Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bekicot( Achatina Fulica)


Menurut taksonomi hewan, bekicot diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Achatinidae
Genus : Achatinidae
Spesies : Achatina fulica
( http://neilstancwart.wordpress.com)

Bekicot berbeda dengan gastropoda lainnya, pertama dalam hal pernafasan ia


sudah tidak memiliki Ctenidia yaitu semacam insang dan fungsinya telah diganti oleh
bagian pillium yang tipis dan kaya dengan pembuluh darah.

Gambar 2.1 Anatomi tubuh bekicot

Universitas Sumatera Utara


Kedua mengenai sistem Nervosium, ganglia yang utama terkumpul
membentuk bangunan serupa cincin mengelilingi esophagus tanpa jaringan pengikat
didalamnya.Sistem digestorium bekicot terdiri dari rongga mulut dengan alat
alatnya,esophagus,ingluvies,ventriculus,intestinum,rectum da anus. Pada dasar rongga
mulut terdapat semacam lidah yang disebut radula dan otot otot yang mengatur
geraknya. Radula terjadi dari satu lapis membran basalis yang mengalami kornifikasi
dan diatasnya melekat deretan deretan gigi gigi yang membengkok ke belakang.
Radula ini tiap kali dibentuk baru,oleh sel sel khusus di dalam kantong
radula,karena yang lama telah rusak dipakai dan dilepaskan. Radula diperkuat dengan
jaringan serupa cartilago,yang juga berguna untuk melekatnya otot.Rongga mulut
dilanjutkan diri kedalam esophagus yang sempit,yang kemudian melebar membentuk
ingluvies. Ingluvies berupa sebuah kantong besar dengan deretan glandulae salivales
dalam sepanjang dindingnya dan saluran- salurannya bermuara di ujung anterior
esophagus. Mereka menghasilkan lendir berair yang berisi enzim enzim
diastase,yaitu yang menguraikan hidrat arang. Ingluvies juga berisi cairan yang
berasal dari glandulae digestoriae yang mengalir dari tempat keluarnya kedalam
ventriculus. Cairan ini berisi enzim enzim. Rupa rupanya termasuk juga
didalamnya ezim cytase yang mencerna selulosa,seperti halnya pada Helix,yaitu
sejenis siput darat yang ada di Eropa.

Penelitian Soedigdo et al, 1962 menunjukkan bahwa cytase itu berasal dari
bakteri hidup di dalam intestinum dan ingluives. Enzim ini menghancurkan dinding
sel tumbuh- tumbuhan sehingga isi sel dapat dilepaskan keluar.Bagian berikutnya
setelah ingluives adalah ventriculus yang berupa kantong yag cukup luas tetapi
sederhana,dilingkupi oleh glandulae digestoriae yang menggerombol di sekeliling
kebanyakan alat alat dalam. Glandulae digestoriae terdiri dari kumpulan tubuli yang
bercabang cabang dan berakhir buntu pada gerombolan sel sel. Dikenal ada tiga
macam sel,yaitu:
1). Sel sel yang menghasilkan enzim- enzim untuk pencernaan ekstraseluler.
2). Sel sel yang menyerap partikel- partikel makanan dan mencernakannya intra-
seluler,juga menyerap hasil hasil pencernaan di luar sel.
3). Sel sel yang mengasilkan CaCO3 , fungsinya terutama ialah untuk membetuk
concha; lanjutan ventriculus ialah intestinum yang berjalan berkelok kelok yang

Universitas Sumatera Utara


berakhir pada rektum yang bermuara keluar melalui anus. Penyerapan hasil hasil
pencernaan terutama berlangsung di dalam intestinum ( Radiopoetro, 1995).

Bekicot adalah salah satu hewan yang hidupnya bergantung pada enzim
selulolitik untuk mencerna makanannya. Pada tahun 1970,Soedigdo,dkk.melaporkan
bahwa bekicot tidak memiliki enzim selulase,melainkan oleh mikroba selulolitik yang
berasal dari luar tubuhnya.Mengenai jenis mikroba selulolitik maupun non selulolitik
dalam saluran pencernaan bekicot,hingga kini belum pernah diungkap atau diteliti
oleh para peneliti sebelumnya.

Pada sistem pencernaan bekicot, selulosa dan senyawa polisakarida lainnya


dicerna dalam lambung dan intestin, yang berarti bahwa mikroba selulolitik
ditemukan banyak disekitar organ tersebut. Enzim yang diproduksi sebagian disimpan
dalam hepatopankreas yang salurannya bermuara ke sistem pencernaan yang mungkin
sebagai cadangan enzim. Mengingat bahwa bekicot menggunakan selulosa natif
sebagai makanannya,tentu ia telah menyeleksi secara alami mikroba yang efektif
membantu sistem pencernaannya. Saluran pencernaan hewan ini sangat sederhana
yang memungkinkan bagi hidupnya mikroba aerob maupun fakultatif aerob.
Penelusuran mengenai mikroba aerob ini perlu dilakukan agar mudah
memanfaatkannya,mengingat bahwa peristiwa alami umumnya berlangsung secara
aerob (Silaban, 1999).

2.2 Enzim

Kata enzim berasal dari en-zyme yang berarti dalam ragi (yeast), mulai dipakai
sejak 1877. Sebelumnya telah dikenal diastase (A.Payen dan J.Persoz,1833), pepsin
(T.Schwan,1836), emulsion (J.V.Liebig dan F.Wohler,1837), masing masing adalah
senyawa organik yang dapat menghidrolisis pati, protein dan glikosida.

Enzim adalah suatu biokatalisator yang dapat bertindak menguraikan molekul


yang rantainya panjang menjadi lebih sederhana, serta dapat juga membantu
mekanisme reaksi yang mana tergantung pada enzimnya. Walaupun enzim ikut serta

Universitas Sumatera Utara


dalam reaksi dan mengalami perubahan fisik selama reaksi, enzim akan kembali
kepada keadaan semula bila reaksi telah selesai.

Enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya jauh lebih
besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya.
Enzim mempercepat reaksi kimia secara spesifik tanpa pembentukan produk samping.
Enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut
urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu
hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda.

Kebanyakan enzim diberi nama dengan penambahan akhiran ase pada kata
yang menunjukkan senyawa asal yang diubah oleh enzim atau pada nama jenis reaksi
kimia yang dikatalisis enzim.

2.2.1. Sifat Sifat Enzim

1. Spesifitas
Aktivitas enzim sangat spesifik. Pada umumnya enzim tertentu hanya dapat
mengkatalisis satu reaksi. Sebagai contoh, laktase menghidrolisis gula laktosa
tetapi tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya molekul laktosa
saja yang akan sesuai dalam sisi aktif molekul.

2. Pengaruh suhu
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimalnya adalah antara
35oC dan 40oC, yaitu suhu tubuh. Pada suhu diatas dan dibawah optimalnya,
aktivitas enzim berkurang.

3. Pengaruh pH
Masing masing reaksi yang dikatalisis oleh enzim paling cepat terjadi pada pH
yang tertentu. Untuk kebanyakan enzim pH optimal adalah sekitar pH 7 (netral)
dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami
inaktivasi.

Universitas Sumatera Utara


4. Ko-enzim dan aktivator
Enzim sering kali memerlukan bantuan substansi lain agar berfungsi secara
efektif. Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim
(Gaman and Sherington, 1992).

2.2.2 Dasar Kerja Enzim

Pada umumnya terdapat 2 mekanisme kerja enzim mempengaruhi reaksi katalisis.


Mekanisme tersebut adalah:
1. Enzim meningkatkan kemungkinan molekul molekul yang bereaksi saling
bertemu dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi sebab enzim
mempunyai suatu affinitas yang tinggi terhadap substrat dan mempunyai
kemampuan mengikatnya walaupun bersifat sementara. Penyatuan antara substrat
dengan enzim tidak seenaknya,melainkan substrat terikat dengan enzim
sedemikian rupa,sehingga setiap substrat terorientasi secara tepat untuk terjadi
reaksi.
2. Pembentukan ikatan yang sementara antara substrat dengan enzim menimbulkan
penyebaran elektron dalam molekul substrat dan penyebaran ini menyebabkan
suatu regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam molekul substrat,sehingga
ikatan kovalen tersebut menjadi mudah terpecah. Para ahli biokimia menamakan
keadaan dimana terjadi regangan ikatan molekul substrat setelah berinteraksi
dengan enzim,disebut pengaktifan substrat (Shahib, 1992).

