Anda di halaman 1dari 7

Letter of Comfort, Warranty, dan Indemity

Letter of Comfort, Warranty, dan Indemnity bukan merupakan jenis jaminan untuk
melunasi suatu hutang.
a. Letter of Comfort
Letter of Comfort diberikan oleh pemegang saham mayoritas / holding
company yang berisikan pernyataan pemegang saham mayoritas:
o Tidak akan melepaskan saham-sahamnya pada debitur;
o Tidak akan mengganti pengurus debitur;
o Debitur pada saat jatuh tempo hutangnya akan mampu melunasinya
b. Warranty
Warranty adalah suatu pernyataan dari pembuat bahwa hak, kualitas, dan
kuantitas dari sesuatu yang diberikan adalah sah dan benar adanya.
c. Indemnity
Indemnity adalah jaminan agar pihak ketiga melakukan sesuatu untuk orang
yang dijaminkannya, dan jika pihak ketiga gagal melakukannya maka pihak
penjamin akan mengganti kerugian.
Letter of Comfort dan Warranty tidak sama dengan Garansi Bank dan tidak
memberikan jaminan apapun untuk melunasi hutang. Sedangkan Indemnity
memiliki prinsip yang sama dengan Garansi Bank, namun tidak tunduk pada
peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sehingga perlindungannya tidak
sekuat Garansi Bank.
Terdapat bentuk-bentuk jaminan lain yang tidak seaman jaminan-jaminan seperti
di atas namun masih lebih aman dibandingkan dengan jaminan yang hanya
bersifat moral seperti:
Hipotik atas tanah
Walaupun dapat dijadikan uang namun pengajuannya membutuhkan waktu
yang lama dan menurunkan harga tanah karna dilelang.
Cessie atas tagihan
Pihak debitur menyerahkan hak atas tagihan terhadap Pihak Ketiga kepada
Kreditur. Dalam hal ini kita tidak tahu kapan waktunya tagihan-tagihan
tersebut dalam menutupi seluruh kewajiban Debitur.
Penyerahan Hak Milik berdasarkan kepercayaan
Jaminan ini dikenakan pada barang-barang bergerak. Kelemahannya
adalah apabila debitur tidak menyerahkan barang tersebut, maka kreditur
harus menggugat lewat pengadilan yang membutuhkan waktu lama
sehingga harga barang tersebut telah merosot tajam.
Rekayasa Hukum di dalam Pendanaan Suatu Konstruksi
Rekayasa Hukum diperlukan saat pengguna jasa tidak mampu memberikan
jaminan yang likuid (bank garansi atau standby L/C) dalam sebuah kontrak.
Contoh-contoh Rekayasa Hukum akan dijelaskan melalui 2 contoh kasus berikut:

Kasus 1
Pengguna jasa akan membangun apartemen dengan sistem Contractors Full
Prefinancing, namun tidak mampu menjamin pembayarannya dengan garansi
bank yang dikeluarkan oleh bank yang tergolong besar dan bukan bank yang satu
grup dengan usaha dengan pengguna jasa. Jalan keluarnya adalah dengan
membuat jenis-jenis jaminan lain seperti:
Assignment of Deposit/Account Receivable
Kebiasaan buruk di Indonesia adalah Developer telah melakukan jual beli
atau sewa dari apartemen/kantor yang dibangunnya, padahal kontrak
pembangunannya belum ditandatangani dengan Penyedia Jasa,
pembangunan pondasi belum berlangsung, izin belum diperoleh, bahkan
status tanah tidak jelas. Bisnis tidak tunduk pada teori-teori hokum sehingga
dibuatlah rekayas hukum yaitu dengan cara mengalihkan uang muka yang
telah diterima Developer kepada penyedia jasa sebagai jaminan. Uang muka
yang diterima diikat dengan Assignment of Deposit, dan yang akan diterima
diikat dengan Assignment of Accounts Receivable.
Surat Kuasa Jual kepada Trustee Penyedia Jasa
Adanya cacat hukum, kekurangan perencanaan, dan kekurangan lainnya
dapat menyebabkan calon pembeli/penyewa membatalkan pengikatan jual
beli/sewa. Hal ini kan mengurangi daya jamin dari Assignment of
Deposit/Account Receivable sehingga diperlukan jaminan tambahan berupa
pemberian kuasa dari Developer kepada penyedia jasa untuk menjual unit
apartemen/kantor yang tidak laku dijual dan mengambil hasil penjualan
tersebut sebagai pelunasan piutang penyedia jasa.
Kuasa Menjual tanah dan bangunan yang dipakai sebagai jaminan suatu
hutang adalah tidak sah secara hukum. Namun, kebutuhan praktis masih
menghendaki adanya Jaminan Kuasa Jual sehingga perlu dibuat rekayasa
hukum. Developer akan memberikan kuasa kepada pihak ketiga yang
merupakan kepercayaan (trustee) dari penyedia jasa untuk menjual unit
apartemen/kantor yang tidak laku.
Jika developer melakukan pembayaran kepada penyedia jasa, maka trustee
akan menjual unit tersebut kepada:
o Pihak lain (konsumen) dan menyerahkan hasil penjualannya kepada
penyedia jasa, dan penyedia jasa menganggapnya sebagai pelunasan
Harga Borongan.
o Penyedia Jasa, sehingga penyedia jasa akhirnya dibayar dengan unit
apartemen/kantor.

Kasus 2
Pengguna jasa yang merupakan suatu perusahaan dari satu grup usaha ingin
membangun apartemen dengan sistem Turn Key. Untuk membayar Harga
Borongan sebenarnya pengguna jasa dapat memperoleh kredit dari bank yang satu
grup usaha dengan penguna jasa. Tetapi pemberian kredit tersebut tidak bisa
dilaksanakan karena pihak bank terkena ketentuan Batas Minimum Pemberian
Kredit.
Diperlukan rekayasa hukum dengan cara kredit tidak diberikan oleh bank kepada
Developer sebagai kredit investasi, namun kredit diberikan oleh bank kepada
penyedia jasa sebagai kredit konstruksi.

ASPEK PERPAJAKAN
Dalam kontrak konstruksi terdapat aspek perpajakan yang berkaitan dengan nilai
kontrak sebagai pendapatan dari penyedia jasa baik Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Seringkali penyedia jasa tidak menyetorkan
PPN kepada kas negara atau bank sehingga timbul masalah yang berpotensi
menjadi sengketa. Aspek perpajakan perlu disepakati dan disetujui oleh semua
pihak agar dapat menciptakan suatu kontrak konstruksi yang baik.

Pajak-Pajak yang Terkait dengan Jasa Konstruksi


Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan konstruksi, layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan
pekerjaan konstruksi. Pajak yang perlu diperhatikan dalam kontrak konstruksi
adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Pajak Pertambahan Nilai


i. Pengertian
PPN merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri yang dipungut pada tiap
tingkat penyerahan dalam jalur produksi, distribusi, pemasaran dan
manajemen dengan menggunakan metode kredit pajak.
ii. Dasar Hukum
Pasal 4 huruf c juncto Pasal 4A ayat (3) UU No. 8 Tahun 1983 tentanf Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, dan telah diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.
iii. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
DPPnya adalah Nilai Penggantian dalam bentuk uangm termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penyedia jasa kepada
pengguna jasa, tidak termasuk pajak menurut UU PPN dan potongan harga
dalam Faktur Pajak.
iv. Tarif Pajak dan Cara Menhitung Pajak
Besar tarif PPN adalah 10%. Misal harga pokok 10 juta rupiah dan
keuntungan kontraktor 1 juta rupiah. Maka Nilai Kontrak (DPP) sebesar 11
juta rupiah, dan PPNnya sebesar 1,1 juta rupiah, sehingga jumlah yang
harus dibayar adalah 12,1 juta rupiah.
v. Faktur Pajak
Faktur pajak berfungsi bukti pemungutan PPN oleh Pengusaha Kena Pajak
yang melakukan penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak. Sementara bagi
pengguna jasa faktur pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran PPN dan
juga sebagai sarana untuk melakukan pengkreditan pajak masukan.
vi. Saat Pembuatan Faktur Pajak
Saat penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak
Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP
Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan
Saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada
Bendahara Pemerintah sebagai pemungut PPN.
Pajak Penghasilan
i. Pengertian
Pajak atas penghasilan merupakan jenis pajak langsung yang dipungut
oleh pemerintahan pada hampir setiap negara, meskipun dengan cara
dan jumlah yang berbeda.
ii. Dasar Hukum
Pasal 4 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
yang telah diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi yang
telah diubah terakhir dengan PP No. 40 Tahun 2009
iii. Tarif Pajak
2% dari jumlah bruto, untuk Pelaksanaan Konstruksi yang
dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha
kecil.
4% dari jumlah, untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan
oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
3% dari jumlah bruto, untuk Pelaksanaan Konstruksi yang
dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha
menengah dan besar.
4% dari jumlah bruto, untuk Perencanaan atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki
kualifikasi usaha.
6% dari jumlah bruto, untuk Perencanaan atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak
memiliki kualifikasi usaha.
iv. Mekanisme Pengenaan Pajak
a. dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hal
pengguna jasa merupakan Pemotong Pajak atau;
b. disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan
merupakan Pemotong Jasa.

ASPEK PERASURANSIAN
Jenis Asuransi dalam Kontrak Konstruksi
Penerima manfaat dari asuransi adalah pengguna jasa tetapi yang membayar
premi adalah penyedia jasa. Asuransi dibayar untuk meyakinkan bahwa proyek
tersebut berada di bawah tanggungan asuransi.

Perpanjangan masa asuransi


Hal ini harus diwaspadai dengan mengantisipasi kemungkinan permintaan
perpanjangan asuransi akibat terjadi keterlambatan penyelesaian proyek.

Unsur utama dalam asuransi


1) Penanggung (insurer), yang memberikan proteksi
2) Tertanggung (insured), yang menerima proteksi
3) Peristiwa (accident) yang tidak diduga atau tidak diketahui sebelumnya, dan
dapat menimbulkan kerugian
4) Kepentingan (interest) yang diasuransikan, yang akan mengalami kerugian
jika terjadi peristiwa tersebut

Jenis-jenis asuransi dalam proyek konstruksi


Commercial General Liability Insurance (CGL Insurance)
Operation And Premises Liability Insurance
Contractors And Owners Protective Liability Insurance
Completed Operations Liability Insurance
Contractual Liability Insurance
Professional Liability Insurance
Automobile Liability Insurance
Cargo Insurance
Aircraft And Watercraft Insurance
Contractors Equipment Floater Insurance
XCU (Explotion, Collapse, And Underground) Insurance
Builders All Risk Insurance
Installation All Risk Insurance

ASPEK SOSIAL EKONOMI


Keharusan menggunakan tenaga kerja dan bahan tertentu
Dalam kontrak kontruksi seringkali harus memperhatikan aspek sosial ekonomi
seperti menggunakan tenaga kerja tertentu, bahan/material bangunan serta
peralatan yang berasal dari dalam negeri yang juga diatur dalam Penjelasan
Umum UU No. 18 Tahun 1999 butir 6.

Tenaga kerja keahlian khusus


Terkadang suatu bagian pekerjaan tertentu membutuhkan keahlian khusus seperti
pekerjaan ukiran kayu harus menggunakan tenaga ahli dari Jepara agar diperoleh
kualitas pekerjaan sesuai kontrak.

Dampak lingkungan
UU No. 18 Tahun 1999 dalam pasal 22 ayat 2 butir (m) mensyaratkan bahwa
aspek lingkungan merupakan salah satu uraian yang harus terdapat dalam suatu
kontrak konstruksi.

ASPEK ADMINISTRASI
Keterangan para pihak
Keterangan para pihak harus tercantum jelas di dalam kontrak. Bila para pihak
adalah perusahaan maka identitas perusahaan harus jelas, termasuk orang yang
bertindak mewakili perusahaan tersebut. Kewajiban mencantumkan uraian
mengenai para pihak diatur dalam UU No. 18 tahun 1999 Pasal 22 ayat (2) butir a
dan PP No. 29 Pasal 23 ayat (1) butir a.

Laporan kemajuan pekerjaan


Laporan kemajuan pekerjaan biasanya dirinci menjadi laporan harian, mingguan,
dan bulanan. Hal ini untuk memantau kesesuaian antara kemajuan pekerjaan
dengan rencana pelaksanaan.

Hubungan kerja antar pihak


Hubungan kerja terjadi antara penyedia jasa dan pengguna jasa, dan terdapat
penetapan nama orang/badan yang mewakili pengguna jasa di lapangan dan juga
yang mewakili penyedia jasa.

Anda mungkin juga menyukai