BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 1. Anatomi dari basis krani lateral dan lokasi yang sering
ditemukannya neoplasma. AT, saraf auriculotemporal: CCA, arteri karotid
umum; ECA. Arteri karotid eksternal, FO, Foramen ovale; LA, saraf
alveolar inferior; ICA, arteri karotis lntemal; IMA. Arteri maksila interna:
JF. Jugularforamen; JV, vena jugularis; L labirin; U, saraf lingual; MMA.
Tengah meningeal arteri: IX, Saraf glossopharyngeal; X, nervus vagus: XI,
saraf asma; XII, saraf hypoglossal.1
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Paraganglioma
tumor glomus jugulare seperti ini sangat sulit dibedakan dengan tumor
glomus tympanicum yang telah mengalami ekspansi. Pasien dengan tumor
yang mengalami ekspasi dapat muncul dengan neuropati saraf kranial yang
multipel.4
objektif dapat diketahui dengan jelas jika saat dilakukan auskultasi di atas
area mastoid atau infra-auricular terdengar suara bruit. Ketika tumor meluas
ke bagian membrane timpani, pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan
adanya polip aural yang berdarah. Tumor yang mengenai jugular foramen
dapat diidentifikasi ketika adanya palsi pada saraf kranial bawah. Sindrom
jugular foramen yang juga dinamakan sindrom Vernet, timbul ketika
pertumbuhan tumor mempengaruhi aktivitas saraf kranial IX,X, dan XI
yang selanjutnya mengakibatkan paresis atau paralisis dari otot yang
diinervasi oleh saraf-saraf tersebut. Sindrom Villaret merupakan kombinasi
antara sindrom jugular foramen dengan sindrom Horner pada pasien dengan
penyakit yang lebih serius. Pasien degan paraganglioma yang mengerosi
carotid canal dan mengkompresi pleksus simpatis dinamakan sindrom
Horner (miosis, ptosis, anhidrosis, dan enopthalamus). Jika terjadi
kelemahan atau paralis pada saraf fasial, hal tersebut menunjukkan adanya
keterlibatan pada bagian telinga tengah dan mastoid. Test garpu tala atau
pemeriksaan audiometri pada pasien tersebut akan menunjukkan adanya tuli
konduktif atau pada beberapa kasus akan menunjukkan tuli sensorineural.
Ataksia dan palsi pada sebagian saraf kranial merupakan tanda yang sedikit
meragukan sebagai indikasi adanya keterlibatan cranial fossa posterior dan
sinus cavernosus. 4
2. 1. 2 Epidermoid (Kolesteatoma)
infiltrasi oleh sel leukemia, namun hal ini jarang menimbulkan manifestasi.
Infiltrasi pada telinga tengah dan sel udara mastoid jarang terjadi namun
dapat menyebabkan efusi yang simptomatik, sehingga seringkali terjadi
misdiagnosis dengan otomastoiditis, dimana pada penyakit ini pasien
mengalami infeksi. Pasien dengan leukemia mielogenous akut ataupun
primer dapat berkembang besar menjadi infiltrat yang berkonsolidasi yang
akan membentuk tumor padat yang dinamakan sarkoma granulositik atau
kloroma. Pasien dengan penyakit tersebut akan mengeluhkan adanya
kehilangan pendengaran, palsi pada wajah, dan pembengkakan pada
postaurikular dan kanal auditori sehingga kesalahan dalam kasus seperti ini
adalah diterapi seperti penyakit infeksi. Tumor ini terdiri dari granulosit
yang imatur dan mengandung mieloperoksidase yang membuat lesi menjadi
berwarna biru, sehingga dinamakan kloroma. Sebgaian besar kloroma
terjadi pada anak-anak dengan leukemia. Infiltrat leukemia yang melibatkan
koklea akan menyebabkan tuli sensorineural, namun adanya jejas pada
telinga dalam lebih cenderung disebabkan oleh pendarahan lokal. Diagnosis
penyakit ini paling baik ditegakkan dengan biopsy, walaupun cara tidak
banyak dilakukan, dan MRI merupakan modalitas pilihan yang dilakukan.
Terapi untuk leukemia sistemik yang menginfiltrasi tulang temporal
membutuhkan kemoterapi dengan dosis yang tinggi dan manajemen dengan
terapi radiasi dapat dipertimbangkan oleh ahli hematologi/onkologi.
