Anda di halaman 1dari 58

1

BAB I
PENDAHULUAN

Jenis-jenis neoplasma diklasifikasikan berdasarkan lokasinya atau


asal selnya. Klasifikasi berdasarkan asal selnya lebih mudah untuk
dibedakan tipe selnya sehingga berguna dalam melakukan diagnosis
banding. Neoplasma berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi dari pina,
kanal auditori eksterna, telinga tengah dan mastoid, tulang temporal, dan
sudut cerebellopontine. Ketika suatu neoplasma mengalami ekspansi ke
lebih dari satu lokasi anatomis atau ketika suatu sel patologis yang sama
timbul di lebih dari satu lokasi, klasifikasi yang hanya melihat dari sumber
terjadinya neoplasma merupakan suatu problema. Paraganglioma dan
hamngioma merupakan contoh dari tipe neoplasma ini. Hal yang harus
diingat adalah bahwa penyebab dari neoplasma di tulang temporal dan
telinga luar pada beberapa kejadian masih belum diketahui. Oleh sebab itu,
pola pertumbuhan dari neoplasma, prognosis seseorang yang disebabkan
oleh neoplasma, dan mode terapi pembedahan dan obat merupakan hal-hal
prinsip dalam menangani tumor pada telinga.1
2

Gambar 1. Anatomi dari basis krani lateral dan lokasi yang sering
ditemukannya neoplasma. AT, saraf auriculotemporal: CCA, arteri karotid
umum; ECA. Arteri karotid eksternal, FO, Foramen ovale; LA, saraf
alveolar inferior; ICA, arteri karotis lntemal; IMA. Arteri maksila interna:
JF. Jugularforamen; JV, vena jugularis; L labirin; U, saraf lingual; MMA.
Tengah meningeal arteri: IX, Saraf glossopharyngeal; X, nervus vagus: XI,
saraf asma; XII, saraf hypoglossal.1
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 NEOPLASMA BERDASARKAN ASAL SELNYA

2.1.1 Paraganglioma

Paraganglioma adalah neoplasma sebenarnya yang paling umum


terjadi di telinga tengah dan merupakan kondisi patologis yang paling sering
terjadi di jugular foramen. Merupakan neoplasma dengan pertumbuhan
lambat, bersifat jinak.Perkiraan waktu penggandaannya adalah 4.2 tahun.
Pola pertumbuhan dari paraganglioma tulang temporal lebih bersifat
resisten, pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh lokasi dari asal tumornya
dan anatomi regionalnya. Paraganglioma yang berasal dari telinga tengah
dinamakan tumor glomus tympanicum. Paraganglioma yang berhubungan
dengan jugular fossa dinamakan tumor glomus jugulare. Manifestasi klinis
yang timbul berhubungan dengan ekstensi tumor dan vaskularitasnya,
sehingga mempegaruhi pemilihan tatalaksananya.1

Paraganglioma tulang temporal berasal dari badan glomus yang


berada di adventitia dari jugular bulb, sepanjang cabang timpanic dari saraf
glossopharyngeal ( saraf Jacobson ) atau cabang auricular dari cabang saraf
vagus( saraf arnold ). Badan glomus merupakan kelompok dari sel
kemoreseptor yang berperan dalam sistem neuroendokrin yang ditemukan di
jugular foramen dan telinga tengah, badan karotid, dan medulla adrenal serta
sepanjang aorta dan saraf vagus. Secara histologi, badan glomus identik
dengan badan karotid dan sama juga dengan autonomic ganglia dan medulla
adrenal. Badan glomus terdiri dari kumpulan chief cell yang di suplai oleh
arteriol,venule serta saraf terminal aferen dan eferen. Badan glomus berasal
4

dari neural crest, yang mengalami migrasi selama embriogenesis ke bagian


sekitar autonomic ganglia. Badan glomus tersebut lebih tepat disebut
paraganglia, karena badan glomus berperan sebagai neuromedulators atau
yang memonitor aktivitas vascular. Chief cell memiliki granula
neurosekretorik yang mengandung norepinefrin, dopamine, dan epinefrin.
Paraganglia di tulang temporal tidak memiliki fungsi yang kelas dalam
sistem neuroendokrin. Paraganglia tulang temporal dibedakan dari
komponen lain dari sistem neuroendokrin seperti medulla adrenal,
berdasarkan afinitas paraganglia yang kurang terhadap garam kromium yang
biasanya digunakan dalam pewarnaan histologi. Paraganglia di tulang
temporal diklasifikan sebagai paraganglia non-kromafin. Tulang temporal
orang dewasa biasanya hanya memiliki dua atau tiga paraganglia, namun
pada beberapa kondisi dapat lebih, terutama pada lima tahun pertama
kehidupan. Sebagian besar paraganglia tulang temporal ditemukan pada
daerah anterolateral dari jugular fossa dan didalam telinga tengah.
Perubahan neoplastic dari paraganglia dapat terjadi di beberapa lokasi,
diindikasikan dengan adanya invasi tumor lokal dan perluasan metastatis.
Metastatis paraganglioma kepala dan leher jarang terjadi dan lebih sering
berhubungan dengan paraganglioma badan non-karotid dari kepala dan
leher. Paraganglioma ini hanya terjadi pada 0.016% kasus dan sebagian
besar ditemukan di cervical lymph nodes, diikuti dengan paru, liver,limfa,
dan tulang.2

Pada pemeriksaan luar, paraganglioma bentuknya dalam dan merah,


keras dan berupa suatu masa yang elastis dan mudah berdarah ketika
dilakukan manipulasi. Gambaran histologi dari paraganglioma bersifat khas.
Kumpulan dari chief cell agirofilik yang dinamakan Zellballen dipisahkan
oleh septa-septa yang dibentuk oleh stroma fibrovascular yang menonjol.
Gambaran karakteristik tersebut bukan merupakan bukti terjadinya
paraganglioma tulang temporal. Serabut saraf yang tidak bermielin dapat
diidentifikasi, namun serabut tersebut jarang ada ketika dibandingkan
5

dengan paraganglia yang normal. Pleomorfik nuklear dan hiperkromatism


merupakan hal yang menonjol pada chief cell, namun bukan merupakan
indikasi pertumbuhan keganasan. Mikroskop electron dapat menunjukkan
granul neurosekretorik didalam kantung kateolamin chief cell. Adanya
invasi saraf kranial dapat terjadi. Hal ini merupakan suatu tanda yang
signifikan selama dilakukannya tindakan pembedahan dan pengangkatan
tumor.3

Tumor glomus tympanicum biasanya berasal dari promontori


koklea. Ketika tumor glomus tympanicum berkembang, tumor ini akan
mengikuti pola resistensi. Pertama, tumor akan membesar dan mengisi
telinga tengah serta menutupi ossicle. Pada tahap ini,pasien akan mengalami
tuli konduktif dan tinitus pulsatil yang disebabkan oleh adanya transmisi
langsung pulsasi vaskular dari tumor yang tinggi vaskularisasinya ke
ossicle. Tinitus pulsatile merupakan gejala yang paling umum terjadi pada
pasien dengan paraganglioma tulang temporal. Karena tumor glomus
tympanicum membesar dalam rongga telinga tengah, pasien dengan tumor
ini secara umum lebih banyak muncul dengan tinitus pulsatile pada tahap
awal dibandingkan dengan pasien dengan tumor glomus jugulare. Membran
timpani kadangkala masih tetap utuh sejalan dengan pertumbuhan tumor
glomus tympanicum. Namun tumor ini dapat menggeser membran timpani
ke arah lateral. Jika tumor mengalami ekstensi melewati membrane timpani
ke dalam kanal auditori eksterna, pasien akan muncul dengan otalgia atau
adanya otorrhea berdarah. Seiring bertambah besarnya tumor glomus
tympanicum, tumor ini akan mengalami ekstensi ke antrum mastoid melalui
aditus ad antrum, ke dalam facial recess atau ke jalur retrofacial air cell.
Pada tahap ini, bagian timpani dan mastoid dari saraf facialis akan ikut
terserang. Tumor akan tumbuh ke arah anterior masuk ke dalam Eustachian
tube dan tumbuh ke arah inferior masuk ke dalam jalur infralabyrinthine air
cell. Ketika tumor menyebabkan erosi tulang pada hipotimpanum, jugular
fossa dan bagian vertikal dari arteri karotid dapat terekspos. Jenis kasus
6

tumor glomus jugulare seperti ini sangat sulit dibedakan dengan tumor
glomus tympanicum yang telah mengalami ekspansi. Pasien dengan tumor
yang mengalami ekspasi dapat muncul dengan neuropati saraf kranial yang
multipel.4

Tumor glomus jugulare tumbuh di jugular fossa dan biasanya


membesar sebelum pasien memiliki gejala. Tumor ini lebih cenderung
mensekresikan katekolamin dibandingkan jenis glomus tympanicum.
Kompresi struktur neurovaskular di jugular fossa dan ekstensi tumor ke arah
medial sepanjang skull base ke kanal hipoglosal dapat menyebabkan
neuropati saraf kranial yang dimanifestasikan dengan adanya disfagia,
disfonia, aspirasi dan disartria. Erosi pada jugular fossa ke arah anterior dan
ke arah superior dapat menyebabkan tereksposnya arteri karotid, dan
selanjutnya tumor juga akan lebih mudah untuk menginvasi telinga tengah
yang akan menimbulkan tuli konduktif dan tinitus pulsatil. Ekstensi
intracranial terjadi ketika tumor glomus tumbuh ke dalam eustachian tube
lalu ekstensi ke jalur peritubal air cell atau mengikuti jalur dari arteri karotid
ke bagian apexnya, sinus cavernous, dan middle cranial fossa yang
selanjutnya menyebabkan hipestesia wajah. Tumor glomus jugulare dapat
melibatkan posterior cranial fossa ketika tumor ini mengalami ekstensi ke
arah medial sepanjang skull base atau melalui jalur infralabyrinthine air cell.
Pasien dengan tumor yang telah mengalami ekspansi dan menekan
cerebellum dan brainstem pada fossa posterior dapat muncul dengan ataksia
dan ketidakseimbangan. 4

Pemeriksaan menggunakan otoskopik pada paraganglioma telinga


tengah sering menunjukkan adanya masa berpulsatil berwarna merah
kebiruan pada bagian medial atau inferior membrane timpani. Tekanan
positif selama otoskopik pneumatik dapat menyebabkan masa menjadi
tertekan sehingga berwarna putih, fenomena ini dikteahui dengan nama
Brown sign. Pulsatil alamiah dari tumor ini dapat dikurangi dengan
melakukan kompresi pada arteri karotid ipsilateralnya. Tinitus secara
7

objektif dapat diketahui dengan jelas jika saat dilakukan auskultasi di atas
area mastoid atau infra-auricular terdengar suara bruit. Ketika tumor meluas
ke bagian membrane timpani, pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan
adanya polip aural yang berdarah. Tumor yang mengenai jugular foramen
dapat diidentifikasi ketika adanya palsi pada saraf kranial bawah. Sindrom
jugular foramen yang juga dinamakan sindrom Vernet, timbul ketika
pertumbuhan tumor mempengaruhi aktivitas saraf kranial IX,X, dan XI
yang selanjutnya mengakibatkan paresis atau paralisis dari otot yang
diinervasi oleh saraf-saraf tersebut. Sindrom Villaret merupakan kombinasi
antara sindrom jugular foramen dengan sindrom Horner pada pasien dengan
penyakit yang lebih serius. Pasien degan paraganglioma yang mengerosi
carotid canal dan mengkompresi pleksus simpatis dinamakan sindrom
Horner (miosis, ptosis, anhidrosis, dan enopthalamus). Jika terjadi
kelemahan atau paralis pada saraf fasial, hal tersebut menunjukkan adanya
keterlibatan pada bagian telinga tengah dan mastoid. Test garpu tala atau
pemeriksaan audiometri pada pasien tersebut akan menunjukkan adanya tuli
konduktif atau pada beberapa kasus akan menunjukkan tuli sensorineural.
Ataksia dan palsi pada sebagian saraf kranial merupakan tanda yang sedikit
meragukan sebagai indikasi adanya keterlibatan cranial fossa posterior dan
sinus cavernosus. 4

Gambar 2. Paraganglioma: Bagian histologis yang menunjukkan tumor sel


terorganisir berbentuk sarang, disebut zellballen, dipisahkan oleh fibro-
vaskular stroma.1
8

Walaupun chief cell dan paraganglioma memiliki granul


neurosekretori yang didalamnya menyimpan katekolamin, hanya 1% sampai
3% dari tumor jenis ini yang secara aktif mensekresi norepinefrin.
Katekolamin lebih cenderung disekresikan oleh tumor glomus jugular
dibandingkan oleh tumor glomus tympanicum. Terdapat perbedaaan
pendapat mengenai kebutuhan dilakukannya pemeriksaan paraganglioma
tulang temporal yang secara fungsional aktif. Namun pada semua pasien
dengan riwayat flushing, diare yang sering, palpitasi,sakit kepala, hipertensi
yang sulit dikontrol, ortostatis atau perspirasi yang berlebihan harus
dilakukan pemeriksaan kadar serum katekolamin dan analis
vanillylmendalic acid dan metanephrine pada urin 24 jam. 4

High-resolution computed tomography (HRCT) dari tulang temporal


menggunakan lempeng tipis dan biasanya merupakan pemeriksaan
penunjang pertama yang dilakukan untuk mengevaluasi pasien yang
memiliki paraganglioma tulang temporal. HRCT dapat mengidentifikasi
asal dari tumor secara akurat ketika septa tulang antara jugular fossa dan
hipotimpanum masih utuh. Dengan menggunakan HRCT, tumor glomus
jugulare yang menyebabkan erosi pada jugular fossa dan melibatkan saraf
kranial bawah dapat dibedakan dengan tumor glomus timpanicum yang
berada di telinga tengah. Tanpa adanya septa tulang, mengidentifikasi asal
dari paraganglioma tulang temporal merupakan hal yang sulit. Erosi pada
caroticojugular spine yang memisahkan jugular bulb dengan arteri karotid
bisasanya menunjukkan adanya tumor glomus jugular (Gambar 147.3). Jika
spine mengalami erosi dan carotid canal terekspos, keterlibatan arteri
karotid lebih cenderung ada. HRCT juga membantu dalam mengidentifikasi
adanya lesi lain yang dapat disingkirkan untuk mendapatkan diagnosis,
seperti pecahnya jugular bulb atau pertumbuhan abnormal dari arteri
karotid. Oklusi pada fallopian canal mengidentifikasikan adanya
penempelan tumor pada saraf fasial atau adanya invasi tumor ke bagian
9

saraf. Multidetector CT angiography dapat mendiagnosis tumor glomus


lebih akurat dan dapat memberikan informasi mengenai keterlibatan
pembuluh darah, drainase vena dan jugular oleh tumor tersebut. Perluasan
tumor ke bagian intracranial juga dapat diidentifikasi, namun magnetic
resonance imaging (MRI) lebih baik dibandingkan HRCT untuk
mengevaluasi hubungan antara paraganglioma dengan struktur jaringan
yang terlibat. MRI mengidentifikasi perluasan ke bagian intracranial, namun
juga membantu dalam membedakan perluasan ke arah intracranial atau
epidural. Karakteristik diagnosis pada paraganglioma menggunakan MRI
salah satunya adalah adanya aliran vascular didalam tumor yang juga
dinamakan pola garam dan lada. Lada menggambarkan adanya suplai darah
yang besar dari arteri, dan garam menunjukkan adanya pendarahan subakut
didalam tumor. Magnetic resonance angiography dan magnetic resonance
venography dapat menunjukkan adanya keterlibatan intraluminal dari arteri
karotid atau adanya oklusi pada vena jugular dan sinus sigmoid.
Bagaimanapun, pemeriksaan ini tidak dapat digunakan pada tumor yang
lebih besar sehingga angiography yang biasa lebih dibutuhkan. MRI pada
leher cukup memberikan hal spesifik mengenai adanya penyakit yang
multisentrik seperti tumor badan karotid atau tumor glomus vagale, namun
pemeriksaan radiologi lain yang biasanya digunakan untuk memeriksa
jaringan neuroendokrin lebih dibutuhkan untuk mendeteksi tumor dan
rekurensinya. Sintigrapl I-MIBG (metaiodobenxylguanidine) dan tomograpi
F-DOPA dapat digunakan untuk mendeteksi tumor yang aktif, namun
skintigrapl terhadap reseptor somatostatin lebih diandalkan untuk kasus
paraganglioma pada kepala dan leher.2
10

Gambar 3. Glomus jugulare. CT aksial menunjukkan erosi klasik dari fosa


jugularis kiri dan tulang belakang caroticojugular (Panah hitam). Tumor
berbatasan dengan aspek posterior vertikal Arteri karotid petrosa (panah
putih).1

Prinsip modalitas terapi pada kasus ini adalah dengan melakukan


eksisi tumor seluruhnya. Tumor yang mesekresikan hormon harus diterapi
dengan blokade α dan β. Jika terapi pembedahan dibutuhkan, isolasi tumor
kecil dari promontory dapat dilakukan dengan mudah via transcanal atau
dengan melakukan hipotimpanotomi. Lesi pada telinga tengah dan mastoid
dapat diekspos dengan cara membuka facial recess melalui mastoid.
Paraganglioma yang besar dapat dievaluasi dengan menggunakan four-
vessel angiography sebelum dilakukan pembedahan. Angiography yang
dikombinasikan dengan embolisasi menggunakan polyvinyl alcohol atau
intravascular coil selama 1 sampai 2 hari sebelum pembedahan dapat
dilakukan untuk mengurangi pendarahan selama operasi, memperpendek
durasi operasi dan mengurangi morbiditas yang akan terjadi.
Devaskularisasi pada seluruh tumor sangat sulit, hal ini membutuhkan
embolisasi pada setiap pedikel pembuluh darah, dan terbukti sangat tidak
mungkin dilakukan pada tumor yang meluas ke bagian intrakranial.
Manipulasi pada arteri karotid interna yang telah diinvasi oleh tumor tidak
11

begitu dibutuhkan, dan juga oklusi menggunakan balon sangat jarang


dilakukan pada pasien dengan jenis tumor ini. Sebagai gantinya, tumor
residual mural dan tumor yang membungkus arteri karotid interna setelah
dilakukan reseksi subtotal, diobservasi dan diterapi dengan stereotactic
radiation surgery (SRS). Tumor glomus jugulare dapat dilakuakan
pembedahan via pembukaan transmatoid-transcervical dari jugular bulb dan
jugular foramen. Tumor yang lebih besar membutuhkan perbaikan kembali
dari jalur saraf fasial atau diseksi pada infratemporal fossa dengan teknik
pendekatan ini. Pada beberapa kasus, diseksi tulang temporal yang lebih
luas dibutuhkan untuk mengangkat tumor yang telah meluas ke bagian
apeks. Cara ini merupakan teknik pengangkatan yang diperlukan pada
sebagian atau seluruh labirin. Perluasan ke bagian intrakranial
membutuhkan kombinasi antara prosedur neurosurgical dengan
neurotologic. Palsi pada saraf kranial setelah dilakukan pembedahan jarang
terjadi,dan pada beberapa pasien membutuhkan follow-up untuk membantu
dalam membentuk ekspresi wajah, fungsi menelan dan fonasi. Terapi
pembedahan alternative untuk penyakit yang primer, berulang ataupun
persisten diantaranya terapi sinar radiasi eksternal, intensity-modulated
radiation therapy (IMRT) dan SRS. Radiasi memiliki efek yang sedikit pada
sel tumor primer dan chief cell, namun radiasi ini menyebabkan endarteritis
pada pembuluh darah tumor yang akan menghentikan pertumbuhan tumor.
Suatu penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa SRS lebih berguna
dalam mengkontrol pertumbuhan tumor dibandingkan pembedahan, dengan
resiko yang sedikit pada saraf kranial. Namun untuk tumor yang lebih besar,
dibutuhkan pembedahan debulking sebelum dilakukan radiosurgery.1

2. 1. 2 Epidermoid (Kolesteatoma)

Epidermoid merupakan suatu masa jaringan lunak yang dibentuk


oleh akumulasi debris keratin didalam kantung sel skuamosa epitel.
12

Epidermoid diklasifikasikan sebagai tumor karena epidermoid pertumbuhan


selnya tidak begitu padat sehingga tidak bersifat neoplastik. Epidermoid
dapat dibentuk oleh adanya penekanan pada sel skuamosa epitel selama
embryogenesis, metaplasia mukosa, atau yang paling sering disebabkan oleh
migrasi dan deposisi sel skuamosa epitel yang anomali. Nomenklatur yang
digunakan untuk mendeksripsikan masa ini ditentukan berdasarkan asal sel
dan patogenesisnya. Sebagai contoh, masa yang muncul dari sel epitel
kongenital yang berada di petrous apeks, kanal auditori interna, atau sudut
cerebellopontine secara umum disebut epidermoid. Kolesteatoma
merupakan sebutan dari epidermoid yang terbentuk dari migrasi dari sel
epitel membrane timpani ke dalam telinga tengah atau terbentuk dari
implantasi yang bersifat traumatik ke dalam kulit kanal auditori eksterna.
Kolesteatoma kongenital biasanya lebih menunjukkan adanya kantung epitel
di dalam telingan tengah yang berasal dari penekanan sel epitel kongenital
selama perkembangannya. Tanpa melihat perbedaan asal sel dan lokasinya,
semua jenis tumor ini memiliki gambaran histologi dan kemampuan
pertumbuhan yang sama.1

Semua epidermoid dan kolesteatoma menunjukkan gambaran


morfologi yang sama. Lesi yang rapuh lebih cenderung halus dan bersifat
kistik dengan gambaran bulat atau oval atau bentuknya nodular dan
irregular. Lapisan pembungkus kantungnya warnanya putih dan
konsistensinya kenyal. Secara histologi, kista dilapisi oleh sel epitel
skuamosa jinak dengan keratin yang terdiri dari tiga komponen: kantung
atau matriks epitel, perimatriks, dan isi dari kistanya. Tipe lapisan sel epitel
skuamosa dapat diidentifikasi didalam matriks epitel. Isi dari kista penuh
dengan keratin berlapis yang berdiferensiasi. Lesi yang didapat ataupun
kongenital juga dapat dibedakan secara histologi dengan melihat matriks
tebal dan proliferasi yang padat dari sel inflamasi di dalam kantung dan di
bagian perifer dari lesi. 5
13

Diagnosis dari kolesteatoma biasanya didapatkan dari pemeriksaan


otologi, sedangkan epidermoid biasanya didiagnosis berdasarkan hasil
pemeriksaan radiologis. Epidermoid kongenital biasanya diidentifikasi
sebagai masa asimptomatik pada kuadran anterosuperior dari telinga tengah.
Pasien dengan penyakit kolesteatoma yang didapat, memiliki debris keratin,
polip yang bergranulasi, dan adanya material purulent yang muncul dari
mulut atau ketika membuka kantungnya. Penemuan klinis pada pasien
dengan epidermoid yaitu adanya kelemahan atau paralisis wajah dan tuli
sensorineural ketika lesi melibatkan kanal auditori internal/ sudut
cerebellopontine. Hipestesia fasial dan palsi saraf abducens dapat terjadi
ketika epidermoid menginvasi bagian anterior dari apeks petrous. HRCT
pada tulang temporal pada pasien dengan penyakit epidermoid menunjukkan
adanya masa homogen yang jelas yang terdiri dari area yang mengalami
kalsifikasi atau adanya struktur tulang disekitarnya yang mengalami erosi.
MRI merupakan alat diagnosis dari epidermoid, dimana menunjukkan
gambaran masa non-enhancing dengan batas yang jelas dengan intensitas
sinyal yang rendah pada gambar T1-weighted dan intensitas sinyal yang
tinggi pada gambar T2-weighted, serta hipersensitivitas pada gambar difusi
selanjutnya. 5

Terapi yang optimal untuk epidermoid pada skull base diantaranya


adalah dengan reseksi total dengan pembedahan mikro. Teknik ini sering
juga dibutuhkan pada tindakan kraniotomi fossa posterior dan tengah,
namun pendekatan ke bagian transtemporal juga diindikasikan terutama
pada pasien dengan pendengaran yang tidak dapat diperbaiki lagi pada
bagian telinga ipsilateral. Karena kapsul dari masa tumor ini dapat
menempel secara kuat pada brainstem dan struktur vaskular intrakranial ,
pengangkatan secara utuh dari epidermoid di skull base merupakan hal yang
sulit bahkan tidak mungkin. Eksisi secara komplit hanya dapat dilakukan
pada setengah dari jumlah pasien yang mengalami epidermoid, dan adanya
deficit pada saraf kranial setelah dilakukan pembedahan ditemukan pada
14

sebagian besar pasien. Rekurensi diperkirakan terjadi kurang lebih pada


30% pasien dengan pengangkatan tumor secara subtotal. Transformasi
menjadi bersifat malignan jarang ditemukan, hanya sekitar 26 kasus yang
telah dilaporkan. 5

2.1.3 Hemangioma dan Hemangioperisitoma

Hemangioma merupakan proliferasi vaskular yang benign yang


terjadi di pembuluh darah, arteriol, dan venule. Hemagioma diklasifikasikan
berdasarkan asal dari tipe pembuluh darahnya: hemangioma kapiler,
hemangioma kavernosus, dan hemangioma venosa. Masih tidak jelas
apakah hemangioma merupakan neoplasma yang sebenarnya atau hanyan
pertumbuhan hiperplastik dari jaringan normal yang terjadi pada struktur
anatomi yang sesuai. Hemangioma dilaporkan terjadi di berbagai lokasi
termasuk di telinga luar dan bagian lateral dari skull base, yaitu kanal
auditori eksterna dan membrane timpani,telinga tengah, kanal auditori
eksterna dan membrane timpani, telinga tengah, kanal auditori interna dan
segmen geniculate dari saraf fasial. Tumor hemangioma meruapakan masa
nodular yang kenyal berwarna merah atau ungu. Pada pemeriksaan
mikroskopis, menunjukkan adanya jaringan vaskular dengan dinding yang
tipis yang mengandung darah, untuk ukurannya kecil sampai sedang.
Jaringan ini tidak dilapisi oleh lapisan elastic maupun muskular. Manifestasi
klinis yang muncul tergantung dari lokasi tumornya. Hemangioma pada
kanal auditori eksterna dan membrane timpani dilaporkan memiliki
manifestasi klinis berupa tuli konduktif dan rasa penuh pada telinga. Pasien
dengan tumor di telinga tengah biasanya asimptomatik, namun kelompok
pasien ini dapat juga memiliki tuli konduktif, rasa penuh pada telinga dan
tinitus berdenyut. Pemeriksaan otologi menunjukkan adanya masa vaskular
di intratimpanik yang sulit dibedakan dengan paraganglioma, tumor
adenomatous, atau suatu struktur anatomi abnormal. Sebelum dilakukannya
15

tindakan pembedahan, hemangioma pada kanal auditori interna sangat sulit


untuk dibedakan dengan vestibular schwannomas ketika pasien muncul
dengan tuli sensorineural unilateral. Walaupun begitu, adanya disfungsi
pada saraf fasial merupakan karakteristik menonjol pada hemangioma,
walaupun ukuran tumor kecil. Pemeriksaan CT akan membantu untuk
membedakan lesi intrakanalikular ketika hemangioma menunjukkan adanya
penumpukan kalsium yang merupakan karakteristik dari osseous
hemangioma. Pada MRI, hemangioma jenis ini lebih hiperintens secara
heterogen.1

Berasarkan ukuran, lokasi dan struktur anatomis yang terlibat,


hemangioma pada telinga dan tulang temporal diobservasi dan diterapi
dengan melakukan pembedahan eksisi secara menyeluruh. Reseksi lesi dari
kanal esternal dan telinga tengah biasanya dapat dilakukan dengan mudah,
namun cara ini tidak dibutuhkan pada pasien pediatrik yang asimptomatik
karena lesi ini cukup sulit. Ketika hemangioma berhubungan dengan saraf
fasial, manajemen yang tepat untuk kasus ini masih kontroversial. Jika
terdapat paralisis saraf fasial, tindakan reseksi tumor dengan melakukan
grafting saraf mungkin dapat dilakukan. Jika fungsi saraf fasial masih
normal dan hanya tertekan sedikit, dapat dilakukan eksisi awal ketika tumor
dapat dilepas dari saraf . Hal ini akan mempertahankan fungsi saraf.
Observasi terhadap saraf fasial dilakukan selama tindakan pembedahan
reseksi untuk menjaga integritas saraf. Ketika saraf masih utuh, pasien akan
memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang
membutuhkan tindakan pemotongan atau grafting saraf. Pada pasien yang
dilakukan reseksi subtotal untuk mempertahankan saraf, pertumbuhan
kembali dari saraf tersebut tidak terdeteksi sampai 13 tahun setelah operasi.
Jika terdeteksi adanya cochlear fistula pada kondisi pendengaran yang dapat
diperbaiki, pembedahan harus ditunda untuk mempertahankan pendengaran
yang ada selama mungkin. Walaupun begitu,terdapat beberapa kasus yang
melaporkan bahwa integritas dari saraf fasial tidak dapat dipertahankan
16

ketika melakukan pengangkatan hemangioma. Selain itu, karena sebagian


besar geniculate hemangioma tumbuh dengan lambat, observasi merupakan
manajemen yang paling sesuai dilakukan sampai terjadinya disfungsi atau
paralisis saraf fasial yang berat.6

Hemangioperisitoma merupakan tumor vaskular yang jarang terjadi,


berasal dari pericytes yang melapisi permukaan luar dari lapisan basal
lamina pembuluh darah. tumor ini terjadi dimanapun terdapat pembuluh
arah. Kurang dari 20% hemangioperisitoma terjadi pada kepala dan leher,
dan kurang dari 10% kasus menjadikan tulang temporal sebagai lokasi asal
terjadinya tumor. Telinga tengah, jugular fossa dan tulang petrous
merupakan lokasi asal dari tumor yang terjadi di tulang temporal. Gejala
yang timbul berupa kehilangan pendengaran, otorhea, dan deficit pada saraf
kranial. Hemangioperisitoma dapat terjadi pada segala usia dengan 10% nya
terjadi pada anak-anak, namun tumor ini lebih sering terjadi pada pasien
dengan usia 50 sampai 70 tahun, dengan perbandingan laki-laki dan wanita
yang sama. Tumor bersifat lembut dan elastis dan warnanya abu-abu pucat
atau putih. Kecepatan metastatis dari tumor primer tulang temporal
diperkirakan mencapai 15% sampai 20%. Pada pemeriksaan mikroskopis,
hemangioperisitoma merupakan tumor dengan pseudoencapsulated dengan
batas yang jelas yang terdiri dari rongga vaskular dengan dinding yang tipis
yang dipisahkan oleh lapisan polyhedral dan sel berbentuk spindle.
Gambaran miskroskopisnya tidak menunjukkan adanya kalsifikasi
intramural. Pada tumor yang memiliki sifat ke arah keganasan, gambaran
mikroskopisnya menunjukkan adanya pleomorphism nuclear, infiltrasi
limpositik, dan berkurangnya rongga vaskular dengan sel nekrotik dan
pendarahan. Eksisi luas dengan atau tanpa embolisasi merupakan pilihan
terapi. Namun terapi sinar radiasi eksternal, stereotatic radiosurgery, atau
kemoterapi dapat digunakan sebagai terapi pada kasus yang lebih serius,
berulang, atau pada tumor yang tidak dapat dioperasi. Follow-up jangka
17

panjang merupakan keharusan yang harus dilakukan karena potensi tumor


yang berulang dan mengalami metastatis. 6

2.1.4 Limfoma, plasmasitoma dan leukemia

Limfoma merupakan neoplasma yang terjadi pada sistem


limporeticular yang juga mengenai tulang temporal baik sebagai lesi
sekunder setelah adanya metastatis atau sebagai lesi primer yang disebabkan
oleh penyakit fokal. Infiltrasi neoplasma di telinga tengah, saraf fasia, saraf
kranial ke-delapan,dan sumsum tulang dari apeks petrous merupakan hal-
hal yang tidak umum ditemui ketika dilakukan pemeriksaan postmortem di
tulang temporal pada pasien dengan limfoma sistemik. Bagaimanapun,
sebagian besar pasien bersifat asimptomatik kecuali pada infiltrasi
limfomatous yang menyebabkan efusi pada telinga tengah atau pendarahan
dan tuli konduktif. Satu sampai dua persen dari limfoma osseous primer
merupakan limfoma malignan, dan hanya 18 kasus limfoma B-cell primer di
tulang temporal yang dilaporkan. Pada laporan kasus ini, gejala yang paling
sering muncul adalah tuli konduktif ,otalgia, rasa penuh pada telinga, dan
otorhea. Pembengkakan lokal dan nyeri, demam, tuli sensorineural,
gangguan keseimbangan, dan palsi pada saraf fasial dan abdusen dari invasi
perineural juga dilaporkan. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya masa di
telinga tengah atau efusi dan paresis pada wajah. Ketika diagnosis limfoma
yang bersifat difus telah disingkirkan, sebagian besar pasien dengan
limfoma primer di tulang temporal memiliki keluaran yang baik setelah
dilakukan kemoterapi dan/atau terapi radiasi. Peran tindakan pembedahan
pada pasien seperti ini adalah untuk mengambil jaringan untuk prosedur
diagnosis.2

Plasmasitoma ektramedular pada tulang temporal merupakan bentuk


neoplasma yang jarang terjadi. Bentuk ini dianggap merupakan bentuk
kloning dari sel plasma yang mengalami maliganansi di stroma submukosal
18

pada telinga tengah. Plasmasitoma ekstramedular merupakan lesi soliter


yang terjadi diluar rongga medulla tulang, dan cenderung untuk tidak
berkembang menjadi penyakit yang meluas atau menjadi mieloma yang
multipel ketika dibandingkan dengan plasmasitoma osseous yang soliter.
Sebagian besar plasmasitoma ekstramedular berkembang di bagian jalur
aerodigestif atas dengan 1% nya muncul di tulang temporal. Pasien laki-laki
dengan usia diatas 50 tahun muncul dengan keluhan rasa penuh pada telinga
atau otalgia, kehilangan pendengaran, dan tinitus. Pada pemeriksaan fisik
menunjukkan adanya penebalan pada membrane timpani dengan masa
intratimpanik atau adanya polip pada telinga. Pemeriksaan mikroskopis
menunjukkan adanya lapisan sel berbentuk bulat yang monoton yang
merupakan tipikal dari sel plasma. Atipia nuklear dan selular bervariasi dan
menunjukkan diferensiasi tumor dan derajatnya. Derajat tumor,
bagaimanapun tidak diperlukan untuk melihat sifat dari tumornya. Ketika
spesimen biopsi dapat membantu dalam diagnosis penyakit plasmasitoma
ekstramedular, pasien juga harus dievaluasi adanya penyebaran penyakit
atau multiplikasi. Yang dievaluasi dalam hal ini diantaranya adalah hitung
darah lengkap, serum kimia, kreatinin, analisis serum dan protein urin untuk
mendeteksi antibodi monoclonal, biopsy sumsum tulang dan survei tulang
secara radiografi. Kemoterapi diindikasikan pada penyakit yang mengalami
perluasan, namun plasmasitoma ekstramedular yang terisolasi di tulang
temporal biasanya sangat baik diterapi dengan sinar radiasi eksternal dan
tindakan pembedahan untuk tumor-tumor besar yang resisten terhadap terapi
radiologi. Rekurensi jarang terjadi karena tumor ini akan mengalami
perluasan menjadi mieloma yang multipel, namun tetap dibutuhkan follow-
up jangka panjang untuk kasus ini. 2

Leukemia dapat melibatkan tulang temporal dengan cara melakukan


infiltrasi ke rongga sumsum tulang dan rongga timpanomastoid atau dengan
cara menyebabkan pendarahan pada teliga dalam atau tengah. Pada pasien
dengan leukemia, rongga sumsum di tulang temporal sering mengalami
19

infiltrasi oleh sel leukemia, namun hal ini jarang menimbulkan manifestasi.
Infiltrasi pada telinga tengah dan sel udara mastoid jarang terjadi namun
dapat menyebabkan efusi yang simptomatik, sehingga seringkali terjadi
misdiagnosis dengan otomastoiditis, dimana pada penyakit ini pasien
mengalami infeksi. Pasien dengan leukemia mielogenous akut ataupun
primer dapat berkembang besar menjadi infiltrat yang berkonsolidasi yang
akan membentuk tumor padat yang dinamakan sarkoma granulositik atau
kloroma. Pasien dengan penyakit tersebut akan mengeluhkan adanya
kehilangan pendengaran, palsi pada wajah, dan pembengkakan pada
postaurikular dan kanal auditori sehingga kesalahan dalam kasus seperti ini
adalah diterapi seperti penyakit infeksi. Tumor ini terdiri dari granulosit
yang imatur dan mengandung mieloperoksidase yang membuat lesi menjadi
berwarna biru, sehingga dinamakan kloroma. Sebgaian besar kloroma
terjadi pada anak-anak dengan leukemia. Infiltrat leukemia yang melibatkan
koklea akan menyebabkan tuli sensorineural, namun adanya jejas pada
telinga dalam lebih cenderung disebabkan oleh pendarahan lokal. Diagnosis
penyakit ini paling baik ditegakkan dengan biopsy, walaupun cara tidak
banyak dilakukan, dan MRI merupakan modalitas pilihan yang dilakukan.
Terapi untuk leukemia sistemik yang menginfiltrasi tulang temporal
membutuhkan kemoterapi dengan dosis yang tinggi dan manajemen dengan
terapi radiasi dapat dipertimbangkan oleh ahli hematologi/onkologi.
Prognosis penyakit ini tidak baik, terutama pada saat diagnosis terlambat
ditegakkan.3

2.2 NEOPLASMA PADA PINA DAN KANAL AUDITORI


EKSTERNAL

2.2.1 Karsinoma kutaneus

Karsinoma sel basal pada malignansi kutaneus terjadi pada sekitar


seperlima kasus dari seluruh kejadian neoplasma yang terjadi di telinga dan
20

tulang temporal. lesi yang umum ini biasanya ditemukan pada pasien
dewasa dan biasanya didiagnosis pertama kali saat masuk usia dekade
keenam. Sebagian besar karsinoma sel basal terjadi pada pina atau didalam
area periaurikular, dimana kasus ini lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan karsinoma sel skuamosa. Hanya sekitar 15% kasus karsinoma sel
basal terjadi di kanal auditori eksterna dimana untuk karsinoma sel
skuamosa lebih sering terjadi di lokasi ini. Adanya eksposur actinic
merupakan faktor primer yang bertanggungjawab dalam menginisiasi
transformasi neoplastik yang terjadi. Hal ini terjadi karena bagian
periaurikular dan auricular heliks lebih banyak tereksposur sinar matahari.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita dengan
perbandingan 2:1. Lesi nodululseratif yang muncul pada pinna sama dengan
karsinoma sel basal yang ditemukan pada tubuh bagian lain. Lesi ini
dikarakteristikan dengan adanya pertumbuhan infiltratif lokal dari nodul
dengan batas melingkar dan ulkus sentral yang memiliki krusta. Jenis
neoplasma ini muncul dengan batas yang jelas, namun dapat terjadi ekstensi
subkutan dengan batas yang tidak jelas. Metastatis jauh atau regional sangat
jarang terjadi, namun metastatis lebih banyak terjadi ketika lesi melibatkan
telinga. Pemeriksaan histologis menunjukkan adanya sel basaloid yang
tersusun palisade pada batas tumor dengan nekrosis sentral dan adanya
ulserasi. Sebagian besar tumor bersifat selular, sehingga lebih mudah untuk
didiagnosis dan ditentukannya batas dari tumor (Gambar 147.4).
bagaimanapun, 25% dari karsinoma sel basal yang melibatkan kulit ari
telinga luar merupakan subtipe yang morpheaform atau bersifat sklerosing.
Karsinoma sel basal dibedakan dari lesi nodululseratif yang lebih umum
terjadi dengan adanya untaian linier dari sel basaloid yang menginfiltrasi
lapisan subkutan dari kulit dan juga dengan adanya matriks fibrosa. Untaian
linier tersebut berdifusi di dalam matriks fibrosa, sehingga batas dari tipe
1
morpheaform karsinoma sel basal sulit untuk ditentukan.
21

Gambar 4. Basal cell carcinoma: bagian histologis menunjukkan sel tumor


basofilik menginvasi tulang rawan aurikular hialin. Sel Basalold Palisading
menunjukkan clefting artifact disekitar (panah). 1

Karsinoma sel basal pada telinga merupakan neoplasma dengan


pertumbuhan yang lambat, dan diagnosis dapat ditegakkan dengan
melakukan inspeksi dan biopsi. Jika tidak iobati, malignansi derajat rendah
secara progresif akan membesar dan melakukan infiltrasi secara perifer ke
dalam jaringan periaurikular atau secara medial ke dalam kanal auditori
eksternal, telinga tengah dan mastoid. 1

Karsinoma sel skuamosa yang melibatkan telinga dan skull base


bagian lateral lebih sering terjadi sebagai neoplasma subkutan yang berasal
dari kulit di pina atau kulit di kanal auditori eksterna. Karsinoma sel
skuamosa merupakan tumor yang agresif yang prognosisnya tergantung dari
kedalaman invasinya, destruksi pada kartilago, dan adanya invasi
limpovaskular. Sebagian kecil dari jenis malignansi ini berasal dari telinga
tengah, yaitu kemungkinan berasal dari mukosa telinga tengah yang bersifat
metaplastik. Usia rata-rata ketika didiagnosis karsinoma sel skuamoa pada
pina adalah pada akhir usia 60 tahun. Sedangkan lesi primer pada kanal
auditori eksternal muncul pada usia 10 sampai 15 tahun lebih muda. Tumor
yang berasal dari telinga tengah terjadi pada dewasa, yakni pada kelompok
usia pertengahan dengan rata-rata usia 60 tahun. Pasien dengan karsinoma
22

sel skuamosa pada telinga dan tulang temporal berjumlah sekitar 24% dari
pasien dengan karsinoma sel skuamosa pada kepala dan leher. Sebagian
besar jenis tumor ini berasal dari pinna. Seperti karsinoma sel basal, lebih
dari setengah kasus karsinoma sel skumosa terjadi di heliks, dimana pada
lokasi ini lebih banyak menerima paparan actinic. Paparan sinar matahari
dan jejas karena dingin merupakan predisposisi bagi pasien untuk
mengalami malignansi. Namun faktor lain seperti paparan radiasi dan
infeksi kronis diketahui memiliki peran sebagai etiologi pada kasus ini.
Untuk karsinoma sel skuamosa yang berasal dari telinga tengah, otitis media
kronis dan human papillomavirus dianggap sebagai elemen penting pada
pathogenesis keganasan. 1

Pembedahan reseksi menyeluruh harus dilakukan kapanpun bila


memungkinkan. Reseksi menyeluruh pada lesi di pina lebih mudah
dilakukan dengan teknik pembedahan Mohs mikrograpi. Karsinoma yang
melakukan invasi ke dalam bagian kartilago dari kanal auditori eksterna
dapat dilakukan dengan mereseksi tipis dan penambahan grafting pada
defek. Tumor yang melakukan invasi ke bagian tulang dari kanal auditori
eksternal membutuhkan eksisi blokade dengan reseksi tulang temporal
bagian lateral. Ketika tumor meluas melalui membrane timpani ke dalam
telinga tengah, lalu meluas lagi ke sel udara mastoid, atau menginvasi
kapsul otic, tindakan reseksi subtotal tulang temporal diindikasikan.
Parotidektomi dan diseksi pada leher juga dapat dilakukan, dan terapi
radiasi juga direkomendasikan untuk pasien dengan karsinoma yang lebih
lanjut untuk meningkatkan keberlangsungan hidup.7

2.2.2 Melanoma

Melanoma malignan pada telinga luar merupakan neoplasma


kutaneus yang berasal dari melanosit di dalam sel epidermis atau dermis
pada pina. Melanoma hanya terjadi pada sekitar 3% dari neoplasma
23

kutaneus yang malignan, saat ini sekitar 75% kematian dari malignasi
kutaneus disebabkan oleh melanoma. Telinga luar merupakan sumber lokasi
pada sekitar 10% dari seluruh melanoma primer pada kepala dan leher dan
sekitar 1% dari seluruh melanoma. Heliks dan antiheliks dilaporkan sebagai
lokasi yang paling menjadi sumber dari penyakit ini. Melanoma primer pada
kanal auditori eksternal sangat jarang terjai dan melanoma pada telinga
tengah cenderung bersifat metastatik ataupun merupakan akbiat dari
perlusan regional penyakit. Usia rata-rata saat didiagnosis memiliki
melanoma pada pinna adalah 50 tahun, namun penyakit dapat terjadi pada
semua umur kecuali pada anak-anak kecil. Laki-laki lebih cenderung untuk
mengalami melanoma dengan perbandingan tiga kali lebih besar
dibandingkan wanita, dan individu dengan rambut pirang atau merah, mata
biru, dan kulit wajah yang memiliki bercak-bercak hitam merupakan
predisposisi untuk penyakit ini. 3

Faktor genetic juga merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya


melanoma. Keturunan garis pertama pada pasien dengan riwayat keluarga
melanoma memiliki resiko dua kali lebih besar untuk mengalami keganasan
tipe ini, dan juga penyakit keturunan lainnya seperti sindrom familial
dysplastic nevus juga meningkatkan resiko terjadinya melanoma. 3

Melanoma pada telinga dibagi menjadi lima subtipe berdasarkan


penampakkannya dan potensi terjainya invasi ke lapisan dermal. Superficial
spreading melanoma merupakan tipe yang paling banyak terjadi. Tipe ini
dimulai dengan adanya makula berpigmen gelap yang pertumbuhan
pertamanya bersifat radial di lapisan epidermis dan dermal-epidermal
junction, yang selanjutnya menjadi nodular serta membentuk ulkus dengan
adanya transisi ke dalam fase pertumbuhan vertikalnya. Pertumbuhan
melanosit yang bulat dan berpigmen yang menginvasi epidermis selama fase
pertumbuhan vertikalnya. Lamanya fase pertumbuhan radial bersifat sedang
dan perkiraan dari waktu akhir pertumbuhan ini adalah dari satu sampai 6
24

tahun. Sebagian besar lesi jenis ini memiliki respon terhadap reaksi
inflamasi. 3

Nodular melanoma merupakan keganasan melanoma yang paling


agresif dari 3 tipe melanoma. Tipe ini berupa nodul yang berpigmentasi
gelap yang menginvasi dermis dan sebagian kecil subkutis, dan juga dapat
terjadi perluasan yang radial. Pada pemeriksaan histologi, melanosit atipikal
akan menunjukkan bentuk seperti untaian maupun bentuk epiteloid, dan
respon terhadap inflamasi yang terjadi disekitarnya juga minimal (Gambar
147.5). Pada pemeriksaan imunohistokemikal, melanoma malignan
menunjukka reaktivitas terhadap vimenti, S-100 protein, HMB-45, dan
Melan-A. 3

Lentigo maligna, tipe ketiga dari melanoma, merupakan lesi macular


dengan pigementasi yang bervariasi yang cenderung memiliki fase
pertumbuhan radial yang lebih panjang sebelum terjadinya invasi pada
dermal. Lentigo terdiri dari untaian sel berpigmen yang biasanya terbatas
pada epidermis, dan juga terdapar respon inflamasi disekitarnya.1

Desmoplastic melanomas berhubungan dengan adanya lesi


melanositik sebelumnya. Tumor jenis ini memiliki angka rekurensi yang
tinggi dan sering melibatkan perineural, namun tumor ini jarang untuk
melakukan metastatis. Mucosal melanomas berhubungan dengan Eustachian
tue, atau lebih jarang lagi berasal dari mukosa telinga tengah primer.
Mucoal melanomas memiliki prognosis yang buruk karena gejala yang
timbul hanya muncul pada stadium akhir dan kesulitan untuk menentukan
batas jika dilakukan pembedahan. 1
25

Gambar 5. Melanoma : tampilan histologis menunjukkan pigmentasi yang


nyata dari sel melanoma ganas, bahkan pada pewarnaan standar H&E.
Karakteristik yang jelas dari nukleolus dengan figur mitotik multipel. 1

Diagnosis dari melanoma dapat diduga terjadi ketika lesi berpigmen


tersebut mengalami perubahan warna dan tekstur, berubah ukuran dengan
cepat, dan membentuk ulkus. Biopsi eksisional merupakan tindakan yang
disarankan untuk semua lesi yang diduga berpigmentasi karena melanoma
pada stadium awal dapat disembuhkan. Ketebalan tumor merupakan aspek
yang penting untuk menentukan prognosis. Namun konfigurasi nodular,
ulserasi, dan metastatis dekat maupun jauh merupakan indikasi-indikasi
adanya prognosis penyakit yang buruk. Ketika dermis telah diinvasi,
kemungkinan untuk terjadinya metastatis regional mapun jauh meningkat.
Sayangnya, sepertiga dari pasien memiliki keterlibatan cervical node.
Lokasi pasti dari tumor tidak terlalu berhubungan dengan pola metastaik.
Namun melanoma di telinga telah dilaporkan pernah mengalami metastatis
ke bagian preaurikular, postaurikular, anteriordan posterior cervical chains,
dan ke dalam parotid nodes. Diseksi elektif pada lymph node pada 80% nya
menunjukkan tindakan yang tidak berguna. Walaupun begitu, menunggu
dilakukannya terapi diseksi lymph node ketika metastatis ada, bukan
merupakan indikasi yang dapat diterima untuk menunda pembedahan.
Sebagai solusinya, pemetaan sentinel node yang digunakan saat
preoperative lymphoscintigraphy dan injeksi perwarna ke intradermal saat
26

intraoperative, serta penggunaan isotope radioaktif telah menjadi metode


yang dilakukan untuk mengidentifikasi drainase lymph node. Masalah yang
muncul pada penggunaan Sentinel lymph node biopsy (SLNB) di kepala
dan leher diantaranya adalah terlalu dekatnya sentinel node ke titik injeksi,
node (intraparotid lymph node) yang sulit untuk diakses, dan potensi
sentinel node yang berada I lebih dari satu regio. Suatu penelitian
melakukan sentinel lymph nodes dari melanoma primer di heliks auricular
yang berlokasi di level I sampai V dari leher dan kelenjar parotid, dengan
rata-rata tiga node untuk masing-masing pasien. Hampir sekitar 90% pasien
memiliki setidaknya satu node pada level IIA. 1

Pilihan terapi untuk melanoma malignan adalah melakukan


pembedahan eksisi menyeluruh dengan batas minimal 1 cm untuk lesi
dengan ukuran kedalamannya kurang dari 2 mm dan 2 cm atau lebih untuk
lesi yang lebih dalam karena adanya kluster berbentuk satelit dapat muncul.
Tujuan dari terapi adalah untuk menentukan batas negatif dari patologi yang
permanen. Ketika adanya ulserasi, invasi kartilago, atau terjadinya
rekurensi, reseksi dengan ketebalan penuh sangat direkomendasikan.
Reseksi tipis pada kanal eksternal dapat diindikasikan, yang selanjutnya
dapat diikuti dengan reseksi tulang temporal pada penyakit yang lebih lanjut
dan serius. Rekonstruksi tidak boleh dilakukan sampai batas dari tumor
jelas. Lymphoscintigraphy dengan sentinel node biopsy sangat
direkomendasikan pada individu yang dapat dilakukan pembedahan dengam
kedalaman Breslow ≥0.76mm dan cara ini telah ditentukan sebagai standar
pengobatan kasus seperti ini. Pada waktu lampau,informasi mengenai
karaketeristik histologi dan perwarnaan imunohistokemikal dari lesi telah
digunakan untuk membantu dalam menentukan diseksi leher untuk pasien
dengan “negative neck” secara klinis. Bagaimanapun, strategi tersebut
sebagai terapi pembedahan masih gagal untuk meningkatkan
keberlangsungan hidup atau hanya memberikan efek 5 tahun bebas dari
penyakit. Limpadenektomi setelah hasil SLNB positif meningkatkan angka
27

keberlangsungan hidup selama 5 tahun dibandingkan dengan


limpadenektomi yang dilakukan setelah adanya gejala klinis sebagai
diagnosis penyakit. Selain manfaat SLNB dalam menentukan pilihan
tindakan limpadenektomi, SLNB memberikan informasi prognostic, dan
dapat menentukan apakah terapi yang lebih lanjut dibutuhkan atau tidak.
Walaupun efikasinya masih kontroversial, interferon-alpha-2b dapat
meningkatkan keberlangsungan hidup tanpa penyakit dan juga memberikan
manfaat pada suatu subgrup pasien dengan resiko tinggi melanoma. Terapi
lanjutan lain diantaranya terapi imunomodulasi, vaksinasi, dan terapi radiasi
dengan dosis fragsinasu tinggi, dan kemoterapi tidak menunjukkan
manfaatnya dalam meningkatkan angka keberlangsungan hiup, namun saat
ini masih dilakukan investigasi. 1

2.2.3 Tumor glandular

Tumor glandular pada kanal auditori eksternal merupakan


neoplasma yang jarang terjadi yang diperkirakan berasal dari kelenjar
ceruminous pada kanal. Semua tumor glandular pada kanal auditori
eksternal muncul di bagian membran lateral dari kanal yang merupakan
lokasi dominan kelenjar ceruminous dan sebaceous. Kedua kelenjar
ceruminous dan sebaceous dikategorikan sebagai kelenjar apokrin, yang
artinya kelenjar tersebut dapat mensekresikan zat dengan cara meningkatkan
produk sekresi dari sel itu sendiri. Beberapa tumor glandular pada kanal
auditori eksterna berasal dari kelenjar ekrin. Kelenjar jenis ini
mensekresikan zat dengan cara mensekresikan granula sekretorik. Kelenjar
ceruminous dapat menjadi tumor kelenjar ekrin jika kelenjar ceruminous ini
memiliki fungsi ekrin yang sama. Electron microscopy menunjukkan bahwa
kelenjar ceriminous juga mensekresikan granulasekretorik dan juga
memiliki fungsi ekrin. Oleh sebab itu, kelenjar ceriminous lebih baik
28

diklasifikasikan sebagai kelenjar apokrin dan juga merupakan asal dari


seluruh tumor glandular di kanal auditori eksterna.10

Membedakan minimal empat perbedaan tipe histologis dari tumor


glandular di kanal auditori eksternal sangat mungkin untuk dilakukan.
Ceruminous adenoma sangat jelas berasal dari kelenjar ceruminous. Secara
histologis, tumor ini terdiri dari kelenjar ceruminous yang mengalami
proliferasi dengan batas yang tegas yang bentuknya padat, kista dan
memiliki pola papiler. Kelenjar ini memiliki lapisan sel kuboid atau
kolumnar pada yang asal kelenjarnya apokrin dan lapisan untaian sel pada
bagian luar yang asal kelenjarnya miopetel. Tumor ini lebih banyak terjadi
pada laki-laki, dan usia rata-rata untuk penyakit ini adalah 60 tahun.
Adenokarsinoma Ceruminus, di sisi lain, merupakan neoplasma invasif yang
bisa bermetastasis ke kelenjar getah bening regional. Secara histologis,
tumor ini hampir identik dengan adenoma jinak. Dan mungkin sulit untuk
membedakan bentuk jinak dan ganas pada tampilan secara mikroskopik.
Bagaimanapun, dalam beberapa kasus, pemeriksaan mikroskopik lesi ganas
menunjukkan adanya anaplasia, pleomorfisma nuklear, mitotic figure, dan
invasi perivaskular atau perineural. Fitur pembeda utama adalah metastasis
regional dan invasi ke jaringan sekitarnya. Seperti adenoma,
adenokarsinoma lebih sering terjadi pada laki-laki, namun biasanya
terdiagnosis pada usia lebih dini, dengan rata-rata 48 tahun. Adenoma
pleomorfik dari kanalis auditori eksterna mirip dengan neoplasma kelenjar
saliva, yakni berupa kelenjar eccrine, dan terdiri dari komposisi epitel dan
mesenkim. Tumor jinak ini dapat mempengaruhi pria dan wanita secara
sama rata, dan usia rata-rata saat diagnosis adalah 51 tahun. Adenoid cystic
carcinoma merupakan neoplasma kelenjar yang paling umum pada kanalis
auditori eksterna. Tipe sel yang menjadi sumber tumor ini jika tumbuh di
luar kanalis auditori eksterna maka dapat berbentuk tidak jelas. Secara
histologis, tumor ini mirip dengan tumor kelenjar saliva yang ganas. Tumor
ini tidak memiliki kapsul dan terdiri dari sel hiperkromatik kecil yang
29

tersusun dalam pola cribriformis, tubular, atau padat. Invasi perineural dan
invasi di sepanjang deep tissue merupakan fitur yang khas pada tumor ini.
Metastasis kelenjar getah bening regional dapat terjadi, dan metastase jauh
dapat terjadi pada organ manapun yang tervaskularisasi, tetapi paru-paru lah
yang menjadi tempat paling umum untuk metastasis. Karsinoma kistik
Adenoid lebih sering terjadi pada wanita dan didiagnosis rata-rata pada usia
43 tahun. 10

