Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS BEDAH

LUKA BAKAR

Oleh:

NURHASANAH

Pembimbing :
Dr. NURSHAL HASBI, Sp.B

KKS BAGIAN ILMU BEDAH RSUD. DUMAI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah dan pengetahuan
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Luka bakar grade II ec
air radiator yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS Ilmu Penyakit
bedah. Shalawat beriring salam kami hadiahkan kepada nabi besar Muhammmad SAW
yang telah menyelamatkan kita dari alam kejahilan menjadi alam yang terang benderang
dengan ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr. Nurshal Hasbi
Sp.B yang telah bersedia membimbing kami, sehingga laporan kasus ini dapat selesai pada
waktunya.

Mohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat kesalahan, dan kami
mohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan laporan kasus ini. Atas perhatian dan
sarannya kami ucapkan terima kasih.

Dumai, Januari 2016

Penulis

PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat

khususnya rumah tangga dan ditemukan terbanyak adalah luka bakar derajat II. Luka

bakar merupakan cedera yang mengakibatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif

tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk

penanganan luka bakar pun cukup tinggi.


Kurang dari 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap

tahunnya dari kelompok ini 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan

100.000 pasien dirawat di rumah sakit, sekitar 12.000 meninggal setiap tahunnya. Anak

kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka

bakar, kaum remaja laki-laki dan pria usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KULIT

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,


merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5
1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.

Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar
adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm
sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau
korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

EPIDERMIS
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, langeerhans dan
merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat tubuh, paling tebal
pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh
ketebaln kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri dari lima lapisan (dari lapisan paling atas sampai yang
terdalam):

1. Stratum Korneum
Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum
Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan
telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum
Ditandai sampai 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan
sitoplasma terdiri oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 3


keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel
langerhans.
4. Stratum Spinosum
Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap
filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindugi terhadap efek abrasi. Epidermis
pada tenpat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai
stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan
stratum spinosum disebut sebagai lapisan malfigi. Terdapat sel langerhans.
5. Stratum Basale ( Stratum Germinativum)
Terdapat aktivitas mitosis yang hebat dengan bertanggung jawab dalam
pembaharuan sel epidermis secara konstan. Sel epidermis diperbaharuhi
setiap 28 hari untuk migrasi kepermukaan, hal ini tergantung letak, usia
dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.

Fungsi Epidermis : proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen
(sel langerhans).

DERMIS

Merupakan bagian paling penting dikulit yang sering dianggap sebagai


True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling
tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.

Dermis terdiri dari dua lapisan :

1. Lapisan papiler, tispis mengandung jaringan ikan jarang


2. Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat

Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan


bertambahnya usia. Serat elastis jumlahnya terus meningakat dan menebal,
kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai
dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan
serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan
tampak mempunyai banyak keriput.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 4


Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga
mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea
dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis
di dalam dermis.

Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi,


menahan shearing forces dan reson inflamasi.

SUBKUTIS

Merupakan lapisan dibwah dermis atau hipodermis yang terdiri dari


jaringan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungakan kulit
secara longar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang
suplai darah ke dermis untuk regenerasi.

Fungsi Subkutis/hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,


cadanagan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

Gambar Anatomi Lapisan Kulit

2.2 DEFINISI LUKA BAKAR

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 5


dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase
syok) sampai fase lanjut.

2.3 ETIOLOGI

Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun
tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:

a. Paparan api
o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat
alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat
sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh
yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar
akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit
sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
c. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 6


tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi
inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas
distal di paru.
d. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan.
f. Zat kimia (asam atau basa)
g. Radiasi
h. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

2.4 DERAJAT LUKA BAKAR


Kedalaman Luka Bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan dalamnya
pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut
terbakar juga memperdalam luka bakar. (1,7,8)
1. Derajat I (luka bakar superficial)
Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka bakar
derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa
jaringan parut dalam waktu 5-7 hari.