Prognosis penyakit ini tidak baik, terutama pada saat diagnosis terlambat
ditegakkan.3
tulang temporal. lesi yang umum ini biasanya ditemukan pada pasien
dewasa dan biasanya didiagnosis pertama kali saat masuk usia dekade
keenam. Sebagian besar karsinoma sel basal terjadi pada pina atau didalam
area periaurikular, dimana kasus ini lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan karsinoma sel skuamosa. Hanya sekitar 15% kasus karsinoma sel
basal terjadi di kanal auditori eksterna dimana untuk karsinoma sel
skuamosa lebih sering terjadi di lokasi ini. Adanya eksposur actinic
merupakan faktor primer yang bertanggungjawab dalam menginisiasi
transformasi neoplastik yang terjadi. Hal ini terjadi karena bagian
periaurikular dan auricular heliks lebih banyak tereksposur sinar matahari.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita dengan
perbandingan 2:1. Lesi nodululseratif yang muncul pada pinna sama dengan
karsinoma sel basal yang ditemukan pada tubuh bagian lain. Lesi ini
dikarakteristikan dengan adanya pertumbuhan infiltratif lokal dari nodul
dengan batas melingkar dan ulkus sentral yang memiliki krusta. Jenis
neoplasma ini muncul dengan batas yang jelas, namun dapat terjadi ekstensi
subkutan dengan batas yang tidak jelas. Metastatis jauh atau regional sangat
jarang terjadi, namun metastatis lebih banyak terjadi ketika lesi melibatkan
telinga. Pemeriksaan histologis menunjukkan adanya sel basaloid yang
tersusun palisade pada batas tumor dengan nekrosis sentral dan adanya
ulserasi. Sebagian besar tumor bersifat selular, sehingga lebih mudah untuk
didiagnosis dan ditentukannya batas dari tumor (Gambar 147.4).
bagaimanapun, 25% dari karsinoma sel basal yang melibatkan kulit ari
telinga luar merupakan subtipe yang morpheaform atau bersifat sklerosing.
Karsinoma sel basal dibedakan dari lesi nodululseratif yang lebih umum
terjadi dengan adanya untaian linier dari sel basaloid yang menginfiltrasi
lapisan subkutan dari kulit dan juga dengan adanya matriks fibrosa. Untaian
linier tersebut berdifusi di dalam matriks fibrosa, sehingga batas dari tipe
1
morpheaform karsinoma sel basal sulit untuk ditentukan.
21
sel skuamosa pada telinga dan tulang temporal berjumlah sekitar 24% dari
pasien dengan karsinoma sel skuamosa pada kepala dan leher. Sebagian
besar jenis tumor ini berasal dari pinna. Seperti karsinoma sel basal, lebih
dari setengah kasus karsinoma sel skumosa terjadi di heliks, dimana pada
lokasi ini lebih banyak menerima paparan actinic. Paparan sinar matahari
dan jejas karena dingin merupakan predisposisi bagi pasien untuk
mengalami malignansi. Namun faktor lain seperti paparan radiasi dan
infeksi kronis diketahui memiliki peran sebagai etiologi pada kasus ini.
Untuk karsinoma sel skuamosa yang berasal dari telinga tengah, otitis media
kronis dan human papillomavirus dianggap sebagai elemen penting pada
pathogenesis keganasan. 1
2.2.2 Melanoma
kutaneus yang malignan, saat ini sekitar 75% kematian dari malignasi
kutaneus disebabkan oleh melanoma. Telinga luar merupakan sumber lokasi
pada sekitar 10% dari seluruh melanoma primer pada kepala dan leher dan
sekitar 1% dari seluruh melanoma. Heliks dan antiheliks dilaporkan sebagai
lokasi yang paling menjadi sumber dari penyakit ini. Melanoma primer pada
kanal auditori eksternal sangat jarang terjai dan melanoma pada telinga
tengah cenderung bersifat metastatik ataupun merupakan akbiat dari
perlusan regional penyakit. Usia rata-rata saat didiagnosis memiliki
melanoma pada pinna adalah 50 tahun, namun penyakit dapat terjadi pada
semua umur kecuali pada anak-anak kecil. Laki-laki lebih cenderung untuk
mengalami melanoma dengan perbandingan tiga kali lebih besar
dibandingkan wanita, dan individu dengan rambut pirang atau merah, mata
biru, dan kulit wajah yang memiliki bercak-bercak hitam merupakan
predisposisi untuk penyakit ini. 3
tahun. Sebagian besar lesi jenis ini memiliki respon terhadap reaksi
inflamasi. 3
tersusun dalam pola cribriformis, tubular, atau padat. Invasi perineural dan
invasi di sepanjang deep tissue merupakan fitur yang khas pada tumor ini.
