Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Saluran pernapasan adalah bagian tubuh manusia yang berfungsi sebagai tempat lintasan dan
tampat pertukaran gas yang diperlukan untuk proses pernapasan. Saluran pernapasan dibagi
menjadi saluran pernapasan atas dan pernapasan bawah dibatasi oleh laring. Saluran napas
bagian atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Dari sudut klinik, rongga mulut sering kali
juga diikut sertakan dalam struktur saluran pernapasan bagian atas. 1 Boeis LR, Calcacetra
TC, Palparella M M. Boies fundamental of otolaryngology. Edisi V. Saunders, Philadelphia,
2010.

Sumbatan pada sistem pernapasan atas dapat disebabkan oleh banyak penyebab, diantara lain
disebabkan oleh trauma, sumbatan dari benda asing, tumor, infeksi dan gangguan persarafan
pada daerah kepala dan leher. Yataco JC, Mehta AC. Upper airway obstruction. In: Raoof S,
George L, Saleh A, Sung A, editors. Manual of critical care. New York: McGraw Hill
Medical; 2009:388-397.

Oleh karena bahaya obstruksi pada saluran nafas atas, yang dapat menyebabkan kematian,
penting dilakukan diagnosis awal dan penatalaksanaan yang tepat. Makalah ini membahas
tentang anatomi saluran napas atas, etiologi sumbatan saluran napas atas, diagnosis serta
penatalaksaan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang
sumbatan saluran napas atas. Yataco JC, Mehta AC. Upper airway obstruction. In: Raoof S,
George L, Saleh A, Sung A, editors. Manual of critical care. New York: McGraw Hill
Medical; 2009:388-397.

Sumbatan saluran napas atas adalah salah satu keadaan suatu keadaan darurat yang harus
segera diatasi untuk mencegah kematian.2 Diperlukan penanganan yang sesuai dengan
indikasi dan penyebab sumbatan saluran nafas atas, diantaranya dengan menggunakan perasat
Heimlich, intubasi endotrakea, laringoskopi, trakeostomi, atau krikotiroidostomi. Yataco JC,
Mehta AC. Upper airway obstruction. In: Raoof S, George L, Saleh A, Sung A, editors.
Manual of critical care. New York: McGraw Hill Medical; 2009:388-397.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Saluran Napas Atas


Sistem respirasi adalah pengangkutan gas ke dan dari sel-sel. Dalam pengangkutan gas ini
melewati alat-alat pernapasan. Alat-alat pernapasan terdiri dari rongga hidung, faring, laring,
dan trakea.dari paru-paru yang akan terjadi pertukaran gas secara langsung antara udara dan
darah. Sebagian besar saluran pernapasan bronkus, terdapat didalam paru-paru. Laring juga
berfungsi sebagai produksi suara. Alat penghidu (hidung) mengontrol udara penarikan napas.
Saluran napas bagian atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Dari sudut klinik, rongga
mulut sering kali juga diikut sertakan dalam struktur saluran pernapasan bagian atas. Bagian
yang kedua adalah saluran napas bagian bawah yang terletak di leher dan batang
badan(trakea, bronkus, dan paru-paru).
Boeis LR, Calcacetra TC, Palparella M M. Boies fundamental of otolaryngology. Edisi V.
Saunders, Philadelphia, 2010.
Desain fungsionalnya saluran nafas bagian ats jauh daripada ideal, karena makanan. Faring
harus bisa melaksanan kedua fungsi yang bertentangan. Faring harus berkontraksi untuk
menelan makanan ke esofagus, dan menjaga patensi selama tekanan negatif ang dihasilkan
dari inspirasi. Dekatnya jarak lubang ke dalam esofagus dan saluran nafas bagian bawah
menyebabkan peningkatan resiko aspirasi, sehingga laryng yang mempunya fungsi
melindungi, bernafas, dan berbicara pastinya terganggu pada saat menelan. Sususnan saluran
nafas merupakan produk dari evolusi dan embriologi. Trakea dan paru-paru berkembang
sebagai percabangan dari saluran cerna. Paru-paru berkembang dari bagian bawah faring.

Pada semua mamalia selain manusia, ruangan bagian atas untuk bernafas dan makan
mempunyai sedikit masalah, karena dipisahkan secra fungsional untuk bernafas dan untuk
makan, yang dibentuk oleh palatum mole dan uvula. Saluran utama dari dari hidung sampai
ke laring adalah untuk bernafas dengan jalur untuk makan pada sisi sebelahnya, mulai dari
mulut sampai ke esofagus. Hal tersebut terdapat pada bayi dan menjelaskan sering terjadinya
distres pernafasan pada bayi dan obstruksi hidung. Pada tahun ke-dua kehidupan, laring
menurun di dalam leher berhubungan dengan elongasi faring sehingga palatum mole dan
laring tidak lagi kontak tetapi dipisahkan dengan suatu jarak. Hal ini menyebabkan semakin
luasnya daerah hipofaring, bertambahnya kekuatan vokal dan keberagaman artikulasi. Tetapi
pemisahan antara uvula dan epiglotis meniadakan pemisahan antara jalur pernafasan dan
makanana , yang dapat meneybabakan proses menelan menjadi lebih rumit.
Bailey

Hidung
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: 1) Pangkal
hidung (bridge), 2) Batang hidung (dorsum nasi), 3) Puncak hidung (hip), 4) Ala nasi, 5)
kolumela dan 6) Lubang hidung (nares anterior). Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang
hidung (os nasal), 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal;
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di
bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang
kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 4) tepi
anterior kartilago septum.
Sasaki CT, Kim YH. Anatomy and physiologi of the larynx. In: Ballenger JJ, Snow JB,
editors. Otorhinolaryngologi head and neck surgery. Ontario: BC Decker Inc; 2003. p.1090-
95

Anatomi Hidung Luar

Yataco JC, Mehta AC. Upper airway obstruction. In: Raoof S, George L, Saleh A, Sung A,
editors. Manual of critical care. New York: McGraw Hill Medical; 2009:388-397.

Pintu masuk ke rongga hidung disebut vestibulum, dan dilapisi dengan epitel skuamosa yang
berisi rambut yang kaku dan tebal yang disebut vibrissae.Jaringan lunak ala nasal dan lobulus
menutupi ronggan hidung, dan kolumela membentuk dinding medial. Krus lateral dan media
memberikan dukungan kepada vestibulum.Transisi epitel skuamosa menjadi epitel kolumnar
terjadi di dalam limen nasi, sering disebut garis putih, dan tanda awal masuk ke dalamrongga
hidung.
Thime

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan
oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang
masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares
posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum
nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut
vestibulum. Vestibulum ini merupakan pintu masuk ke rongga hidung. Dilapisi dengan epitel
skuamosa yang berisi rambut yang kaku dan tebal yang disebut vibrissae dan juga banyak
kelenjar. Jaringan lunak ala nasal dan lobulus menutupi ronggan hidung, dan kolumela
membentuk dinding medial. Krus lateral dan media memberikan dukungan kepada
vestibulum.Transisi epitel skuamosa menjadi epitel kolumnar terjadi di dalam limen nasi,
sering disebut garis putih, dan tanda awal masuk ke dalam rongga hidung.
Thime
Rongga hidung dibagi di garis tengah menjadi dua rongga terpisah oleh septum, yang terdiri
dari tulang rawan dan segmen tulang . Septum tulang rawan merupakan lempengan datar
tulang rawan berbentuk segi empat tidak beraturan yang menyatu di tempatnya berartikulasi
dengan premaxilla di inferior, vomer di posteroinferior, serta lempeng perpendikular etmoid
pada bagian posterosuperior. Membentuk struktur penyangga dorsum nasi dari rinion ke
supratip.
Komponen tulang dari septum terdiri dari vomer dan lempeng perpendikular etmoid.
Lempeng perpendikular membentuk bagian sefal tulang septum dan berlanjut dengan tulang
frontal dan lempeng kribiformis.

Gambaran potongan sagital septum nasi dengan kartilago quadrilateral yang telah diangkat
Thime

Anterior dari lempeng perpendikular berartikulasi dengan permukaan bawah tulang hidung
pada garis tengah, ke kaudal dengan kartilago septum, dan inferior dengan septum. Perluasan
kontak antara lempeng perpendikular etmoid dan vomer merupakan gabungan dari kartilago
septum dan ganjal yang ada di antaranya. Vomer meluas dari setengah terbawah rostrum
sfenoid di posterior sampai ke puncak nasal tulang palatin dan maksila di anteriornya. Hal
tersebut membentuk bagian terbawah dari septum nasi. Aspek posterior vomer membentuk
bagian dari dinding koana, pembukaan cavum nasi ke nasofaring.
Thime
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah
konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi konka superior,
sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter.4

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut
meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan
superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dan dinding lateral rongga hidung.
Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak
di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara
sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan
ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan
sinus sfenoid.
Sasaki CT, Kim YH. Anatomy and physiologi of the larynx. In: Ballenger JJ, Snow JB,
editors. Otorhinolaryngologi head and neck surgery. Ontario: BC Decker Inc; 2003. p.1090-
95

Rongga Hidung

Masing- masing rongga hidung


dibagi menjadi 3 saluran oleh penonjolan turbinasi atau konka dari dinding lateral. Rongga
hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang
disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang
melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan
silia. Rongga hidung dimulai dari Vestibulum, yakni pada bagian anterior ke bagian posterior
yang berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi atas 2 bagian, yakni secara
longitudinal oleh septum hidung dan secara transversal oleh konka superior, medialis, dan
inferior.
Sasaki CT, Kim YH. Anatomy and physiologi of the larynx. In: Ballenger JJ, Snow JB,
editors. Otorhinolaryngologi head and neck surgery. Ontario: BC Decker Inc; 2003. p.1090-
95
Kerangka tulang dari dasar rongga hidung relatif sederhana. Hal ini terdiri dari rak horizontal
yang juga sebagai langit-langit keras dari cavity.Premaksila merupakan bagian dari maksila
anterior dari foramen insisivus, membentuk segmen yang paling anterior dari dasar
vestibulum. .Foramen insisvus merupakan defek kecil di langit-langit anterior yang
dihasilkan dari gabungan dari langit-langit primer (premaksilla) dengan langit-langit
sekunder (maksila) . Prosesus palatin maksila membentuk segmen berikutnyadan menyusun
sekitar tiga perempat tulang yang menyusun dasar hidung.Bagian datar prosesus maksila
bertemu dengan bagian sebelahnya pada garis tengah dengan puncak maksila membentuk
dua sambungan tulang . Hal ini penting untuk dicatat, meskipun yang premaksila dan maksila
merupakan bentuk tulang rawan yang berbeda secara embriologi. Mereka akhirnya
bergabung dan membentuk satu tulang setelah matur.Plate horizontal dari tulang palatine
membentuk segmen terakhir dari dasar rongga hidung Juga bertemu di garis tengah dan
memberikan kontribusi untuk puncak maksila, yang mendukung septum nasi di atasnya.

Dinding posterior kavum nasi terdapat sinus sfenoid terdapat pada bagian superior cavum
nasi di sentral. Lokasi di dalam tulang sfenoid. Sinus sfenoid merupakan ruangan yang
dibatasi secara komlit dan tidak komplit oleh septum tulang pada potongan midsagital. Dua
cavitas yang terbentuk biasanya tidak simetris. Umumnya pembatasan tidak komplit oleh
tulang bisa terdapat di antara dua kavitas. Drainase sinus sfenoid secara langsung ke dalam
resesus sfenoetmoid melalui lubang kecil ostium sfenoid pada dinding anterior sfenoid.
Resesus sfenoid merupakan ruangan sempit di antara dinding anterior sinus sfenoid dan akhir
dari konka. Ostiumnya bisa terletk 14 mm di atas koana. Biasanya tidak efisien untuk untuk
membersihkan cairan dari sinus

Suatu apertura cavum nasi pada bagian bawah posterior dikenal sebagai koana. Sebagai
pembukaan posterior cavum nasi ke nasofaring. Berhubungan dengan sinus sfenoid di
superior, batas posterior dari konka media di lateral, batas distal lempeng horizontal tulang
palatin di inferior, dan merupakan batas paling distal vomer di medial.

Thime

Vaskularisasi dan Persarafan Hidung


Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang
merupakan cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna.Bagian bawah rongga hidung
mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya ialah ujung a. palatina
mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina
dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.1,4 Bagian depan
hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum
terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis
superior dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (Littles area). Pleksus
Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi
sumber epistaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak.
Richard E, Behrman, Robert M; editor. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 3. Jakarta ;
EGC. 2006. Hal 2196-2212.

Vaskularisasi Hidung
Yataco JC, Mehta AC. Upper airway obstruction. In: Raoof S, George L, Saleh A, Sung A,
editors. Manual of critical care. New York: McGraw Hill Medical; 2009:388-397.

Vena-vena hidung mempunyai nama sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena
di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v. oftalmika yang berhubungan dengan
sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor
predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial. Sasaki CT, Kim YH.
Anatomy and physiologi of the larynx. In: Ballenger JJ, Snow JB, editors.
Otorhinolaryngologi head and neck surgery. Ontario: BC Decker Inc; 2003. p.1090-95

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis
anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n. Oftalmikus. Rongga
hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. maksila melalui ganglion
sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini
menerima serabut saraf sensoris dari n. maksila (N. V-2), serabut parasimpatis dari n.
petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n. petrosus profundus. Ganglion
sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media. Fungsi
penghidu berasal dari n. ofaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan
bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. Sasaki CT, Kim YH. Anatomy and physiologi of
the larynx. In: Ballenger JJ, Snow JB, editors. Otorhinolaryngologi head and neck surgery.
Ontario: BC Decker Inc; 2003. p.1090-95
Saraf penghidung
Sasaki CT, Kim YH. Anatomy and physiologi of the larynx. In: Ballenger JJ, Snow JB,
editors. Otorhinolaryngologi head and neck surgery. Ontario: BC Decker Inc; 2003. p.1090-
95

Faring
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan
nasal dan rongga mulut kepada laring. Faring meluas dari dasar cranium sampai tepi bawah
cartilago cricoidea di sebelah anterior dan sampai tepi bawah vertebra cervicalis VI di sebelah
posterior. Dinding faring terutama dibentuk oleh dua lapis otot-otot faring. Lapisan otot
sirkular di sebelah luar terdiri dari tiga otot konstriktor. Lapisan otot internal yang terutama
teratur longitudinal, terdiri dari muskulus palatopharyngeus, musculus stylopharingeus, dan
musculus salphingopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan laring sewaktu menelan
dan berbicara. Faring adalah tempat dari tonsil dan adenoid. Dimana terdapat jaringan limfe
yang melawan infeksi dengan melepas sel darah putih ( limfosit T dan B). Berdasarkan
letaknya faring dibagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring.4,5

Nasofaring disebut juga Epifaring, Rinofaring. merupakan yang terletak dibelakang rongga
hidung,diatas Palatum Molle dan di bawah dasar tengkorak. Dinding samping ini
berhubungan dengan ruang telinga tengah melalui tuba Eustachius. Bagian tulang rawan dari
tuba Eustachius menonjol diatas ostium tuba yang disebut Torus Tubarius. Tepat di belakang
Ostium Tuba. Terdapat cekungan kecil disebut Resesus Faringeus atau lebih di kenal dengan
fosa Rosenmuller; yang merupakan banyak penulis merupakan lokalisasi permulaan
tumbuhnya tumor ganas nasofaring.4

Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya palatum mole, batas bawah adalah
tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra
servikalis. struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
sekum. Laringofaring batas laingofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas
anterior adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebre
servikal.4

Anatomi Faring
Boeis LR, Calcacetra TC, Palparella M M. Boies fundamental of
otolaryngology. Edisi V. Saunders, Philadelphia, 2010.

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang kadang tidak beraturan. Yang utama
berasal dari cabang A. karotis eksterna ( cabang faring asendens dan cabang fausial ) serta
dari cabang A. maksila interna yakni cabang palatina superior.4 Persarafan motorik dan
sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif. pleksus ini dibentuk oleh
cabang faring dari N. vagus, cabang dari N. glosofaring dan serabut simpatis. cabang faring
dari N. vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang
cabang untuk otot otot faring kecuali M. stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang N.
glosofaring ( N.IX ).