2.2.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Enzim

1. Konsentrasi Substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap,maka
pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi
pada batas konsentrasi tertentu, tidak akan terjadi kenaikan kecepatan reaksi
walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Keadaan ini telah dijelaskan oleh
Michealis Menten dengan hipotesis mereka tentang terjadinya kompleks enzim
substrat. Untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat sebagaimana telah
dijelaskan tadi,perlu adanya kontak antara enzim dengan substrat. Kontak ini

Universitas Sumatera Utara


terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian aktif. Pada
konsentrasi substrat rendah,bagian aktif enzim ini hanya menampung substrat
sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar,makin banyak substrat yang
berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Dengan demikian
konsentrasi kompleks enzim substrar makin besar dan hal ini menyebabkan makin
besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas konsentrasi substrat tertentu,semua
bagian aktif telah dipenuhi oleh substrat atau telah jenuh dengan substrat. Dalam
hal ini, bertambahnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya
konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil reaksi pun tidak
bertambah besar.

2. Suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang
menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah
reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang tinggi reaksi
berlangsung cepat.
Disamping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat
menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi,
maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif
enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun.

3. Pengaruh pH
Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH
lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan
ganda (zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh
terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim
substrat.
Di samping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi
dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan
menurunnya aktivitas enzim.

4. Pengaruh Inhibitor

Universitas Sumatera Utara


Oleh karena hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi yang menggunakan enzim
sebagai katalis dapat terjadi apabila penggabungan substrat pada bagian aktif
enzim mengalami hambatan. Molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi
tersebut dinamakan inhibitor. Hambatan yang dilakukan inhibitor dapat berupa
hambatan tidak reversibel atau hambatan reversibel. Hambatan tidak reversibel
pada umumnya disebabkan oleh terjadinya proses modifikasi sebuah gugus fungsi
atau lebih yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan reversibel dapat berupa
hambatan bersaing atau hambatan tidak bersaing (Poedjiadi, 1995).

2.2.4 Klasifikasi Enzim

Pada tahun 1956, The International Union of Biochemistry membentuk suatu panitia
untuk menyusun konsep dan mengusulkan klasifikasi dan nomenklatur enzim. Baru
tahun 1961 usul tersebut diterima secara resmi.

Prinsip penamaan tersebut ternyata berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis dan enzim
yang dibagi menjadi enam kelompok utama, yaitu :

1. Oksidoreduktase

Enzim oksidoreduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi atau
reduksi suatu bahan. Dalam golongan ini terdapat 2 jenis enzim yang paling utama
yaitu oksidase dan dehidrogenase.

Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat dengan


molekul oksigen. Yang termasuk enzim oksidase adalah katalase, peroksidase,
tirosinase, dan asam askorbat oksidase.

Dehidrogenase adalah enzim yang aktif dalam pengambilan atom hidrogen


dari substrat. Contohnya yaitu suksinat dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, dan
laktat dehidrogenase.

Universitas Sumatera Utara


2. Transferase

Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan (transfer)
suatu radikal atau gugus. Enzim yang termasuk dalam golongan ini adalah
transglikosidase, transfosforilase, transaminase, dan transasetilase.

3. Hidrolase

Enzim hidrolase merupakan enzim yang sangat penting dalam pengolahan pangan,
yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan
substrat dengan pertolongan molekul air. Enzim yang termasuk kedalam golongan ini
adalah lipase yang menghidrolisis ikatan ester pada lemak alami menjadi gliserol dan
asam lemak, glikosidase menghidrolisis ikatan glikosida dan sebagainya. Disamping
itu masih banyak lagi yang termasuk enzim hidrolase, diantaranya karboksil esterase,
pektin metal esterase, selulase, -amilase, -amilase dan invertase.

4. Liase

Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan ikatan C-O
dengan tidak menggunakan melekul air. Yang termasuk dalam golongan enzim ini
adalah enzim dekarboksilase.

5. Isomerase

Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan konfigurasi


molekul substrat, sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan isomer dari
substrat, atau dengan perubahan isomer posisi. Yang termasuk dalam golongan ini
adalah enzim fosfoheksosa isomerise atau fosfomanosa isomerase.

Universitas Sumatera Utara


6. Ligase

Enzim ligase adalah enzim yang mengakatlisis pembentukan ikatan - ikatan tertentu,
misalnya pembentukan ikatan C-O, C-C, dan C-S dalam biosintesis ko-enzim A serta
pembentukan ikatan C-N dalam sintesis glutamin (Winarno, 1983).