Metastasis kelenjar getah bening regional dapat terjadi, dan metastase jauh
dapat terjadi pada organ manapun yang tervaskularisasi, tetapi paru-paru lah
yang menjadi tempat paling umum untuk metastasis. Karsinoma kistik
Adenoid lebih sering terjadi pada wanita dan didiagnosis rata-rata pada usia
43 tahun. 10
Exostoses adalah lesi tulang luas yang muncul di sekitar dari aspek
medial tulang kanalis auditori eksterna. Exostoses muncul dalam lesi
multipel dan seringkali bilateral. Sebagian besar pasien didiagnosis
menderita penyakit ini pada saat remaja atau sebagai orang dewasa muda,
dan exostoses jauh lebih umum pada pria. Terjadinya exostoses sangat
berkorelasi dengan paparan air dingin dan karena itu sangat diperkirakan
muncul akibat adanya periostitis yang disebabkan flu. Seperti pasien dengan
Osteomata, sebagian besar bersifat asimtomatik sampai saluran pendengaran
eksternal hampir atau sudah tersumbat seluruhnya, dan diagnosis ditegakkan
ketika dilakukan pemeriksaan otologis. Secara histologis, eksostosis berbeda
dengan osteomata. Exostoses terdiri dari lapisan paralel dari tulang
subperiosteal yang tidak mengandung saluran fibrovaskular yang
bertrabekulasi atau hanya mengandung saluran fibrovaskular yang
bertrabekulasi dengan pertumbuhan yang buruk. Pembedahan untuk
pengangkatan exostoses biasanya lebih sulit dibanding pengangkatan
osteomata. Umumnya, pendekatan postaurikular diperlukan, dan
pemantauan saraf fasial dianjurkan karena bagian distal mastoid dari saraf
facial memiliki risiko kerusakan selama pengeboran bagian posteroinferior
dari Kanal. Skin flap dibuat untuk mengekspos lesi tulang, dan dilepas
dengan bor sambil menjaga keutuhan kulit. Pencangkokan kulit dengan
ketebalan terpisah (STSG) mungkin diperlukan dalam mencegah
pembentukan sikatriks pasca operasi. 1
31
fasial meluas ke arah anterior. Dari rongga telinga tengah, tumor bisa
mengikis ke arah superior melalui tegmen tympani ke dalam fossa tengah.
Tumor juga dapat mengikis le arah medial untuk melibatkan kapsul otik,
atau ke arah lateral melalui membran timpani untuk melibatkan kanal
auditori eksternal. Karena rute penyebaran tersebut, keterlibatan saraf
wajah dan ruang telinga tengah merupakan temuan klinis yang umumnya
ditemukan. Dalam kesempatan langka, ekstensi anterior dari tumor kantung
endolimfatik sepanjang petrous ridge ke apeks petrous dan sinus kavernosus
telah dilaporkan. Ekstensi anterior ke Meckel cave dan kanal auditori
internal dapat menyebabkan keterlibatan saraf kranial V,VII,dan VIII.
Ekstensi ke cerebellum dan ke fossa kranial posterior mengakibatkan
tingginya insidensi ataksia dan sakit kepala pada pasien dengan lesi lanjut.
Akhirnya, ekstensi inferior ke bagian foramen jugularis mengakibatkan
adanya temuan klinis berupa suara serak, kelemahan otot
sternokleidomastoid, dan disfungsi palatal. 10
tulang petrosus pneumatik yang terjadi pada 30% pasien. Prosesnya dimulai
saat ventilasi sel udara petrosus terganggu akibat trauma tulang temporal.,
disfungsi tabung eustachius, atau edema mukosa. Peradangan atau trauma
pada tulang petrosus dapat menyebabkan perdarahan ke sel udara dari apeks
petrosus, dan karena tidak ada jalur drainase yang efektif, detritus dari
perdarahan terakumulasi di sel udara. Membran sel darah merah yang
degenerasi tampaknya menjadi sumber utama kristal kolesterol, yang
kemudian memulai reaksi tubuh terhadap benda asing. Peradangan dari
reaksi tubuh benda asing meningkatkan perdarahan dan edema mukosa,
mendorong siklus inflamasi dan mengakibatkan granuloma membesar.
Sebuah teori alternatif untuk patogenesis granuloma kolesterol menyatakan
bahwa lesi ini terjadi saat adanya perluaran saluran sel udara yang dilapisi
dengan mukosa dengan ruang sumsum di apeks petrosa. Coaptation antara
lapisan mukosa dan sumsum yang terpapar mengakibatkan perdarahan
berkelanjutan yang progresif dari ruang sumsum, dan ini menyebabkan
pembentukan dan ekspansi kista (36). Tidak mengherankan bahwa
pemeriksaan histologis granuloma kolesterol menunjukkan kristal kolesterol
yang dikelilingi oleh sel raksasa multinukleat, infiltrasi sel bundar, dan
makrofag hemosiderin-laden. Granuloma kolesterol mungkin terbatas pada
tulang petrous dan mungkin asimtomatik. Sebagai alternatif, granuloma ini
mungkin berlanjut ke fossa kranial posterior dan menyebabkan kelumpuhan
saraf abducens, diplopia, nyeri wajah, kelemahan wajah atau berkedut, sakit
kepala, pusing, tinnitus, dan gangguan pendengaran. Diagnosis granuloma
kolesterol dapat dilakukan dengan MRI, yang menunjukkan lesi berdinding
halus, tidak menentu, ekspansif yang memiliki intensitas sinyal tinggi pada
gambar T1-weighted dan T2-weighted (Gambar 147.8). Terapi bedah utama
adalah drainase sederhana yang memungkinkan aerasi permanen pada
rongga. Namun, ada beberapa kontroversi mengenai apakah dinding fibrosa
kista ini membutuhkan pengangkatan untuk mencapai penyembuhan jangka
panjang.3
47
2.4.1 Schwannoma
sedangkan pada jugular foramen schwannoma, lokasi nya pada superior dan
inferior ganglia dari saraf glossofaringeal, jugular dan nodose ganglia dari
saraf vagus, ataupun pada junction dari komponen kranial dan spinal dari
saraf aksesoris spinal. Apa yang menyebabkan proliferasi dari sel Schwann
ini masih belum diketahui, namun abrasi genetik, seperti yang berhubungan
dengan neurofibroma tipe 2 (NF2), sangatlah berhubungan dekat dengan
transformasi neoplastik ini. Schwannoma pada pasien dengan NF2 muncul
dari hasil defek pada lengan kromosom 22, yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan protein supresor tumor yang disebut Merlin. Apa yang
dilakukan oleh protein ini untuk menghambat proliferasi dari sel Schwann
masih belum dapat diketahui secara pasti, namun Merlin berinteraksi dengan
beragam protein seluler yang meregulasi fungsi sel (37). Satu dari kelompok
protein seluler diantaranya termasuk reseptor growth factor dari tyrosin
kinase, khususnya sebuah kelompok protein yang disebut ErbB. NF2
merupakan gangguan autosomal dominan, dan pasien dapat memiliki
kegagalan dalam proses duplikasi dari gen suppresor tumor pada kromosom
mereka. Bagaimanapun, produksi dari Merlin dapat terhenti ketika adanya
mutasi pada kromosom 22, dan penurunan konsentrasi merlin muncul pada
deregulasi dari reseptor ErbB, yang mana merupakan kondisi yang
menyebabkan pasien dengan NF2 berkembang menjadi Schwannoma. Agar
kondisi yang sama dapat terjadi pada pasien tanpa NF2, mutasi harus terjadi
pada lengan yang panjang dari kromosom. Sehingga, transformasi
neoplastik pada kasus schwannoma sporadis (muncul tiba-tiba) memiliki
kemungkinan yang sangatlah kecil untuk terjadi. Fakto lainnya yang dapat
mengarah pada transformasi neoplastik dari sel Schwann masih ditelusuri
lebih lanjut. Ekspresi genetik yang meningkat dari neutrotrophic factor juga
telah diobservasi pada vestibular schwannoma ketika dibandingkan dengan
jaringan saraf perifer menunjukkan bahwa terdapat sebuah peran dalam
memodulasi pertumbuhan tumor (38). Sebagai tambahan, molekul kecil
RNA yang disebut MicroRNA dapat meregulasi ekspresi genetik dengan
cara menghambat produksi dari target protein tertentu. Ketika dibandingkan
49
suara menyimpulkan adanya lesi pada fossa jugularis. Ketika adanya refleks
kornea yang menurun, hipoestesia fasial, dan kelemahan otot masseter,
schwannoma trigeminal atau schwannoma cerebellopontin lainnya yang
menekan saraf trigeminal merupakan penyebab dari hal tersebut. Disfungsi
saraf fasialis menunjukkan adanya schwannoma saraf fasial dibanding
schwannoma vestibular, namun pemeriksaan audiometrik dapat membantu
membedakan kedua tipe ini. Gangguan pendengaran sensorineural lebih
sering pada pasien dengan schwannoma vestibular, sedangkan gangguan
pendengaran konduktif lebih sering tampak pada schwannoma saraf fasial.