2. Derajat II (luka bakar dermis)


Luka bakar derajat II mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada
lapisan epitel yang tersisa. Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini,
luka dapat sembuh sendiri dalam 10-12 hari. Kerusakan kapiler dan iritasi
ujung saraf sensorik yang terjadi di dermis menyebabkan luka derajat ini
tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superficial.
Timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena
permeabilitas dinding meningkat. Luka bakar derajat II dibedakan
menjadi:

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 7


a. Derajat II dangkal (IIA), hanya mengenai epidermis dan lapisan atas
corium, elemen-elemen epitel sebanyak. Karenanya penyembuhan
akan mudah dalam 1-2 minggu tanpa terbentuk sikatriks
b. Derajat II dalam (IIB), sisa-sisa jaringan epitel tinggal sedikit,
penyembuhan lebih lama 3-4 minggu dan disertai pembentukkan parut
hipertrofi
3. Derajat III
Luka bakar derajat III meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin
subkutis atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel yang
hidup sehingga untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok
kulit (skin graft). Koagulasi protein yang terjadi memberikan gambaran
luka bakar berwarna keputihan, tidak ada bula dan tidak nyeri. Ini dapat
menimbulkan kontraktur dan skar hipertropik.

Gambar Derajat luka bakar

2.5 BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR

Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan
kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya
trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46 oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak.
Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan
suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 8


cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan
mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,
tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka
bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar
dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat
untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
a. Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien.
Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas
luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.

b. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa


Pada dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas
kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki
kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini
membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang
dewasa.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 9


Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

c. Metode Lund dan Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh
di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas
permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas
permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan Rumus 9 dan
disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai
14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap
tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai
nilai dewasa.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 10


Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of
body surface area affected by burns in children.

2.6 PEMBAGIAN LUKA BAKAR

1. Luka bakar berat (major burn)


a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di
atas usia 50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada
butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 25 % pada dewasa, dengan luka bakar
derajat III kurang dari 10 %

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 11


b. Luka bakar dengan luas 10 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum

2.7 PATOFISIOLOGI

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel
darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada
kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan
mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring
yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 12


dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi


mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh
kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem
pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain
berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial
ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten
terhadap berbagai antibiotik.

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam
invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau
pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah


terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-
mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II
menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler
di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang
didarahinya nanti.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 13


Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan
kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar
demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif,
seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran
kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus.
Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di
darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam
mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik
jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase
mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.

Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak
Curling. Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang
rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase
ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu,
penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan
demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka
bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 14


sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi
prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.

2.8 FASE PADA LUKA BAKAR

Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka
bakar, yaitu:

1. Fase awal, fase akut, fase syok


Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada
saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan
adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan
gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS)
dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang
timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan
(luka dan sepsis luka)
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi
jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut
hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan
jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan
berlangsung lama.

Pembagian zona kerusakan jaringan:

1. Zona koagulasi, zona nekrosis


Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi
protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan
ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah
disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi.
Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 15


trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow
phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi
lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin
berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan
umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami
penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona
pertama.

2.9 INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR


Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk
dirawat inap bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan,
kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan
untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma
mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada
sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi jika ada indikasi ARDS

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 16


6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS
dan MODS

2.11 PERTOLONGAN PERTAMA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR


a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala
b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi
udem
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air
atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima
belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu
tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap
meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang
terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga
kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas
karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan
langsung pada luka bakar apapun.
e. Evaluasi awal
f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing
Circulation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen
spesifik luka bakar pada survey sekunder.

Saat menilai airway perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi.