2.2.4 Osteomata dan Exostoses

Osteomata dan exostoses merupakan pertumbuhan tulang yang jinak


yang melibatkan kanalis auditori eksterna. Beberapa kontroversi hadir
tentang apakah gangguan ini merupakan entitas yang terpisah atau benar-
benar variasi dari proses patologis yang sama. Namun kebanyakan sumber
menunjukkan bahwa osteoma dan eksostosis secara klinis dan histologis
berbeda. Osteomata adalah lesi osseus pedunculated tunggal yang halus dan
bulat dan bersumber dari garis suture pada tympanosquamous dan
tympanomastoid di dalam bagian bony kanalis auditori eksternal. Pasien
pada semua kelompok usia dapat muncul dengan keluhan neoplasma ini,
namun sebagian besarnya adalah orang dewasa setengah baya, dan
perempuan tampak lebih sering terkena dibanding laki-laki. Etiologi
osteomata tidak diketahui. Secara klinis, kebanyakan pasien tidak menyadari
adanya neoplasma ini sampai ditemukan secara tidak sengaja pada
pemeriksaan otologis. Ketika tumor sudah cukup besar, pasien mungkin
akan mengalami gangguan pendengaran konduktif atau serangan berulang
dari otitis eksterna. Secara histologis, osteomata terdiri dari tulang lamelar
diantara tulang cancellous trabeculated yang mengandung sumsum atau
jaringan fibrovaskular. Tulang dilapisi periosteum dan epitel skuamosa
terstratifikasi yang terkeratinisasi. Diagnosis ditegakkan saat dilakukan
pemeriksaan otologis yaitu ketika palpasi menunjukkan adanya
30

pertumbuhan menyerupai putih mutiara atau kemerahan yang nyeri yang


terfiksir pada bony canal. Pembedahan tumor simtomatik memerlukan
pendekatan baik secara transcanal atau postauricular. Osteomata diangkat
dengan drill / bor sambil menjaga kulit tetap intak sebisa mungkin.
Pencangkokan kulit dengan ketebalan terpisah (STSG) digunakan untuk
menutupi tulang timpani yang terbuka apabila diperlukan.1

Exostoses adalah lesi tulang luas yang muncul di sekitar dari aspek
medial tulang kanalis auditori eksterna. Exostoses muncul dalam lesi
multipel dan seringkali bilateral. Sebagian besar pasien didiagnosis
menderita penyakit ini pada saat remaja atau sebagai orang dewasa muda,
dan exostoses jauh lebih umum pada pria. Terjadinya exostoses sangat
berkorelasi dengan paparan air dingin dan karena itu sangat diperkirakan
muncul akibat adanya periostitis yang disebabkan flu. Seperti pasien dengan
Osteomata, sebagian besar bersifat asimtomatik sampai saluran pendengaran
eksternal hampir atau sudah tersumbat seluruhnya, dan diagnosis ditegakkan
ketika dilakukan pemeriksaan otologis. Secara histologis, eksostosis berbeda
dengan osteomata. Exostoses terdiri dari lapisan paralel dari tulang
subperiosteal yang tidak mengandung saluran fibrovaskular yang
bertrabekulasi atau hanya mengandung saluran fibrovaskular yang
bertrabekulasi dengan pertumbuhan yang buruk. Pembedahan untuk
pengangkatan exostoses biasanya lebih sulit dibanding pengangkatan
osteomata. Umumnya, pendekatan postaurikular diperlukan, dan
pemantauan saraf fasial dianjurkan karena bagian distal mastoid dari saraf
facial memiliki risiko kerusakan selama pengeboran bagian posteroinferior
dari Kanal. Skin flap dibuat untuk mengekspos lesi tulang, dan dilepas
dengan bor sambil menjaga keutuhan kulit. Pencangkokan kulit dengan
ketebalan terpisah (STSG) mungkin diperlukan dalam mencegah
pembentukan sikatriks pasca operasi. 1
31

2.3 NEOPLASMA PADA TELINGA TENGAH, MASTOID, DAN


TEMPORAL

2.3.1 Tumor Adenomatosa

Sejak pertama kali dideskripsikan lebih dari seabad yang lalu,


klasifikasi tumor adenomatosa pada telinga tengah dan mastoid telah
menjadi subyek kontroversi. Manifestasi klinis dari tumor yang langka ini
sangat bervariasi, dan beragam usaha telah dilakukan untuk
mengidentifikasi subtipe tumor agar pola perkembangan neoplasma dapat
diprediksi dan pengobatan yang tepat dapat diimplementasikan bergantung
tipe tumor. Sebagian besar perdebatan tentang klasifikasi tumor berfokus
pada apakah anatomi mikroskopik yang bervariasi dapat berkorelasi dengan
asal jaringan tumor (mukosa vs neuroendokrin) dan potensi pertumbuhan
tumor. Telah disarankan, berdasarkan analisis imunohistokimia, bahwa
semua tumor adenomatous dari tulang temporal muncul dari Sel-sel neural
crest pluripotensial yang tidak berdiferensiasi yang bermigrasi ke telinga
tengah (27). Hal ini tidak menjelaskan mengapa beberapa lesi adenomatous
berkembang menjadi tumor ganas, sedangkan yang lainnya tetap jinak. Saat
ini, sebagian besar bukti merekomendasikan klasifikasi tumor menjadi dua
tipe adenomatous primer yang berbeda yaitu adenoma jinak, yang
berkembang dari mukosa telinga tengah, dan Tumor papiler agresif, yang
berkembang dari kantung endolymphatic. Tumor karsinoid dari telingan
tengah, yang sebagian besarnya merupakan derivat dari neuroendokrin,
merupakan entitas klinis yang berbeda atau merupakan varian dari adenoma
jinak.10

Adenoma jinak dari telinga tengah merupakan neoplasma non


agresif yang sering ditemukan di remaja dan dewasa muda, menyerang laki-
laki dan perempuan dengan setara. Seperti yang telah didiskusikan di atas,
adenoma telinga tengah nampaknya muncul dari elemen kelenjar dari
mukosa telinga tengah, namun apa yang menginisiasi histogenesisnya masih
32

belum diketahui. Histologi dari tumor tersebut sering memperlihatkan


proliferasi glandular jinak, dan telah di sarankan bahwa adenoma jinak
menggambarkan hiperplasia reaktif dan bukan neoplasma sebenarnya.
Namun, dalam sebagian besar laporan, tidak terdapat riwayat otitis media
atau sumber inflamasi lainnya. Adenoma merupakan tumor berserabut
berwarna putih, abu-abu, atau coklat kemerahan. Pemeriksaan secara
mikroskopis menunjukkan sel endotel kuboid atau kolumnar tersusun dalam
struktur kelenjar berlapis tunggal. Beberapa tumor memiliki arsitektur mirip
trabekuler atau pita dengan sel-sel endotel yang berdekatan satu sama lain.
Inti bulat atau oval dan kekurangan figur mitotik atau ciri displasia lainnya.
Pewarnaan imunohistokimia menunjukkan pewarnaan positif untuk
synaptophysin, chromogranin, dan serotonin, yang menunjukkan adanya
asal neuroektodermal untuk tumor. Sel tumor neurosekretori mendominasi
varian carcinoid. Pasien paling sering hadir dengan massa telinga tengah
dan membran timpani utuh, namun tumor dapat meluas melalui membran
timpani atau masuk ke mastoid. Umumnya, tidak ada erosi tulang dan tidak
ada tanda pertumbuhan agresif ganas lainnya. Biopsi eksisional
direkomendasikan, dan rekurensi tidak mungkin terjadi.10

Tumor kantung endolimfatik merupakan tumor papilar agresif yang


jarang di telinga tengah dan mastoid. Lebih dari 100 kasus telah dilaporkan
sejak pertama kali dijelaskan oleh Heffner pada tahun 1989 (28). Usia
pasien pada saat di diagnosis berkisar antara 15 sampai 80 tahun, dengan
rata-rata sekitar 40 tahun. Tampaknya tidak ada predileksi untuk tumor
kanan dan kiri, dan literatur menunjukkan bahwa tumor ini lebih sering
terjadi pada wanita. Waktu antara onset gejala dan diagnosis tumor
bervariasi dan berkisar antara 1 bulan sampai 23 tahun, dengan rata-rata
sekitar 9 tahun. 10

Hubungan antara tumor papiler agresif di telinga tengah dan


penyakit von Hippel-Lindau pertama kali disampaikan oleh Eby dkk. Pada
tahun 1988 (29). penyakit von Hippel-Lindau merupakan kelainan
33

autosomal dominan yang berkaitan dengan defek pada kromosom 3p25-26


(30). Manifestasi penyakit ini adalah hemangioblastoma multipel dari retina
dan sistem saraf pusat disertai kista ginjal, karsinoma sel ginjal sel jernih,
pheochromocytoma, dan tumor kantung endolimfatik. Prevalensi penyakit
ini diperkirakan 1 dari 35.000 sampai 1 dalam 40.000 orang, dan
diagnosisnya segera dikonfirmasi dengan tes genetik. Tumor kantung
endolimfatik yang terkait dengan penyakit von Hippel-Lindau secara klinis
dan secara histologis identik dengan tumor kantung endolimfatik pada
pasien tanpa penyakit ini. Sementara insiden tumor kantung endolimfatik
lebih tinggi pada pasien dengan penyakit von Hippel-Lindau, pasien ini juga
cenderung memiliki tumor bilateral. Sekitar 10% pasien dengan penyakit
von Hippel-Lindau memiliki tumor kantung endolimfatik (31). Selain itu,
sebanyak 60% pasien dengan penyakit von Hippel-Lindau yang juga
menderita gangguan pendengaran pada akhirnya akan berkembang menjadi
tumor kantung endolimfatik. Oleh karena itu, diperlukan pendeteksian
tumor kantung endolimfatik pada pasien dengan penyakit von Hippel
Lindau karena diagnosis dini memungkinkan dapat dilakukan terapi segera.
10

Tumor kantung endolimfatik merupakan massa polipoid rapuh yang


sangat tervaskularisasi. Invasi tulang adalah karakteristik dari tumor ini, dan
tulang yang telah diinfiltrasi tampaknya benar-benar digantikan oleh bagian-
bagian fibrotik tumor invasif. Pada pemeriksaan mikroskopik, tumor
kantung endolimfatik mengandung komponen papiler dan kistik. Struktur
selular dari komponen papiler menyerupai bagian berkerut epitel kantung
endolimfatik normal. Lapisan epitel tumor kantung endolimfatik terdiri dari
lapisan sel tunggal dari sel kolumnar rendah atau sel kuboidal rendah. Inti
sel tumor kantung endolymphatic biasanya nampak selaras. Pleomorfisme
nukleus and aktivitas mitosis merupakan temuan histologis yang jarang pada
tumor ini. Lumen komponen kistik tumor mengandung material
proteinaceous. Material ini mungkin tidak bisa dibedakan dari koloid tiroid.
34

Oleh karena itu, penting untuk menggunakan pewarnaan tiroglobulin untuk


membedakan karsinoma tiroid papilari metastatik dari tumor kantung
endolimfatik. Stroma yang mendasari pada tumor kantung endolimfatik
mengandung suplai vaskular kapiler yang melimpah yang mungkin
memiliki tampilan lapisan epitel kedua. Analisis imunohistokimia jaringan
kantung endolimfatik normal memberikan dukungan tambahan untuk teori
bahwa tumor adenomatosa pada tulang temporal muncul dari kantung
endolimfatik. Kantung jaringan endolimfatik normal dan jaringan dari tumor
kantung endolimfatik keduanya memberikan pewarnaan positif untuk S-
100, protein spesifik neuron; Forvimentin, protein filamen intermediat; dan
untuk enolase spesifik neuron.

Manifestasi klinis tumor kantung endolimfatik paling baik dipahami


berdasarkan origin tumor dan rute penyebaran yang potensial. Kantung
endolimfatik terletak di posteromedial plate tulang petrous kira-kira di
tengah sinus sigmoid dan kanal auditori internal. Kantung tersebut terdiri
dari segmen proksimal dan distal. Bagian proksimal atau rugosa
bersebelahan dengan duktus endolimfatik dan terletak di bagian posterior
tulang petrous. Bagian kantung ini ditutupi oleh tulang operculum. Bagian
distal kantung terletak di antara dura mater proper dan bagian periosteal
dura mater di dalam fosa kranial posterior. Baik studi histologis dan
radiologis menunjukkan bahwa bagian proksimal dari kantung tersebut
menimbulkan tumor. 10

Tumor kantung endolimfatik membentang sepanjang saluran


endolimfatik ke arah labirin tulang. Destruksi dari labirin mengakibatkan
terjadinya gangguan pendengaran sensorineural unilateral, tinnitus, dan
vertigo. Dari duktus endolimfatik, tumor kantung endolimfatik dapat
mengikis hingga vestibule, kanal semisirkular posterior, dan rongga
mastoid. Begitu berada di rongga mastoid, tumor ini mengikuti traktus sel
udara retrofasial untuk melingkupi saraf fasial atau untuk melibatkan bulbus
jugularis. Telinga tengah bisa menjadi terlibat saat tumor menyelimuti saraf
35

fasial meluas ke arah anterior. Dari rongga telinga tengah, tumor bisa
mengikis ke arah superior melalui tegmen tympani ke dalam fossa tengah.
Tumor juga dapat mengikis le arah medial untuk melibatkan kapsul otik,
atau ke arah lateral melalui membran timpani untuk melibatkan kanal
auditori eksternal. Karena rute penyebaran tersebut, keterlibatan saraf
wajah dan ruang telinga tengah merupakan temuan klinis yang umumnya
ditemukan. Dalam kesempatan langka, ekstensi anterior dari tumor kantung
endolimfatik sepanjang petrous ridge ke apeks petrous dan sinus kavernosus
telah dilaporkan. Ekstensi anterior ke Meckel cave dan kanal auditori
internal dapat menyebabkan keterlibatan saraf kranial V,VII,dan VIII.
Ekstensi ke cerebellum dan ke fossa kranial posterior mengakibatkan
tingginya insidensi ataksia dan sakit kepala pada pasien dengan lesi lanjut.
Akhirnya, ekstensi inferior ke bagian foramen jugularis mengakibatkan
adanya temuan klinis berupa suara serak, kelemahan otot
sternokleidomastoid, dan disfungsi palatal. 10

Diagnosis dari tumor kantung endolimfatik biasanya dilakukan


dengan skrining audiometri bersamaan dengan studi pencitraan tulang
temporal. Audiogram dari pasien dengan tumor kantung endolimfatik
biasanya memperlihatkan gangguan pendengaran sensorineural. Terkadang,
dapat terjadi gangguan pendengaran konduktif yang mungkin disebabkan
oleh perluasan tumor ke rongga telinga tengah. CT menunjukkan massa
jaringan lunak pada posterior petrous face dengan erosi daerah tulang
temporal yang berdekatan (Gambar 147.6). Pada tulang, tumor ini biasanya
mengandung area kalsifikasi yang bersturktu retikular atau spikulasi (duri).
Tumor kantung endolimfatik memiliki tampilan "ekspansif" yang membantu
membedakannya dari neoplasma agresif lainnya dari tulang temporal seperti
tumor metastasis dan chondrosarcomas high-grade yang memiliki pola
perusakan tulang yang tidak teratur. Unenhanced T1-weighted images pada
studi MRI menunjukkan pola intensitas sinyal yang bervariasi dengan
ukuran tumor. Secara umum, tumor kantung endolimfatik menunjukkan
36

peningkatan intensitas sinyal pada T1-weighted images, namun tumor yang


ukuran diameternya lebih dari 3 cm menunjukk menampilkan beberapa
fokus intratumoral dengan intensitas yang meningkat dan memiliki
penampilan 'berbintik'. Sebaliknya, tumor yang berdiameter kurang dari 3
cm biasanya memiliki lingkar sikkumferensial intensitas sinyal yang
meningkat. Lingkar intensitas sinyal tinggi ini mungkin dihasilkan oleh
produk pemecahan perdarahan subakut yang ditemukan di pinggiran tumor.
Temuan karakteristik pada pencitraan unenhanced T1-weighted ini berbeda
dengan tumor apeks petrosa lainnya. Tumor kantung endolimfatik
meningkat dengan kontras intravena, namun tingkat dan jenis peningkatan
yang diperoleh dengan teknik ini bervariasi dari tumor ke tumor. Pada
pencitraan T2-weighted, tumor kantung endolimfatik mengandung area
intensitas sinyal yang meningkat secara tersebar. Flow voids ditemukan
pada 80% tumor kantung endolymphatic dan tampaknya terkait dengan
ukuran tumor. 10

Gambar 6. Tumor papiler agresif pada tulang temporal (tumor kantung


endolymphatic). CT aksial menunjukkan tumor sisi kiri mengikis melalui
wajah posterior tulang petrous dengan invasi (panah hitam) dari apeks
petrosa yang bersebelahan dengan tumit basal koklea. Tumor ini berasal di
37

kantung endolymphatlc dan diperpanjang ke inferior sebelum menyerang


tulang temporal.1

2.3.2 Histiositosis Sel Langerhans

Histiositosis sel langerhan, atau disebut juga tumor sel langerhans,


merupakan sekumpulan neoplasma yang di karakteristikkan dengan adanya
histiositik idiopatik dan proliferasi eosinofilik. Hingga saat ini, tumor ini
diketahui memiliki tiga entitas penyakit yang terpisah : penyakit Letterer-
Siwe, penyakit Hand-Schuller-Christian, dan granuloma eosinofilik.
Kelainan ini sekarang dianggap mewakili tiga manifestasi berbeda dari
penyakit yang sama. Namun penggunaan nama-nama ini tetap ada terutama
sebagai bantuan dalam mengkategorikan lokasi dan tingkat perluasan
penyakit. Pada kasus granuloma eosinofilik, massa biasanya terlokalisasi,
sedangkan pada penyakit Hand-Schuller-Christiam dan Letterer-Siwe,
penyakit ini lebih cenderung tersebar luas. Semua bentuk dari kelainan ini
dikarakteristikkan dengan adanya proliferasi dari histiosit langerhans. Ini
adalah sel yang berasal dari monosit di sumsum tulang, namun biasanya
ditemukan di epidermis. Perkembangan sel histiosit Langerhans adalah
proses penyakit agresif dan kadang-kadang merupakan penyakit ganas yang
tampaknya menempati kontinum antara dua : limfoma histiositik ganas dan
hiperplasia kelenjar getah bening reaktif jinak. Jadi, lesi ini lebih tepat
digambarkan sebagai proliferasi mirip tumor, dan lesi ini mungkin muncul
akibat regulasi imun yang tidak seimbang. Eosinofil yang terkait dengan
histiositosis, dalam kasus granuloma eosinofilik, diyakini bersifat insidentil
dan mungkin merupakan reaksi sekunder yang menyertai proliferasi
abnormal sel Langerhans. Semua bentuk penyakit ini mungkin melibatkan
tulang temporal dan tulang tengkorak lateral.3

Granuloma eosinofilik hadir sebagai lesi tulang unifokal, biasanya


melibatkan tulang pipih tengkorak, khususnya tulang frontal, tulang
38

temporal, dan mandibula. Pasien umumnya anak-anak dan dewasa muda


dengan keluhan infeksi telinga tengah dan infeksi telinga luar yang kronis
atau yang berulang. Laki-laki berkulit putih lebih sering terserang
dibandingkan dengan kelompok lainnya. Tumor ini ditandai dengan adanya
kumpulan histiosit yang terlokalisasi, dalam formasi poligonal dan
lembaran, dan eosinofil yang menyebabkan resorpsi tulang, menghasilkan
lesi radiolusen. Diagnosis ditegakkan dengan scan tulang dan biopsi terbuka
yang menunjukkan karakteristik histopatologi dan pewarnaan
imunohistokimia positif untuk antigen S-100 dan CD 1. Proses penyakit ini
dianggap sebagai bentuk lokal dari histiositosis sel Langerhans. Pengobatan
granuloma eosinofilik adalah dengan eksisi bedah, dengan terapi radiasi
untuk lesi rekuren. 3

Manifestasi otologi penyakit Hand-Schuller-Christian meliputi


penyakit telinga tengah dan penyakit telinga luar purulen kronis dan
gangguan pendengaran. Ini juga merupakan penyakit yang umum ditemui
pada anak-anak dan dewasa muda. Biasanya, terdapat banyak lesi tulang
tengkorak dan skeleton aksial. Keterlibatan multifokal dari lesi visera
abdominal dan lesi kutan mengindikasikan prognosis yang buruk. Pada
gambar CT, lesi osteolitik digambarkan sebagai defek punched-out atau
lubang yang dimakan ngengat. Selain itu, terdapat triad yang muncul pada
sekitar 10% pasien, terdiri dari lesi tulang, diabetes insipidus, dan
exophthalmos. Invasi tulang temporal sering terjadi dan seringnya bilateral.
Biopsi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis, biopsi akan
menunjukkan adanya lembaran histiosit poligonal yang bercampur dengan
eosinofil, sel plasma, dan limfosit sebagai temuan mikroskopis karakteristik
pada lesi ini. Hal ini dianggap sebagai bentuk kronis dari histiositosis sel
Langerhans. Pengobatan meliputi terapi medis dengan vinblastine dan
kortikosteroid. Meski sudah diobati, tingkat kematian mendekati 30%.3

Penyakit Letterer-Siwe menyerang bayi dan bermanifestasi sebagai


hepatosplenomegali, limfadenopati, perdarahan diatesis, anemia, lesi kulit,
39

dan disfungsi multiorgan sekunder terhadap proliferasi dan infiltrasi


histiosit. Ini merupakan bentuk diseminata akut dari histiositosis sel
Langerhans. Tulang temporal mungkin terlibat, dan pasien mungkin datang
dengan nyeri telinga dan / atau otorrhea. Pengobatan terdiri dari agen
kemoterapi, tetapi penyakit ini hampir fatal dalam 1sampai 2 tahun. 3

2.3.3 Sarkoma dan Chordoma

Sarkoma dari tengkorak lateral adalah neoplasma yang sangat


langka; namun, pada anak-anak, mereka adalah keganasan primer yang
paling umum pada tulang temporal. Rhabdomyosarcoma adalah yang paling
umum dari neoplasma ini, yang mencakup 30% tumor sarkoma tulang
temporal dan 4% sampai 7% dari semua keganasan tulang temporal.
Sembilan puluh persen pasien dengan rhabdomyosarcoma berusia kurang
dari 10 tahun, dengan usia rata-rata saat muncul 4,5 tahun. Sel mesenkim
pluripotensial di telinga tengah dan tabung eustachius dapat menimbulkan
neoplasma ini. Sebagian besar pasien datang dengan otorrhea kronis dan
otalgia yang gagal merespons terhadap terapi medis yang tepat. Pemeriksaan
otologis menunjukkan polip aural yang rapuh, cairan pendarahan aural, dan /
atau pembengkakan mastoid. Kelemahan atau kelumpuhan wajah tidak
jarang terjadi pada awal proses penyakit dan bisa mengindikasikan adanya
suatu proses keganasan. Metastase kelenjar getah bening regional tidak
biasa terjadi, namun metastasis jauh ke paru-paru, hati, otak, dan tulang
terdapat pada 14% pasien. Rhabdomyosarcoma dibagi menjadi beberapa
jenis histologis: embrional, botryoid, alveolar, dan pleomorfik. Tipe
embrional merupakan tipe yang paling umum. Fitur mikroskopis dari
rhabdomyosarcoma embrional adanya adanya sel mesenkimal primitif yang
berbentuk bulat kecil dan berbentuk kumparan dalam pola myxoid atau
compact longgar. Karakteristik longitudinal atau cross-striations
rhabdomyosarcoma dapat atau tidak dapat terlihat pada subtipe embrio.
40

Alveolar rhabdomyosarcoma, yang memiliki prognosis yang lebih buruk,


terdiri dari sel-sel bulat, oval, atau seperti tali yang diatur dalam pola
trabekuler di sekitar kompartemen alveolar yang kosong.
Rhabdomyosarcoma pleomorfik terdiri dari kumparan sel multinukleat
anaplastik yang membentuk lingkaran dan bulir dengan serat longitudinal.
Sebagian besar tumor botryoid secara histologis diklasifikasikan sebagai
embrional, dan istilah botryoid mengacu pada gross appearance nya yang
menyerupai gugus anggur. Pencitraan radiologis tulang temporal
menunjukkan jaringan lunak di telinga tengah dan mastoid dengan
kerusakan tulang di sekitarnya. Dengan presentasi klinis tipe ini, diagnsosis
penyakit ini dikonfirmasi dengan biopsi spesimen. Upaya eksisi bedah
radikal jarang menawarkan keuntungan kelangsungan hidup untuk
neoplasma yang sangat ganas ini, dan karena itu, pengobatan saat ini
mencakup intervensi bedah yang sangat terbatas, terapi radiasi sinar
eksternal, dan kemoterapi. Kelangsungan hidup telah membaik dengan
penggunaan terapi adjuvant kontemporer, dan 5-year failure-free survival
melebihi 60% (32).1

Chondrosarcoma dari dasar tengkorak diperkirakan timbul dari


pulau-pulau persisten dari tulang rawan embrional yang berada di dekat
sinkrondrosis dasar kranial. Pasien di hampir semua kelompok usia dapat
menderita sarkoma tingkat rendah ini, tetapi paling sering terjadi pada orang
dewasa muda pada dekade keempat dan kelima kehidupan mereka. Laki-laki
dan perempuan terserang dalam jumlah yang sama. Daerah petroclival dekat
foramen lacerum dan apex petrosus mungkin merupakan lokasi yang paling
umum. Pasien datang dengan sakit kepala dan gejala yang menunjukkan
adanya penekanan saraf kranial seperti diplopia, suara serak, disfagia,
disestesia wajah, dan gangguan pendengaran. Pemeriksaan saraf kranial
sering mengkonfirmasi adanya defisit neurologis pada pasien simtomatik.
Diagnosis histologis sarkoma bisa sulit tanpa gambaran klinis atau temuan
radiologis yang mengarah pada keganasan karena tulang rawan jinak
41

menunjukkan beragam pola seluler dan heterogenitas yang dapat


diinterpretasikan sebagai anaplastik. Seperti rhabdomyosarcoma, terdapat
sejumlah subtipe histologis chondrosarcoma, dan prognosis bervariasi
tergantung pada subtipe histologis dan tingkat diferensiasinya. Studi
pencitraan menunjukkan destruksi tulang pada dasar tengkorak lateral ke
garis tengah (Gambar 147.7) dan peningkatan massa tumor saat kontras
disuntikkan. Eksisi bedah adalah modalitas terapeutik utama untuk
chondrosarcoma, namun eksisi lengkap seringkali tidak memungkinkan, dan
rekurensi sering terjadi (33). Baik terapi radiasi maupun kemoterapi belum
menunjukkan manfaat yang terbukti. 1

Gambar 7. Chondrosarcoma. CT axial menunjukkan neoplasma agresif


yang mengerosi apeks petrosus kiri dan tulang sphenoid sekitarnya
(asterisk), berpusat pada petroclival synchondrosis. 1

Kordoma dasar tengkorak adalah keganasan tingkat rendah sampai


menengah yang dihasilkan dari sisa embrio yang tidak normal dari
notochord. Selama perkembangan embrionik, aspek kranial notochord
dimulai di tulang sphenoid yang terletak di posterior sella turcica.
Notochord bergerak ke inferior, keluar dari tulang yang berjalan di
sepanjang clivus di jaringan lunak yang berdekatan dengan mukosa
42

nasofaring dan masuk kembali ke bagian tengkorak basiocciput sebelum


masuk secara inferior ke dalam proses odontoid dan badan vertebral. Aspek
kranial dari notochord menimbulkan tangkai (stalks) yang diproyeksikan ke
jaringan subendotelial nasofaring dan secara intrakranial sepanjang aspek
ventral batang otak. Oleh karena itu, chordoma tidak hanya terjadi pada
clivus tetapi juga sebagai tumor jaringan lunak intrakranial atau
nasofaringeal. Pasien dari semua kategori usia mungkin mengalami
chordoma, tapi penyakit ini lebih sering terjadi pada pria berusia antara 35
dan 45 tahun. Pada pemeriksaan gross, tumor ditutupi dengan
pseudocapsule dan memiliki konfigurasi lobular yang khas. Pseudokapsul
ini abu-abu dan semitranslucent dan mengandung material gelatin.
Chordoma dibagi menjadi subtipe histologis, namun fitur mikroskopis
utama adalah stellata,intermediat, dan vakuolasi fisaliforus atau soap-bubble
cells dalam matriks mukoid yang tumbuh pada sarang, tali, atau trabekula.
Pewarnaan imunohistokimia positif untuk antigen membran sitokeratin dan
epitel, yang membantu membedakan chordoma dari chondrosarcoma.
Metastase tidak biasa terjadi, dan kebanyakan chordoma tumbuh perlahan
dan tersembunyi, mengikis basis tengkorak dan dapat membahayakan
struktur neurovaskular regional. Sakit kepala, diplopia,dan defisit visual
adalah keluhan yang paling umum, dan pemeriksaan fisik biasanya
menunjukkan kelainan fungsi okulomotor, terutama abducens nerve palsy.
Saat chordoma berasal atau meluas ke nasofaring, pasien dapat hadir dengan
obstruksi jalan napas bagian atas dan massa nasofaring. Dalam banyak
kasus, diagnosis dapat diperoleh dari studi pencitraan dan evaluasi sitologi
aspirasi jarum halus transnasal. Gambar CT menunjukkan erosi tulang pada
clivus atau basiocciput di garis tengah, bukan erosi lateral yang lebih
mengkarakteristikkan chondrosarcoma. Komponen jaringan lunak tumor
heterogen pada MRI biasanya menunjukkan intensitas sinyal rendah pada
gambar T1-weighted dan intensitas sinyal tinggi pada gambar T2-weighted.
Gambar CT dan MR keduanya menunjukkan peningkatan sinyal setelah
injeksi bahan kontras. Modalitas utama terapi adalah eksisi bedah melalui
43

pendekatan fossa transoral-transpalatal, transcondylar, atau infratemporal,


namun reseksi lengkap seringkali tidak memungkinkan untuk dilakukan,
dan kekambuhan sering terjadi. Terapi radiasi sinar proton postoperatif atau
bedah radio stereotaktik dapat memperbaiki kelangsungan hidup dan
memperpanjang interval bebas penyakit. 1

2.3.4 Dermoid, Teratoma, dan Choristoma

Dermoids, teratoma, dan choristoma adalah lesi massa yang


diakibatkan oleh kesalahan perkembangan janin. Tumor ini dibedakan
berdasarkan embryologic germ layer dari tumor ini berasal. Dermoid pada
tulang temporal adalah lesi kistik yang berasal dari ektoderm yang lebih
benar diklasifikasikan sebagai inklusi kongenital dan bukan neoplasma
sebenarnya. Ketika tumor ini berada di telinga tengah, mastoid, atau tabung
eustachius, tumor diperkirakan berasal dari titik di mana first branchial
cleft, bagian luar kanal auditori eksternal, terletak di sebelah first branchial
pouch, anlage dari telinga tengah, dan tabung eustachius. Lokasi ini
mungkin penting karena menunjukkan bahwa histogenesis dermoids terkait
dengan penutupan yang tidak lengkap pada garis fusi antara unsur branchial
atau pengenalan traumatis lapisan germinal yang tidak tepat ke telinga
tengah. Namun, dermoids juga bisa terjadi di apex petrous. 1

Kista dermoid adalah tumor bertangkai berwarna merah muda atau


putih. Kista ini memiliki komponen ektodermal dan mesodermal. Kista ini
dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis dengan keratinisasi yang mengandung
folikel rambut, kelenjar sebasea, otot polos, dan jaringan adiposa. Sebagian
besar pasien bayi atau anak-anak datang dengan gangguan pendengaran,
otorrhea, pusing, atau obstruksi saluran napas bagian atas, dan pemeriksaan
menunjukkan adanya massa telinga tengah yang mungkin meluas melalui
tabung eustachius dan masuk ke nasofaring. Tingkat pertumbuhan kista ini
44

bervariasi, namun akhirnya menjadi simtomatik dan memerlukan


pemusnahan. 1

Teratoma tulang temporal sangat jarang terjadi dan berbeda secara


signifikan dengan kista dermoid. Teratoma ini dianggap sebagai neoplasma
sebenarnya yang timbul dari sel punca pluripotensial yang berasal dari
notochord. Sel pluripotensial ini dapat berdiferensiasi menjadi jenis jaringan
yang berasal dari salah satu dari tiga lapisan germinal embrionik. Jenis
jaringan di mana teratoma berdiferensiasi umumnya tidak sesuai dengan
tempat asli teratoma ini terjadi. Tumor adalah lesi polipoid atau cystic yang
keras yang terdiri atas epitel skuamosa berlapis, endotelium pernapasan dan
gastrointestinal, tulang rawan, otot rangka, jaringan kelenjar, jaringan
syaraf, dan, yang mengejutkan, bahkan gigi yang matur. Tumor dinilai
dalam kaitannya dengan diferensiasi jaringan. Bentuk yang tidak
berdiferensiasi ganas ada, tapi tidak pernah dilaporkan di tulang temporal.
Pasien yang mengalami tumor ini saat lahir atau di masa kanak-kanak,
seringkali dengan tumor yang tumbuh sangat cepat, dan gejalanya meliputi
kelumpuhan wajah, gangguan pendengaran, dan obstruksi jalan napas. Studi
pencitraan menunjukkan tumor heterogen yang mungkin mengandung
kalsifikasi. Teratoma dapat disembuhkan dengan reseksi sempurna, namun
ini mungkin memerlukan pendekatan transtemporal atau infratemporal
radikal untuk mendapatkan paparan bedah yang cukup untuk reseksi kuratif.
1

Choristoma adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan


jaringan normal yang terjadi di lokasi yang tidak sesuai. Ketika choristoma
terjadi di telinga tengah, ini umumnya mengacu pada jaringan saliva,
walaupun kelenjar sebaceous dan jaringan saraf juga telah dilaporkan.
Choristoma mungkin berasal dari sisa jaringan saliva yang terperangkap di
telinga tengah selama masa perkembangan. Sisa tersebut matur dan tumbuh
menjadi massa kecil namun tidak memiliki potensi neoplastik. Choristoma
adalah massa lobular merah muda atau cokelat yang terletak lateral terhadap
45

long process of incus dan medial ke manubrium, dan beberapa telah


dikaitkan dengan anomali ossicles atau bagian intratemporal saraf fasial.
Pemeriksaan histologis menunjukkan jaringan kelenjar saliva ektopik matur.
Pasien mungkin mengalami gangguan pendengaran konduktif, namun
sebagian besar asimptomatik. Tumor ini biasanya muncul dengan massa
pada telinga tengah yang kebetulan ditemukan saat pemeriksaan otoskopi
rutin. Choristoma memiliki sedikit potensi pertumbuhan dan hanya
memerlukan biopsi insisi atau biopsi eksisi untuk mengkonfirmasi
diagnosis. 1

2.3.5 Granuloma kolesterol

Granuloma kolesterol dari apeks petrosa bukanlah neoplasma


sebenarnya melainkan lesi massa yang dihasilkan dari proses reaktif di
dalam tulang temporal. Granuloma kolesterol dapat didiagnosis dari studi
pencitraan dan harus disertakan dalam diagnosis banding saat mengevaluasi
massa tulang temporal. Granuloma Kolesterol pertama kali dijelaskan lebih
dari 100 tahun yang lalu sebagai perubahan warna biru tua pada membran
timpani dan disebut "hematotympanum idiopatik". Kondisi ini terjadi pada
pasien dengan disfungsi tabung eustachius dan sering disertai dengan otitis
media kronis atau cholesteatoma. Dihipotesiskan bahwa granuloma
kolesterol terjadi sebagai konsekuensi dari empat faktor: gangguan drainase
telinga tengah, perdarahan, penyumbatan ventilasi, dan reaksi tubuh
terhadap benda asing kristal kolesterol yang berasal dari katabolisme
hemoglobin. Bukti untuk mendukung hipotesis ini telah dibuktikan oleh
percobaan hewan. Granuloma kolesterol dapat diproduksi dengan cara
menyuntikkan kolesterol ke telinga tengah atau dengan menutup tabung
eustachius (35). Granuloma kolesterol dari apeks petrosa, meskipun tidak
harus dikaitkan dengan otitis media atau cholesteatoma, mungkin
diakibatkan oleh proses patofisiologis yang serupa. Hal ini ditemukan pada
46

tulang petrosus pneumatik yang terjadi pada 30% pasien. Prosesnya dimulai
saat ventilasi sel udara petrosus terganggu akibat trauma tulang temporal.,
disfungsi tabung eustachius, atau edema mukosa. Peradangan atau trauma
pada tulang petrosus dapat menyebabkan perdarahan ke sel udara dari apeks
petrosus, dan karena tidak ada jalur drainase yang efektif, detritus dari
perdarahan terakumulasi di sel udara. Membran sel darah merah yang
degenerasi tampaknya menjadi sumber utama kristal kolesterol, yang
kemudian memulai reaksi tubuh terhadap benda asing. Peradangan dari
reaksi tubuh benda asing meningkatkan perdarahan dan edema mukosa,
mendorong siklus inflamasi dan mengakibatkan granuloma membesar.
Sebuah teori alternatif untuk patogenesis granuloma kolesterol menyatakan
bahwa lesi ini terjadi saat adanya perluaran saluran sel udara yang dilapisi
dengan mukosa dengan ruang sumsum di apeks petrosa. Coaptation antara
lapisan mukosa dan sumsum yang terpapar mengakibatkan perdarahan
berkelanjutan yang progresif dari ruang sumsum, dan ini menyebabkan
pembentukan dan ekspansi kista (36). Tidak mengherankan bahwa
pemeriksaan histologis granuloma kolesterol menunjukkan kristal kolesterol
yang dikelilingi oleh sel raksasa multinukleat, infiltrasi sel bundar, dan
makrofag hemosiderin-laden. Granuloma kolesterol mungkin terbatas pada
tulang petrous dan mungkin asimtomatik. Sebagai alternatif, granuloma ini
mungkin berlanjut ke fossa kranial posterior dan menyebabkan kelumpuhan
saraf abducens, diplopia, nyeri wajah, kelemahan wajah atau berkedut, sakit
kepala, pusing, tinnitus, dan gangguan pendengaran. Diagnosis granuloma
kolesterol dapat dilakukan dengan MRI, yang menunjukkan lesi berdinding
halus, tidak menentu, ekspansif yang memiliki intensitas sinyal tinggi pada
gambar T1-weighted dan T2-weighted (Gambar 147.8). Terapi bedah utama
adalah drainase sederhana yang memungkinkan aerasi permanen pada
rongga. Namun, ada beberapa kontroversi mengenai apakah dinding fibrosa
kista ini membutuhkan pengangkatan untuk mencapai penyembuhan jangka
panjang.3
47

Gambar 8 Cholesterol granuloma. A: Axial T1-weighted MRI tanpa kontras.


B: Axial T2-weighted MRI. Gambar ini menunjukkan lesi apeks petrosus
kanan yang ekspansif dengan peningkatan intensitas signal pada kedua
gambar T1 dan T2-weighted.1

2.4 NEOPLASMA KANALIS AUDITORI INTERNA DAN CPA

2.4.1 Schwannoma

Schwannoma dari tulang temporal dan basis krani merupakan


neoplasma jinak yang muncul dari selubung saraf kranial. Bukti dari
penelitian yang tersedia menunjukkan bahwa tumor ini muncul dari sel
Schwann sendiri dan tidak dari komponen saraf lainnya. Sehingga,
terminologi seperti acoustic neuroma tidaklah tepat untuk digunakan pada
tumor ini. Etiologi dari Schwannoma masih belum jelas ditemukan, namun
telah terbukti bahwa pertumbuhan neoplastik tersebut lebih sering pada
junction antara komponen saraf kranial perifer dan sentral. Myelin terbentuk
dari oligodendrosit yang ada pada sisi intrakranial dari saraf kranial, dan
sebagaimana saraf ini masuk ke basis krani, terdapat sebuah transisi pada
selubung sel Schwann. Transisi ini terjadi pada area yang disebut zona
Obersteiner-Redlich, dan zona ini bervariasi dari lokasi nya pada saraf
kranial yang berbeda. Telah dibuktikan pula bahwa Schwannoma dapat
muncul pada lokasi dengan konsentrasi sel Schwann yang paling banyak.
Untuk Vestibular Schwannoma, lokasi ini terletak pada Scarpa ganglion,
48

sedangkan pada jugular foramen schwannoma, lokasi nya pada superior dan
inferior ganglia dari saraf glossofaringeal, jugular dan nodose ganglia dari
saraf vagus, ataupun pada junction dari komponen kranial dan spinal dari
saraf aksesoris spinal. Apa yang menyebabkan proliferasi dari sel Schwann
ini masih belum diketahui, namun abrasi genetik, seperti yang berhubungan
dengan neurofibroma tipe 2 (NF2), sangatlah berhubungan dekat dengan
transformasi neoplastik ini. Schwannoma pada pasien dengan NF2 muncul
dari hasil defek pada lengan kromosom 22, yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan protein supresor tumor yang disebut Merlin. Apa yang
dilakukan oleh protein ini untuk menghambat proliferasi dari sel Schwann
masih belum dapat diketahui secara pasti, namun Merlin berinteraksi dengan
beragam protein seluler yang meregulasi fungsi sel (37). Satu dari kelompok
protein seluler diantaranya termasuk reseptor growth factor dari tyrosin
kinase, khususnya sebuah kelompok protein yang disebut ErbB. NF2
merupakan gangguan autosomal dominan, dan pasien dapat memiliki
kegagalan dalam proses duplikasi dari gen suppresor tumor pada kromosom
mereka. Bagaimanapun, produksi dari Merlin dapat terhenti ketika adanya
mutasi pada kromosom 22, dan penurunan konsentrasi merlin muncul pada
deregulasi dari reseptor ErbB, yang mana merupakan kondisi yang
menyebabkan pasien dengan NF2 berkembang menjadi Schwannoma. Agar
kondisi yang sama dapat terjadi pada pasien tanpa NF2, mutasi harus terjadi
pada lengan yang panjang dari kromosom. Sehingga, transformasi
neoplastik pada kasus schwannoma sporadis (muncul tiba-tiba) memiliki
kemungkinan yang sangatlah kecil untuk terjadi. Fakto lainnya yang dapat
mengarah pada transformasi neoplastik dari sel Schwann masih ditelusuri
lebih lanjut. Ekspresi genetik yang meningkat dari neutrotrophic factor juga
telah diobservasi pada vestibular schwannoma ketika dibandingkan dengan
jaringan saraf perifer menunjukkan bahwa terdapat sebuah peran dalam
memodulasi pertumbuhan tumor (38). Sebagai tambahan, molekul kecil
RNA yang disebut MicroRNA dapat meregulasi ekspresi genetik dengan
cara menghambat produksi dari target protein tertentu. Ketika dibandingkan
49

antara sel vestibular schwannoma dengan jaringan saraf vestibular,


microRNA terlihat diekspresikan secara berlebih, yang dapat mengarah
pada downregulation pada jalur supresi tumor (39). Penelitian genetik
mencari pada jalur ini dan jalur lainnya secar berkelanjutan, namun terlihat
bahwa pertumbuhan schwannoma merupakan hasil dari demodulasi dari
proliferasi sel Schwannoma yang menghasilkan tumorigenesis.

