(STEMI)
Oleh :
Kelompok 1
Evvandert 1310311127
Preseptor :
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
disebabkan oleh proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari
miokard. Sindrom koroner akut terdiri atas angina pektoris tak stabil (UAP),
infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI), dan infark miokard akut dengan
Force yaitu ditemukan ST elevasi pada 2 lead yang bersebelahan > 2 mm (0,2
mV) pada pria atau > 1,5 mm (0,15 mV) pada wanita di lead V2-V3 dan/atau > 1
seperti hipertensi, DM, stroke, dll. Kejadian STEMI mencakup 25-40% dari
SKA.1
sehingga akan terjadi agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Trombus
akan menimbulkan oklusi total atau parsial di pembuluh darah koroner yang
2
STEMI merupakan keadaan oklusi total pembuluh darah arteri koroner.
aliran darah dan reperfusi miokard. Tindakan revaskularisasi ini tidak perlu
menunggu hasil peningkatan marka jantung sehingga perlu tindakan segera untuk
Makalah ini membahas mengenai studi kasus infark miokard dengan elevasi
segmen ST.
Metode yang dipakai dalam penulisan studi kasus ini berupa hasil
BAB 2
ILUSTRASI KASUS
3
Seorang laki-laki usia 39 tahun, beralamat di Jln. Ir. Juanda No. 22 B
Flamboyan, Padang datang ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 2 April
2017 dengan keluhan nyeri dada sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan saat pasien sedang berjalan, durasi > 20 menit, keringat dingin (+),
mual (+), muntah (-). Pasien sebelumnya tidak pernah merasakan nyeri dada
seperti ini. Sesak nafas (+) , PND (-), DOE (-), OP (-), edem tungkai (-). Faktor
risiko CAD: riwayat hipertensi (-), stroke (-), gastritis (-), merokok (+) 8 batang
per hari selama 24 tahun (IB=Ringan). Pasien seorang pedagang, merokok, dan
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 37 0C, TB/BB yaitu 170 cm/70 kg, status
gizinya baik, tidak ditemukan sianosis, edema, anemis serta ikterus. Pemeriksaan
kulit, kepala, dan leher tidak ditemukan kelainan dengan JVP 5+0 cmH2O.
perkusi sonor kiri=kanan, dan auskultasi suara nafas vesikuler, tidak ditemukan
ronkhi dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung, didapatkan pada inspeksi: iktus
kordis tidak terlihat, palpasi: iktus kordis teraba di 2 jari lateral LMCS RIC VI,
perkusi: batas jantung atas: RIC II, batas jantung kanan: LSD, batas jantung kiri:
2 jari lateral LMCS RIC VI, dan auskultasi: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
4
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi: distensi (-), palpasi: supel, hepar dan
lien tidak teraba, perkusi: timpani dan auskultasi: bising usus (+) normal. Pada
ekstremitas, tidak ditemukan adanya edem pada kedua kaki dan akral hangat,
ureum: 17 mg/dL, kreatinin: 1,0 mg/dL, CCT: 98 mL/menit, Na: 142 mmol/L, K:
3,7 mmol/L, Kalsium: 10,5 mg/dl, CKMB: 17 u/L, Troponin I: 0,41 ng/ml. Hasil
darah didapatkan pH 7,31, pCO2 36, pO2 46, HCO3 18,1, BE -8,2, SO292%,
5
Gambar 2.1. EKG tanggal 2 April 2017
Gambaran EKG di IGD didapatkan SR, QRS rate 83x/i, Axis N, P wave N,
PR Interval 0,16, QRS durasi 0,06 , ST elevasi di V1-V6, LVH (-), RVH (-).
6
Gambar 2.2. Rontgen thorax tanggal 2April 2017
Pada pasien ini didapatkan skor TIMI 3/14 sehingga dikategorikan risiko
rendah. Berikut merupakan tabel skor TIMI dan GRACE pada pasien ini.