Diagnosis preliminari dari schwannoma dapat ditegakkan ketika adanya
defisit dari pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan penemuan dari
pemeriksaan radiologis. MRI menunjukkan lesi yang memancarkan sinyal
yang rendah pada pencitraan dengan T1 yang meningkat selama injeksi
dengan kontras intravena. (gambar 147.10). HRCT dari tulang temporal
menunjukkan adanya ekspansi dan erosi dari kanal fallopian dan ekstensi ke
arah telinga tengah pada pasien dengan schwannoma saraf fasial. HRCT
juga membantu memperlihatkan anatomi basis krani sebelum operasi pada
pasien dengan schwannoma foramen jugular. 1
2.4.2 Meningioma
dengan laju insidensi tertinggi (40 per 100.000) pada individu diatas 65
tahun. Anak-anak dan bahkan bayi dapat memiliki meningioma, namun
untungnya hal ini sangatlah langka. Pada anak, laki-laki lebih sering terkena
dibanding perempuan, dan tumor mereke pada umumnya lebih agresif,
berkembang lebih cepat dan menjadi besar sebelum terdiagnosis. Pada
dewasa, wanita dengan meningioma mengalahkan proporsi laki-laki yaitu
sebanyak 2 banding 1, khususnya pada usia tua. Lokasi yang paling sering
dari meningioma basis krani lateral adalah pada bagian posterior dari tulang
petrosal diantara superior dan inferior sinus petrosal. Lebih jarang,
meningioma hadir dengan tumor yang terlekat pada kanalis audiotori
interna, dan pada kasus langka, meningioma hadir sebagai neoplasma
ekstrakranial pada telinga tengah, kanalis auditori eksterna, ataupun fossa
infratemporal. 8
yang jelas dari dural atau dural sinus. (gambar 147.12). MRI dari
schwannoma vestibuar lebih cenderung menunjukkan erosi dari kanalis
auditori interna dimana tumor berasal dan menunjukkan peningkatan ketika
diinjeksikan kontras intravena. Lesi intrakanalikular sulit untuk dibedakan
dengan pencitraan. 9
2.4.3 Lipoma
rata-rata 11 mm. Tiga pasien memiliki tumor bilateral. 92% pasien memiliki
gejala simptomatis. Paling sering gejala ditunjukkan berupa adanya
gangguan pendengaran, pusing, tinnitus, dan sakit kepala. Lipoma adalah
massa lemak yang dapat menyelimuti struktur neurovaskular dari kanalis
auditori interna dan cerebellopontine angle. Lipoma besar dapat melekat
pada aspek lateral dari batang otak. Beberapa lipoma memiliki vaskularisasi
permukaan yang intens dan lebih diklasifikasikan sebagai angiolipoma.
Spesimen hasil biopsi menunjukkan adanya adiposit matur jinak dan jumlah
yang beragam dari jaringan fibrosa. Lipoma dapat menginfiltrasi saraf
kranial dan komponen sekitar dari fascicle dari serabut saraf. 1
54
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA