Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang

dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan

jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari

perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). Pengkajian dan

pemahaman yang menyeluruh tentang nyeri sangat penting bagi pemberi

perawatan kesehatan dalam penanganan nyeri yang efektif karena nyeri

tidak bisa diobservasi secara langsung, pengukuran nyeri hanya berdasar

pada laporan pasien akan adanya nyeri beserta kondisi fisiologis yang

menyertainya (Potter & Perry, 2005).

Berbagai stimulasi penyebab nyeri diolah oleh otak yang kemudian

menyampaikan pesan adanya nyeri, untuk itu jika persepsi nyeri diubah

oleh adanya penatalaksanaan nyeri dengan atau tanpa obat, maka tidak ada

lagi nyeri yang dirasakan pasien, dengan kata lain kenyamanan sebagai

kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi (Potter & Perry, 2005). Salah satu

stimulasi penyebab nyeri adalah karena adanya pembedahan. Pembedahan

atau operasi adalah semua tindak pengobatan yang menggunakan cara

invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

ditangani, pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

membuat sayatan ( Sjamsuhidayat & Jong, 2004). Pembedahan merupakan

1
2

suatu kekerasan atau trauma bagi penderita, dan salah satu keluhan yang

sering dikemukakan setelah pembedahan adalah adanya nyeri. Nyeri

tersebut disebabkan karena rusaknya jaringan akibat sayatan operasi

sebagai stimulus sehingga menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti

histamin, bradikinin, asetilkolin, dan substansi P.Postaglandin yang

bergabung dengan lokasi nosiseptor untuk memulai transmisi neural yang

berawal dari serabut perifer memasuki medula spinalis dan menjalani salah

satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna

abu-abu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel

saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau

bisa juga ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral yang akan

diinterpretasikan otak sebagai nyeri (Potter & Perry, 2005).

Menurut studi yang dilakukan oleh asosiasi penelitian untuk nyeri

(IASP), nyeri hebat / severe pain setelah pembedahan mayor dialami oleh

10 % pasien, nyeri sedang / moderate pain dialami sekitar 30 % pasien

(Boni, 2010). Studi yang dilakukan di Indonesia oleh Megawati di tahun

2010, menyatakan bahwa pasien post laparotomy yang mengeluhkan nyeri

berat sebanyak 15,38%, nyeri sedang 57,7% dan nyeri ringan sebanyak

26,92%. Studi lain yang dilakukan oleh Chanif, Petpichetchian &

Chongchaeron (2013) mengatakan bahwa pasien setelah menjalani bedah

abdomen mengalami nyeri sedang dengan nilai rata-rata (mean) 5,3 pada

skala nyeri.
3

Nyeri setelah operasi merupakan nyeri akut yang secara serius

mengancam proses penyembuhan klien, harus menjadi prioritas perawatan.

Nyeri yang dialami pasien setelah pembedahan menghambat kemampuan

pasien untuk terlibat aktif dan meningkatkan risiko komplikasi akibat

imobilisasi. Rehabilitasi dapat tertunda dan hospitalisasi menjadi lama jika

nyeri akut tidak dikontrol. Kemajuan fisik atau psikologis tidak dapat

terjadi selama nyeri akut masih dirasakan karena pasien memfokuskan

semua perhatiannya pada upaya untuk mengatasi nyeri. Penatalaksanaan

nyeri yang efektif tidak hanya mengurangi ketidaknyamanan fisik tetapi

juga meningkatkan mobilisasi lebih awal dan membantu pasien kembali

bekerja lebih dini, megurangi kunjungan klinik, memperpendek masa

hospitalisasi dan mengurangi biaya kesehatan (Potter & Perry, 2005).

Untuk mengatasi nyeri diperlukan penatalaksanaan manajemen

nyeri melalui cara farmakologi dan non-farmakologi (Smeltzer & Bare,

2012). Pereda nyeri farmakologi dibedakan menjadi tiga kategori yakni

golongan opioid, non-opioid, dan anesthetic. Walaupun analgesik dapat

menghilangkan nyeri dengan efektif, jenis analgesik opioid mempunyai

efek samping yang harus dipertimbangkan dan diantisipasi, yakni

diantaranya depresi pernapasan, mual, muntah, konstipasi, pruritus, dan

efek toksik pada pasien dengan gangguan hepar atau ginjal. Ketorolak

(toradol) merupakan analgesik yang kemanjurannya dapat dibandingkan

dengan morfin, lazim diresepkan sebagai pereda nyeri setelah operasi di

rumah sakit, begitu juga dengan rumah sakit PKU Muhammadiyah


4

Roemani, Semarang, yang menerapkan terapi farmakologi sebagai lini

pertama dalam pengelolaan nyeri pasien setelah operasi.