Usia 39 tahun 0
Usia 0
DM, Riw Hipertensi/ 1
HR 7
Angina
Henti jantung saat tiba di 0
TD Sistolik < 100 0
Rumah Sakit
mmHg
Cr 2
HR > 100 0
Killip 1 0
Killip II-IV 0
Deviasi ST Segmen 30
BB < 67 kg 0
Marker jantung 15
7
ST elevasi 1
Total 3/14
gambaran EKG, dan foto rontgen, pasien ini didiagnosis dengan acute STEMI
pemberian oksigen 4 liter/menit dan IVFD RL 1 kolf/24 jam. Aspilet 160 mg,
mcg/menit.
lanjutan yaitu IVFD RL 500cc/24 jam, drip NTG start 10 mcg/menit, drip fibrion
1 juta unit, aspilet 1x80 mg, CPG 1x75 mg, atorvastatin 1x40 mg, laxadyn 1x10
cc, alprazolam 1x0,5 mg, ramipril 2x5 mg. Setelah diberikan drip fibrion 1,5 juta
dada tapi sudah berkurang. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan keadaan umum
frekuensi nadi 83x/menit, frekuensi nafas 18x/menit, suhu afebris, bunyi jantung
normal, tidak ditemukan murmur maupun gallop, suara nafas vesikuler, tidak
ditemukan rhonki maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem tungkai.
8
Gambar 2.3. EKG tanggal 2 April 2017
Interval 0,16, QRS durasi 0,06 , ST elevasi di V1-V4, LVH (-), RVH (-).
pemeriksaan AGD didapatkan pH 7,44, pCO2 43, pO2 163, HCO3 19,2, BE -6,2,
SO2 100%. Evaluasi post fibrinolitik didapatkan: irama reperfusi (-), nyeri dada
ada (-), resolusi ST change (-), dan terdapat peningkatan CKMB dengan
nyeri dan sesak napas namun mengeluhkan kepala terasa sakit. Pada pemeriksaan
tekanan darah 124/72, frekuensi nadi 85x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, suhu
9
370C, bunyi jantung normal, tidak ditemukan murmur maupun gallop, suara nafas
vesikuler, tidak ditemukan rhonki maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem
mg/dl, Asam Urat 5,7 mg/dl, Kalsium 9,7 mg/dl, Natrium 140 mmol/L, Kalium
3,7 mmol/L, Klorida 102 mmol/L, SGOP/SGPT: 291/102 u/l dengan kesimpulan
IVFD RL 500cc/24 jam, drip NTG 20 mcg/menit, arixtra 1x2,5 mg, aspilet 1x80
mg, CPG 1x75 mg, atorvastatin 1x40 mg, laxadyn 1x10 cc, alprazolam 1x0,5 mg,
BAB 3
DISKUSI
Padang tanggal 2 April 2017 dengan diagnosis akut STEMI anterior onset 9 jam
EKG dan marker jantung. STEMI merupakan salah satu bentuk dari SKA yang
ditandai dengan terjadinya oklusi total dari vaskular. Keadaan ini memerlukan
kasus ini dilaporkan pasien laki-laki berusia 39 tahun. Hal ini sejalan dengan
10
penelitian Rosengeren dkk pada Euro Heart Survey, bahwa dari 10.253 pasien
dengan diagnosis SKA, 67.5% nya berjenis kelamin laki-laki dan lebih
Pertambahan usia menjadi faktor resiko yang ikut berperan secara tidak langsung
dalam proses terjadinya penyumbatan vaskular koroner melalui gaya hidup yang
kurang sehat.4
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah nyeri di dada sejak
9 jam SMRS. Nyeri dada ini merupakan gejala utama pasien infark miokard akut.
Secara teoritis penyebab terjadinya SKA adalah ateroma vaskular yang pecah
Pembentukan trombus ini dapat menyumbat vaskular secara parsial, total atau
timbul nyeri dada. Jika pasokan oksigen terhenti selama 20 menit maka membuat
Nyeri dada yang dialami pasien berlokasi di tengah dada, terasa berat
menit, sesak napas (+), DOE (-), PND (-), OP (-). Pasien belum pernah
mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan riwayat penyakit jantung dalam
keluarga juga tidak ada. Nyeri dada yang dialami pasien merupakan nyeri dada
tipikal (angina) pertanda infark miokard. Keluhan ini juga disertai dengan
keringat dingin dan mual. Hal ini dapat membantu untuk menyingkirkan nyeri
11
Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya ateroma pembuluh darah
ekstraseluler dalam intima pembuluh darah. Jika plaki ini ruptur maka akan
resiko berupa riwayat hipertensi dan kebiasaan merokok selama 24 tahun. Hal ini
sejalan dengan penelitian Yagi dkk yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok
berbahaya yang dapat merusak endotel pembuluh darah seperti tar, nikotin,
Gambaran EKG di IGD didapatkan SR, QRS rate 83x/i, Axis N, P wave N,
PR Interval 0,16, QRS durasi 0,06, ST elevasi di V1-V6, LVH (-), RVH (-).
Perubahan EKG pada pasien ini dapat dilihat berupa terbentuknya elevasi segmen
ST di V1-V6. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI pada pria
dan wanita di sebagian besar sadapan adalah 0,1 mv. Pengecualian untuk sadapan
V2-V3 nilai ambang diagnostik pada pria berusia lebih dari 40 tahun adalah 0,2
mV.3,8
normal, hilus normal, apeks tertanam. Hal ini menunjukan bahwa terjadi
Troponin merupakan protein dalam sel otot yang mengatur interaksi aktin dan
myosin. Pada keadaan adanya kerusakan pada otot jantung membran sel lebih
12
permeabel terhadap komponen intraseluler sehingga troponin jantung merembes
sebagai marker adanya kerusakan pada miokard, yang pada pasien ini menyokong
gambaran EKG yang ada yaitu gambaran ST elevasi. Adanya nyeri dada khas
elevasi segmenST pada pasien ini. CKMB cukup sensitif untuk mendeteksi infark
miokard dimana dapat meningkat dalam 4-6 jam setelah onset dan mencapai
intervensi segera). Salah satu stratifikasi risiko yang digunakan adalah TIMI
Tatalaksana pertama kali di IGD yang diberikan pada pasien ini yaitu
pemberian oksigen 4 liter/menit dan IVFD RL 1 kolf/24 jam. Aspilet 160 mg,
clopidogrel 300 mg, dilanjutkan NTG dimulai dari dosis 10 mcg/menit (telah
mendapatkan pengobatan awal medika mentosa yaitu morfin, O2, nitrat, aspirin,
Oksigen dapat diberikan pada pasien sesak nafas, tanda gagal jantung,
13
pemberian oksigen dalam 6 jam pertama terapi. Pemberian oksigen lebih dari 6
jam secara klinis tidak bermanfaat kecuali pada pasien dengan nyeri dada
paru/pasien dengan saturasi oksigen <90%. Pada pasien ini diberikan terapi
diberikan pada pasien yang belum mendapatkan aspirin sebelumnya, tidak ada
riwayat alergi, tidak ada perdarahan lambung. Aspirin sendiri sebagai anti platelet
sublingual sampai 3 kali setiap 5 menit dengan syarat tidak boleh diberikan pada
pasien yang tekanan darahnya <90 mmHg atau >30 mmHg lebih rendah dari
pasien yang tidak responsif dengan terapi 3 dosis sublingual/ dalam keadaan tidak
dengan dosis 300 mg (4 tab) ditelan yang dilanjutkan dengan dosis mintanance
75 mg, sedangkan pada pasien yang dipersiapkan untuk tindakan invasif terapi
diberikan dosis 600 mg.3 Fibrinolitik diberikan untuk revaskularisasi pasca infark.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
7. Yagi H, Komukai K, Hashimoto K. Difference in risk factors between acute
coronary syndrome and stable angina pectoris in the Japanese: Smoking as a
crusial risk factor of acute coronary syndrome. Journal of Cardiology. 2010;
55. 345-53
8. Thaler MS. Satu-satunya EKG yang anda perlukan edisi 7. EGC: Jakarta.
2013; 221-59
9. Singh TP, Nigam AK, Gupta AK, Sigh B. Cardiac Biomarkers: When to test?
Phisician Perspective. JIACM. 2011; 12(2). 117-21
10. Torry SRV, Panda L, Ongkowijaya J. Gambaran faktor risiko penderita
sindroma koroner akut. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Unsrat. 2013.
16