Biasanya ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong.
Luka bakar pada wajah, oedem oropharyngeal, perubahan suara, perubahan status
mental. Bila benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi endotracheal,
kemudian beri Oksigen melalui mask face atau endotracheal tube.Luka bakar
biasanya berhubungan dengan luka lain, biasanya dari luka tumpul akibat
kecelakaan sepeda motor. Evaluasi pada luka bakar harus dikoordinasi dengan

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 17


evaluasi pada luka-luka yang lain. Meskipun perdarahan dan trauma intrakavitas
merupakan prioritas utama dibandingkan luka bakar, perlu dipikirkan untuk
meningkatkan jumlah cairan pengganti.
Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk
menentukan mekanisme dan waktu terjadinya trauma. Untuk membantu
mengevaluasi derajat luka bakar karena trauma akibat air mendidih biasanya
hanya mengenai sebagian lapisan kulit (partial thickness), sementara luka bakar
karena api biasa mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness).

2.12 PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama


adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang
menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar
di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka
bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka
bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.

Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal
yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada
pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas tersembunyi. Oleh
karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah
mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang
mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma
terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu,
penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.

Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai.


Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat
membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 18


Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi.
Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan
transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan,
melepas dari eskar yang mengkonstriksi.

Tatalaksana resusitasi luka bakar

a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:

1. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan
sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.

2. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi
memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah
mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika
dibanding dengan intubasi.

3. Pemberian oksigen 100%


Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi
jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian
oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga
akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
4. Perawatan jalan nafas
5. Penghisapan sekret (secara berkala)
6. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen
jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan.
Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9%
ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-
zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 19


sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih
kontroversial)
7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru
b. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat
dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia
jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan
agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan,
optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin
survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi
dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari
berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya
pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi
fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 20


Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya


diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.

c. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi
yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat
dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan
fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan
demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah
terjadinya SIRS dan MODS.

2.13 PERAWATAN LUKA BAKAR

Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan


morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan
maintenance 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2
mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-
10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang
bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri
walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan
benzodiazepine sebagai tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar

1. Eksisi dini

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 21


Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari
ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan


dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak
akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia.
Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan
menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya
iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan
dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin
lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi
komplikasi komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas
jaringan nekrosis yang melepaskan burn toxic (lipid protein complex)
yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.
Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro
organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar
yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.

Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar
derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga
skin grafting (dianjurkan split thickness skin grafting). Tindakan ini juga
tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria
penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan


lebih dari 3 minggu.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 22


- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh
posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang


terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah
(endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau
Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan
luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong
jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas.
Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan
hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian
larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-
hal tersebut, baru dilakukan skin graft. Keuntungan dari teknik ini adalah
didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian
dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah
yang sulit ditentukan.

Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai
lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan
penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam.
Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong
electrocautery. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:

- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,


endpoint yang lebih mudah ditentukan
- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada
saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari
eksisi
2. Skin grafting

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 23


Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari
metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada
luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis,
kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses
maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah
tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha,
bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat
dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft.
Bedanya dari teknik teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang
diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor
tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang lubang
pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar
1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan
dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia
pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor
sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin
dermatome ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian.
Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan
epinefrin) dan juga anestesi.

Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan


dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom
setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh
karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan
jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:

- Kulit donor setipis mungkin

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 24


- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang
dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
a. Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut
tekan)
b. Drainase yang baik
c. Gunakan kasa adsorben

2.14 KOMPLIKASI

Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ


Dysfunction Syndrome (MODS),dan Sepsis

SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap
berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma,
luka bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.

Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi


(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka,
namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus,
respon ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan
kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir
dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system
Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-
system Organ Failure/MOF).

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas


pada pasien luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan
SIRS dan MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan
dapat dibuktikan pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.

Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection,
injury, inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury.
Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 25


Chest phycisians dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila
dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:

- Hipertermia (suhu > 38C) atau hipotermia (suhu < 36C)


- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)
- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2
rendah (PaCO2 < 32 mmHg)
- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000
sel/mm3) atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan
dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.

Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan


fungsi organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat
dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu
proses yang berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS
menggambarkan kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum
keadaan yang berawal dari SIRS.