Terapi non-farmakologi diperlukan sebagai pendamping terapi

farmakologi untuk mempersingkat episode nyeri yang hanya berlangsung

beberapa detik atau menit. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa

relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri setelah operasi, diantaranya yaitu

dengan latihan pernapasan diafragma, teknik relaksasi progresif, guided

imagery, meditasi dan relaksasi napas dalam (Smeltzer & Bare, 2012).

Beberapa penelitian tentang penerapan foot message pada pasien setelah

operasi juga telah dibuktikan dalam menurunkan nyeri (Chanif,

Petpichetchian & Chongchaeron, 2013).

Salah satu jenis relaksasi yang digunakan dalam menurunkan

intensitas nyeri setelah operasi adalah dengan relaksasi genggam jari yang

mudah dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan jari tangan dan

aliran energi di dalam tubuh kita. Menggenggam jari sambil mengatur

napas (relaksasi) dapat mengurangi ketegangan fisik dan emosi, karena

genggaman jari akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi

meridian (energy channel) yang terletak pada jari tangan kita. Titik-titik

refleksi pada tangan akan memberikan rangsangan secara refleks (spontan)

pada saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan gelombang

listrik menuju otak yang akan diterima dan diproses dengan cepat, lalu

diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang mengalami gangguan,

sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar (Puwahang, 2001). Hal


5

ini pernah dibuktikan oleh Pinandita, Purwanti & Utoyo (2012) , yang

menyatakan terdapat perbedaan penurunan skala nyeri rata-rata sebesar

4,88% pada 17 pasien kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan

relaksasi genggam jari.

Relaksasi genggam jari (Finger Hold Relaxation) atau yang dikenal

dengan Jin Shin Jyutsu merupakan salah satu teknik relaksasi kuno di

masa awal abad dua puluh yang dikembangkan dari Jepang oleh Jiro Murai

dari bukunya yang berjudul The Yellow Emperors Classic Internal

Medicine. Jin Shin Jyutsu adalah teknik penyembuhan yang dapat

diaplikasikan untuk diri sendiri dan juga untuk orang lain. Teknik ini

didasarkan pada kemampuan dalam diri untuk menyeimbangkan energy

dalam diri dan mencapai kesehatan kasimal untuk mengatasi stress,

kelelahan, injury dan penyakit

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk

melakukan suatu manajemen nyeri pada pasien post laparotomi dengan

judul Aplikasi Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan

Intensitas Nyeri pada Pasien Post Laparatomy.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengaplikasikan manajemen nyeri

menggunakan teknik relaksasi genggam jari pada pasien Ny S dengan post

laparatomy di ruang Ismail di RS Roemani Muhammadiyah Semarang.


6

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mengidentifikasi pengertian nyeri post laparatomy,

manifestasi klinik, penatalaksanaan serta intervensi pada pasien

dengan nyeri post laparatomy.

b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi pengkajian pada pasien

dengan post laparotomy.

c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan sesuai

dengan masalah yang ditemukan pada pasien dengan nyeri post

laparotomy.

d. Mahasiswa mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada

pasien dengan nyeri post laparatomy

e. Mahasiswa mampu mengevaluasi outcome pemberian teknik

relaksasi genggam jari pada pasien dengan nyeri post laparatomy

C. Manfaat Penulisan

Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat

praktis dalam keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam

pengelolaan kasus nyeri post laparatomy. Juga diharapkan menjadi

infromasi bagi tenaga kesehatan lain terutama pengelolaan kasus yang

bersangkutan. Dan bagi pasien pascabedah sendiri untuk meningkatkan

pemahaman tentang cara mudah dan efektif dalam mengatasi nyeri yang

dialami, serta mengurangi pemberian analgesik, sehingga bisa

meminimalkan efek samping obat dan menghemat biaya pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai