Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rinosinusitis kronis meupakan peradangan hidung dan sinus paranasal

yang berlangsung lebih dari 12 minggu.1 Prevalensi rinosinusitis termasuk

tinggi, yaitu sebanyak 2 dari 100 pasien rawat jalan merupakan penderita

rinosinusitis.2 Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J. Epidemiology and

predisposing factors. In: Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, editors.

European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps; 2012. p. 10-

8.
Prevalensi rinosinusitis kronis dapat ditemukan secara global pada

Survei Kesehatan Nasional pada tahun 2012 di Amerika menunjukkan 1

dari 8 dewasa didiagnosis menderita sinusitis. Rosenfeld RM, Piccirillo JF,

Chandrasekhar SS, Brook I, Kumar KA, Kramper M, et al. Clinical

practice guideline (update): adult sinusitis. Otolaryngology-Head and

Neck Surgery. 2015;152(2S):S1-S39.


Studi terhadap 57.128 sampel di negara-negara Eropa dengan bantuan

kuesioner pada tahun 2011, menunjukkan hasil prevalensi sinusitis kronis

sebesar 19,9% pada rentang usia 15-75 tahun. Hastan D, Fokkens WJ,

Bachert C, Newson RB, Bslimovska J, Bockelbrink A, et al. Chronic

rhinosinusitis in Europe-an underestimated disease. Allergy.

2011;66(9):1216-1223.
Studi epidemiologi yang dilakukan oleh Korean National Health and

Nutrition Examination Survey, menunjukkan bahwa prevalensi sinusitis

kronis berdasarkan gejala dan gambaran endoskopi yang positif adalah

6,95% dan 8,4% pada tahun 2008-2012. Zhang Y, Gevaert E, Lou H,

Wang X, Zhang L, Bachert C, et al. Chronic rhinosinusitis in Asia. Journal

of Allergy and Clinical Immunology. 2017;140(5):1230-1239.


Belum ada data epidemiologi khusus mengenai sinusitis secara nasional

di Indonesia. Namun, data terbaru berdasarkan Riskesdas 2018

menunjukkan prevalensi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) menurut

diagnosis tenaga kesehatan dan gejala di Indonesia adalah sebesar 9,3%.

Kemungkinan kejadian sinusitis belum dilaporkan secara baik atau belum

diklasifikasikan terpisah dari ISPA pada survei kesehatan nasional. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Hasil utama riskesdas 2018.

Kemenkes RI.
Sementara di RSUP Hasan Sadikin sendiri jumlah pasien rinosinusitis

kronis yang berobat ke poliklinik Rinologi-Alergi pada periode 1 Januari

2014 - 30 Juni 2019 berjumlah 3094 pasien, sehingga rata-rata pasien

rinosinusitis kronis yang berobat ke poliklinik Rinologi-Alergi per

bulannya sebanyak 46 pasien. Sedangkan prevalensi pasien rinosinusitis

kronis yang berobat sebanyak 20%.


Perawatan kesehatan pada pasien-pasien rinosinusitis kronis

menghabiskan biaya sebesar miliaran dolar. Rinosinusitis kronis juga

dapat menyebabkan disfungsi emosional serta mengganggu kualitas hidup

secara signifikan yang sama dengan penyakit seperti Diabetes Mellitus,

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), asma, serta penyakit

2
jantung.2 Hastan D, Fokkens WJ, Bachert C, Newson RB, Bslimovska J,

Bockelbrink A, et al. Chronic rhinosinusitis in Europe-an underestimated

disease. Allergy. 2011;66(9):1216-1223.


Variasi anatomis yang menghambat drainase kompleks osteomeatal,

disfungsi transportasi sistem mukosiliar, infeksi bakteri atau virus, rinitis

alergi dan refluks laringofaringeal semua dapat menjadi faktor risiko

disfungsi epitel sinonasal yang mengakibatkan proses peradangan serta

disfungsi sistem kekebalan tubuh bawaan dan didapat.2


Rinosinusitis kronis adalah kondisi yang didiagnosis secara klinis,

sedangkan pencitraan hidung dan sinus paranasal digunakan untuk

menilai penyakit serta menunjukkan anatomi sinonasal. CT scan sinus

paranasal dan endoskopi hidung merupakan modalitas diagnostik yang

disukai untuk menentukan kelainan mukosa dan variasi anatomi sinus

paranasal dan menilai kemungkinan patogenesis yang terjadi.3


Pasien rinosinusitis kronis yang tidak respon terhadap antibiotik

memerlukan tindakan pembersihan sinus yang terinfeksi melalui tindakan

pembedahan sehingga terbentuk ventilasi dan drainase kompleks

osteomeatal. Pengetahuan yang baik tentang variasi anatomi sinus

paranasal membantu mencegah komplikasi saat melakukan operasi sinus.4

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dirumuskan masalah

sebagai berikut:

3
Bagaimanakah gambaran variasi hidung dan sinus paranasal pada

pencitraan CT-scan pasien rinosinusitis kronis di Rumah Sakit Hasan

Sadikin, Bandung?

Berdasarkan gambaran CT-Scan variasi anatomis manakah yang

tersering menjadi faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronis di

Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung?

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran variasi hidung dan sinus paranasal pada

pencitraan CT-scan pasien rinosinusitis kronis di Rumah Sakit Hasan

Sadikin, Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian

Memperoleh data gambaran variasi hidung dan sinus paranasal pada

pencitraan CT-scan pasien rinosinusitis kronis di Rumah Sakit Hasan

Sadikin, Bandung.

1.4.1. Kegunaan Ilmiah

1. Penelitian ini menyediakan data statistik mengenai variasi anatomis

hidung dan sinus paranasal pada kasus rinosinusitis kronis yang terdapat di

Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung yang dapat digunakan bagi klinisi

untuk membantu menegakkan diagnosis klinis.

4
2. Dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut.

1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Dapat dipertimbangkan sebagai bahan data ilmiah penelitian mengenai

variasi anatomis hidung dan sinus paranasal pada kasus rinosinusitis

kronis.
2. Hasil penelitian ini dapat dipertimbangkan sebagai bahan penyusunan

protokol membaca CT-Scan sinus paranasal pada pasien rinosinusitis

kronis.
3. Sebagai pemandu dalam rencana tindakan FEES (Functional Endoscopic

Sinus Surgery) .

Anda mungkin juga menyukai