Anda di halaman 1dari 5

Pujo Widodo 3 (TIGA)

Randy Arbina (120160106025)

1. Pandangan terkait kasus penculikan dan penyanderaan oleh kelompok Abu


Sayyaf menurut peran diplomasi dalam mencegah perang dengan negara
lain.

Indonesia memerlukan diplomasi secara menyeluruh untuk membangun


kemitraan dengan pelaku diplomasi internasional ketika ruang lingkup diplomasi
semakin meluas. Dengan melibatkan aktor-aktor yang semakin beragam, baik
negara maupun bukan negara, daya tawar Indonesia dalam proses negosiasi
semakin menguat. Disamping itu, Indonesia memerlukan diplomasi karena dalam
setiap perundingan, kemampuan untuk menindaklanjuti kesepakatan seringkali tidak
optimal. Diplomasi Indonesia tidak cukup hanya berhenti pada pembuatan
kesepahaman tetapi yang terpenting adalah implementasi dari kesepahaman itu.
Melalui diplomasi yang melibatkan berbagai pihak, kesenjangan antara keinginan
dan implementasi akan lebih cepat teratasi mengingat beragamnya aktor yang
terlibat. Hal ini dilaksanakan mengingat besarnya pengaruh PBB yang saat ini
didominasi oleh negara-negara besar. Oleh karena itu, diplomasi pertahanan
Indonesia harus bersifat menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak.

Keberhasilan diplomasi dalam pembebasan sandera akan meningkatkan citra


Indonesia sebagai negara yang cinta damai. Diplomasi yang melibatkan semua
komponen dalam suatu sinergi dan memandang substansi permasalahan secara
integratif memperlihatkan kepada masyarakat internasional bahwa bangsa Indonesia
sangat menentang aksi-aksi terorisme dan berusaha menyelesaikannya secara
damai. Di bawah koordinasi Kementerian Luar Negeri, proses negosiasi
pembebasan sandera dilakukan antara pemerintah dengan pemerintah, swasta
dengan swasta, Non-Government Organization (NGO) dengan NGO, masyarakat
dengan masyarakat, atau kombinasi dari semuanya.

keterlibatan banyak stakeholder ini dapat membuka jalan bagi negosiasi yang
lebih fokus oleh wakil-wakil pemerintah. Sebab, jika proses diplomasi tradisional
dikembangkan melalui mekanisme government to government relations, maka
diplomasi pertahanan menekankan pula pada government to people atau bahkan
people to people relations. Tujuannya adalah agar masyarakat internasional
mempunyai persepsi yang baik tentang suatu negara, sebagai landasan sosial bagi
hubungan dan pencapaian kepentingan yang lebih luas. Tujuan lainnya dari
Pujo Widodo 3 (TIGA)
Randy Arbina (120160106025)

diplomasi pertahanan adalah mengurangi atau menyelesaikan konflik melalui


pemahaman komunikasi dan saling pengertian serta mempererat jalinan hubungan
antar-aktor internasional; mengurangi ketegangan, kemarahan, ketakutan, dan salah
persepsi; menambah pengalaman dalam berinteraksi; mempengaruhi pola pikir dan
tindakan pemerintah dengan menjelaskan akar permasalahan, perasaan,
kebutuhan, dan mengeksplorasi pilihan-pilihan diplomasi tanpa prasangka; dan
terakhir adalah memberikan landasan bagi terselenggaranya negosiasi-negosiasi
yang lebih formal serta merancang kebijakan pemerintah.

Kementerian Luar Negeri tetap harus memegang peran sentral dalam


diplomasi pertahanan ini agar peran diplomat tidak terdegradasi meskipun secara de
facto diplomat jelas tidak sendiri lagi. Hanya negiosiasi yang fungsinya relatif utuh
berada di tangan diplomat. Keutuhan fungsi negosiasi merupakan gambaran bahwa
hanya fungsi diplomasi yang bersifat otoritatif dan memerlukan profesionalitas masih
dikuasai diplomat mengingat persyaratan tersebut tidak dimiliki sebagian besar
pelaku diplomasi pertahanan lainnya. Itulah mengapa seorang diplomat perlu
mengambil peran sentral dan strategis dalam panggung diplomasi pertahanan.
Kegagalan mengambil peran sentral pada gilirannya akan menggeser posisi
diplomat menjadi pelengkap dalam proses negosiasi. Karena itulah peran diplomat
di tengah gelanggang diplomasi pertahanan tetap harus berada dalam posisi
terdepan.

Keberhasilan diplomasi pertahanan dalam pembebasan WNI yang disandera


oleh kelompok Abu Sayyaf memperlihatkan tekad pemerintah untuk lebih
mengedepankan pendekatan diplomasi pertahanan daripada penggunaan kekuatan
militer. Diplomasi pertahanan semacam ini memerlukan keterlibatan semua pihak,
baik pemerintah, swasta, dan NGO sehingga memperlihatkan keberagaman
komponen bangsa untuk terlibat dalam penyelesaian krisis penyanderaan tersebut.
Penyelesaian secara damai ini akan meningkatkan citra Indonesia sebagai bangsa
yang cinta damai yang sangat menekankan sisi diplomasi untuk menyelesaikan
setiap permasalahan yang dihadapi.
Pujo Widodo 3 (TIGA)
Randy Arbina (120160106025)

2. Pandangan terhadap kerjasama internasional Indonesia dengan Amerika dan


China dalam hal teknologi pertahanan, organisasi internasional, dan doktrin
pertahanan negara. Bagaimana arah perubahan konsep politik luar negeri
Indonesia ke depan.

Isu dan dinamika keamanan di kawasan berpotensi menjadi tantangan bagi


diplomasi pertahanan Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan kerjasama
Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua negara tersebut memiliki
kepentingan yang besar di kawasan Asia. Terutama AS, yang saat ini sedang
menghadapi kebangkitan China di dalam system internasional. Pemerintahan
Indonesia saat ini telah mendekat kepada China dengan harapan investasi yang
besar akan ditanamkan di Indonesia demi mendukung program dan kebijakan
pemerintah. Namun demikian, kebangkitan China ini tidak selalu akan berimplikasi
positif. Teori umum dari kebangkitan (rising) sebuah negara menunjukkan bahwa
sebuah negara yang muncul sebagai kekuatan baru akan cenderung bersikap asertif
terhadap negara-negara lain.

Berdasarkan prinsip politik luar negeri bebas aktif yang selama ini dipegang
oleh Indonesia, tentunya arah kebijakan luar negeri Indonesia tidak akan mengalami
banyak perubahan. Akan tetapi, pemerintah perlu melakukan berbagai penyesuaian
untuk dapat bertahan di tengah pertarungan AS-China di kawasan Asia. Terlebih,
Indonesia merupakan negara dengan potensi paling besar di kawasan Asia
Tenggara. Hal ini menyebabkan kedua negara tersebut akan menjadikan Indonesia
sebagai negara sasaran untuk dapat mengambil alih dominasi di kawasan Asia.
Indonesia perlu memanfaatkan keberadaan ASEAN dalam menghadapi hal ini.

Tuntutan negara-negara anggota agar ASEAN lebih berperan dalam kasus


Laut China Selatan secara tidak langsung menjadi ujian bagi ASEAN sebagai
sebuah organisasi regional yang selama ini selalu berupaya untuk menciptakan
Global Governance di kawasan Asia Tenggara. Hal ini dapat dilakukan dengan
inisiatif mediasi, latihan gabungan atau patroli bersama dan pengimplementasian
code of conduct penyelesaian sengketa Laut China Selatan melalui jalan damai.
ASEAN dapat dijadikan jalur untuk melakukan upaya dialog tersebut. Peran TNI
dapat bermain di sini sebagai salah satu instrument diplomasi pertahanan.
Kerjasama pertahanan seperti joint exercise dan joint patrol antar angkatan
Pujo Widodo 3 (TIGA)
Randy Arbina (120160106025)

bersenjata di kawasan Laut China Selatan akan dapat meningkatkan rasa saling
percaya antar negara, atau lebih sering disebut sebagai confidence building
measures. Keterlibatan China dalam berbagai kerjasama pertahanan tersebut
menjadi keuntungan sendiri bagi Indonesia maupun bagi negara-negara anggota
ASEAN lainnya. Dengan terlibatnya China, AS tidak akan terlalu mendominasi dan
pengaruhnya terhadap negara-negara anggota ASEAN dapat lebih mudah dihadapi.

Selanjutnya, tantangan yang muncul dari Amerika Serikat (AS) terkait dengan
rebalancing policy yang merupakan respon terhadap kebangkitan China di Asia
Pasifik. Penempatan pasukan AS di Darwin merupakan salah satu bentuk sinyal
yang diberikan AS terhadap kawasan Asia Pasifik bahwa mereka telah hadir untuk
menangkal kekuatan China. Seolah tidak mau hegemoni internasionalnya digeser
oleh China, AS juga tidak main-main dalam memproyeksikan kekuatannya di Asia
Pasifik. Salah satunya adalah dengan membentuk US Pacom (Pacific Command).
Kehadiran AS ini juga menjadi tantangan bagi Indonesia maupun negara-negara di
kawasan. Potensi konflik akibat munculnya AS dengan gaya rivalitas terhadap China
menjadi semakin lebar dan akan mempersulit penyelesaian sengketa Laut China
Selatan. Lebih jauh, posisi Indonesia lebih rentan lagi, karena menjadi negara yang
diapit oleh aliansi strategis AS, yaitu Australia dan Filipina.

Dalam melaksanakan kerjasama dengan AS dan China, Indonesia dapat


memanfaatkan berbagai agenda yang dimiliki ASEAN. Dengan melibatkan AS dan
China sebagai negara partisipan. Hal ini dapat dilakukan dengan emmanfaatkan
kepemimpinan Indonesia di ASEAN yang sudah mendapat pengakuan dari dunia
internasional. Contoh terdekat dari diplomasi pertahanan yang telah dilakukan di
kawasan secara multilateral adalah dengan berpartisipasi aktifnya Indonesia dalam
ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM), ADMM +, dan ASEAN Military
Intelligence Informal Meeting (AMIIM). Dengan demikian, politik luar negeri bebas
aktif dapat tetap dilaksanakan tanpa mengubah kebijakan luar negeri Indonesia
secara fundamental.

Politik bebas aktif Indonesia agaknya diuji kemampuannya dalam


menghadapi ancaman yang disebabkan oleh kebangkitan China dan respon AS
terhadap hal tersebut. Indonesia dalam hal kekuatan militer, sangat rentan akibat
tidak adanya aliansi strategis yang dapat menjadi buffer Indonesia. Jika Indonesia
Pujo Widodo 3 (TIGA)
Randy Arbina (120160106025)

tidak memiliki strategi yang tepat, besar kemungkinan Indonesia hanya akan
menjadi penonton yang terkena imbas negative dari kekacauan di kawasan. Dalam
konteks diplomasi pertahanan, Indonesia sesungguhnya bisa melakukan upaya
penangkalan melalui gesture yang dapat ditunjukkan melalui politik anggaran.
Artinya, peningkatan anggara pertahanan akan memberikan sinyal kepada negara-
negara di kawasan, termasuk China dan AS bahwa Indonesia serius dalam
merespon dinamika keamanan di kawasan. Kemudian, di sisi lain, Indonesia dapat
melakukan upaya diplomasi dengan menggagas kerjasama-kerjasama pertahanan
yang saling menguntungkan.

Kerjasama pertahanan Indonesia dengan China dan AS akan menjadi strategi


bagi Indonesia untuk berkontribusi bagi perdamaian kawasan serta melanjutkan
kepemimpinannya di ASEAN melalui inisiatif-inisiatif baru dan tetap dengan
diplomasi Indonesia yang bersahabat. Namun demikian, gaya bersahabat ini tetap
perlu didukung dengan kekuatan yang besar, agar Indonesia disegani oleh negara
lain, bahkan dalam rangka menjadi penengah dalam konflik antar negara.

Anda mungkin juga menyukai