Laring
Laring merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi yang menyatukan trakea dan
bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum. Laring memiliki kegunaan penting
yaitu (1) ventilasi paru, (2) melindungi paru selama deglutisi melalui mekanisme
sfingteriknya, (3) pembersihan sekresi melalui batuk yang kuat, dan (4) produksi suara.
Secara umum, laring dibagi menjadi tiga: supraglotis, glotis dan subglotis. Supraglotis terdiri
dari epiglotis, plika ariepiglotis, kartilago aritenoid, plika vestibular (pita suara palsu) dan
ventrikel laringeal. Glotis terdiri dari pita suara atau plika vokalis. Daerah subglotik
memanjang dari permukaan bawah pita suara hingga kartilago krikoid.
Anatomi Laring

Sasaki CT, Kim YH. Anatomy and physiologi of the larynx. In: Ballenger JJ, Snow JB,
editors. Otorhinolaryngologi head and neck surgery. Ontario: BC Decker Inc; 2003. p.1090-
95
Laring dibentuk oleh kartilago, ligamentum, otot dan membrana mukosa. Terletak di sebelah
ventral faring, berhadapan dengan vertebra cervicalis 3-6. Berada di sebelah kaudal dari os
hyoideum dan lingua, berhubungan langsung dengan trakea. Di bagian ventral ditutupi oleh
kulit dan fasia, di kiri kanan linea mediana terdapat otot-otot infra hyoideus. Posisi laring
dipengaruhi oleh gerakan kepala, deglutisi, dan fonasi.

Kartilago laring dibentuk oleh 3 buah kartilago yang tunggal, yaitu kartilago tireoidea,
krikoidea, dan epiglotika, serta 3 buah kartilago yang berpasangan, yaitu kartilago
aritenoidea, kartilago kornikulata, dan kuneiform. Selain itu, laring juga didukung oleh
jaringan elastik. Di sebelah superior pada kedua sisi laring terdapat membrana
kuadrangularis. Membrana ini membagi dinding antara laring dan sinus piriformis dan
dinding superiornya disebut plika ariepiglotika. Pasangan jaringan elastik lainnya adalah
konus elastikus (membrana krikovokalis). Jaringan ini lebih kuat dari pada membrana
kuadrangularis dan bergabung dengan ligamentum vokalis pada masing-masing sisi.

Otot-otot yang menyusun laring terdiri dari otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot-
otot ekstrinsik berfungsi menggerakkan laring, sedangkan otot-otot intrinsik berfungsi
membuka rima glotidis sehingga dapat dilalui oleh udara respirasi. Juga menutup rima
glotidis dan vestibulum laringis, mencegah bolus makanan masuk ke dalam laring (trakea)
pada waktu menelan. Selain itu, juga mengatur ketegangan (tension) plika vokalis ketika
berbicara. Kedua fungsi yang pertama diatur oleh medula oblongata secara otomatis,
sedangkan yang terakhir oleh korteks serebri secara volunter.

Rongga di dalam laring dibagi menjadi tiga yaitu, vestibulum laring, dibatasi oleh aditus
laringis dan rima vestibuli. Lalu ventrikulus laringis, yang dibatasi oleh rima vestibuli dan
rima glotidis. Di dalamnya berisi kelenjar mukosa yang membasahi plika vokalis. Yang
ketiga adalah kavum laringis yang berada di sebelah ckudal dari plika vokalis dan
melanjutkan diri menjadi kavum trakealis.4 Laring pada bayi normal terletak lebih tinggi
pada leher dibandingkan orang dewasa. Laring bayi juga lebih lunak, kurang kaku dan lebih
dapat ditekan oleh tekanan jalan nafas. Pada bayi laring terletak setinggi C2 hingga C4,
sedangkan pada orang dewasa hingga C6. Ukuran laring neonatus kira-kira 7 mm
anteroposterior, dan membuka sekitar 4 mm ke arah lateral. Laring berfungsi dalam kegiatan
Sfingter, fonasi, respirasi dan aktifitas refleks. Sebagian besar otot-otot laring adalah
adduktor, satu-satunya otot abduktor adalah m. krikoaritenoideus posterior. Fungsi adduktor
pada laring adalah untuk mencegah benda-benda asing masuk ke dalam paru-paru melalui
aditus laringis. Plika vestibularis berfungsi sebagai katup untuk mencegah udara keluar dari
paru-paru, sehingga dapat meningkatkan tekanan intra thorakal yang dibutuhkan untuk batuk
dan bersin. Plika vokalis berperan dalam menghasilkan suara, dengan mengeluarkan suara
secara tiba-tiba dari pulmo, dapat menggetarkan (vibrasi) plika vokalis yang menghasilkan
suara. Volume suara ditentukan oleh jumlah udara yang menggetarkan plika vokalis,
sedangkan kualitas suara ditentukan oleh cavitas oris, lingua, palatum, otot-otot facial, dan
kavitas nasi serta sinus paranasalis.
Sasaki CT, Kim YH. Anatomy and physiologi of the larynx. In: Ballenger JJ, Snow JB,
editors. Otorhinolaryngologi head and neck surgery. Ontario: BC Decker Inc; 2003. p.1090-
95

BAB III
OBSTRUKSI SALURAN NAFAS ATAS

Definisi Obstruksi Saluran Napas Atas


Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas yakni hidung, faring
dan laring yang disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor dan kelumpuhan
nervus rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu.
Boeis LR, Calcacetra TC, Palparella M M. Boies fundamental of otolaryngology. Edisi V.
Saunders, Philadelphia, 2010.
Suatu kondisi dimana terjadi sumbatan pada jalan nafas bagian atas baik secara komplit atau
parsial yang menyebabkan gangguan ventilasi.
Thime

Sumbatan saluran napas atas adalah salah satu keadaan suatu keadaan darurat yang harus
segera diatasi untuk mencegah kematian. Sumbatan dapat bersifat sebagian, dapat juga
sumbatan total. Pada sumbatan ringan dapat menyebabkan sesak, sedangkan sumbatan yang
lebih berat namun masih ada sedikit celah dapat menyebabkan sianosis (berwarna biru pada
kulit dan mukosa membran yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah), gelisah
bahkan penurunan kesadaran. Pada sumbatan total bila tidak ditolong dengan segera dapat
menyebabkan kematian. Boeis LR, Calcacetra TC, Palparella M M. Boies fundamental of
otolaryngology. Edisi V. Saunders, Philadelphia, 2010.

Derajat Obstruksi Saluran Nafas Bagian Atas


Stadium I berupa : Stridor dengan adanya retraksi supra sternal yang ringan, pasien
cenderung tenang
Stadium II : Stridor dengan adanya retraksi suprasternal ditambah dengan retraksi
epigastrium, pasien cenderung menjadi gelisah
Stadium III : Stridor ditambah dengan adanya retraksi suprasternal ditambah dengan
retraksi epigastrium dan retraksi intercostal, pasien cenderung menjadi gelisah
St IV : Stridor ditambah denga adanya retraksi suprasternal, epigastrium, intekostal, pasien
mulai mengalami penurunan kesadaran, pucat, cemas, takipneu

Myers EN. Tracheostomy. In : EN Myers, ed.Operative Otolaryngology Head and


Neck Surgery vol. 1. WB Saunders. Philadelphia. 1997. p. 575-85

Stridor
Suatu kondisi dimana terjadi sumbatan pada jalan nafas bagian atas baik secara komplit atau
parsial yang menyebabkan gangguan ventilasi.

Menurut bahasa latin, stridor berasal dari kata stridere yang artinya membuat suara yang
kasar, walaupun pada kenyataannya obstruksi saluran nafas bisa beruapa suara dengan
kualitas yang halus maupun kasar. Stridor merupakan suara nafas yang abnormal airway
noise. Ditandai dengan nada musical yang tinggi, biasanya pada saat inspirasi, yang
menandakan adanya obstruksi laring. Stridor bisa terjadi pada nada rendah dan tinggi,
inspirasi maupun ekspirasi atau keduanya dan bisa menandakan lokasi dimana terjadinya
obstruksi saluran nafas.Kualitas akustik suara stridor biasanya dijelaskan sebagai suara yang
harmonis dalam frekuensi dan ketinggian, durasinya lebih tinggi dari 200mili/sdetik dan
paling baik didengarkan pada bagian leher.

Fisiologi dari stridor merupakan penyempitan saluran nafas di antara bagian mulut, hidung
dan bronkus distal. Ketika lumen saluran nafas mulai menyempit, jumlah kecepatan molekul
udara harus meningkat agar volume udara dapat melewati saluran udara yang sempit.
Retractions Stridor1 Voice Feeding
Stridor1 Voice
Feeding
Naso/oropharyn Minimal2 Stertor2 Normal Normal2
x
Supraglottis Marked and Inspiratory and Muffled Abnormal
severe high pitched
Glottis/subglottis Mild to severe Biphasic and Normal to very Normal
intermediate abormal
pitch (barking cough)
Intrathoracic Mild to severe Expiratory and Normal (seal- Normal
trachea Low pitch like Normal
1Kualitas suara pernafasan
2Kecuali berhubungan dengan obstruksi komplit hidung pada neonatus

Penyebab Stridor dan Bising Nafas pada Anak-anak


Nasal/Pharyngeal
Congenital
Nasal aperture stenosis
Choanal atresia/stenosis
Nasal masses (dermoid, teratoma, encephalocele)
Oral synechiae/persistent buccopharyngeal membrane
Oral masses (ranula, dermoid, thyroglossal duct cyst)
Craniofacial anomalies (Pierre Robin syndrome,
micrognathia,Treacher Collins syndrome)
Lymphangioma
Inflammatory
Adenotonsillar hypertrophy
Deep neck abscess (retropharyngeal, parapharyngeal)
Ludwigs angina
Nasal polyps
Mononucleosis
Neoplastic
Rhabdomyosarcoma
Teratoma
Juvenile nasopharyngeal angiofibroma
Trauma
Postoperative edema
Penetrating objects
Supraglottic
Congenital
Laryngomalacia
Atresia
Web
Epiglottic cysts
Saccular cysts
Lymphangioma
Inflammatory
Epiglottitis
Abscess
Allergy
Neoplastic
Papillomatosis (RRP)
Chondroma
Neurofibroma
Trauma
Foreign bodies
Laryngeal fracture
Inhalation/caustic burns
Postoperative edema
Glottic/Subglottic
Congenital
Stenosis (malformations of the cricoid, i.e., elliptical
shape or trapped first tracheal ring)
Vocal cord dyskinesia (paralysis, paradoxical motion)
Atresia
Web
Lymphangioma
Inflammatory
Viral laryngotracheitis (croup)
Bacterial laryngitis (diphtheria)
Allergy
Sarcoid
Fungal (coccidiomycosis)
Tuberculosis
Wegeners granulomatosis
Neoplastic
Papillomatosis (RRP)
Hemangioma
Granular cell myoblastoma
Neurofibroma
Sarcoma (rhabdomyosarcoma, fibrosarcoma,
chondrosarcoma)
Traumatic
Stenosis (fibrosis, i.e., postprolonged intubation)
Vocal fold paralysis (postintubation, postductus ligation)
Laryngeal fracture
Neurogenic
Gastroesophageal induced laryngospasm
Vocal fold paralysis (Arnold-Chiari malformation, familial
abductor paralysis)
Tetanus
Tetany secondary to hypocalcemia
Tracheal
Congenital
Stenosis
Cartilaginous
Trakeomlasia
Primary
Secondary (vascular or cystic compression)
Complete tracheal rings (segmental, funnel, complete)
Fibrous
Web
Associated with tracheoesophageal fistula
Atresia
Inflammatory
Viral/bacterial tracheitis
Tuberculosis
Fungal (histoplasmosis)
Neoplastic
Papillomatosis (RRP)
Mucoepidermoid carcinoma
Fibrous histiocytoma
Leiomyoma
Traumatic
Foreign bodies
Posttrac

Underlined diagnoses are considered common causes of stridor and airway noise.
(Modified with permission from Cotton RT, Reilly JS. Stridor and airway obstruction. In:
Bluestone CD, Stool SE, Kenna MA, eds. Pediatric Otolaryngology. 3rd ed. Philadelphia:WB
Saunders; 1996.)

Otolaryngology Basic Science and Clinical Review

Klasifikasi OSNA

Diferensial Diagnosis Obstruksi Saluran Nafas Bagian Atas : Kittens Method

K) Infectiou Toxins & Tumor Endoc Neuro Systemic/Ps


Congenital s& Trauma (Neoplas rine logic ychiatric
Idiopathi ia)
c
Above Micrognat Retropha Facial Juvenile Myxe Poster Allergic
Larynx hia ryngeal fracture nasophar dema iorly rhinitis
Macroglos abscess Retropha yngeal displa Granulomat
sia Peritonsil ryngeal angiofibr ced osis
Choanal lar hematom oma tongue with
atresia abscess a Neuroge Centra polyangiitis
Lingual Mononuc nic nasal l sleep (Wegeners)
thyroid leosis tumors apnea Obesity
Nasoseptal Diphtheri (obstructive
deformity a sleep apnea)

Supraglot Laryngom Epiglottit Intubatio Squamo Sarcoidosis


tic alacia is n trauma us cell
carcino
ma

Glottic Glottic TB Laryngea Respirat Vocal Hereditary


web laryngitis l fracture ory fold angioedema
Laryngeal Laryngea Foreign papillom paraly
atresia l body atosis sis
Vocal fold diphtheri Squamo
immobility a us cell
carcino
ma

Subglottic Vascular LTB Subglotti Subglotti Respir Granulomat


ring and (Croup) c stenosis c atory osis
aortic arch Thyroid hemangi muscl with
anomalies or neck oma e polyangitis
Tracheoeso masses paraly (Wegeners)
phageal (extrinsic sis
fistula compress (eg,
Subglottic ion) Guilla
stenosis in-
Barr
syndro
me)

Tracheobr Trakeomla Tracheiti Foreign Mediasti External


onchial sia s body nal, compressio
Vascular Bronchiti tracheal, n
rings s or (goiter)
bronchia Asthma
l tumors

Tuchman J, Mehta D, Complex Upper Airway Problems, in Baileys , Byron J.; Head &
Neck Surgery-Otolaryngollogy, . 5th ed. 2014 p.868-908

Etiologi Obstruksi Saluran Nafas Atas pada Anak

AKUT KRONIK
Inflamasi Supraglotis Subglotis

Croup Atresia koana Stenosis,web


Epiglotitis Stenosis Massa
Masa, kista Benda Asing
Hiperplasi Adenoid Hemangioma
Hipertrofi Tonsils

Benda asing Glottic Trakea

Laryngomalasia Benda Asing


Benda Asing Stenosis
Paralisis pita suara Masa
Papillomatosis Trakeomalasia
Kompresi Vaskular
Tuchman J, Mehta D, Complex Upper Airway Problems, in Baileys , Byron J.; Head &
Neck Surgery-Otolaryngollogy, . 5th ed. 2014 p.868-908

Etiologi Obstruksi Saluran Nafas Atas pada Dewasa

AKUT KRONIK
Inflamasi Tumor
Croup
Supraglotitis
Angina Ludwig

Benda Asing Kongenital


Trauma Post Trauma

Inflamasi
(Wagener Granulomatosis , Relapsing Polikondritis,
Sarkoid)
Idiopatik

Tuchman J, Mehta D, Complex Upper Airway Problems, in Baileys , Byron J.; Head &
Neck Surgery-Otolaryngollogy, . 5th ed. 2014 p.868-908

BAB IV

BERBAGAI MANIFESTASI OBSTRUKSI SALURAN NAFAS ATAS

SUPRAGLOTTIC
Laringomalasia
Laringomalasia adalah penyebab bawaan paling umum dari stridor dan yaitu 60% dari semua
obstruksi laring. Stridor biasanya dimulai setelah lahir dan memburuk selama beberapa bulan
pertama kehidupan. Tanda kalsiknya berupa stridor saat inspirasi, lebih buruk di posisi
terlentang dan menangis, serta lebih baik dengan posisi terlentang . Patofisiologi
laringomalasia kemungkinan besar multifaktorial dan termasuk berlebihannya jaringan lunak
laring, kurangnya dukungan tulang rawan, kontrol neurologis yang tidak memadai, dan
bentuk omega yag sempit pada epiglotis. Thime
Temuan endoskopi umum termasuk kolapsnya jaringan supra aritenoid, lipatan ariepiglotika,
dan obstruksi epiglotis. Epiglotis terletak tinggi, menyempit, dan terlipat satu sama lain
sehingga letak margin lateral saling menutupi dikenal sebagai bentuk atau epiglotis tubular.

Plika ariepiglotika dan aritenoid berbentuk tinggi, tipis, pucat, dan lembek, terlihat lemah dan
sangat longgar, setiap inspirasi akan terhisap ke dalam laring dan saat ekspirasi akan tertiup
keluar. Tuchman J, Mehta D, Complex Upper Airway Problems, in Baileys , Byron J.; Head
& Neck Surgery Otolaryngollogy, . 5th ed. 2014 p.868-908

Kebanyakan anak-anak (90%) tidak memerlukan terapi untuk laringomalasia terisolasi


dan akan memiliki resolusi spontan biasanya sebelum usia 1 tahun. Sampai dengan 10% akan
memiliki tanda-tanda obstruksi jalan napas berat atau gagal tumbuh dan memerlukan terapi
bedah terapi. Supraglotoplasti, merupakan prosedur yang paling umum dilakukan untuk
kondisi ini, adalah pengangkatan jaringan supraglottic yang berlebih, yang dapat bervariasi
antara pasien. Prosedur ini dapat dilakukan baik dengan laser CO2 atau dengan instrumen
mikrolaring. Thime

A. Gambaran inspirasi dan B. Ekspirasi pada laring anak dengan laringomalasia. Perhatikan
penonjolan pada saat inspirasi menyebabkan kolapsnya jaringan supra aritenoid, epiglotis,
dan lipatan ariepiglotika Thime

Kista Laring

KISTA DUKTUS
(Kista Retensi Mukus)

Predileksi : valekula / subglotis


Disebabkan oleh iritasi dan obstruksi dari duktus kelenjar mukosa.Diameter 1 cm, permukaan
tenang
D/ pemeriksaan endoskopi direk
Th/ angkat kista dgn forceps atau laser

KISTA SAKULUS (mukokel laring)


Kantung berisi mukus, tdk dpt dikeluarkan ke lumen laring
Kista lateral > anterior
Insidensi : bayi (patologis tersering), dewasa
Gejala klinis pada Bayi
Gangguan saluran nafas berat, stridor inspirasi
Sianosis, tangisan tidak nyaring

Disfagia
Pembengkakan eksternal leher

Kelumpuhan pita suara asli mewakili 10% stridor pada bayi. Kelainan bawaan mewakili
lebih dari 50% dari semua kasus kelumpuhan. Gangguan neurologis, termasuk malformasi
Arnold-Chiari dan sindrom Mbius, merupakan penyebab yang relatif umum dari
kelumpuhan bawaan pada anak-anak. Pasien dengan gangguan neurologis menampilkan
gerakan paradoks (diskinesia pita suara), yaitu gerakan plika vokalis ke dalam
selama inspirasi. Sejarah keluarga mungkin terdapat familial paralisis abduktor.Kelumpuhan
yangdidapat adalah sekunder terhadap trauma kelahiran, intubasi, dan trauma bedah,
termasuk perbaikan dari cacat jantung bawaan, fistula trakea, dan paling sering adalah pasien
ductus arteriosus paten. Dibandingkan dengan orang dewasa, kelumpuhan pita suara bilateral
pada anak-anak relatif lebih umum daripada kelumpuhan unilateral.
Kelumpuhan pita suara bilateral biasanya menghasilkan distres nafas berat dan stridor karena
lokasi pita suara di posisi paramedian, sementara suara (saat menangis) dan makan sering
kali normal. Stridor biasanya konstan, memburuk karena insersi pipa dan eksersi. Thime

Setelah anamnesa yang lengkap dan pemeriksaan fisik untuk mengesampingkan anomali,
diagnosis dikonfirmasi oleh laringoskopi fiberoptik fleksibel dalam keadaan anak terbangun.
Hal ini sangat dianjurkan dengan rekaman video yang lengkap. Dalam mencari etiologi yang
mendasari, klinisi harus menyelidiki seluruh jalur persarafan laring, termasuk batang otak,
leher, dan dada. Pertimbangan untuk MRI atau CT evaluasi dari bagiam otak ke dada dalam
kasus-kasus di mana tidak ada etiologi dapat ditentukan. Endoskopi bedah dipertimbangkan
untuk mengevaluasi saluran napas, mengesampingkan fiksasi sendi krikoaritenoid dan
melakukan electromiografi (EMG) otot tiroaritenoid dan posterior cricoaritenoid (PCA).
Mungkin pola EMG berupa potensial aksi polifasik (Re-inervasi), potensi fibrilasi
(deinnervation), dan tidak ada potensi (tidak pernah dipersarafi atau kelumpuhan yang lama).
Pemulihan spontan kelumpuhan pita suara adalah
lebih mungkin dalam kasus-kasus unilateral dengan potensial aksi polifasik. Thime

Kelumpuhan pita suara unilateral biasanya tidak terdiagnosa, karena dapat sembuh spontan.
Gejala klinis berupa tangisan berdesah lemah, pasien mengalami kesulitan minum.
Timbulnya stridor ringan apabila pasien sedang menangis dan stridor menghilang pada saat
pasien sedang tidur.

Tuchman J, Mehta D, Complex Upper Airway Problems, in Baileys , Byron J.; Head &
Neck Surgery Otolaryngollogy, . 5th ed. 2014 p.868-908
Trakeostomi sering diperlukan pada anak dengan kelumpuhan pita suara bilateral, dan tidak
ada terapi diperlukan untuk sebagian besar pasien dengan kelumpuhan unilateral. Intervensi
bedah untuk kelumpuhan bilateral bertujuan untuk membuka jalan napas, oleh baik dengan
menghapus atau lateralisasi jaringan yang ada. Pengobatan definitif termasuk
aritenoidektomi dan re-inervasi PCA . Banyak pasien dengan kelumpuhan unilateral tidak
memerlukan terapi atau di dekanulasi pada usia 1 sampai 2 tahun jika dilakukan trakeotomi.
Pengobatan definitif untuk meningkatkan suara dan mencegah aspirasi pada pasien dengan
kelumpuhan unilateral dicapai oleh medialisasi dari eksternal TVC eksternal (tiroplasti),
internal (injeksi), atau dengan re-inervasi selektif. Thime

Web/Atresia Laring
Kegagalan pembelahan normal primordial pita suara minggu ke 10 intra uterin
Predileksi : 75 % di glotik, menutupi 2/3 anterior laring
Morfologi bervariasi : subglotik >> fibrosis, tebal Obstruksi

Gejala Klinis:
Tergantung lokasi dan derajat selaput
Disfoni, tangis lemah, serak, menghambat kemampuan bicara
Stridor inspirasi atau ekspirasi
Sering infeksi sekunder obstruksi >>>
Diagnosis :
Laringoskopi direk
Terapi :
Selaput luas trakheostomi darurat pd kelahiran
Pbaikan secepatnya pkembangan laring normal
Koreksi pembedahan : usia 1 tahun

Atresia Laring

Obstruksi total jarang lahir meninggal


Bertahan bila ada fistel trakheoesofagus besar
Predileksi : supraglotik, glotik, infraglotik
Th/ - trakeostomi / krikotirotomi
- pembedahan > 18 bl

Subglotik Hemangioma
Hemangioma adalah tumor yang paling umum dari kepala dan leher pada anak-anak dan
mewakili neoplasma jinak berupa kumpulan sel-sel endotel yang mengalami fase awal
pertumbuhan yang cepat selama beberapa tahun pertama kehidupan. Selanjutnya,
tumor mengalami regresi spontan dengan jaringan deposisi jaringan fibrosa dan
lemak.Pola pertumbuhan klasik dan karakteristik yang memadai untuk diagnosis. Biopsi
lesi tidak dianjurkan. Kebanyakan hemangioma pada anak-anak yang tidak
berbahayaberwarna merah muda atau makula merah yang tidak menyebabkan
disfungsi. Diperkirakan 10% dari populasi Kaukasia dan sebanyak 22% bayi prematur
akan berkembang menjadi hemangioma.Terdapat perbandingan dengan perempuan
lebih dominan yaitu 3: 1 pada orang KaukasiaTerdapatnya lesi kulit, menyebabkan
diagnosis lebih mudah dibuat. lesi kulit dapat bervariasi dari makula merah kecil dan
tumor besar yang mendistorsi fitur normal dan menyebabkan kompresi sumbu visual
sistem aerodigestive. Bila terjadi di subglotis bisa menyebabkan distres pernapasan, stridor
dicetuskan oleh menangis atau inflamasi. Gejala lainnya berupa dyspneu, sianosis, retraksi.
Tuchman J, Mehta D, Complex Upper Airway Problems, in Baileys , Byron J.; Head &
Neck Surgery Otolaryngollogy, . 5th ed. 2014 p.868-908
Terapi aktif kurang dari 5% dari semua kasus. Stridor dapat disebabkan oleh
hemangioma subglotis, yang terkait dengan hemangioma kulit pada 50% anak-anak.
Anak-anak ini datang dengan gejala saluran napas mirip dengan pasien stenosis
subglotis. Komplikasi berat yang berpotensi mengancam nyawa mungkin terjadi dalam
lesi seperti hemangioma (hemangioendotelioma) adalah sindrom Kasabach-Merritt.
Merupakan koagulopati konsumtif yang terjadi dalam tumor pembuluh darah besar.

Pengobatan tergantung pada tingkat keparahan lesi. Observasi yang cermat pada pasien
dengan lesi makula yang kecil masih dianjurkan. Setelah terdapat tanda-tanda pertama
pertumbuhan yang cepat maka baik terapi medis atau maupun laser harus diberikan.
Beberapa pasien datang dengan tumor besar atau lesi saluran nafas sudah ada. Terapi
medis tradisional terdiri dari kortkosteroid dosis tinggi (2-4 mg / kg / hari) selama
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan berdasarkan respon terhadap terapi. Respon
lengkap terhadap terapi kortikosteroid dilaporkan hanya sekitar sepertiga dari kasus.
Baru-baru ini, interferon 2 alfa dilaporkan dapat menginduksi respon lengkap hingga
60% dari pasien. Disebabkan oleh kemungkinan adanya komplikasi neurologis (motorik
halus dan disfungsi gait), khususnya pada pasien di bawah 1 tahun, dosis harus secara
bertahap ditingkatkan hingga 3 juta unit / m2.Durasi terapi interferon pada hemangioma
besar bisa sampai 16 bulan. Terapi laser, seperti dengan laser y ttriumaluminum- garrnet
(YAG) , lampu kilat dipompa pewarna, dan laser uap tembaga, telah berhasil
dipergunakan untuk mengobati hemangioma dangkal, tetapi terbatas oleh kedalaman
penetrasi laser. Baru-baru ini, YAG laser intralesi telah diusulkan dalam pengobatan
tumor yang besar dan menjanjikan, tetapi mememrlukan studi yang lebih lanjut.
Thime
Rontgen jaringan CT
Scan pada laring
ukuran dan luas lesi.
Laringoskopi massa
asimetrik berwarna
merah atau ungu yang
dilapisi epitel normal
pada daerah di bawah
pita suara
Terapi :
Kortikosteroid
sistemik
Pembedahan
Penyinaran
Glotis/Subglotis
Laringotrakeobronkitis (Croup)

Laringotrakeobronkitis akut (LTB) adalah penyebab umum stridor pada anak-


anak, biasanya terjadi sebelum umur 2 tahun. LTB merupakan penyakit virus akut
biasanya disebabkan oleh virus parainfluenza dan timbul dengan adanay edema difus
saluran napas bagian bawah.. Gejala terjadi secara bertahap selama beberapa hari dan
mungkin terkait dengan tanda-tanda infeksi saluran pernapasan atas. Anak-anak
menunjukkan batuk menggonggong dengan stridor bifasik karena edema subglotis.
Beberapa anak-anak menjadi obstruksi saluran napas yang cukup berat sehingga
membutuhkan intubasi endotrakeal. Kebanyakan pasien yang kurang dari 2 tahun,
ataupun anak-anak yang lebih tua mungkin rentan karena penyempitan bawaan dari
subglottis (yaitu, malformsi berbentuk elips).
Pada gambaran radiografi anteroposterior leher memperlihatkan penyempitan jaringan
subglotis, disebut
tanda menara. Meskipun biasanya tidak diperlukan, FFL mengungkapkan
pembengkakan jaringan lunak di bawah pita suara yang asli. Tidak adanya leukositosis
yang signifikan dicatat pada hitung darah lengkap. Sebagian besar kasus dapat diobati
dengan rawat jalan. Hanya 10% dari kasus akan memerlukan rawat inap untuk
humidifikasi, tambahan oksigen, cairan, rasemik epinefrin, dan kortikosteroid, meskipun
penggunaan yang terakhir ini masih kontroversial.
Thime

Stenosis Subglotis
Stenosis subglotis merupakan obstruksi anatomi saluran nafas menetap yang paling
umum .Hal ini dikarenakan bagian anatomi saluran nafas yang sempit dan lingkaran
kaku dari tulang rawan melingkar yang merupakan hal unik untuk subglottis. Etiologi
baik dari penyempitan bawaan atau dari pembentukan jaringan lunak (diperoleh)
setelah intubasi endotrakeal. Gejala pada pasien termasuk stridor bifasik , retraks pada
saat bersuara normal atau pada saat menangis.Distres pernafasan timbul pada kasus
yang berat. Dalam kasus ringan, hanya berupa gejala infeksi saluran pernapasan atas.
Diagnosis dapat diduga dari anamnesa, pemeriksaan fisik
pemeriksaan, laringoskopi serat optik fleksibel, dan radiografi leher anteroposterior,
tetapi endoskopi bedah
diperlukan untuk mengkonfirmasi ukuran jalan napas. Derajat stenosis subglotis
didasarkan pada pengurangan ukuran jalan napas yang ditentukan selama endoskopi
bedah.
Thime

Stenosis subglotis diperlihatkan dalam bronkoskopi setelah intubasi yang lama


dan

Sebelumnya, kasus stenosis subglotis bawaan dianggap


melebihi jumlah stenosis subglotis bawaan sebanayak 9: 1, meskipun stenosis subglotis
bawaan
mungkin lebih tinggi prevalensinya secara umum. Sejak meluasnya penggunaan intubasi
endotrakeal pada tahun 1965, jumlah kasus stenosis subglotis diperoleh secara dramatis
meningkat namun kemudian stabil karena perbaikan dalam perawatan intensif.
Kerusakan dikarenakan pipaendotrakea menyebabkan edema mukosa, ulserasi, jaringan
granulasi , dan pembentukan jaringan parut. Kadang-kadang, trauma minor dapat
menghasilkan kista subglotis yang biasanyarespon terhadap terapi eksisis laser yang
sederhana. Stenosis subglotis didapat biasanya diobati dengan trakeostomi untuk
dukungan saluran nafas awal, dengan rekonstruksi laryngotrakea berikutnya dilakukan
setelah usia 1 tahun. Stenting jangka panjang digunakan berdasarkan tingkat stenosis.
Reseksi krikotrakea telah digunakan baru-baru ini untuk meningkatkan tingkat
keberhasilanperbaikan bedah pada kasus stenosis kelas III atau IV.

Sekitar 1% dari anak-anak normal memiliki dua ukuran laring pipa endotrakeal (1,0
mm) di bawah diprediksi; pada 0,06% dari kasus, laring mempunya tiga ukuran pipa
(1,5 mm) lebih kecil daripada normal.

Stage Airway Reduction (%)


I 050
II 5170
III 7199
IV 100
Data diperoleh dari Myer CM, OConner DM, Cotton RT. Sistem derajat Stenosis Subglotis
berdasarkan ukutan pipaendotrakea yang bisa masuk. Ann Otol Rhinol Laryngol 1994;103:319
323.)