Patofisiologi

Perjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan oleh Bone


dalam beberapa tahap.

Tahap I

Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka


bakar atau trauma berat lainnya. Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai
mediator pro-inflamasi seperti sitokin; yang selain membangkitkan respon
inflamasi juga berperan pada proses penyembuhan luka dan mengerahkan sel-sel
retikuloendotelial. Sitokin adalah pembawa pesan fisiologik dari respon inflamasi.
Molekul utamanya meliputi Tumor Necrotizing Factor (TNF), interleukin (IL1,

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 26


IL6), interferon, Colony Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular
respon inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-
sel untuk sitokin dan mediator inflamasi sekunder seperti prostaglandin,
leukotrien, thromboxane, Platelet Activating Factor (PAF), radikal bebas, oksida
nitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan lingkungan yang kaya sitokin
mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal. Hal ini
mengurangi kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek
pembatasan (walling off) jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah
inflamasi terisolasi.

Tahap II

Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru


meningkatkan respon lokal. Terjadi pergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi
produksi faktor pertumbuhan (Growth Factor/GF). Selanjutnya dimulailah respon
fase akut yang terkontrol secara simultan melalui penurunan kadar mediator
proinflamasi dan pelepasan antagonis endogen (antagonis reseptor IL1 dan
mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4, IL10, IL11, reseptor terlarut TNF
(Transforming Growth Factor/TGF). Dengan demikian mediator-mediator
tersebut menjaga respon inflamasi awal yang dikendalikan dengan baik oleh down
regulating cytokine production dan efek antagonis terhadap sitokin yang telah
dilepaskan. Keadaan ini berlangsung hingga homeostasis terjaga.

Tahap III

Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS);


terjadi reaksi sistemik masif. Efek predominan dari sitokin berubah menjadi
destruktif. Sirkulasi dibanjiri mediator-mediator inflamasi sehingga integritas
dinding kapiler rusak. Sitokin merambah ke dalam berbagai organ dan
mengakibatkan kerusakan. Respon destruktif regional dan sistemik (terjadi
peningkatan vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas mikrovaskular,
akselerasi trombosis mikrovaskular, aktivasi sel leukosit-endotel) yang
mengakibatkan perubahan-perubahan patologik di berbagai organ. Jika reaksi

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 27


inflamasi tidak dapat dikendalikan, terjadi syok septik, Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC), ARDS, MODS, dan kematian.

MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien
luka bakar dapat dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori
yang menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya
terjadi secara simultan.

Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan


penurunan penurunan sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus
terganggu menyebabkan disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa
menyebakan fungsi mukosa sebagai barrier berkurang/hilang, dan mempermudah
terjadinya translokasi bakteri. Bakteri yang mengalami translokasi umumnya flora
normal usus yang bersifat komensal, berubah menjadi oportunistik; khususnya
akibat perubahan suasana di dalam lumen usus (puasa, pemberian antasida dan
beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap
kuman, daya imunitas juga berkurang (kulit, mukosa), sehingga mudah dirusak
oleh toksin yang berasal dari kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi
disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses degenerasi mukosa justru berlanjut
menjadi atrofi mukosa usus yang dapat memperberat keadaan.

Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang


memicu SIRS. Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena
gangguan sistem autoregulasi serebral yang memberi dampak sistemik
(ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal menyebabkan iskemi ginjal
khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis (ATN) yang berakhir
dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan sirkulasi perifer
menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein yang
meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator
sepsis. Gangguan sirkulasi ke kulit dan sitem integumen menyebabkan terutama
gangguan sistim imun; karena penurunan produksi limfosit dan penurunan fungsi
barrier kulit.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 28


Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang
sebelumnya dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis.
LPC memiliki toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang
pelepasan mediator pro-inflamasi; namun pelepasan LPC ini tidak ada
hubungannya dengan infeksi. Respon yang timbul mulanya bersifat lokal, terbatas
pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatu bentuk respon sistemik.

Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik


pada fase akut dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras
seluruh modalitas tubuh khususnya sistim imunologi. Mediator-mediator pro-
inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sebagai respon terhadap suatu cedera tidak
hanya menyerang benda asing atau toksin yang ada; tetapi juga menimbulkan
kerusakan pada jaringan organ sistemik. Kondisi ini dimungkinkan karena luka
bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresif.

Tatalaksana

Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah


perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis.

Pemberian Nutrisi Enteral Dini (NED) melalui pipa nasogastrik dalam 8


jam pertama pasca cedera. Selain bertujuan mencegah terjadinya atrofi mukosa
usus, pemberian NED ini bertitik tolak mencegah dan mengatasi kondisi
hipometabolik pada fase akut / syok dan mengendalikan status hiperkatabolisme
yang terjadi pada fase flow. Pemberian antasida dan antibiotika tidak dibenarkan
karena akan merubah pola / habitat kuman yang mengganggu keseimbangan flora
usus.

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan


cedera termis harus segera dilakukan nekrotomi dan debridement, dan dilakukan
sedini mungkin (eksisi dini, hari ketiga-keempat pasca cedera luka bakar sedang,
hari ketujuh-kedelapan pada luka bakar berat), bahkan bila memungkinkan
dilakukan penutupan segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai
masalah akibat kehilangan kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 29


yang menimbulkan gangguan metabolisme), barrier terhadap kuman dan proses
inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi proses penyembuhan, tidak
menunggu jaringan granulasi yang dalam hal ini mengulur waktu dan
memperberat stres metabolisme.

Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti antihistamin


dianggap tidak bermanfaat. Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat
namun harus diingat saat pemberian serta efek sampingnya.

Pemberian zat yang meningkatkan imunologik seperti Omega-3 akan


menjinakkan leukotrien (LTB4 yang bersifat maligna) dengan cara mempengaruhi
lypoxygenase pathway pada metabolisme asam arakhidonat, sehingga
menghasilkan leukotrien yang lebih benigna. Pemberian Omega-6 memiliki efek
pada cyclo-oxygenase pathway asam arakhidonat, sehingga menghasilkan
tromboksan yang lebih benigna menggantikan tromboksan (ThromboxaneA2)
yang bersifat maligna.

Komplikasi

Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang


mungkin terjadi pada SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), dan pneumonia nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran
cerna dan stres gastritis, anemia, Trombosis vena dalam (Deep Vein
Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular coagulation
(DIC)

2.15 PROGNOSIS

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.
Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita
juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 30


Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada
luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,
serta parut hipertrofik dan kontraktur.

BAB III

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Usia : 54 tahun
Alamat : Tunas Harapan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 31


Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Masuk RS : Selasa, 15 desember 2015 pukul 22.00 WIB

ANAMNESIS

Keluhan utama
Dada, Perut dan lengan kiri terkena air panas radiator

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang dengan keluhan luka bakar akibat terkena air radiator. Tampak Luka
bakar dibagian lengan tanagn kiri, dan diperut. Luka bakar pasien sebelum masuk
UGD sudah dibersihkan di praktek dokter Hendra. Pasien mengeluhkan nyeri (+),
kemerahan (+), tampak luka bakar yang sudah dibersihkan. Saat terkena air
radiator pasien mengaku kulitnya bengkak dan berisi cairan didalamnya. Riwayat
pingsan (-), nyeri kepala (-) sesak (-) mual (-), muntah (-), demam (-).

Riwayat penyakit dahulu


Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Primary survey
A : Bebas, patent, bulu hidung tidak terbakar
B : Spontan, frekuensi nafas 24x/menit, reguler, kedalaman cukup

C : Akral hangat, CRT < 2 detik, tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi
84x/menit,

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 32


Suhu 36,5C

D : GCS 15, E4M6V5

Secondary survey

Kepala&wajah : deformitas (-), bibir edema (-)

Mata : kelopak mata edema (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

THT : sekret (-)

Dada : Tampak luka bakar, bula (+), kemerahan (+), simetris dalam diam
dan pergerakan kiri dan kanan

Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen: cembung, tampak luka bakar, bula (+) yang sudah pecah,
kemerahan (+) nyeri (+), NT (-), tdk teraba massa, BU (+)
normal.

Ekstremitas superior kiri: tampak luka bakar pada antebracii, bula (+),
kemerahan (+), Akral hangat, edema (-), CRT< 2 detik

Ekstremitas inferior : Akral hangat, edema (-), CRT< 2 detik

Status Lokalis

Regio Thorak

Inspeksi : Tampak luka bakar grade II 4% , kemerahan (+), bula (+)

Palpasi : Nyeri tekan (+)

Regio Abdomen

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 33


Inspeksi : Tampak luka bakar grade II 5% , kemerahan (+), bula (+)

Palpasi : Nyeri tekan (+)

Regio antebracii Sinistra

Inspeksi : Tampak luka bakar grade II 1% , kemerahan (+), bula (+)

Palpasi : Nyeri tekan (+)

Status lokalis

Kepala dan leher :0%


Trunkus anterior :0%
Trunkus posterior :0%
Esktremitas atas kanan :5%
Ekstremitas atas kiri :5%
Ekstremitas bawah kanan : 0 %
Ekstremitas bawah kiri :0%
Genitalia :0%+
Total : 10 %

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DARAH RUTIN
Hemoglobin : 11,2 g/dL
Hematokrit : 30 %
Leukosit : 11.000/L
Trombosit : 113.000/L
MCV : 75 fl
MCH : 27 pg

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 34


MCHC : 34 g/dL

KIMIA DARAH
Ureum : 28 mg/dL
Creatinin : 0,8 mg/dL
SGOT : 15 U/L
SGPT : 17 U/L

DIAGNOSIS KERJA
Luka bakar grade II 10% ec. air Radiator

TATALAKSANA
IVFD RL 10 tpm
Ceftriaxon 500 mg /12jam / IV
Ranitidin 1 amp/12 jam
Deet MB

PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Sanactionam : Bonam

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Pasien dengan riwayat luka bakar pada dada, perut dan lengan kiri atas
yang disebabkan tersiram air radiator mobil. Pasien mengeluh adanya nyeri dan
kemerahan, bula yang sudah pecah dan dibersihkan pada daerah tempat luka bakar
tersebut. Pasien sudah ada berobat ke klinik dokter sebelumnya dengan keluhan
yang sama.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 35


Kemudian dari pemeriksaan fisik yang bermakna, pasien tampak sakit
sedang, gizi cukup, compos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84
x/menit, pernapasan 24x/menit, suhu 36.5C (axilla). Dari pemeriksaan tempat
luka, Pada daerah dada, perut, lengan kiri atas tampak luka bakar grade II 10% ,
terdapat hiperemis, udem dan bulla yang sudah pecah, ketika di tekan akan terasa
nyeri.

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, terdapat peningkatan dari jumlah


leukosit (sel darah putih) yaitu 11.800 yang dalam keadaan normal berjumlah
4.000-10.000. Peningkatan leukosit ini disebabkan oleh reaksi inflamasi pada fase
akut luka bakar.

Luka bakar pada pasien ini digolongkan derajat II sebab kerusakan


meliputi epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi inflamasi akut
dan proses eksudasi, ditemukan bula, dasar luka berwarna merah atau pucat dan
nyeri akibat iritasi ujung saraf sensorik. Luka bakar pada pasien tidak digolongkan
dalam derajat I sebab pada luka bakar derajat I kelainannya hanya berupa eritema,
kulit kering, nyeri tanpa disertai eksudasi. Luka bakar juga tidak digolongkan
dalam derajat III sebab pada luka bakar derajat III dijumpai kulit terbakar
berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih rendah (cekung) dibandingkan kulit
sekitar dan tidak dijumpai rasa nyeri/hilang sensasi akibat kerusakan total ujung
serabut saraf sensoris.

Resusitasi cairan dalam rangka mengatasi resiko terjadinya syok harus


dilakukan sejak dari awal masuk rumah sakit dengan pemberian cairan berupa
Ringer Laktat mengikuti Rumus Baxter yaitu :
Hari I: 4 ml x kgBB x % luas luka bakar

= 4 x 68 x 10

= 2720 ml/24 jam

Berdasarkan Formula Parkland maka pemberiannya :

Hari I (24jam pertama):

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 36


8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam

= (0,5 x 4 x 68 x 10) /8 = 170 cc/jam

16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

= (0,5 x 4 x 68 x 10) / 16 = 85 cc/jam

Resusitasi cairan yang telah diberikan pada pasien yaitu 2720 mL


kristaloid dengan pemberian 8 jam pertama 170cc/ jam dan 16 jam kedua
diberikan 85cc/jam.
Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar. Luka bakar dibersihkan dengan
air hangat yang mengalir. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menurunkan suhu
di daerah cedera, sehingga dapat menghentikan proses kombusio pada jaringan.
Untuk menutup luka, digunakan kasa lembab steril menggunakan cairan NaCl
untuk mencegah penguapan. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam. Bulla yang
luas dengan akumulasi transudat, akan menyebabkan penarikan cairan ke dalam
bula sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan cairan.

Diberikan antibiotik karena luka bakar yang tidak steril diakibatkan oleh
kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Kuman penyebab infeksi pada
luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi
kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit.
Selain pemberian antibiotik, pasien juga diberikan analgetik golongan NSAID
untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien
Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah bonam karena penyakit ini sudah
didiagnosis dan saat ini tidak mengancam nyawa. Prognosis ad functionam pada
pasien ini adalah bonam karena sesuai dengan luas dan kedalaman luka,
penyembuhan dapat terjadi secara spontan dan telah dilakukan terapi pengobatan
yang adekuat terhadap luka bakar. Prognosis ad sanactionam pada pasien ini
adalah bonam karena faktor penyebab dapat dihindari dan tidak ada angka
rekurensi.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 37


KESIMPULAN

Luka bakar pada pasien ini adalah luka bakar derajat II A yang
diakibatkan karena air panas radiator mobil. Luka bakar pada pasien ini
digolongkan derajat II sebab kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis
yang terlihat dari reaksi inflamasi akut dan proses eksudasi, ditemukan bula, dasar
luka berwarna merah atau pucat dan nyeri akibat iritasi ujung saraf sensorik.
Derajat II merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat
khususnya rumah tangga. Penanganan pada pasien ini dilakukan debridemant
dengan perawatan luka bakar tertutup dengan menggunakan kasa yang
dibersihkan 2 hari sekali. Luka bakar II A akan terjadi penyembuhan secara
spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatriks.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 38


.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat


R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.
2. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 3 EGC. Jakarta. p 66-88.
3. Sabiston, D.C. (1987). Buku Ajar Bedah. Bagian Pertama. Alih
Bahas Petrus Adrianto dan Timan. Jakarta: EGC.hal. 151-160
4. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2003.
5. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC,
Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 39


Schwartzs principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies;
2007.
6. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D,
Talavera F, Hirshon JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari:
http://www.emedicinehealth.com.
7. Saunders, W.B. Burn, in: Sari, L.A. & Manulu, S.F.(eds)
Kamus Kedokteran
Dorland, 29th ed, Jakarta : EGC; 2000.
8. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan
Luka. Dalam : Surabaya Plastic Surgery.
http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com
9. Guyton, A.C., dan Hall, J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran edisi 11. Jakarta EGC.
10. Sobbota. 2010. Sobbota Atlas Anatomi Manusia. Edisi 22. EEG
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

KKS Ilmu Bedah RSUD DUMAI Page 40

Anda mungkin juga menyukai