2.3 Enzim Selulase

Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4.Selulosa kapas mempunyai


derajat polimerisasi tinggi yaitu 10.000,sedang yang dari kayu derajat polimerisasi
rendah yaitu 600-1.000. Karena adanya konfigurasi , molekul mudah membentuk
ikatan hidrogen dan membentuk serabut kristal fibriler yang rendah daya larutnya
dalam air. Molekul kapas terdiri dari 98% selulosa,sedang kayu biasa 40-50% selulosa
dan sisanya terdiri dari xilan dan glukomanan.

Selulase merupakan nama umum atau trivial bagi enzim,sedang nama


sistematiknya adalah -1,4 glukan-4-glkanohidrolase (E.C 3.2.1.4). Istilah selulase
mula- mula digunakan khusus untuk enzim yang dapat memecah selulosa kapas saja.
Kini digunakan dalam arti yang lebih luas yaitu asal dapat memecahkan ikatan
glukosidik -1,4.

Pada hewan,terutama dalam lambung hewan memamah biak banyak terdapat


mikroba anaerobik yang menghasilkan enzim selulase yang mampu mencerna selulosa
dari rumput dan bahan makanan lain.

Ada tiga jenis selulase yang dikenal:


a. Faktor C1,yaitu suatu faktor yang masih belum jelas peranannya,diperlukan untuk
menghancurkan selulosa dalam bentuk kristal denga tingkat polimerisasi yang tinggi.
b. Glukanase yang teragi dalam dua jenis yaitu:
1. Ekso--1,4-glukanase,menyerupai glukoamilase
2. Endo--1,4-glukanase menghidrolisis molekul selulosa secara acak. Endo--1,4-
glukanase inilah yang disebut faktor -Cx.

Universitas Sumatera Utara


c. -Glukosidase : affinitasnya tinggi terhadap molekul kecil.
C1 Cx -glukosidase
Selulosa selulosa reaktif selubiosa glukosa

Mikroorganisme yang digunakan untuk mendapat selulase adalah


Myrothecium verrucaria,Penicillium pusillum,dan Trichoderma viridae. Penggunaan
Enzim selulase dalam industri pangan masih sangat terbatas ( Winarno, 1983 ).

Mikrofibil selulosa dibusukkan oleh sistem enzim selulase ,tersusun atas


endoglukanase,eksoglukanase dan - glukosidase( dikenal juga sebagai selubiose).
Enzim selulase mempunyai aturan yang berbeda dalam pembelahan berbagai ikatan
dengan susunan mikrofibil. Ini menyebabkan gangguan pada struktur kristal yang
diikuti oleh depolimerisasi menjadi rantai glukosa pendek. Endoglukanase bekerja
secara acak pada kedua baik rantai glukosa yang dapat larut dalam air dan yang tidak
dapat larut oleh pemotongan ikatan (1,4) menghasilkan glukosa dan
selooligosakarida.

Sejumlah besar organisme dapat menghasilkan selulosa,tetapi hanya beberapa


yang memiliki depolimerisasi dan hidrolisis yang lengkap dari susunan mikrofibil
kristalin secara in vitro. Sistem selulosa dari tingkat genus jamur Trichoderma telah
secara ekstensif dipelajari dan menunjukkan sejumlah produksi endo- - glukanase
dan ekso- - glukanase tetapi jumlah yang rendah dalam - glukosidase. Berlawanan
dengan Aspergillus yang menghasilkan sejumlah besar endo- - glukanase dan -
glukosidase tetapi sedikit pada ekso- - glukanase. Chaetoium, sejenis jamur
ascomycetes, ditemukan pada banyak varietas bahwa selulosa pada kertas menjadi
kompos khususnya pada lingkungan basa. Ia dapat menghasilkan selulase yang panas
yang boleh dijual terus untuk mengubah selulosa menjadi gula sederhana dari sumber
daya alam yang tersedia. Jamur lain secara luas telah dipleajari sistem selulasenya
termasuk Cremonium celluloyticus, Penicillium, Fusarium dan jamur Agaricus yang
dapat dimakan .

Universitas Sumatera Utara


Bakteri mempunyai sistem selulase yang sedikit lebih luas dibandingkan
jamur. Bakteri selulase disusun dalam suatu protein globular yang bertangga yang
disebut selusom,disekitar dinding. Struktur ini berkoordinasi untuk menyerang
kristalin mikrofibil, meningkatkan aktivitas atau efisiensi individual enzim. Gabungan
bakteri tanah aerob yang berdepolimerisasi termasuk Acetobacter, Bacteriodes,
Clostridium, Fibrobacter, dan Rummococcus (Paul, 2010)

2.4. Selulosa

Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel. Serat kapas
boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa tidak dapat
dicernakan karena kita tidak mempunyai enzim yang dapat menguraikan selulosa.
Dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh asam dengan konsentrasi
tinggi dapat terhidrolisis menjadi selobiosa dan D-glukosa. Selobiosa adalah suatu
disakarida yang terdiri atas dua molekul glukosa yang berikatan glikosidik antara
atom karbon 1 dengan atom karbon 4.