Anak-anak ini berada pada risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kerusakan karena
pemasanga pipa endotrakeal intubasi. Stenosis subglotis bawaan biasanya berupa
bentuk dari tulang rawan. Anomali terdiri dari krikoid yang menebal, cincin trakea
pertama yang berbentuk elips atau bulat telur, dan, jarang berupa
stenosis jaringan lunak. Pasien dengan stenosis subglotis bawaan biasanya timbul pada
usia beberapa bulan, sering terjadi selama infeksi saluran nafas atas. Kebanyakan pasien
hanya memerlukan observasi dan pengobatan simtomatik untuk episode croup. Kurang
dari 10% dari anak-anak akan memerlukan pembedahan
yang terdiri dari rekonstruksi laringotrakeal dengan atau tanpa trakeostomi.
Thime

Papilomatosis Rekuren Saluran Nafas

Tumor paling umum pada laring, papiloma skuamosa, menyumbang lebih dari 80% dari
pertumbuhan laring. Papilomatosis rekuren saluran nafas merupakan tumor jinak yang
sering berulang setelah eksisi bedah dan dapat menyebabkan obstruksi jalan napas
lengkap. Enam ribu anak yang terpengaruh per tahun di Amerika Serikat, biasanya
terdapat sebelum usia7 tahun dan, sering terjadi sebelum 2 tahun age.Terdapat dua
klasifikasi luas
pada pasien dengan papilomatosis rekuren saluran nafas yaitu Juvenile, atau tipe
agresif. Papilomatosis rekuren saluran nafas memiliki pertumbuhan yang tidak berhenti
dan terus menerus berulang dan biasanya terjadi pada pasien yang lebih muda.
Meskipun spontan regresi dapat terjadi sekitar pubertas, penyakit ini bisa hadir seumur
hidup. Kadang-kadang dipersulit oleh papiloma pada saluran udara distal. Pada dewasa,
atau jenis papiloma yang jinak papilomatosis rekuren saluran nafas memiliki lebih sedikit
kekambuhan setelah terapi bedah, tidak melibatkan saluran udara distal, dan cenderung
terjadi setelah puber. Karena beberapa eksisi bedah diperlukan selama terapi
berkepanjangan biaya yang dihabiskan lebih dari $ 100 juta setiap tahun di Amerika
Serikat
untuk pengelolaan papilomatosis rekuren saluran nafas.

Human papilloma virus (Terutama subtipe 6 dan 11) adalah organisme penyebab.
Hubungan dengan papiloma vagina telah dibuat, meskipun praktik bedah saecar elektif
belum terbukti benar-benar menjadi pelindung untuk bayi baru lahir. Pasien dengan
papilomatosis rekuren saluran nafas hadir dengan suara serak atau suara teredam (atau
menangis), dan beberapa pasien mungkin afoni.Airway. Distres pernafasan dapat hadir
jika papiloma menghalangi pangkal tenggorokan. Biopsi sering dianjurkan untuk
mengkonfirmasi subtipe papilloma dan untuk menyingkirkan degenerasi keganasan,
meskipun yang terakhir adalah fenomena langka . Laringoskopi eksisi dengan laser CO2
merupakan terapi standar. Beberapa terapi adjuvant telah dikembangkan dalam tingkat
kekambuhan yang tinggi. Interferon alfa 2a merupakan adjuvan yang paling banyak
dipelajari, diikuti oleh indole-3-carbinol, asiklovir, ribavirin, methotrexate, asam retinoat,
dan terapi yang paling baru-baru ini adalah fotodinamik terapi. Semuanya telah
menunjukkan awal yang menjanjikan, tetapi penelitian lebih lanjut sedang dilakukan
untuk mengkonfirmasi peran terapi adjuvan dalam pengobatan papilomatosis rekuren
saluran nafas. Baru-baru antivirus lain, sidofovir, telah menunjukkan kondisi klinis yang
menjanjikan dalam mengurangi tingkat perkembangan penyakit dan kekambuhan.

Trakea
Trakeomalasia/Stenosis Trakea

Obstruksi trakea dengan baik karena fungsional kolaps (malasia) atau penyempitan
menetap (stenosis) umumnya dianggap sebagai penyebab yang jarang membahayakan
jalan napas yang signifikan. di children.Trakeomalasia mungkin primer maupun sekunder
terhadap kompresi eksternal. Trakeomalasia terutama terkait dengan kelemahan tulang
rawan yang telah dihipotesiskan menjadi patogenesis laringomalasia. Penyempitan
mungkin umum atau segmental. Kompresi luar paling sering disebabkan oleh anomali
struktur pembuluh darah, atau lebih jarang oleh tumor mediastinum atau kista
bronkogenik. Anomali umum vaskular termasuk arteri inoninata yang menyimpang,
arteri pulmonalis kiri, arteri subklavia kiri, dan arkus aorta serta anomali jantung.
Stenosis merupakan penyempitan bawaan dari trakea baik oleh jaringan parut atau
karena cincin trakea yang komplit. Penyempitan mungkin segmental, berbentuk seperti
corong atau umum.

Stridor terutama ekspirasi dan mungkin terkait


dengan batuk dalam seperti suara anjing laut. Pasien mungkin mengalami
sianosis, fase apnea, atau infeksi berulang saluran nafas bagian bawah. Diagnosis
dikonfirmasi dengan bedah
endoskopi, pencitraan radiografi (MRI atau CT) untuk pasien dengan kompresi eksternal
trakeobronkial. Trakeomlasia primer biasanya sembuh spontan selama tahun pertama
kehidupan. pasien dengan
trakeomlasia primer yang berat membutuhkan tekanan udara positif yang kontinu
melalui kateter hidung atau trakeostomi.Intervensi bedah biasanya diperlukan pada
pasien dengan kompresi pembuluh darah atau stenosis trakea. Perbaikan awal terdiri
dari baik aortopexy (kompresi arteri inominata) atau rekonstruksi kompleks jantung .
Stenosis trakea segmental atau bentuk corong, untungnya adalah yang paling umum dan
membutuhkan trakeoplasti menggunakan baik cangkok interposisi tulang rawan atau
tambalan perikardial. Selain itu, reseksi dengan anastomosis primer telah berhasil
digunakan untuk stenosis segmen pendek trakea Transplantasi trakea homograft juga
telah berkembang maju di Eropa, terutama stenosis pada segmen yang panjang.

Benda Asing
Benda asing yang tehisap maupun tertelan secara umum dapat menyebabkan obstruksi
saluran nafas
dengan mortalitas dan morbiditas yang signifikan. Kesadaran masyarakat, pendidikan
pencegahan, respon cepat tim paramedis, dan pengenalan HeimlichManuver telah
semua menurunkan angka kematian anak-anak dengan benda asing di Amerika Serikat
dari 650 kematian di 1968 menjadi 261 kematian pada tahun 1990. Meskipun berbagai
benda asing yang tersedot atau tertelan, tetapi koin pada kerongkongan merupakan hal
yang paling sering ditemukan. Obstruksi jalan nafas bisa terjadi karena pembengkakan
sekunder dari dinding trakea posterior. Baik kematian langsung dari pasien atau
pengeluaran dengn paksa objek, jarang terdapat benda asing pada laringofaring.
Bendaasing trakeobronkial terutama terdiri dari materi vegetatif, terutama
kacang tanah, diikuti oleh berbagai benda mati (misalnya, manik-manik, mainan).

Benda asing esofagus mungkin asimtomatik untuk jangka waktu yang lama, sampai
terdapat kesulitan bernafas, disfagia, air liur yang keluar terus menerus. Benda asing
pada paru-paru paru sering menghasilkan
periode batuk paroksismal yang hebat, tersedak, dan kadang-kadang perubahan warna.
Episode akut ini mungkin menghilang tanpa diketahui dan diikuti oleh tahap asimtomatik
yang dapat berlangsung selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Tahap akhir
adalah komplikasi intratoraks, seperti obstruksi jalan napas, infeksi atau erosi trakea.
Radiografi dada, pada saat inspirasi dan ekspirasi, sering menunjukkan adanya infiltrat
unilateral atau udara yang terperangkap. Karena arah bronkus kanan kurang
membentuk sudut terhadap
trakea, benda asing cenderung tersangkut pada bronkus intermedius kanan atau
bronkus segemental. Kecurigaan tinggi diperlukan dengan unilateral, atipikal, atau gejala
pernafasan yang mencurigakan, sehingga dapat dilakukan tindakan pertama dan
mencegah komplikasi.

Pengobatan benda asing aerodigestif melibatkan evaluasi cepat endoskopi untuk


pengangkatan objek. Untuk objek yang tidak umum, ahli bedah harus mendapatkan
objek duplikat dan berlatih teknik ekstraksi. Tang endoskopi menawarkan kemampuan
visualisasi dan ekstraksi. Kateter Fogerty sering membantu baik memanipulasi abenda
sing ke lokasi yang lebih proksimal atau menstabilkan objek untuk pengangkatan
endoskopi. Materi vegetatif sangat sulit untuk diangkat karena lembut dan sifat
imunoreaktif fragmen. Lavase.

Thime

BAB V
TATA LAKSANA OBSTRUKSI SALURAN NAFAS ATAS

Prinsip dasar dalam penanganan Obstruksi Saluran Nafas Bagian Atas, bahwa tidak
ada penanganan tunggal yng paling benar untuk manajemen Obstruksi Saluran Nafas
Bagian Atas. Pada situasi yang sulit, teknik dari seorang dokter dengan kemapuan dan
pengalaman yang handal biasanya merupakan hal yang sangat diperlukan.
Prinsip manajemen Obstruksi Saluran Nafas Atas
- Manuver jalan nafas :
Manuver simple untuk membuka jalan nafas, yaitu jaw
thrust (tripel manuver untuk membuka jalan nafas)
Jalan nafas orofaring atau nasofaring mungkin
berguna pada pasien yang tidak sadar
Jika pasien segera tidak di intubasi pada keadaan
koma (posisi koma, yaitu semi prone dengan kepala
menunduk ringan)
- Pembedahan
Dilakukan ketika intubasi endotrakea tidak
memungkinkan atau tulang leher tidak stabil.

Multiprofessional Hand Book


Tracheostomi
Trakeostomi merupakan tindakan bedah pembentukan jalan nafas melalui
trakea. Merupakan prosedur sementara. Terdapat bebebrapa pendapat lain yang
menyatakan bahwa trakeostomi merupakan pembuatan lubang permanen di
antara kulit dan trakea.

Multiprofessional Hand Book


INDICATIONS FOR TRACHEOSTOMY
Indikasi trakeostomi dibagi menjadi 5 kategori, dengan adanya tumpang tindih di
antaranya, yaitu :
1. Obstruksi mekanik saluran pernafasan bagian atas
2. Untuk melindungi percabangan trakeobronkial terhadap bahaya aspirasi
3. Gagal nafas
4. Sekresi bronkial yang berlebih
5. Trakeostomi elektif, misalnya pada prosedur bedah mayor pada kepala
dan leher

Medscape
Kontra Indikasi trakeostomi
Tidak adakontra indikasi absolut untuk trakeostomi . Kontra indikasi
relatif adalah pada carsinoma laring yang telah memblokade jalur
untuk trakeostomi. Prosedur definitif yaitu laringektomi biasanya
direncanakan. Manipulasi sebelumnya terhadap tumor dihindari karena
dapat meningkatkan kejadian rekuren stoma. Trakeostomi sementara
dilakukan di bawah cincin trakea yang pertama sebagai antisipasi akan
dilakukannya laringektomi pada lain waktu.

Masalah pada kehidupan selanjutnya setelah dilakukannya trakeostomi mempengaruhi


keputusan keluarga untuk dilakukan trakeostomi . Dilakukannya trakeostomi tidak
mempengaruhi lamanya perawatan. Peningkatam kebersihan, kualitas hidup (berbicara dan
makan, jika relevan), dan penempatan dalam perawatan jangka panjang difasilitasi dalam
beberapa kasus; Namun, ketergantungan pada ventilasi mekanik tidak dapat diubah.

Technique for Performing Tracheostomy


Teknik Trakeostomi
Teknik trakeostomi bedah biasnya dilakukan di ruang operasi dan pasien dalam anestesi
umum. Biasanya jalan nafas sudah diamankan dengan endotrakeal tube, tetapi pada pasien
yang mengalami obstruksi parsial faring atau laring karena tumor bisa dilakukan trakeostomi
tanpa sedasi.
Bahu pasien di elevasikan dengan ekstensi kepala, kecuali pada pasien dengan trauma
servical, menaikan laring dan mengekspos lebih banyak area trakea bagian atas. Antibiotik
profilaksis harus diberikan 30-60 menit sebelum insisi. Kulit dari bagian dagu samopai di
bawah klavikula harus disterilkan. Apabila terdapat rambut yang berlebih, maka harus
dicukur terlebih dahulu. Draping steril ditempatkan, membuat area terbuka dari bagian atas
laring sampai cekungan suprasternal.
Anestesi lokal dengan vasokonstriktor diinfiltrasi ke dalam kulit dan jaringan di bawahnya
untuk mengurangi jumlah pendarahan. Kulit pada leher di atas cincin trakea ke-2
diidentifikasi, da insisi vertikal sepanjang 2-3 cm dibuat. Hindari insisi lebih dalam dari
jaringan subkutan untuk menghindari trauma istmus tiroid atau

pembuluh darah besar leher. Diseksi tajam mengikuti garis insisi dibutuhkan untuk
memotong otot platisima, pendarahan kemudian dikontrol dengan hemostat dan diligasi atau
dengan elektrokauter. Diseksi tumpul pararel dengan aksis panjang trakea kemudian
diperlukan untuk membuka jaringan submuskular sampai istmus tiroid diidentifikasi. Jika
kelenjar terdapat pada bagian superior cincin ke- 3 trakea, bisa diretraksikan secara tumpul ke
arah superior untuk mencapai akses trakea. Jika istmus terdapat pada cincin trakea ke-2 dan
ke-3, harus dimobilisasi dan insisi kecil dibuat untuk membersihkan area untuk trakeostomi
atau transeksi komplit istmus harus dilakukan.
Diseksi tumpil dilanjutkan secara longitudinal melalui fasia pretrakea, dan cincin yang
diinginkan diidentifikasi.
Salah satu tipe dari 2 jalan masuk ke trakea biasanya digunakan pada trakeostomi bedah.
Yaitu pengangkatan komplit bagian anterior cincin trakea untuk membuat stoma, dan
membuat flap dengan bagian cincin trakea. Pada pengngkatan cincin trakea, cincin diangkat
dengan hook trakea dan jahitan sirkumferensial ditempatkan sekeliling dari cincin di sebelah
lateralnya. Bagian cincin dan jahitan pengaman kemudian diinsisi dan diangkat,
meninggalkan lubang pada bagian anterior trakea untuk kanul trakeostomi. Jahitan ini bisa
dipakai untuk mengidentifikasi trakea dan memasukan kembali kanul trakeostomi.
Metode ke-2 untuk memasuki trakea adalah dengan membentuk flap dinding trakea dan
dijahitkan ke dalam kulit. Hal ini dilakukan dengan menginsisi fasia di atas cincin superior
dan memasuki trakea sepanjang batas inferior. Hal ini akan menjadi bibir luar dari flap.
Potongan lateral melalui cincin bawah menyelesaikan diseksi tajam. Flap yng dibentuk
mengarah ke bawah dan menempel dengan beberapa jahitan kulit leher. Fistula ini merupakan
stoma sebenarnya dengan pendekatan mukosa trakea ke kulit. Stabilitas dari saluran ini
melebihi dari teknik pengangkatan cincin trakea, walaupun belum ada penelitian yang
mempelajari hal tersebut.

Maquet

BAB IV
PENUTUP

Sumbatan atau obstruksi saluran napas atas merupakan kegawatdaruratan yang harus
segera diatasi untuk mencegah kematian. Obstruksi saluran napas atas dapat disebabkan oleh
radang akut dan radang kronis, benda asing, trauma akibat kecelakaan, perkelahian,
percobaan bunuh diri dengan senjata tajam dan trauma akibat tindakan medik yang
dilakukan dengan gerakan tangan kasar, tumor pada laring berupa tumor jinak maupun
tumor ganas, serta kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
Penanggulangan pada obstruksi saluran napas atas bertujuan agar jalan napas lancar
kembali. Tindakan konservatif berupa pemberian antiinflamasi, anti alergi, antibiotika serta
pemberian oksigen intermiten, yang dilakukan pada sumbatan laring stadium I yang
disebabkan oleh peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi dengan memasukan pipa
endotrakeal melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea)
membuat trakeostoma yang dilakukan pada sumbatan laring stadium II dan III atau
melakukan krikotirotomi yang dilakukan pada sumbatan laring stadium IV. Perasat heimlich
digunakan untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara total atau benda
asing ukuran besar yang terletak di hipofaring. Penanggulanan sumbatan saluran napas atas
yang tepat dan cepat sangat dibutuhkan untuk mencegah kematian.

Anda mungkin juga menyukai