Gambar 9. Schwannoma : tampilan histologis menunjukkan nukleus


berbentuk palisade yang halus, terorganisir rapat dengan wavy nuclear, yang
disebut Verocay bodies diantara hiperselularitas atau daerah Anotoni A
(panah hitam). Karakteristik sitoplasma pucat, dan eosinofilik lebih jelas
pada daerah hipocellular Antoni B (panah putih).1

Studi pencitraan radiografis dapat membantu diagnosisi, namun


pemeriksaan fisik menunjukkan defisit fungsional disebabkan oleh tumor.
Pemeriksaan otologis seringnya menunjukkan hasil normal kecuali
schwannoma saraf fasialis hadir sebagai masa retrotimpani. Pada pasien
dengan schwannoma yang telah berkembang ke arah cervical, pemeriksaan
kepala dan leher dapat menunjukkan adanya masa pada leher bagian
anterosuperior, atau pembesaran dari dinding faring lateral, yang
menunjukkan adanya masa pada space parafaringeal. Pemeriksaan saraf
kranial yang menunjukkan adanya kelemahan palatum dan paralisis pita
50

suara menyimpulkan adanya lesi pada fossa jugularis. Ketika adanya refleks
kornea yang menurun, hipoestesia fasial, dan kelemahan otot masseter,
schwannoma trigeminal atau schwannoma cerebellopontin lainnya yang
menekan saraf trigeminal merupakan penyebab dari hal tersebut. Disfungsi
saraf fasialis menunjukkan adanya schwannoma saraf fasial dibanding
schwannoma vestibular, namun pemeriksaan audiometrik dapat membantu
membedakan kedua tipe ini. Gangguan pendengaran sensorineural lebih
sering pada pasien dengan schwannoma vestibular, sedangkan gangguan
pendengaran konduktif lebih sering tampak pada schwannoma saraf fasial.
Diagnosis preliminari dari schwannoma dapat ditegakkan ketika adanya
defisit dari pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan penemuan dari
pemeriksaan radiologis. MRI menunjukkan lesi yang memancarkan sinyal
yang rendah pada pencitraan dengan T1 yang meningkat selama injeksi
dengan kontras intravena. (gambar 147.10). HRCT dari tulang temporal
menunjukkan adanya ekspansi dan erosi dari kanal fallopian dan ekstensi ke
arah telinga tengah pada pasien dengan schwannoma saraf fasial. HRCT
juga membantu memperlihatkan anatomi basis krani sebelum operasi pada
pasien dengan schwannoma foramen jugular. 1

2.4.2 Meningioma

Meningioma merupakan neoplasma yang muncul dari lapisan


araknoid dari meninges. Lebih khususnya, meningioma tulang temporal
muncul dari granulasi sel arakhnoid yang berkluster pada ujung dari
arakhnoid vili di dalam dural sinus venosus dan pada foramina, seperti
kanalis auditori interna, fossa jugular, ganglion genikulata, dan sulkus
tulang di dekat saraf petrosal superficial greater dan lesser. Meningioma
merupakan neoplasma yang umum dan terdiri dari 13% dan 20% dari
seluruh tumor intrakranial dan sekitar 10% dari seluruh tumor
cerebellopontine angle. Insidensi dari meningioma meningkat seiring usia,
51

dengan laju insidensi tertinggi (40 per 100.000) pada individu diatas 65
tahun. Anak-anak dan bahkan bayi dapat memiliki meningioma, namun
untungnya hal ini sangatlah langka. Pada anak, laki-laki lebih sering terkena
dibanding perempuan, dan tumor mereke pada umumnya lebih agresif,
berkembang lebih cepat dan menjadi besar sebelum terdiagnosis. Pada
dewasa, wanita dengan meningioma mengalahkan proporsi laki-laki yaitu
sebanyak 2 banding 1, khususnya pada usia tua. Lokasi yang paling sering
dari meningioma basis krani lateral adalah pada bagian posterior dari tulang
petrosal diantara superior dan inferior sinus petrosal. Lebih jarang,
meningioma hadir dengan tumor yang terlekat pada kanalis audiotori
interna, dan pada kasus langka, meningioma hadir sebagai neoplasma
ekstrakranial pada telinga tengah, kanalis auditori eksterna, ataupun fossa
infratemporal. 8

Diagnosis didasarkan pada penemuan histologis dan karakteristik


pencitraan yang konsisten dengan meningioma. Hasil temuan histologis
yang mengarah ke meningioma ketika ditemukannya sel spindel berbentuk
polygonal yang tersusun menyerupai sarang, adanya vascular space, dan
psammoma bodies, yang berbentuk sferis berisi garam kalsium (gambar
147.11). bagaimanapun, tampilan mikroskopis dari meningioma sangatlah
beragam. Alhasil, meningioma diklasifikasikan menjadi endotheliomatous,
fibrous, transitional, angiomatous, dan sacromatous, berdasarkan bentuk sel
yang dominan, konten stroma, vaskularisasi tumor, dan anaplasia nuklear.
Meningioma berbentuk hiperdens atau isodens jika dibandingkan dengan
otak pada hasil CT Scan, dan tumor tersebut memperlihatkan peningkatan
homogen setelah suntikan kontras. Kalsifikasi pada tumor atau hiperostosis
mendukung diagnosis ke arah meningioma. Schwannoma vestibular pada
kebalikannya lebih isodens atau hipodens pada otak, dan tumor ini
memperlihatkan peningkatan yang tidak homogen dan sedikit nya
kalsifikasi dan hiperostosis. Hasil MRI menunjukkan broad-based
eccenteric yang alami dari meningioma dan terkadang menunjukkan asal
52

yang jelas dari dural atau dural sinus. (gambar 147.12). MRI dari
schwannoma vestibuar lebih cenderung menunjukkan erosi dari kanalis
auditori interna dimana tumor berasal dan menunjukkan peningkatan ketika
diinjeksikan kontras intravena. Lesi intrakanalikular sulit untuk dibedakan
dengan pencitraan. 9

Gambar 10. Meningioma: tampilan histologis mendemonstrasikan lingkaran


kalsifikasi terlaminasi dikenal sebagai badan psammoma (panah).
Keberadaan psammoma bodies yang banyak menunjukkan pertumbuhan
yang lambat dan prognosis yang sangat baik. 1

2.4.3 Lipoma

Lipoma dari kanalis auditori interna dan cerebellopontine angle


sangatlah jarang terjadi namun berpotensi menjadi tumor yang bermasalah
yang berasal dari penyimpangan diferensiasi dari neural crest menjadi
adiposit. Bigelow dkk. (45) memberikan ulasan paling komprehensif
tentang subjek ini pada studi multinstitusional dan kajian literatur dunia.
Mereka mencatat 84 kasus yang terdokumentasi tentang lipoma pada kanalis
auditori interna dan cerebellopontine angle dan mempelajari setiap temuan
klinis dalam setiap kasus. Pasien berusia di antara umur 7 bulan sampai 82
tahun dengan usia rata-rata usia 40 tahun. Tumor didominasi pada laki-laki
dengan rasio 2: 1. Lipoma diukur dari 1 sampai 26 mm dengan diameter
53

rata-rata 11 mm. Tiga pasien memiliki tumor bilateral. 92% pasien memiliki
gejala simptomatis. Paling sering gejala ditunjukkan berupa adanya
gangguan pendengaran, pusing, tinnitus, dan sakit kepala. Lipoma adalah
massa lemak yang dapat menyelimuti struktur neurovaskular dari kanalis
auditori interna dan cerebellopontine angle. Lipoma besar dapat melekat
pada aspek lateral dari batang otak. Beberapa lipoma memiliki vaskularisasi
permukaan yang intens dan lebih diklasifikasikan sebagai angiolipoma.
Spesimen hasil biopsi menunjukkan adanya adiposit matur jinak dan jumlah
yang beragam dari jaringan fibrosa. Lipoma dapat menginfiltrasi saraf
kranial dan komponen sekitar dari fascicle dari serabut saraf. 1
54

BAB III
KESIMPULAN

 Paraganglioma tulang temporal muncul dari nonchromaffin


paraganglia, atau badan glomus, yang berasal dari sistem
neuroendokrin. Tumor glomus jugulare muncul diantara Fosa
jugularis, dan tumor glomus tympanicum muncul sepanjang jalur
percabangan timpani dari saraf kranial IX (saraf Jacobson) dan
sepanjang jalur percabangan aurikular dari saraf kranial X (saraf
Arnold).
 Epidermoids tulang temporal dan cerebellopontine angle merupakan
kumpulan dari debris keratin di dalam kantung epitel skuamosa. Hal
ini muncul akibat terperangkapnya ectodermal rest selama
embriogenesis dan oleh karena itu dikategorikan sebagai Lesi
kongenital. Epidermoid dapat meluas untuk mengisi space kosong
dan memicu reaksi inflamasi lokal. Sehingga, tumor ini biasanya
besar dan sangat melekat pada struktur di sekitarnya ketika diterapi
dengan cara operasi.
 Penderita dengan karsinoma kutaneous pada kanalis auditori
eksterna dapat mengeluhkan gejala yang serupa dengan pasien
dengan otitis eksterna kronis. Drainase perdarahan kronis dan onset
mendadak dari nyeri telinga merupakan tanda kemungkinan adanya
keganasan dan kebutuhan akan biopsi.
 Melanoma menyebabkan lebih dari 75% kematian dari keganasan
kulit. Biopsi eksisi untuk diagnosis dini merupkan langkah pertama
untuk mengoptimalkan hasil terapeutik. Pemetaan nodus sentinel
menggunakan Lymphoscintigraphy merupakan metode utama untuk
mengidentifikasi pola drainase nodus untuk neoplasma ini, dan dosis
tinggi interferon-alpha-2b bisa bermanfaat pada pasien dengan
penyakit resiko tinggi.
55

 Tumor papileri agresif telinga tengah tampak berasal dari bagian


pars rugosa dari Kantung endolymphatic. Tumor ini tumbuh lambat
namun agresif sehingga dapat mengikis dan menyebar luas
sepanjang tulang temporal dan sering kambuh setelah terapi
pembedahan. Tumor kantung endolymphatic terjadi pada lebih dari
10% pasien dengan penyakit von Hippel-Lindau, dan oleh karena
itu, pasien-pasien ini membutuhkan screening terhadap tumor.
 Embrional rhabdomyosarcoma menyebabkan 30% dari neoplasma
sarkomatous tulang temporal dan merupakan sarkoma yang paling
sering pada lokasi ini. Tumor ini berasal dari sel mesenchymal
pluripotensial yang berdiferensiasi menjadi otot rangka primitif.
Sebagian besar pasien berusia kurang dari 12 tahun dan tampak
adanya perdarahan drainase aural, Polip aural yang rapuh,
pembengkakan mastoid, dan disfungsi saraf fasial. Terapi terbaru
meliputi intervensi pembedahan secara terbatas, terapi radiasi sinar
eksternal, dan kemoterapi.
 Chordoma merupakan hasil dari defek pada remnan embrionik
notochord. Merupakan jenis neoplasma semitranslusen yang
mengandung gelatinous material dan secara histologis dicirikan
dengan sel fisaliphorous (gelembung sabun) yang terkumpul dalam
matriks mukoid. Sebagian besar chordoma terjadi pada clivus,
namun beberapa bersumber ataupun meluas secara lateral ke dalam
apeks petrosa.
 Schwannomas dari basis krani lateral merupakan neoplasma yang
bersumber dari sel Schwann di zona transisi antara oligodendrosit
penghasil myelin central dengan sel schwann penghasil myelin
perifer. Apa yang menginisiasi pertumbuhan neoplasma ini masih
tidak diketahui, namun penyimpangan atau mutasi pada lengan
panjang kromosom 22, seperti yang terjadi pada NF2, yang
mengurangi atau menghilangkan produksi Merlin, mengarah pada
demodulasi reseptor ErbB di sel Schwann.
56

 Pemeriksaan mikroskopis dari schwannomas dikarakteristikkan


dengan sel berbentuk spindel yang tersususn berbentuk pola Antoni
Tipe A dan tipe B. Pola tipe A terdiri dari sel padat dengan inti
palisade, disebut Verocay bodies. Pola tipe B terdiri Sel-sel spindle
yang tersusun jarang dalam stroma myxoid.
 Meningioma merupakan neoplasma yang muncul dari Lapisan
arachnoid meninges. Pencitraan pada meningioma cerebellopontine
angle menunjukkan adanya peningkatan secara homogen dari
neoplasma eksenterik yang mengandung kalsifikasi berupa bintik-
bintik dan dapat memicu reaksi hiperostotik lokal. Schwannoma
vestibular, sebaliknya, sering memperlihatkan peningkatan secara
heterogen dan berbentuk seperti jamur, dan menunjukkan sumber
dan erosi dari kanalis auditori interna.
57

DAFTAR PUSTAKA

1. Pickett P. Bradley, Crawley K.Brianna. Neoplasm of The Ear and


Lateral Skull Base. Bailey BJ & Johnson JT. Head and Neck
Surgery-Otolaryngoloy. Philadelphia: Lippincot Williams and
Wilkins; 2014 : 2358-2381
2. Chann Yvonne, Goddard C. John. Tumors of The Temporal Bone.
K. J. Lee’s Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery. Mc
GrawHill Education; 2016 : 435-449.
3. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, Robbins KT, Thomas JR.
Cummings Otolaryngology : Head and Neck Surgery, 3-Volume Set:
Elsevier/Saunders; 2014.
4. Pollak natasha, Soni. S Resha. Endoscopic Excision of a Tympanic
Paraganglioma : Training The next Generation of Ear Surgeon.
World Journal of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Science
Direct. 2017;3 : 160-162.
5. Cho Yesun, Lee Dong-Hee. Clinical Characteristics of Idiophatic
Epidermoid and Dermoid Cysts of The Ear. J Audio Otolarngology.
2017 : 77-80.
6. Chui Ping Zhong, Li-Ting Wen, Yu Han, Yang Chen. Case Report:
Capillary Hemangioma of The Middle Ear and External Auditory
Canal. Journal of Otology. 2010; Vol 5 : 111-115.
7. Verkouteren. J. A. C, Ramdas. K. H. R, Wakke. M, Nijsten. T.
Scholarly Review : Epidemiology of Basal Cell Carcinoma . British
Journal of Dermatology. November 2016 : 1-11.
8. Almofada Hesham Saleh, Timms Michael Steven, Dababo M. Anas.
Case Report : Ganglioneuroma of External Auditory Canal and
Middle Ear. Hindawi. July 2017 : 1-5
58

9. Benson. V. S, Green. J, Beral. V. Cigarette Smoking and Risk of


Acoustic Neuromas and Pituitary Tumors in Million Woman Study
British Journal of Cancer. 2010 : 1654-1656
10. Cardoso Amarante Flavia, Monteiro Eduardo Machodo Rossi, Lopes
Bernadi Livia, Avila Marianna Novaesda Costa. Ade. Adenomatous
Tumors of The Midle Ear : a Lierature Review. Thieme. Int Arch
Otorhinolaryngology. 2017; 21 : 308-312.

Anda mungkin juga menyukai