadaran Composmentis, GCS : E 4 V 5 M 6 dengan total nilai 15.
-Kepala dan Wajah :
Mata : Konjungtiva merah muda , Sklera : Warna putih terdapat gambaran
tipis pembuluh darah, Pupil isocor.
-Leher : Pergerakan bebas, tidak ditemukan pembesaran/bendungan vena
jugularis, pembesaran kelenjar gondok maupun limphe.
-Persepsi Sensori :
Klien mampu mendengar suara berbisik, mampu membedakan rasa
manis, asin dan pahit, penglihatan sampai tak terhingga, ambang rasa
raba terhadap hangat, dingin dan raba masih mampu membedakan.

4.3 Sistem Perkemihan :


Bak lancar warna kuning jernih 5-6 kali sehari, jumlah 1500-200 cc
perhari , baik sebelum sakit maupun selama dirawat dirumah sakit, tidak
ada keluhan nyeri saat BAK.

4.4 Sistem Pencernaan :


- Mulut dan tenggorok :
Bibir dan lidah kering tidak ditemukan stomatitis maupun aptea, gigi
bersih tidak ada caries, tonsil/ovula warna merah muda tidak ada
oedema.
- Abdomen :
Saat bergerak, klien menahan perut , terdapat luka operasi abdomen
bagian kanan bawah dengan panjang 15 cm, luka bersih dengan jahitan. Luka
tertutup oleh kasa steril, rembesan darah minimal, luka kering, tidak bengkak,
jahiten belum menutup sempurna.

4.5 Sistem Tulang Otot Integumen


- Kemampuan pergerakan sendi bebas, ekstremitas pergerakan bebas.
Kekuatan tot 5, Flaping tremor -, KRT dan turgor kulit kembali detik
pertama. Akral hangat.

4.6 Sistem Endokrin :


Klien mengatakan tidak pertumbuhan dan perkembangan fisiknya
berjalan sebagaimana orang lainnya. Tidak mempunyai keluhan yang
berkaitan dengan hormonal misalnya poluri, polidipsi maupun kelemahan.
Pemeriksaan Penunjang :
Pada pemeriksaan laboratorium pada 6 oktober 2011
Hb 12 gr %
Leukosit 9830 g/dL
Trombosit 162000

Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


.
1. DS : Adanya insisi Gangguan
Klien mengeluh nyeri luka bedah rasa nyaman
operasi daerah perut kanan (nyeri)
bawah, nyeri bertambah
hebat terutama bila bergerak.
Nyeri seperti ditusuk-tusuk
Skala 2 (0-4)
Nyeri hilang timbul tiap 10
menit
DO :
Klien merintih kesakitan
Ekspresi wajah gelisah
Post operasi hari 4

2. DS : - trauma Kerusakan
DO : pembedahan integritas kulit
terdapat luka operasi
abdomen bagian kanan
bawah dengan panjang 15
cm
luka bersih dengan jahitan
Luka tertutup oleh kasa steril
rembesan darah minimal
luka kering
tidak bengkak
jahitan belum menutup
sempurna.

Diagnosa Keperawatan menurut Dongoes (1999):


1. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b/d Adanya insisi bedah
2. Kerusakan integritas kulit b/d trauma pembedahan

Rencana Tindakan Keperawatan menurut Dongoes (1999)

No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Nam


Dx. hasil a
Ns.
1. Tujuan: Setelah 1. Kaji nyeri, catat Berguna dalam Ns.
diberikan tindakan lokasi, pengawasan A
keperawatan karakteristik, keefektifan obat,
selama 3x24 jam beratnya (skala 0- kemajuan
nyeri 4), selidiki dan penyembuhan.
hilang/terkontrol laporkan nyri Perubahan pada
Kriteria hasil : dengan tepat. karakteristik nyeri
Klien menyatakan menunjukkan
sudah tidak nyeri terjadinya
atau nyeri abses/peritonitis,
berkurang. memerlukan upaya
Klien tampak rileks, evaluasi medic dan
mampu istirahat intervensi
dengan tenang Meningkatkan
2. Dorong ambulasi normalisasi fungsi
dini organ (merangsang
peristaltik
dan kelancaranflatus,
menurunkan
ketidaknyamanan
abdomen)

3. Berikan aktivitas Meningkatkan


hiburan relaksasi dan
kemampuan koping.

Menghilangkan nyeri,
4. Kolaborasi dalam mempermudah
pemerian analgesik kerjasamna dengan
sesuai indikasi
intervensi terapi lain.
2. Tujuan: setelah 1. Observasi insisi Mempengaruhi Ns.
dilakukan tindakan secara periodic, pilihan intervensi A
keperawatan catat
selama 3x24 jam penyambungan tepi
diharapkan luka, pembentukan
integritas kulit klien hematoma dan Menurunkan
tetap terjaga. penyembuhan, kemungkinan
perdarahan/drainas dehisens dan hernia
Kriteria hasil: e. insisi lanjut.
Menunjukkan Meningkatkan
penyembuhan luka 2. Sokong insisi bila penyembuhan.
sesuai waktu tanpa mengubah posisi, Akumulasi drainase
komplikasi batuk, napas dalam seroanguinosa pada
Menunjukkan dan ambulasi lapisan subkutan
perilaku untuk meningkatkan
menurunkan 3. Berikan perawatan tegangan jahitan,
tegangan jahitan insisi hati-hati untuk sehingga dapat
mempertahankan memperlambat
balutan kering dan penyembuhan luka
steril dan memberikan
medium
pertumbuhsn bakteri

Kelembaban atau
ekskoriasi
meningkatkan
pertumbuhan bakteri
yang menimbulkan
infeksi pasca operasi.
4. Berikan perawatan Menurunkan tekanan
kulit; berikan kulit dan
perhatian khusus meningkatkan
pada lipatan kulit sirkulasi

5. Kolaborasi dalam
pemberian terapi
kinetic sesuai
indikasi

Implementasi dan evaluasi keperawatan

N Hari, Implementasi Nama Hari, Catatan Nama


o. Tgl, jam Peraw Tgl. perkembanga peraw
d at jam n dan Evaluasi at
x
1 Selasa,2 Mengkaji nyeri, Ns.A SelasS: Klien Ns.A
9-11- mencatat a, mengatakan
2011 lokasi, 29- masih nyeri.
07.00 karakteristik, 11- Nyeri seperti
08.00 beratnya (skala 0- 2011 ditusuk-tusuk
09.00 4), selidiki dan 14.00 Skala 1 (0-4)
laporkan nyeri
12.30 dengan tepat. O: Klien merintih
kesakitan
Mendorong Ekspresi wajah
ambulasi dini agak tenang
Tampak sedikit
Memberikan rileks, tapi
aktivitas hiburan belum bisa
istirahat
Berkolaborasi dengan
dalam pemerian tenang
analgesik sesuai
indikasi A: Masalah
belum teratasi

P: Lanjutkan
intervensi No.
1,2,3,4,5
2 Selasa,2 Mengobservasi Ns.A SelasS: - Ns.A
9-11- insisi secara a, 29-O: luka bersih
2011 periodic, mencatat 11- dengan
07.00 penyambungan 2011 jahitan, Luka
tepi luka, 14.00 tertutup oleh
08.15 pembentukan kasa steril,
hematoma dan rembesan
11.00 penyembuhan, darah
perdarahan/drainas minimal, luka
11.15 e. kering, tidak
bengkak, jahit
Menyokong insisi an belum
12.30 bila mengubah menutup
posisi, batuk, napas sempurna.
dalam dan A: masalah
ambulasi teratasi
sebagian
Memberikan P: lanjutkan
perawatan insisi intervensi no.
hati-hati untuk 1,2,3,4,5
mempertahankan
balutan kering dan
steril

Memberikan
perawatan kulit;
berikan perhatian
khusus pada
lipatan kulit

Berkolaborasi
dalam pemberian
terapi kinetic
sesuai indikasi

BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang
begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (harjono. M,
1996). Jenis laparatomi menurut tekhnik pembedahan yakni insisi pada
garis tengah abdomen (mid-line incision), Insisi pada garis tranversal
abdomen (pfannenstiel incision), insisi cherney, paramedian dan
transverse upper abdomen incision.
Sedangkan menurut indikasi, jenis-jenis laparatomi meliputi
Adrenalektomi, apendiktomi, gasterektomi, histerektomi, kolektomi,
nefrektomi, pankreatomi, seksiosesaria, siksetomi dan selfigo
oofarektomi.

4.2 Saran
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah
abdomen (Spencer) yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan
kandungan.Oleh karena itu sebagai perawat hendaknya mengetahui
tentang tekhnik dan perawatan pada klien dengan laparatomi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. 1988. Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition.
Philadelpia: J.B. Lippincott Campany
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Fitzpatrick, JK. 1997. Abdominal Surgical Approaches in Danakas GT Pietrantoni
M (ed) The Care Of The Gynecologic / Obstetric Patient. St Louis, Missouri,
Mosby.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK
Pajajaran Bandung
Soeparman, dkk. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai