Anda di halaman 1dari 30

Review Journal

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR (KKS)


DEPARTEMEN SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT / INSTANSI PENDIDIKAN JEJARING
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG

Prevalensi Presbiopia dikalangan mayarakat perokok

OLEH :

Hendro Prasetiyo, S.Ked

PEMBIMBING :
dr. Rahmat Suhada, Sp. M

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RS PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2016
BAB I
LAPORAN KASUS
SMF PENYAKIT DALAM
RS PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN

No Resume Medik : 06.62.61


Jenis kelamin : Laki laki
Nama lengkap : Tn. Zr
Agama : Islam
Umur : 76 tahun
Pendidikan : SD
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Sudah Tidak Berkerja
Alamat : Jl. Tanjung Agung, Pesawaran
Masuk IGD RSPBA : 25 April 2016, pukul : 14.12 WIB
Masuk Rawat Inap : 25 April 2016, pukul : 16.00 WIB

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesis pada tanggal 25 April 2016.
A. Keluhan Utama
Batuk berdarah sejak 2 jam SMRS

B. Keluhan Tambahan
Mual, tidak nafsu makan.
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien mulai mengalami keluhan batuk kurang lebih sejak satu bulan yang lalu,
batuk biasanya terjadi pada malam hari, biasanya pasien meminum air hangat untuk
meringankan batuk tetapi tidak memperingan keluhan batuknya. Batuk memberat
ketika beraktifitas disangkal, keluhan demam, mual, muntah, BAK dan BAB
disangkal.
Tiga hari kemudian batuk kadang berdahak, berwarna putih, dahak tidak disertai
darah, keluhan demam, nyeri tenggorokan, dan pilek disangkal. mual (-), muntah
(-), sesak (-), nyeri dada (-), bengkak (-), riwayat terbentur pada bagian dada atau
terjatuh disangkal, pasien juga merasakan sering berkeringat pada malam hari.
Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.
Dua minggu kemudian pasien mengaku batuk berdahak semakin sering, dan
pasien sulit untuk tidur dimalam hari, pasien juga mengeluh nafsu makan menurun,
sering berkeringat pada malam hari, dan terkadang sampai mengganti baju, dan
mulai merasakan badan hangat ketika malam hari. Mual (+), muntah (-), nyeri ulu
hati (-), nyeri dada (-), buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit batuk berdahak terus menerus
semakin memberat, kadang sampai mengganggu aktifitas harian pasien, dahak tidak
disertai darah, pasien kadang merasakan sesak ketika batuk terutama menjelang
tidur, pasien juga merasa pakaian sehari hari terasa longgar.
Pada tanggal 25-04-2016 jam 14.12 WIB pasien datang ke RSPBA dengan
keluhan batuk darah bercampur dahak sebanyak kurang lebih setengah aqua gelas,
darah berwarna merah segar, tidak bercampur sisa makanan. Keluhan disertai mual,
muntah (-), nyeri ulu hati (-), keluhan demam, nyeri tenggorokan disangkal. Pasien
juga masih mengeluh berkeringat pada malam hari, serta kesulitan untuk tidur
karena batuk yang dialami pasien selama sebulan terakhir ini. Keluhan betuk
berdarah pasien mengaku baru kali ini, dan pasien belum pernah sama sekali
minum obat warung ataupun memeriksakan keadaannya ke pelayanan kesehatan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada (pasien baru pertama kali dirawat inap)
E. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (+)
Pasien sudah merokok sejak usia 20 tahun, sehari pasien bisa menghabiskan
18 batang rokok. Dua bulan terakhir pasien berhenti merokok.
F. Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan seperti pasien.
Hipertensi (-)
Diabetes Melitus (-)
G. Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama anak dan menantunya, rumah pasien terletak dipingir
jalan, tidak ada ventilasi udara ataupun jendela pada kamar pasien, cahaya matahari
tidak masuk ke dalam kamar pasien.

III. ANAMNESIS SISTEM

Kulit

- Bisul - Rambut + Keringat malam


- Kuku - Kuning/ikterus - Ptekie
- Lain-lain

Kepala

- Trauma - Sakit kepala


- Sinkop - Nyeri sinus

Mata

- Mata merah - Konjungtiva anemis


- Sekret - Gangguan penglihatan
- Ikterus - Ketajaman penglihatan

Telinga

- Nyeri - Tinitus
- Sekret - Gangguan pendengaran
- Kehilangan pendengaran

Hidung

- Trauma - Gejala penyumbatan


- Nyeri - Gangguan penciuman
- Sekret - Pilek
- Epistaksis

Mulut

- Bibir (sariawan) - Lidah pahit


- Gusi bengkak - Gangguan pengecapan
- Selaput - Stomatitis
Tenggorokan

- Nyeri tenggorokan - Perubahan suara

Leher

- Benjolan kanan dan kiri - Nyeri leher

Dada (Jantung/Paru)

- Nyeri dada + Sesak nafas


- Berdebar + Batuk darah
- Ortopnoe + Batuk
Abdomen (Lambung/Usus)

- Rasa kembung - Perut membesar


+ Mual - Wasir
- Muntah - Mencret
- Muntah darah - Tinja berdarah
- Sukar menelan - Tinja berwarna dempul
- Nyeri perut - Tinja berwarna hitam
- Nyeri ulu hati - Benjolan

Saluran kemih/ Alamat kelamin

- Disuria - Kencing nanah


- Stranguri - Kolik
- Poliuri - Oliguria
- Polaksuria - Anuria
- Hematuria - Retensi urin
- Kencing batu - Kencing menetes
- Ngompol - Penyakit prostat

Saraf dan Otot

- Anestesi - Sukar menggigit


- Parastesi (kedua tangan) - Ataksia
- Otot lemah - Hipo/ hiper-esthesia
- Kejang - Pingsan
- Afasia - Kedutan (tiek)
- Amnesia - Pusing (vertigo)
- Lain-lain - Gangguan bicara (disartri)
Ektremitas

- Bengkak di kaki - Deformitas


- Nyeri sendi - Sianosis
- Ptekie - Edema kaki
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 april 2016.
A. Keadaan Umum:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,9 C
Nadi : 90 x/ menit,regular, isi cukup, kuat.
Pernafasan : 24x/ menit, regular, kedalaman cukup
Keadaan Gizi : kurang
Sikap : Berbaring
Kooperasi : Kooperatif
B. Berat badan
Berat badan rata-rata (kg) : 54 kg
Tinggi badan (cm) : 165 cm
IMT : 19.8
(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)
Tetap ( )
Turun ()
Naik ( )
C. Riwayat makanan
Frekuensi/ hari : 3x/ hari
Jumlah/ hari : satu porsi
Variasi/ hari : bervariasi
Nafsu makan : menurun

D. Pemeriksaan
Kepala : Deformitas (-), rambut hitam - putih tersebar merata, tidak
mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya
langsung & tak langsung +/+, pupil bulat isokor 3mm/3mm
simetris, celopak cekung tidak ada.
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus -/-, serumen -/-, liang telinga
lapang, membran timpani intak.
Hidung : Septum deviasi (-), napas cuping hidung -/-, mukosa
hiperemis -/-, sekret -/-, hidung berdarah tidak ada
Mulut : Sianosis (-), mukosa lembab, atrofi papil (-), lidah kotor (-)
faring hiperemis (-), tonsil T1/T1.
Leher : JVP 5 - 2 cmH2O,
KGB : - submandibular : Teraba
- supraklavikula : tidak teraba
- retroaurikuler : tidak teraba
- cervicalis : tidak teraba
- axilaris : tidak teraba

Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kiri atas di ICS II di linea Parastrenal sinistra,
Batas jantung kiri bawaha di ICS V pada linea midclavicula
sinistra
Batas jantung kanan di ICS IV di line parasternal
dektra
Auskultasi : Bunyi jantung s1 dan s2 normal, murmur (-), Galop S3 S4(-)
Paru-paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, tidak ada napas tertinggal.
Palpasi : Ekspansi tidak dada simetris, vokal fremitus tidak meningkat
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, ronki (-), wheezing-/-
Abdomen
Inspeksi : Datar, benjolan (-)
Palpasi : supel, tidak teraba massa, nyeri tekan epigastrium (-), hati tidak
teraba membesar, nyeri tekan (-), limpa tidak teraba
membesar. Tugor kulit normal.
Perkusi : Gabungan Timpani redup , shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat + + , CRT < 2, edema pitting - -
+ + - -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium
25/04/2016
HEMATOLOGI

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL


Lk: 14-18 gr%
Hemoglobin 13,4
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 13.600 4500-10.700 ul
Hitung jenis leukosit
Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 0 1-3%

Batang 1 2-6 %

Segmen 54 50-70 %

Limposit 35 20-40 %

Monosit 10 2-8 %

Lk: 4.6- 6.2 ul


Eritrosit 5,8
Wn: 4.2- 5,4 ul
Lk: 40-54 %
Hematokrit 39%
Wn: 38-47 %
Trombosit 207000 159-400 ul
MCV 87 80-96
MCH 23 27-31 pg
MCHC 27 32-36 g/dl

Follow up Pasien 26/04/2016

S : keluhan batuk masih dirasakan pasien, namun batuk berdahak sudah tidak,
berkeringat banyak saat tidur masih dirasakan oleh pasien.
O : TD : 120/80 mmHg
N : 76x/menit
Rr : 20x/menit
T : 37,2oC
C. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
Foto thoraks PA
Posisi trakea ditengah, mediastinum superior
Jantung:
tidak membesar, jantung tidak membesar
Ukuran
(CTR <membesar,
50%), sinusCTR > 50%
costophrenicus bilateral
Aorta elengasi
normal, sinus cardiophrenicus kanan kabur,
Paru:
kiri normal. Diaphragma bilateral normal.
Kedua
Pulmo halus
: tak menebal
Infiltrat di basal
Hilus kanan kabur,parukiri
kanan
normal
Kedua sinus dan diafragma baik
Corakan bronkovaskuler bertambah
Kesan:
Tampak perbercakan lunak diperihiler dan
Jantung:
perikardial kanan.
Kranialisasi (-)
Kesan :
Tampak perbercakan lunak di perihiler dan
perikardial kanan, ec DD/ KP aktif
atipikal, bronkopnemonia

V. RESUME
Pasien Tn. Zn 75 tahun diantar keluarga ke RSPBA dengan keluhan batuk
berdarah sejak dua jam SMRS, darah sebanyak kurang lebih setengah aqua gelas,
darah berwarna merah segar bercampur dahak, tidak bercampur sisa makanan.
Keluhan disertai mual, muntah (-), nyeri ulu hati (-), keluhan demam, nyeri
tenggorokan disangkal. Mengeluh berkeringat pada malam hari, serta kesulitan
untuk tidur karena batuk yang dialami pasien selama sebulan terakhir ini. Keluhan
betuk berdarah pasien mengaku baru kali ini, dan pasien belum pernah sama sekali
minum obat warung ataupun memeriksakan keadaannya ke pelayanan kesehatan.

Pemeriksaan tanggal 26/004/16


KU/Kes : TSR/CM ; TD: 120/ 80 mmHg ; Nadi: 78x/ menit, regular, isi cukup,
kuat ; Napas: 22 x/ menit, regular, kedalaman cukup ; Suhu : 36,5C (axilla).
Konjungtiva anemis -/-. Batas-batas jantung melebar ; BJ I & II regular,
Nyeri tekan (-) epigastrium.

Kesan foto Thorax PA


Tampak perbercakan lunak di perihiler dan perikardial kanan, ec DD/ KP aktif
atipikal, bronkopnemonia.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Hemoptoe suspek ec TB paru

DIAGNOSA DIFERENTIAL
Pneumonia

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


Pemeriksaan sputum SPS
Pemeriksaa kultur dahak

VII. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa:
- Tidak menelan dahak
- Tidak membuang dahak sembarangan
- Tidak meminum satu gelas dengan orang lain
- Saat bersin dan batuk ditutup dengan tisu dan kain
- Diet cukup serat, kalori dan protein
Medikamentosa:
- IVFD RL XX gtt/menit
- Ceftriaxone 1g 2x1
- Ambroxol 30mg tab 3x1
- Curcuma 3x1
- Asam traneksamat 2x1

IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanactionam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru


2.1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabka oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.

2.1.2 Epidemiologi TB di Indonesia

Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia


setelah China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India dan
Indonesia berturut turut 1.828.000, 1.414.000 dan 591.000 kasus. Perkiraan
kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998.
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan
nasional tahun 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab
kematian tertinggi di Indonesia.

2.1.3 Cara Penularan

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan


kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali
atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M.
Tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan
manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan
penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet
nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah
atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA).

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 4/um dan tebal 0,3 0,6/um.
Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosa complex adalah : 1.
M. tuberculosae, 2. Varian asian, 3. Varian african, 4. Varian african II, 5. M.
bovis. Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.

Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai pereasit intraselular yakni dalam


sitoplasma makrofag. Makrofak yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid.

Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.

2.1.4 Patogenesis TB primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau


dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat meneta dalam udara bebas selama 1 2 jam, tergantung pada
ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman tahan berhari hari sampai berbulan
bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel
pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila
ukuran partikel < 5 mikrometer. Uman akan dihadapi pertama kali oleh
neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan parikel ini akan mati
atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial
bersama geraka silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma


makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman
yang bersarang dijaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosi pneumonia
kecil dan disebut sarang primer atau afek primer sarang (fokus) ghon. Sarang
primer ini dapat ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga
masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit,
terjadi limfadenopati regional, kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan
menjalar keseluruh organ seperti paru, otak, ginjal, atau tulang. Bila masuk ke
arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB
milier.

Dari sarang primer akan timbul peradanga saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis
regional = kompleks primer (ranke). Semua proses ini memakan waktu 3 8
minggu.

2.1.5 Tubekulosis Pasca Primer (Sekunder)

Kuman yang dormant pada rubekulosis primer akan muncul bertahun


tahun kemudian sebai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tb post
primer = tb sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis
sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkoholic,
penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer
ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal
posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim
paru paru dan tidak ke nodus hiler paru.

2.1.6 Gejala Klinis

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam macam atau


malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keuhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :

Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang


kadang panas badan dapat mencapai 40 41 oC. Serangan demam
pertama dapat sembuh sebentar tetapi kemudian dapat timul kembali.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tugerkulosis yang masuk.

Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak detemukan, batuk terjadi karena


adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk
produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit
tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakitpenyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu minggu atau
berbulan bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan
baruk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi
ulkus dinding bronkus.

Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasak
sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru paru.

Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan . nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua peura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.

Malaise. Penykit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala


malaise sering ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin
lama mikin berat dan terjadi hilang tinmbul secara tidak teratur.

2.1.7 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaa fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun
terutama pada kasus kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimtmatik. Demikian juga bila sarang penyakit ini terletak di dalam, akan
sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik, karena hantaran getaran/
suara yang lebih dari 4 cm kedalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi
dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksan fisik, TB paru sulit
dibedakan dengan pneumonia.

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks
paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas. Maka didapatkan perkusi
yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara
napas tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring.

Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot otot interkostal.

2.1.8 Pemeriksaan radiologis

Pada pemeriksaan radiologis dada merupaka cara yang praktis untuk


menemukan lesi tuberkulosis. Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan
sarang sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak bercak
sepeerti awan dan dengan batas batas yang tidak tegas.

Tuberculosis sering memberikan gambaran yang aneh aneh, terutama


gambaran radiologis, sehingga dikatakan tuberculosis is the greatest imitator.
Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia
mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis.

2.1.9 Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosi sudah dapat dipastikan. Di samping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberika evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan.

Kriteria sputum BTA psitif adalah bila sekurang kurangnya ditemukan 3


batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000
kuman dalam 1mL sputum.
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak
dilakukan 3 kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara:
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :


2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali
1 kali positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif
3 kali negatf Mikroskopik negative.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau
IUATLD
o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).
2.1.10 Diagnosis TB
WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru.
Pasien dengan sputum BTA positif : 1) pasien yang pada pemeriksaan
sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang kurangnya
pada 2 kali pemeriksaan, atau 2)satu sediaan sputumnya positif disertai
kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau 3) satu
sediaan sputumnya positif disertai biakan positif.
Pasien dengan sputum BTA negatif : 1) pasien yang pada pemeriksaan
sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2
kali pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif,
atau 2) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis
tidak detemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
2.1.11 Tatalaksan TB

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3


bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol

2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :


Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
Derivat rifampisin dan INH.
2.2 Pnemonia

2.2.1 Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia,
radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.

2.2.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumoni komuniti
yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram
positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram
negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri
anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan
bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri Gram negatif.

2.2.3 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas.
Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa.
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara
Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m
melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya
terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada
orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran,
peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-
10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa
penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.

2.2.4 Klasifikasi Pneumonia


1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b.Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

2. Berdasarkan bakteri penyebab


a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca
infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

2.2.5 Diagnosis
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil,
suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid
atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi
di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah
kasar pada stadium resolusi.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab
bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak
dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan
petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.

b. Pemeriksaan labolatorium Pada pemeriksaan labolatorium terdapat


peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang
mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke
kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat
positif pada 20 - 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik.
2.2.6 PENGOBATAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa
alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
Secara umum pemilihan antibiotikberdasarkan baktri penyebab pneumonia
dapat dilihat sebagai berikut :

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)


Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)


Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi

Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)


Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid

Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi

Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin

Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
Daftar pustaka

Setiati. S, Alwi. I, Simadibrata. M, Et All., Tuberculosis Paru dalam Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Ed VI Jilid I. Jakarta : InternaPublishing. 2014; 12:863
73.
Setiati. S, Alwi. I, Simadibrata. M, Et All., pneumonia dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Ed VI Jilid II. Jakarta : InternaPublishing. 2014; 22:1608 19.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia di Indonesia, oleh
Perhimpunan doker paru Indonesia.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia, oleh
Perhimpunan doker paru Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai