Anda di halaman 1dari 22

BEBAN KERJA, KELUHAN MUSKULOSKELETAL, DAN KELELAHAN

UNTUK MENENTUKAN KERJA LEMBUR PADA PT. MEGA ANDALAN KALASAN

INTISARI

PT. Mega Andalan Kalasan (MAK) adalah perusahaan di Yogyakarta yang fokus pada
produk perlengkapan rumah sakit. Kualitas dan waktu pemenuhan kebutuhan pelanggan terus
ditingkatkan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh adalah mengimplementasikan kerja lembur.
Karyawan memiliki keterbatasan kemampuan sehingga bisa saja kerja lembur mempengaruhi
kondisi beban kerja, keluhankelelahan karyawan.
Penelitian ini menganalisis beban kerja, keluhan musculoskeletal, dan kelelahan
menggunakan metode denyut nadi, Nordic Body Map, Bourdon Wiersma Test, dan Subjective
Self Rating Test. Pengukuran dilakukan sebelum bekerja, sebelum istirahat, dan setelah bekerja.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil rata-rata IMT pekerja termasuk dalam kategori
normal. Hasil pengukuran denyut nadi terdapat perbedaan antara ketiga kondisi tersebut (Fhitung
= 51,517). Hasil pengukuran Nordic Body Map terdapat perbedaan kelelahan antara sebelum
bekerja dan setelah bekerja (Fhitung = 6,789). Hasil pengukuran Bourdon Wiersma Test tidak
terdapat perbedaan kecepatan antara ketiga kondisi tersebut (Fhitung = 0,117); terdapat
perbedaan
ketelitian antara sebelum bekerja dan setelah bekerja (Fhitung = 5,836); tidak terdapat perbedaan
konstansi antara ketiga kondisi tersebut (Fhitung = 0,842). Hasil pengukuran Subjective Self
Rating Test tidak terdapat perbedaan antara ketiga kondisi tersebut (Fhitung = 0,812).
Penambahan waktu kerja lembur boleh dilakukan, durasi menyesuaikan kebutuhan perusahaan
dan tidak melebihi ketentuan UU Republik Indonesia.
Kata kunci: Beban Kerja, Keluhan Musculoskeletal, Kelelahan, Denyut Nadi, Nordic Body
Map, Bourdon Wiersma test, Subjective Self Rating Test, Kerja Lembur

PENDAHULUAN

PT. MAK menjadi salah satu industri yang berkembang di Yogyakarta, khususnya untuk
perlengkapan rumah sakit. Sistem continuous improvement diterapkan oleh perusahaan sehingga
perusahaan terus menerus melakukan pengembangan diri untuk menjadi perusahaan yang lebih
baik dari sebelumnya. Kualitas dan waktu pemenuhan kebutuhan pelanggan terus ditingkatkan
untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk dapat memenuhi hal tersebut
adalah mengimplementasikan kerja lembur. Kerja lembur tersebut dapat berpengaruh pada
kondisi perusahaan, sebab perusahaan ini merupakan perusahaan padat karya. Karyawan tetap
di perusahaan ini bagi menjadi dua yaitu direct worker yang merupakan operator produksi dan
indirect worker yang merupakan staf. Karyawan memiliki kemampuan, kebolehan, dan
keterbatasan kemampuan sehingga bisa saja kerja lembur mempengaruhi kondisi karyawan.
Penilaian berat ringannya beban kerja dapat dilakukan dengan pengukuran denyut nadi.
Kepekaan denyut nadi terhadap perubahan pembebanan yang diterima tubuh cukup tinggi
(Tarwaka dkk, 2004). Menurut Grandjean (1993) keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada
bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang-ulang dan dalam waktu lama dapat
menyebabkan keluhan hingga kerusakan muskuloskeletal. Kelelahan menurut Granjean (1993)
menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada
kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Sigit Tri Sudharman
(2011) dalam penelitiannya tentang shift kerja terhadap kelelahan mengungkapkan kelelahan
(fatigue) erat kaitannya dengan perasaan sehingga bagi setiap orang bersifat subjektif dan
objektif. Berdasarkan latar belakang di atas , ingin mengetahui beban kerja, keluhan
muskuloskeletal, dan kelelahan karyawan untuk menentukan kerja lembur boleh dilakukan atau
tidak agar kondisi kesehatan karyawan tetap terjaga.
Beban Kerja
Melakukan pekerjaan perlu memperhatikan aplikasi tenaga otot dengan benar agar
diperoleh daya otot yang optimal. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti: umur, jenis
kelamin, kondisi kesehatan fisik dan kemampuan tubuh untuk menyesuaikan dengan
lingkungan.Salah satu indikator kesehatan seseorang juga dapat diketahui dari status gizi dilihat
dari berat dan tinggi badan. Cara untuk mengetahui kondisi kesehatan ditinjau dari status gizi
berdasarkan berat dan tinggi badan adalah dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) atau
Body Mass Index (BMI), yaitu angka yang menunjukkan tingkat perbandingan antara berat
badan (dalam satuan kg) dengan nilai kuadrat ukuran tinggi badan (dalam satuan meter2)
(Soekirman, 1994).
Menurut Tarwaka dkk (2004) pengukuran denyut jantung kerja merupakan suatu metode untuk
menilai cardiovascular strain. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung
denyut nadi adalah metode 10 denyut. Metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai
berikut:
()
Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal
dari pembebanan mekanik, fisika maupun kimiawi (Tarwaka dkk, 2004).
Menurut Tarwaka dkk (2004) keluhan muskuloskletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sakit. Keluhan
hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskletal disorders
(MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Menurut Grandjean (1993) keluhan otot
skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban
kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Suplai oksigen ke otot
menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan
asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
Menurut Tarwaka (2010) metode Nordic Body Map (NBM) merupakan metode yang digunakan
untuk menilai tingkat keparahan (severity) atas terjadinya gangguan atau cedera pada otot-otot
skeletal. Aplikasi metode NBM dengan menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body
map). Nordic Body Map meliputi dua puluh delapan (28) bagian otot-otot skeletal pada kedua
sisi tubuh kanan dan kiri yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai
dengan bagian paling bawah yaitu otot pada kaki.
Tarwaka (2010) menyatakan desain penilaian menggunakan skoring (misalnya 4 skala likert),
maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah
dipahami oleh responden. Total skor individu dari seluruh otot skeletal (28 bagian otot skeletal)
dihitung untuk dapat digunakan dalam entri data statistik.
Kelelahan adalah suatu unsur mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan kerja adalah
kondisi para pekerja yang merasa lelah secara fisik dan atau psikis. Kelelahan diklasifikasikan
dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah tremor pada
otot/perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan
berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotomi, status kesehatan, dan
keadaan gizi (Grandjean, 1993).
Kelelahan terjadi karena beberapa sebab antara lain karena melakukan aktivitas
monoton, beban kerja dan waktu kerja yang berlebihan, keadaan lingkungan, keadaan kejiwaan
(psikologis) dan keadaan gizi (Sumamur, 1982). Aktivitas yang monoton yang harus dilakukan
sepanjang hari, beban kerja yang berat, durasi waktu kerja yang panjang dan paparan panas
matahari merupakan sumber penyebab timbulnya kelelahan.
Menurut Hiperkes & Keselamatan Kerja (2003) kesulitan terbesar dalam pengukuran
kelelahan adalah karena tidak adanya cara langsung yang dapat mengukur sumber penyebab
kelelahan itu sendiri. Menurut eksperimen yang pernah dilakukan, sejauh ini pengukuran
kelelahan berupa indikator kelelahan. Banyak metode yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi kelelahan. Pengukuran subjektif kelelahan umum diukur dengan pelemahan
aktivitas, motivasi dan fisik menggunakan kuesioner Subjective Self Rating Test. Pengukuran
objektif mengenai kelelahan menggunakan uji mental diukur dengan tes Bourdon Wiersma.
Kedua alat ukur ini digunakan secara bersama-sama untuk mengetahui kelelahan indirect
worker.
Tarwaka (2010) mengungkapkan pengukuran kelelahan secara subjektif dengan
subjective self rating test dari dari International Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang,
merupakan salah satu kuesioner yang dapat mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner
tersebut berisi 30 daftar pertanyaan. Desain penilaian menggunakan skoring (misalnya 4 skala
likert). Tes Bourdon Wiersma merupakan salah satu tes kognitif yang dikembangkan pada tahun
1982, merupakan tes objektif dari kelelahan. Tes ini dipakai untuk mengevaluasi konsentrasi,
perhatian, kecepatan bekerja untuk tugas-tugas yang rutin dan monoton, ketelitian kerja, dan
daya tahan dalam bekerja.
Lamanya waktu kerja di Indonesia telah ditetapkan sehari maksimum adalah 8 jam
kerja. Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi tujuh (7) jam sehari dan empat
puluh (40) jam satu (1) minggu untuk enam (6) hari kerja dalam satu (1) minggu, atau delapan
(8) jam sehari dan empat puluh (40) jam satu (1) minggu untuk lima (5) hari kerja dalam satu
(1) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang
ditetapkan pemerintah.

METODE

Objek yang diteliti adalah karyawan tetap yaitu direct worker yang merupakan operator
produksi dan indirect worker yang merupakan staf PT. Mega Andalan Kalasan. Metode yang
digunakan, yaitu pengukuran Indeks Masa Tubuh, pengukuran denyut nadi, kuesioner Nordic
Body Map, kuesioner Subjective Self Rating Test, Bourdon Wiersma Test yang dilakukan
sebelum bekerja (07.15-07.35 WIB), sebelum istirahat (11.40-12.00 WIB) dan sesudah bekerja
(15.40-16.00 WIB).
Populasi penelitian ini adalah direct worker yaitu operator produksi dan indirect worker
yaitu staf dengan total 417 orang. Sampel dalam penelitian dihitung dengan rumus Slovin.
Rumus Slovin digunakan untuk menentukan ukuran sampel minimal. Hasil perhitungan sampel
diperoleh 81 orang. Pada penelitian ini jumlah sampel ditambah 15% untuk menghindari drop
out sehingga jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 95 orang dan ditentukan jumlahnya
sesuai dengan jenis pekerjaannya, yaitu staf 17 orang dan operator produksi 78 orang.
Beban kerja, keluhan musculoskeletal, dan kelelahan karyawan diukur menggunakan
pengukuran denyut nadi, kuesioner Nordic Body Map, Bourdon WIersma Test, dan Subjective
Self Rating Test, untuk menentukan penambahan waktu kerja lembur boleh dilakukan atau
tidak. Analisis data berdasarkan pada data yang telah diolah kemudian dilakukan analisis anava
menggunakan software SPSS (Statistical Package for The Social Science).

PEMBAHASAN

Responden penelitian ini mayoritas adalah pria berjumlah 94 orang dengan persentase
99% dan wanita berjumlah 1 orang dengan persentase 1%. Status pernikahan responden yaitu
menikah 34 orang dengan persentase 36% dan belum menikah 61 orang dengan persentase 64%.
Tingkat pendidikan responden yaitu SMK 98% dengan jumlah 93 orang, D3 1% dengan jumlah
1 orang dan S1 1% dengan jumlah 1 orang.
Hasil analisis umur pekerja dalam penelitian ini antara 23-58 tahun dengan rata-rata
32,95 tahun. Pada rentang umur tersebut merupakan usia produktif untuk bekerja, sebab batas
usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15-64 tahun. Menurut Tarwaka, umur
seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai
puncaknya pada umur 25 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur pekerja dapat menunjang
penelitian karena berada dalam rentang umur dengan kemampuan fisiologi sesuai.
Masa kerja merupakan waktu yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugastugas suatu
pekerjaan. Masa kerja berpengaruh pada tingkat penguasaan pengetahuan serta
keterampilan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Masa kerja dapat PT. MAK menjadi
salah satu industri yang berkembang di Yogyakarta, khususnya untuk
perlengkapan rumah sakit. Sistem continuous improvement diterapkan oleh perusahaan sehingga
perusahaan terus menerus melakukan pengembangan diri untuk menjadi perusahaan yang lebih
baik dari sebelumnya. Kualitas dan waktu pemenuhan kebutuhan pelanggan terus ditingkatkan
untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk dapat memenuhi hal tersebut
adalah mengimplementasikan kerja lembur. Kerja lembur tersebut dapat berpengaruh pada
kondisi perusahaan, sebab perusahaan ini merupakan perusahaan padat karya. Karyawan tetap
di perusahaan ini bagi menjadi dua yaitu direct worker yang merupakan operator produksi dan
indirect worker yang merupakan staf. Karyawan memiliki kemampuan, kebolehan, dan
keterbatasan kemampuan sehingga bisa saja kerja lembur mempengaruhi kondisi karyawan.
Penilaian berat ringannya beban kerja dapat dilakukan dengan pengukuran denyut nadi.
Kepekaan denyut nadi terhadap perubahan pembebanan yang diterima tubuh cukup tinggi
(Tarwaka dkk, 2004). Menurut Grandjean (1993) keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada
bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang-ulang dan dalam waktu lama dapat
menyebabkan keluhan hingga kerusakan muskuloskeletal. Kelelahan menurut Granjean (1993)
menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada
kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Sigit Tri Sudharman
(2011) dalam penelitiannya tentang shift kerja terhadap kelelahan mengungkapkan kelelahan
(fatigue) erat kaitannya dengan perasaan sehingga bagi setiap orang bersifat subjektif dan
objektif. Berdasarkan latar belakang di atas , ingin mengetahui beban kerja, keluhan
muskuloskeletal, dan kelelahan karyawan untuk menentukan kerja lembur boleh dilakukan atau
tidak agar kondisi kesehatan karyawan tetap terjaga.
Beban Kerja
Melakukan pekerjaan perlu memperhatikan aplikasi tenaga otot dengan benar agar
diperoleh daya otot yang optimal. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti: umur, jenis
kelamin, kondisi kesehatan fisik dan kemampuan tubuh untuk menyesuaikan dengan
lingkungan.Salah satu indikator kesehatan seseorang juga dapat diketahui dari status gizi dilihat
dari berat dan tinggi badan. Cara untuk mengetahui kondisi kesehatan ditinjau dari status gizi
berdasarkan berat dan tinggi badan adalah dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) atau
Body Mass Index (BMI), yaitu angka yang menunjukkan tingkat perbandingan antara berat
badan (dalam satuan kg) dengan nilai kuadrat ukuran tinggi badan (dalam satuan meter2)
(Soekirman, 1994).
Menurut Tarwaka dkk (2004) pengukuran denyut jantung kerja merupakan suatu metode untuk
menilai cardiovascular strain. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung
denyut nadi adalah metode 10 denyut. Metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai
berikut:
( )
Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal
dari pembebanan mekanik, fisika maupun kimiawi (Tarwaka dkk, 2004).
Menurut Tarwaka dkk (2004) keluhan muskuloskletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sakit. Keluhan
hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskletal disorders
(MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Menurut Grandjean (1993) keluhan otot
skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban
kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Suplai oksigen ke otot
menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan
asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
Menurut Tarwaka (2010) metode Nordic Body Map (NBM) merupakan metode yang digunakan
untuk menilai tingkat keparahan (severity) atas terjadinya gangguan atau cedera pada otot-otot
skeletal. Aplikasi metode NBM dengan menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body
map). Nordic Body Map meliputi dua puluh delapan (28) bagian otot-otot skeletal pada kedua
sisi tubuh kanan dan kiri yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai
dengan bagian paling bawah yaitu otot pada kaki.
Tarwaka (2010) menyatakan desain penilaian menggunakan skoring (misalnya 4 skala likert),
maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah
dipahami oleh responden. Total skor individu dari seluruh otot skeletal (28 bagian otot skeletal)
dihitung untuk dapat digunakan dalam entri data statistik.
Kelelahan adalah suatu unsur mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan kerja adalah
kondisi para pekerja yang merasa lelah secara fisik dan atau psikis. Kelelahan diklasifikasikan
dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah tremor pada
otot/perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan
berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotomi, status kesehatan, dan
keadaan gizi (Grandjean, 1993).
Kelelahan terjadi karena beberapa sebab antara lain karena melakukan aktivitas
monoton, beban kerja dan waktu kerja yang berlebihan, keadaan lingkungan, keadaan kejiwaan
(psikologis) dan keadaan gizi (Sumamur, 1982). Aktivitas yang monoton yang harus dilakukan
sepanjang hari, beban kerja yang berat, durasi waktu kerja yang panjang dan paparan panas
matahari merupakan sumber penyebab timbulnya kelelahan.
Menurut Hiperkes & Keselamatan Kerja (2003) kesulitan terbesar dalam pengukuran
kelelahan adalah karena tidak adanya cara langsung yang dapat mengukur sumber penyebab
kelelahan itu sendiri. Menurut eksperimen yang pernah dilakukan, sejauh ini pengukuran
kelelahan berupa indikator kelelahan. Banyak metode yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi kelelahan. Pengukuran subjektif kelelahan umum diukur dengan pelemahan
aktivitas, motivasi dan fisik menggunakan kuesioner Subjective Self Rating Test. Pengukuran
objektif mengenai kelelahan menggunakan uji mental diukur dengan tes Bourdon Wiersma.
Kedua alat ukur ini digunakan secara bersama-sama untuk mengetahui kelelahan indirect
worker.
Tarwaka (2010) mengungkapkan pengukuran kelelahan secara subjektif dengan
subjective self rating test dari dari International Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang,
merupakan salah satu kuesioner yang dapat mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner
tersebut berisi 30 daftar pertanyaan. Desain penilaian menggunakan skoring (misalnya 4 skala
likert). Tes Bourdon Wiersma merupakan salah satu tes kognitif yang dikembangkan pada tahun
1982, merupakan tes objektif dari kelelahan. Tes ini dipakai untuk mengevaluasi konsentrasi,
perhatian, kecepatan bekerja untuk tugas-tugas yang rutin dan monoton, ketelitian kerja, dan
daya tahan dalam bekerja.
Lamanya waktu kerja di Indonesia telah ditetapkan sehari maksimum adalah 8 jam
kerja. Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi tujuh (7) jam sehari dan empat
puluh (40) jam satu (1) minggu untuk enam (6) hari kerja dalam satu (1) minggu, atau delapan
(8) jam sehari dan empat puluh (40) jam satu (1) minggu untuk lima (5) hari kerja dalam satu
(1) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang
ditetapkan pemerintah.

METODE
Objek yang diteliti adalah karyawan tetap yaitu direct worker yang merupakan operator
produksi dan indirect worker yang merupakan staf PT. Mega Andalan Kalasan. Metode yang
digunakan, yaitu pengukuran Indeks Masa Tubuh, pengukuran denyut nadi, kuesioner Nordic
Body Map, kuesioner Subjective Self Rating Test, Bourdon Wiersma Test yang dilakukan
sebelum bekerja (07.15-07.35 WIB), sebelum istirahat (11.40-12.00 WIB) dan sesudah bekerja
(15.40-16.00 WIB).
Populasi penelitian ini adalah direct worker yaitu operator produksi dan indirect worker
yaitu staf dengan total 417 orang. Sampel dalam penelitian dihitung dengan rumus Slovin.
Rumus Slovin digunakan untuk menentukan ukuran sampel minimal. Hasil perhitungan sampel
diperoleh 81 orang. Pada penelitian ini jumlah sampel ditambah 15% untuk menghindari drop
out sehingga jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 95 orang dan ditentukan jumlahnya
sesuai dengan jenis pekerjaannya, yaitu staf 17 orang dan operator produksi 78 orang.
Beban kerja, keluhan musculoskeletal, dan kelelahan karyawan diukur
menggunakan
pengukuran denyut nadi, kuesioner Nordic Body Map, Bourdon WIersma Test,
dan Subjective
Self Rating Test, untuk menentukan penambahan waktu kerja lembur boleh
dilakukan atau
tidak. Analisis data berdasarkan pada data yang telah diolah kemudian dilakukan analisis anava
menggunakan software SPSS (Statistical Package for The Social Science).

PEMBAHASAN
Responden penelitian ini mayoritas adalah pria berjumlah 94 orang dengan persentase
99% dan wanita berjumlah 1 orang dengan persentase 1%. Status pernikahan responden yaitu
menikah 34 orang dengan persentase 36% dan belum menikah 61 orang dengan persentase 64%.
Tingkat pendidikan responden yaitu SMK 98% dengan jumlah 93 orang, D3 1% dengan jumlah
1 orang dan S1 1% dengan jumlah 1 orang.
Hasil analisis umur pekerja dalam penelitian ini antara 23-58 tahun dengan rata-rata
32,95 tahun. Pada rentang umur tersebut merupakan usia produktif untuk bekerja, sebab batas
usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15-64 tahun. Menurut Tarwaka, umur
seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai
puncaknya pada umur 25 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur pekerja dapat menunjang
penelitian karena berada dalam rentang umur dengan kemampuan fisiologi sesuai.
Masa kerja merupakan waktu yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugastugas suatu
pekerjaan. Masa kerja berpengaruh pada tingkat penguasaan pengetahuan serta
keterampilan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Masa kerja dapat mempengaruhi
berat ringannya tingkat kelelahan. Hasil analisis masa kerja pekerja dalam penelitian ini antara
1-29 tahun dengan rata-rata 9,26 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa para pekerja sudah
terbiasa dengan pekerjaan tersebut, sehingga pekerjaan yang mereka lakukan tidak lagi terasa
berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan pekerja antara 45-90 kg dengan ratarata 61,71
kg. Tinggi badan pekerja antara 1,50-1,86 m dengan rata-rata 1,66 m. Berat badan
dan tinggi badan diukur untuk menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) yang berguna untuk
mengetahui keseimbangan energi yang masuk melalui asupan makanan dengan energi yang
dikeluarkan. Kelebihan atau kekurangan berat badan dapat mempengaruhi kinerja dan dapat
mempercepat terjadinya kelelahan. IMT pekerja termasuk dalam kategori normal yaitu 22,36
kg/m2 dengan rentang antara 16,3-33,5 kg/m2. Hal tersebut menunjukkan status gizi pekerja
baik
dan dapat bekerja optimal.
Berat ringannya beban kerja dapat diketahui menggunakan pengukuran denyut nadi,
pengukuran ini bersifat objektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa denyut nadi rata-rata
sebelum bekerja adalah 76,981 denyut per menit dengan kategori ringan, denyut nadi rata-rata
sebelum istirahat adalah 90,912 denyut per menit dengan kategori sedang, dan denyut nadi
ratarata setelah bekerja adalah 95,526 denyut per menit dengan kategori sedang. Selisih denyut
nadi
antara sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 13,931 dan setelah bekerja-sebelum istirahat
adalah 4,614. Hasil kategori beban kerja pada kondisi sebelum bekerja menunjukkan kategori
ringan dengan persentase jumlah responden 37%, sebelum istirahat menunjukkan kategori
sedang dengan persentase jumlah reponden 67%, dan setelah bekerja menunjukkan kategori
sedang dengan persentase jumlah responden 54%.
Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi
kelelahan tersebut tidak sama atau berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 51,517 dan
Ftabel =
3,03 (Fhitung > Ftabel) dan nilai sig. = 0,000 dan = 0,05 (sig. < .). Hasil analisis post hoc dan
homogeneus subset menunjukkan bahwa ketiga kondisi tersebut, sebelum bekerjasebelum
istirahat, sebelum istirahatsetelah bekerja, dan sebelum bekerjasetelah bekerja, mempunyai
perbedaan denyut nadi secara nyata. Artinya terdapat peningkatan kelelahan yang terjadi antara
sebelum bekerja-sebelum istirahat, sebelum istirahat-setelah bekerja dan sebelum bekerjasetelah
bekerja.
Berat ringannya keluhan muskuloskeletal dapat diketahui menggunakan kuesioner
Nordic Body Map, pengukuran ini bersifat subjektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor
rata-rata sebelum bekerja adalah 36,35 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya
tindakan perbaikan), skor rata-rata sebelum istirahat adalah 39,29 dengan tingkat resiko rendah
(belum diperlukan adanya tindakan perbaikan), dan skor rata-rata setelah bekerja adalah 42,56
dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan). Selisih skor antara
sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 2,94 dan setelah bekerja-sebelum istirahat adalah
3,27. Ketiga kondisi pengukuran tersebut menunjukkan hasil tingkat resiko yang sama yaitu
rendah. Persentase jumlah responden yang memiliki tingkat resiko rendah saat sebelum bekerja
adalah 90%, sebelum istirahat adalah 92% dan setelah bekerja adalah 81%.
Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi
kelelahan tersebut tidak sama atau berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 6,789 dan Ftabel
=
3,03 (Fhitung > Ftabel) dan nilai sig. = 0,001 dan = 0,05 (sig. < .). Hasil analisis post hoc dan
homogeneus subset menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor secara nyata antara kondisi
sebelum bekerja dan setelah bekerja. Artinya terdapat peningkatan kelelahan yang terjadi antara
sebelum bekerja dan setelah bekerja.
Kelelahan ditinjau menggunakan Bourdon Wiersma Test untuk pengukuran objektif dan
kuesioner Subjective Self Rating Test untuk pengukuran subjektif menunjukkan:
1. Pengukuran objektif
Pengukuran objektif menggunakan Bourdon Wiersma Test dilakukan untuk menilai kecepatan,
ketelitian dan konstansi responden.
a. Kecepatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata sebelum bekerja adalah
10,2476 dengan golongan cukup baik, kecepatan rata-rata sebelum istirahat adalah 10,0065
dengan golongan cukup baik, dan kecepatan rata-rata setelah bekerja adalah 10,2212 dengan
golongan cukup baik. Selisih kecepatan antara sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 0,2411
dan setelah bekerja-sebelum istirahat adalah 0,2147. Ketiga kondisi pengukuran tersebut
menunjukkan hasil golongan yang sama yaitu cukup baik. Persentase jumlah responden yang
memiliki golongan cukup baik saat sebelum bekerja adalah 24%, sebelum istirahat adalah 35%
dan setelah bekerja adalah 30%.
Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi
kelelahan tersebut sama atau tidak berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 0,117 dan Ftabel
=
3,19 (Fhitung < Ftabel) dan nilai sig. = 0,890 dan = 0,05 (sig. > .). Hasil analisis post hoc dan
homogeneus subset menunjukkan bahwa ketiga kondisi tersebut, sebelum bekerjasebelum
istirahat, sebelum istirahatsetelah bekerja, dan sebelum bekerjasetelah bekerja, tidak
mempunyai perbedaan kecepatan secara nyata.
b. Ketelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketelitian rata-rata sebelum bekerja adalah 20,06
dengan golongan ragu-ragu, ketelitian ragu-ragu sebelum istirahat adalah 13,53 dengan
golongan ragu-ragu, dan ketelitian rata-rata setelah bekerja adalah 9,12 dengan golongan cukup.
Selisih ketelitian antara sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 6,53 dan setelah
bekerjasebelum istirahat adalah 4,41. Hasil golongan ketelitian pada kondisi sebelum bekerja
menunjukkan golongan ragu-ragu dengan persentase jumlah responden 53%, sebelum istirahat
menunjukkan golongan ragu-ragu dengan persentase jumlah reponden 59%, dan setelah bekerja
menunjukkan cukup dengan persentase jumlah responden 65%.
Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi
kelelahan tersebut tidak sama atau berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 5,836 dan Ftabel
=
3,19 (Fhitung > Ftabel) dan nilai sig. = 0,005 dan = 0,05 (sig. < .). Hasil analisis post hoc dan
homogeneus subset menunjukkan bahwa kondisi antara sebelum bekerja dan setelah bekerja
terdapat perbedaan ketelitian secara nyata. Pengukuran sebelum bekerja merupakan kali
pertama responden mengerjakan tes tersebut sehingga hasilnya masih ragu-ragu, sedangkan saat
setelah bekerja berupakan kali ketiga responden mengerjakan tes tersebut sehingga hasilnya
membaik.
c. Konstansi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstansi rata-rata sebelum bekerja adalah 4,7918
dengan golongan cukup, konstansi rata-rata sebelum istirahat adalah 3,8818 dengan golongan
cukup, dan konstansi rata-rata setelah bekerja adalah 4,7971 dengan golongan cukup. Selisih
konstansi antara sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 0,91 dan setelah bekerja-sebelum
istirahat adalah 0,9153. Ketiga kondisi pengukuran tersebut menunjukkan hasil golongan yang
sama yaitu cukup. Persentase jumlah responden yang memiliki golongan cukup saat sebelum
bekerja, sebelum istirahat dan setelah bekerja adalah 53%.
Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi
kelelahan tersebut sama atau tidak berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 0,842 dan Ftabel
=
3,19 (Fhitung < Ftabel) dan nilai sig. = 0,437 dan = 0,05 (sig. > .). Hasil analisis post hoc dan
homogeneus subset menunjukkan bahwa ketiga kondisi tersebut, sebelum bekerjasebelum
istirahat, sebelum istirahatsetelah bekerja, dan sebelum bekerjasetelah bekerja, tidak
mempunyai perbedaan konstansi secara nyata.
2. Pengukuran subjektif
Pengukuran subjektif menggunakan kuesioner Subjective Self Rating Test dilakukan
untuk menilai berat ringannya kelelahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata
sebelum bekerja adalah 43,76 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan
perbaikan), skor rata-rata sebelum istirahat adalah 45,47 dengan tingkat resiko rendah (belum
diperlukan adanya tindakan perbaikan), dan skor rata-rata setelah bekerja adalah 47,82 dengan
tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan). Selisih skor antara
sebelum istirahat-sebelum bekerja adalah 1,71 dan setelah bekerja-sebelum istirahat adalah
2,35. Ketiga kondisi pengukuran tersebut menunjukkan hasil tingkat resiko yang sama yaitu
rendah. Persentase jumlah responden yang memiliki tingkat resiko rendah saat sebelum bekerja
adalah 82%, sebelum istirahat adalah 71% dan setelah bekerja adalah 59%.
Hasil analisis anava kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ketiga kondisi
kelelahan tersebut sama atau tidak berbeda secara nyata dengan nilai Fhitung = 0,812 dan Ftabel
=
3,19 (Fhitung < Ftabel) dan nilai sig. = 0,450 dan = 0,05 (sig. > .). Hasil analisis post hoc dan
homogeneus subset menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan skor secara nyata. Artinya
tidak terdapat perbedaan peningkatan kelelahan secara nyata pada ketiga kondisi tersebut.
Penambahan Waktu Kerja Lembur
Identifikasi penambahan waktu kerja lembur pada penelitian ini ditinjau dari beban
kerja, keluhan musculoskeletal, dan kelelahan. Kondisi kesehatan karyawan ditinjau dari status
gizi karyawan menggunakan pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) menunjukkan bahwa
ratarata IMT pekerja termasuk dalam kategori normal yaitu 22,36 kg/m2. Hal tersebut
menunjukkan
status gizi pekerja baik dan dapat bekerja optimal. Pengukuran beban kerja, keluhan
muskuloskeletal, dan kelelahan pada kondisi yang berbeda yaitu sebelum bekerja, sebelum
istirahat dan setelah bekerja. Menurut Budiono (2003) dalam pengukuran kelelahan tidak
terdapat cara langsung yang dapat mengukur sumber kelelahan dan tidak terdapat satuan ukuran
yang mutlak dalam pengukuran kelelahan. Pengukuran kelelahan dilakukan melelui indikator
kelelahan. Berikut ini adalah hasil analisis beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan
yang disajikan pada Tabel 1 Hasil Analisis Beban Kerja, Keluhan Muskuloskeletal, dan
Kelelahan.
Tabel 1 Hasil Analisis Beban Kerja, Keluhan Muskuloskeletal, dan Kelelahan
Keluhan
Beban Muskulos
Kondisi Penilaian Kelelahan
Kerja k
eletal
Subjective
Nordic Bourdon
Denyut Self
Body Wiersma
Nadi Rating
Map Test
Test
Objektif Subjektif Objektif Subjektif
Ketelitia Konstans
Kecepatan
n i
Sebelum
Nilai 76,981 36,35 10,2476 20,06 4,7918 43,76
Bekerja
Klasifikas Cukup Ragu-
Ringan Rendah Cukup Rendah
i Baik ragu
% 37% 90% 24% 53% 53% 82%
Sebelum
Nilai 90,912 39,29 10,0065 13,53 3,8818 45,47
Istirahat
Klasifikas Cukup Ragu-
Sedang Rendah Cukup Rendah
i Baik ragu
% 67% 92% 35% 59% 53% 71%
Setelah
Nilai 95,526 42,56 10,2212 9,12 4,7971 47,82
Bekerja
Klasifikas Cukup
Sedang Rendah Cukup Cukup Rendah
i Baik
% 54% 81% 30% 65% 53% 59%
Sebelum
Istirahat
13,931 2,94 0,2411 6,53 0,91 1,71
Sebelum
Bekerja
Setelah 4,614 3,27 0,2147 4,41 0,9153 2,35
Bekerja
Sebelum
Istirahat
Anava Ketiga Ketiga Ketiga Ketiga Ketiga Ketiga
Hasil
(Analisa kondisi kondisi kondisi kondisi kondisi kondisi
analisis
Variansi berbeda berbeda sama berbeda sama sama
Sebelum Sebelum Tidak Tidak
Ketiga Tidak
bekerja bekerja terdapat terdapat
Perbedaan kondisi terdapat
setelah setelah perbedaa perbedaa
berbeda perbedaan
bekerja bekerja n n

Hasil analisis beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan membuktikan bahwa
ada peningkatan kondisi antara sebelum bekerja-sebelum istirahat, sebelum istirahat-setelah
bekerja, dan sebelum bekerja-setelah bekerja. Artinya selama proses bekerja terdapat pelemahan
kondisi responden akibat energi yang dikeluarkan selama bekerja.
Pada Bourdon Wiersma Test menunjukkan bahwa kecepatan dan konstansi responden
pada ketiga kondisi pengukuran tersebut adalah sama tidak terdapat perbedaan, sedangkan
ketelitian terdapat perbedaan antara kondisi sebelum bekerja dan setelah bekerja. Pengukuran
kelelahan ketiga metode pengukuran, yaitu denyut nadi, Nordic Body Map, dan Subjective Self
Rating Test, menunjukkan bahwa masuk dalam klasifikasi rendah/ringan dan sedang. Artinya
pekerjaan responden tergolong rendah/ringan dan sedang. Hal tersebut mengidentifikasikan
bahwa boleh dilakukan penambahan waktu kerja lembur sebab beban kerja, keluhan
muskuloskeletal, dan kelelahan responden masih tergolong rendah/ringan dan sedang.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan pasal 78 ayat 1 b menyatakan bahwa waktu kerja lembur hanya dapat
dilakukan paling banyak tiga (3) jam dalam satu (1) hari dan empat belas (14) jam dalam satu
(1) minggu.
Ditinjau dari hasil pengukuran langsung mengenai status gizi, beban kerja, keluhan
muskuloskeletal, dan kelelahan serta Undang-Undang Republik Indonesia yang berlaku, maka
penambahan waktu kerja lembur boleh dilakukan oleh perusahaan. Lamanya (durasi) waktu
kerja lembur yang dilakukan menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan tidak melebihi
ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia.

KESIMPULAN

Berdasarkan pengukuran, analisis data, dan hasil pembahasan penelitian dapat


disimpulkan bahwa:
Kondisi kesehatan karyawan ditinjau dari status gizi karyawan menggunakan
pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) menunjukkan bahwa rata-rata IMT pekerja termasuk
dalam kategori normal yaitu 22,36 kg/m2. Hal tersebut menunjukkan status gizi pekerja baik dan
dapat bekerja optimal.
Beban kerja berdasarkan denyut nadi menggunakan metode sepuluh (10) denyut
menunjukkan bahwa denyut nadi rata-rata sebelum bekerja adalah 76,981 denyut per menit
dengan kategori ringan, denyut nadi rata-rata sebelum istirahat adalah 90,912 denyut per menit
dengan kategori sedang, dan denyut nadi rata-rata setelah bekerja adalah 95,526 denyut per
menit dengan kategori sedang. Terdapat peningkatan kelelahan yang terjadi antara sebelum
bekerja-sebelum istirahat, sebelum istirahat-setelah bekerja dan sebelum bekerja- setelah
bekerja.
Keluhan muskuloskeletal menggunakan kuesioner Nordic Body Map menunjukkan
bahwa skor rata-rata sebelum bekerja adalah 36,35 dengan tingkat resiko rendah (belum
diperlukan adanya tindakan perbaikan), skor rata-rata sebelum istirahat adalah 39,29 dengan
tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan), dan skor rata-rata setelah
bekerja adalah 42,56 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan
perbaikan). Terdapat peningkatan kelelahan yang terjadi antara sebelum bekerja dan setelah
bekerja.
Kelelahan karyawan ditinjau dari kecepatan ketelitian dan konstansi menggunakan
Bourdon Wiersma Test menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata sebelum bekerja adalah
10,2476 dengan golongan cukup baik, kecepatan rata-rata sebelum istirahat adalah 10,0065
dengan golongan cukup baik, dan kecepatan rata-rata setelah bekerja adalah 10,2212 dengan
golongan cukup baik. Ketelitian rata-rata sebelum bekerja adalah 20,06 dengan golongan
raguragu, ketelitian ragu-ragu sebelum istirahat adalah 13,53 dengan golongan ragu-ragu, dan
ketelitian rata-rata setelah bekerja adalah 9,12 dengan golongan cukup. Konstansi rata-rata
sebelum bekerja adalah 4,7918 dengan golongan cukup, konstansi rata-rata sebelum istirahat
adalah 3,8818 dengan golongan cukup, dan konstansi rata-rata setelah bekerja adalah 4,7971
dengan golongan cukup.
Kelelahan karyawan ditinjau dari kelelahan secara subjektif menggunakan kuesioner
Subjective Self Rating Test menunjukkan bahwa skor rata-rata sebelum bekerja adalah 43,76
dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan perbaikan), skor rata-rata
sebelum istirahat adalah 45,47 dengan tingkat resiko rendah (belum diperlukan adanya tindakan
perbaikan), dan skor rata-rata setelah bekerja adalah 47,82 dengan tingkat resiko rendah (belum
diperlukan adanya tindakan perbaikan). Tidak terdapat perbedaan peningkatan kelelahan secara
nyata pada ketiga kondisi tersebut. Penambahan waktu kerja lembur boleh dilakukan oleh
perusahaan. Lamanya (durasi) waktu kerja lembur yang dilakukan menyesuaikan dengan
kebutuhan perusahaan dan tidak melebihi ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia.
Berdasarkan kesimpulan terdapat beberapa hal yang dapat disarankan bagi peneliti
selanjutnya dan perusahaan jika ingin melakukan kerja lembur, yaitu: Perlu diteliti kembali
durasi waktu kerja lembur yang optimal serta tidak melampaui ketentuan Undang-Undang
Republik Indonesia. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan waktu kerja
lembur terkait dengan analisis keuangan hingga sistem penggajian karyawan ketika terdapat
kerja lembur. Perlu diberi batasan waktu tertentu dalam mengerjakan Bourdon Wiersma Test.
Perlu adanya penelitian mengenai kebosanan karyawan terkait dengan pekerjaan karyawan yang
monoton.
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, A.M.S, 2003, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Grandjean, E, 1993, Fitting the Task to the Man 4th edition, dalam Tarwaka, 2010, Ergonomi
Industri Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja, Harapan
Press, Surakarta.
Hiperkes & KK, 2003, Bunga Rampai Higiene Perusahaan, Ergonomi, Kesehatan Kerja dan
Keselamatan Kerja, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Kasim U., 2010, Waktu Kerja Lembur Lebih dari 54 Jam Seminggu. Available from:
URL: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4293 (18 Januari 2013, 13.07)
Soekirman, 1994, Menghadapi Masalah Gizi Ganda Dalam Pembangunan Jangka Panjang
Kedua: Agenda 180 Repelita VI, dalam Arimbawa, I Made Gede, 2010, Redesain
Peralatan Kerja Secara Ergonomis: Meningkatkan Kinerja Pembuat Minyak Kelapa
Tradisional di Kecamatan Dawan Klungkung, Udayana University Press, Denpasar.
Sudharman, S. T., 2011, Analisis Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kelelahan Karyawan dengan
Menggunakan Metode Bourdon Wiersma dan 30 Items of Rating Scale, Skripsi Teknik
Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND
Yogyakarta. (tidak dipublikasikan)
Sumamur, P.K, 1982, Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja, Yayasan Swabhawa Karya,
Jakarta.
Tarwaka, Solichul H.A. Bakri, Lilik S., 2004, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Produktivitas, UNIBA Press, Surakarta.
Tarwaka, 2010, Ergonomi Industri Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat
Kerja, Harapan Press, Surakarta.
ANALISA JURNAL

1. Judul
Judul penelitian : Beban Kerja, Keluhan Muskuloskeletal, Dan Kelelahan
Untuk Menentukan Kerja Lembur Pada Pt. Mega Andalan Kalasan
Nama peneliti : Ayattullah Humaini.Amd.Kep
Judul penelitian ini belum sesuai dengan aturan penulisan penelitian ilmiah. Sebaiknya
judul penelitian mencakup:
a) Sifat dan jenis penelitian
b) Objek yang diteliti
c) Subyek penelitian
d) Lokasi atau daerah penelitian
e) Tahun dan waktu penelitian (Arikunto, 2002)

2. Pendahuluan
Melakukan pekerjaan perlu memperhatikan aplikasi tenaga otot dengan benar agar
diperoleh daya otot yang optimal. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti: umur, jenis
kelamin, kondisi kesehatan fisik dan kemampuan tubuh untuk menyesuaikan dengan
lingkungan.Salah satu indikator kesehatan seseorang juga dapat diketahui dari status gizi dilihat
dari berat dan tinggi badan. Cara untuk mengetahui kondisi kesehatan ditinjau dari status gizi
berdasarkan berat dan tinggi badan adalah dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) atau
Body Mass Index (BMI), yaitu angka yang menunjukkan tingkat perbandingan antara berat
badan (dalam satuan kg) dengan nilai kuadrat ukuran tinggi badan (dalam satuan meter2)
(Soekirman, 1994).
Menurut Tarwaka dkk (2004) pengukuran denyut jantung kerja merupakan suatu metode untuk
menilai cardiovascular strain. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung
denyut nadi adalah metode 10 denyut. Metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai
berikut:
()
Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal
dari pembebanan mekanik, fisika maupun kimiawi (Tarwaka dkk, 2004).
Menurut Tarwaka dkk (2004) keluhan muskuloskletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sakit. Keluhan
hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskletal disorders
(MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Menurut Grandjean (1993) keluhan otot
skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban
kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Suplai oksigen ke otot
menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan
asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
Menurut Tarwaka (2010) metode Nordic Body Map (NBM) merupakan metode yang digunakan
untuk menilai tingkat keparahan (severity) atas terjadinya gangguan atau cedera pada otot-otot
skeletal. Aplikasi metode NBM dengan menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body
map). Nordic Body Map meliputi dua puluh delapan (28) bagian otot-otot skeletal pada kedua
sisi tubuh kanan dan kiri yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai
dengan bagian paling bawah yaitu otot pada kaki.
Tarwaka (2010) menyatakan desain penilaian menggunakan skoring (misalnya 4 skala likert),
maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah
dipahami oleh responden. Total skor individu dari seluruh otot skeletal (28 bagian otot skeletal)
dihitung untuk dapat digunakan dalam entri data statistik.
Kelelahan adalah suatu unsur mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan kerja adalah
kondisi para pekerja yang merasa lelah secara fisik dan atau psikis. Kelelahan diklasifikasikan
dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah tremor pada
otot/perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan
berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotomi, status kesehatan, dan
keadaan gizi (Grandjean, 1993).
Kelelahan terjadi karena beberapa sebab antara lain karena melakukan aktivitas
monoton, beban kerja dan waktu kerja yang berlebihan, keadaan lingkungan, keadaan kejiwaan
(psikologis) dan keadaan gizi (Sumamur, 1982). Aktivitas yang monoton yang harus dilakukan
sepanjang hari, beban kerja yang berat, durasi waktu kerja yang panjang dan paparan panas
matahari merupakan sumber penyebab timbulnya kelelahan.
Menurut Hiperkes & Keselamatan Kerja (2003) kesulitan terbesar dalam pengukuran
kelelahan adalah karena tidak adanya cara langsung yang dapat mengukur sumber penyebab
kelelahan itu sendiri. Menurut eksperimen yang pernah dilakukan, sejauh ini pengukuran
kelelahan berupa indikator kelelahan. Banyak metode yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi kelelahan. Pengukuran subjektif kelelahan umum diukur dengan pelemahan
aktivitas, motivasi dan fisik menggunakan kuesioner Subjective Self Rating Test. Pengukuran
objektif mengenai kelelahan menggunakan uji mental diukur dengan tes Bourdon Wiersma.
Kedua alat ukur ini digunakan secara bersama-sama untuk mengetahui kelelahan indirect
worker.
Tarwaka (2010) mengungkapkan pengukuran kelelahan secara subjektif dengan
subjective self rating test dari dari International Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang,
merupakan salah satu kuesioner yang dapat mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner
tersebut berisi 30 daftar pertanyaan. Desain penilaian menggunakan skoring (misalnya 4 skala
likert). Tes Bourdon Wiersma merupakan salah satu tes kognitif yang dikembangkan pada tahun
1982, merupakan tes objektif dari kelelahan. Tes ini dipakai untuk mengevaluasi konsentrasi,
perhatian, kecepatan bekerja untuk tugas-tugas yang rutin dan monoton, ketelitian kerja, dan
daya tahan dalam bekerja.
Lamanya waktu kerja di Indonesia telah ditetapkan sehari maksimum adalah 8 jam
kerja. Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi tujuh (7) jam sehari dan empat
puluh (40) jam satu (1) minggu untuk enam (6) hari kerja dalam satu (1) minggu, atau delapan
(8) jam sehari dan empat puluh (40) jam satu (1) minggu untuk lima (5) hari kerja dalam satu
(1) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang
ditetapkan pemerintah.

3. Tujuan Penelitian
tujuan dari penelitian ini adalah beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan
untuk menentukan kerja lembur pada pt. mega andalan kalasan

4. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini tidak dicantumkan manfaat penelitian.
Saran : sebaiknya dalam sebuah penelitian, dicantumkan manfaat penelitian.

5. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini dicantunkan daftar pustaka yang mendukung argumen dan
hipotesis dalam penelitian.

6. Kerangka Konsep
Peneliti tidak menuliskan hipotesa. Dalam penelitian ini juga tidak
menyantumkan kerangka konsep. Padahal dalam sebuah penelitian, kerangka konsep
dapat membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penelitian dengan teori.
Saran : Sebaiknya peneliti mencantumkan hipotesa dan kerangka konsep.

7. Metodologi Penelitian
Objek yang diteliti adalah karyawan tetap yaitu direct worker yang merupakan operator
produksi dan indirect worker yang merupakan staf PT. Mega Andalan Kalasan. Metode yang
digunakan, yaitu pengukuran Indeks Masa Tubuh, pengukuran denyut nadi, kuesioner Nordic
Body Map, kuesioner Subjective Self Rating Test, Bourdon Wiersma Test yang dilakukan
sebelum bekerja (07.15-07.35 WIB), sebelum istirahat (11.40-12.00 WIB) dan sesudah bekerja
(15.40-16.00 WIB).
Populasi penelitian ini adalah direct worker yaitu operator produksi dan indirect worker
yaitu staf dengan total 417 orang. Sampel dalam penelitian dihitung dengan rumus Slovin.
Rumus Slovin digunakan untuk menentukan ukuran sampel minimal. Hasil perhitungan sampel
diperoleh 81 orang. Pada penelitian ini jumlah sampel ditambah 15% untuk menghindari drop
out sehingga jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 95 orang dan ditentukan jumlahnya
sesuai dengan jenis pekerjaannya, yaitu staf 17 orang dan operator produksi 78 orang.
Beban kerja, keluhan musculoskeletal, dan kelelahan karyawan diukur
menggunakan
pengukuran denyut nadi, kuesioner Nordic Body Map, Bourdon WIersma Test,
dan Subjective
Self Rating Test, untuk menentukan penambahan waktu kerja lembur boleh
dilakukan atau
tidak. Analisis data berdasarkan pada data yang telah diolah kemudian dilakukan analisis anava
menggunakan software SPSS (Statistical Package for The Social Science).

8. Hasil Penelitian
Tabel 1 Hasil Analisis Beban Kerja, Keluhan Muskuloskeletal, dan Kelelahan
Keluhan
Beban Muskulos
Kondisi Penilaian Kelelahan
Kerja k
eletal
Subjective
Nordic Bourdon
Denyut Self
Body Wiersma
Nadi Rating
Map Test
Test
Objektif Subjektif Objektif Subjektif
Ketelitia Konstans
Kecepatan
n i
Sebelum
Nilai 76,981 36,35 10,2476 20,06 4,7918 43,76
Bekerja
Klasifikas Cukup Ragu-
Ringan Rendah Cukup Rendah
i Baik ragu
% 37% 90% 24% 53% 53% 82%
Sebelum
Nilai 90,912 39,29 10,0065 13,53 3,8818 45,47
Istirahat
Klasifikas Cukup Ragu-
Sedang Rendah Cukup Rendah
i Baik ragu
% 67% 92% 35% 59% 53% 71%
Setelah
Nilai 95,526 42,56 10,2212 9,12 4,7971 47,82
Bekerja
Klasifikas Cukup
Sedang Rendah Cukup Cukup Rendah
i Baik
% 54% 81% 30% 65% 53% 59%
Sebelum
Istirahat
13,931 2,94 0,2411 6,53 0,91 1,71
Sebelum
Bekerja
Setelah 4,614 3,27 0,2147 4,41 0,9153 2,35
Bekerja
Sebelum
Istirahat
Anava Ketiga Ketiga Ketiga Ketiga Ketiga Ketiga
Hasil
(Analisa kondisi kondisi kondisi kondisi kondisi kondisi
analisis
Variansi berbeda berbeda sama berbeda sama sama
Sebelum Sebelum Tidak Tidak
Ketiga Tidak
bekerja bekerja terdapat terdapat
Perbedaan kondisi terdapat
setelah setelah perbedaa perbedaa
berbeda perbedaan
bekerja bekerja n n

Hasil analisis beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan membuktikan bahwa
ada peningkatan kondisi antara sebelum bekerja-sebelum istirahat, sebelum istirahat-setelah
bekerja, dan sebelum bekerja-setelah bekerja. Artinya selama proses bekerja terdapat pelemahan
kondisi responden akibat energi yang dikeluarkan selama bekerja.
Pada Bourdon Wiersma Test menunjukkan bahwa kecepatan dan konstansi responden
pada ketiga kondisi pengukuran tersebut adalah sama tidak terdapat perbedaan, sedangkan
ketelitian terdapat perbedaan antara kondisi sebelum bekerja dan setelah bekerja. Pengukuran
kelelahan ketiga metode pengukuran, yaitu denyut nadi, Nordic Body Map, dan Subjective Self
Rating Test, menunjukkan bahwa masuk dalam klasifikasi rendah/ringan dan sedang. Artinya
pekerjaan responden tergolong rendah/ringan dan sedang. Hal tersebut mengidentifikasikan
bahwa boleh dilakukan penambahan waktu kerja lembur sebab beban kerja, keluhan
muskuloskeletal, dan kelelahan responden masih tergolong rendah/ringan dan sedang.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan pasal 78 ayat 1 b menyatakan bahwa waktu kerja lembur hanya dapat
dilakukan paling banyak tiga (3) jam dalam satu (1) hari dan empat belas (14) jam dalam satu
(1) minggu.
Ditinjau dari hasil pengukuran langsung mengenai status gizi, beban kerja, keluhan
muskuloskeletal, dan kelelahan serta Undang-Undang Republik Indonesia yang berlaku, maka
penambahan waktu kerja lembur boleh dilakukan oleh perusahaan. Lamanya (durasi) waktu
kerja lembur yang dilakukan menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan tidak melebihi
ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia.

9. Etika Penelitian
Persetujuan etika untuk melakukan studi ini diperoleh dari pt. mega andalan
kalasan bersama kelembagaan panitia peninjau etika sebelum dimulainya penelitian.

10. Penggunaan Hasil Penelitian


Penelitian ini dapat di aplikasikan dalam proses diagnosa di semua
pusat pelayanan kesehatan.
11. Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan membuktikan bahwa
ada peningkatan kondisi antara sebelum bekerja-sebelum istirahat, sebelum istirahat-setelah
bekerja, dan sebelum bekerja-setelah bekerja. Artinya selama proses bekerja terdapat pelemahan
kondisi responden akibat energi yang dikeluarkan selama bekerja.
Pada Bourdon Wiersma Test menunjukkan bahwa kecepatan dan konstansi responden
pada ketiga kondisi pengukuran tersebut adalah sama tidak terdapat perbedaan, sedangkan
ketelitian terdapat perbedaan antara kondisi sebelum bekerja dan setelah bekerja. Pengukuran
kelelahan ketiga metode pengukuran, yaitu denyut nadi, Nordic Body Map, dan Subjective Self
Rating Test, menunjukkan bahwa masuk dalam klasifikasi rendah/ringan dan sedang. Artinya
pekerjaan responden tergolong rendah/ringan dan sedang. Hal tersebut mengidentifikasikan
bahwa boleh dilakukan penambahan waktu kerja lembur sebab beban kerja, keluhan
muskuloskeletal, dan kelelahan responden masih tergolong rendah/ringan dan sedang.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan pasal 78 ayat 1 b menyatakan bahwa waktu kerja lembur hanya dapat
dilakukan paling banyak tiga (3) jam dalam satu (1) hari dan empat belas (14) jam dalam satu
(1) minggu.
Ditinjau dari hasil pengukuran langsung mengenai status gizi, beban kerja, keluhan
muskuloskeletal, dan kelelahan serta Undang-Undang Republik Indonesia yang berlaku, maka
penambahan waktu kerja lembur boleh dilakukan oleh perusahaan. Lamanya (durasi) waktu
kerja lembur yang dilakukan menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan tidak melebihi
ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia.

12. Kelebihan Jurnal


Jurnal ini merupakan suatu pembuktian baru bahwa beban kerja sangat
berpengaruh dalam penentuan jam lembur memiliki efek yang signifikan untuk
mendiagnosa gangguan muskulokletal
13. Kekurangan Jurnal
Data demografik dari sample tidak dicantumkan, sehingga menghambat dalam
proses analisa jurnal.
14. Implikasi Keperawatan
Jam lembur yang berlebihan sangat berpengaruh terhadap masalah gangguan
muskulokletal yang mana dalam hal ini perusahan di aharapkan agar mampu
mengimbangi jumlah jam lembur dan masalh kesehatan yang mungkin muncul akibat
dari lembur tersebut.
15. Kesimpulan
Berdasarkan pengukuran, analisis data, dan hasil pembahasan penelitian dapat
disimpulkan bahwa:
Kondisi kesehatan karyawan ditinjau dari status gizi karyawan menggunakan
pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) menunjukkan bahwa rata-rata IMT pekerja
termasuk
dalam kategori normal yaitu 22,36 kg/m2. Hal tersebut menunjukkan status gizi
pekerjabaik dan
dapat bekerja optimal.
Beban kerja berdasarkan denyut nadi menggunakan metode sepuluh (10) denyut
menunjukkan bahwa denyut nadi rata-rata sebelum bekerja adalah 76,981 denyut per
menit
dengan kategori ringan, denyut nadi rata-rata sebelum istirahat adalah 90,912 denyut
per menit
dengan kategori sedang, dan denyut nadi rata-rata setelah bekerja adalah 95,526
denyut per
menit dengan kategori sedang. Terdapat peningkatan kelelahan yang terjadi antara
sebelum
bekerja-sebelum istirahat, sebelum istirahat-setelah bekerja dan sebelum bekerja-
setelah
bekerja.
16. Saran
Jam lembur yang berlebihan sangat berpengaruh terhadap masalah gangguan
muskulokletal yang mana dalam hal ini perusahan di aharapkan agar mampu
mengimbangi jumlah jam lembur dan masalh kesehatan yang mungkin muncul akibat
dari lembur tersebut.
TUGAS MUSCULOSKLETAL
ANALISIS JURNAL TENTANG BEBAN KERJA, KELUHAN
MUSKULOSKELETAL, DAN KELELAHAN
UNTUK MENENTUKAN KERJA LEMBUR

DISUSUN OLEH :
AYATTULLAH HUMAINI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM SITI HAJAR MATARAM


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2017

Anda mungkin juga menyukai