Meskipun selulosa tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh tubuh,
namun selulosa yang terdapat sebagai serat serat tumbuhan, sayuran atau buah
buahan, berguna untuk memperlancar pencernaan makanan. Tentu saja jumlah serat
yang terdapat dalam bahan makanan tidak boleh terlalu banyak (Poedjiadi, 1994).

Selulosa umumya terdiri dari sekitar 300.000 satuan monomer dan mempunyai
berat molekul berkisar 250.000 sampai lebih dari 1.000.000 g/mol dengan rumus
molekul (C5H10O5)n . Di dalam molekul selulosa,monomer- monomernya tersusun
secara linear, sedangkan diantara pita pita satuan polimernya tersusun secara paralel.
Oleh karena itu, diantara pita pita polimer tersebut terdapat banyak jembatan
hidrogen intermolekuler dan intramolekuler yang menyebabkan selulosa mempunyai
struktur yang masif / kompak dan merupakan struktur dasar sel tumbuh tumbuhan
(Riswiyanto,2009)

Susunan linear dari ikatan -glukosa dalam selulosa menghadirkan distribusi


yang seragam dari kelompok OH pada setiap antai terluar. Ketika dua atau lebih

Universitas Sumatera Utara


rantai selulosa berhubungan, kelompok hidroksil secara ideal menjadi tertutup rantai
secara bersama sama. Pada cara ini diberikan kelarutan yang besar,kekakuan dan
polimer berserabut yang secara ideal digunakan sebagai bahan dinding sel ntuk
tumbuhan. Sifat khusus ini dari rantai selulosa,bukan hanya dari ikatan 1,4
glikosidik,ini juga merupakan konsekuensi dari stereokimia yang tepat dari D-
glukosa pada setiap pusat stereo. Dimana D- galaktosa dan D- alosa berikatan pada
model yang sama, mereka dengan tepat tidak memberikan tempat untuk pembuatan
polimer dengan sifat seperti selulosa. Maka kita mendapat pandangan lain mengapa
D- glukosa mendapat posisi yang khusus dalam kimia tumbuha dan hewan
(Solomons,1976)

Suatu molekul tunggal selulosa merupakan polimer lurus dari 1,4--D-


glukosa. Hidrolisis lengkap dalam HCl 40 % dalam-air, hanya menghasilkan D-
glukosa. Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian adalah
selobiosa, yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan suatu katalis
asam atau dengan emulsin enzime (Fessenden danFessenden, 1986).

Gambar 2.2 Struktur dari selulosa

Selulosa merupakan homopolisakarida linier tidak bercabang, terdiri dari


10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan -1,4-glikosidik
(Lehninger, 1988).

Selulosa lebih sukar diuraikan dan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :


memberi bentuk atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin maupun air
panas, tidak dapat dicerna oleh pencernaan manusia sehingga tidak dapat
menghasilkan energi (Winarno,1995).

Walaupun selulosa sifatnya keras dan kaku, namun selulosa dapat dirombak
menjadi zat yang lebih sederhana melalui proses selulolisis. Selulolisis adalah proses

Universitas Sumatera Utara


memecah selulosa menjadi polisakarida yang lebih kecil yang disebut dengan
sellodekstrin atau sepenuhnya menjadi unit unit glukosa,hal ini merupakan reaksi
hidrlisis. Karena molekul selulosa terikat kuat antar satu molekul dengan molekul
lainnya,selulolisis relatif lebih sulit bila dibandingkan dengan pemecahan polisakarida
lainnya. Proses selulolisis terjadi pada sistem pencernaan sebagian hewan memamah
biak ruminansia untuk mencerna makanan mereka yang mengandung selulosa. Proses
selulolisis dibantu oleh enzim selulase.

Enzim yang digunakan untuk membelah hubungan glikosidik di glikosida


hidrlisis selulosa termasuk enzim endo-selulase dan ekso glukosidase. Enzim
tersebut biasanya dikeluarkan sebagai bagian dari kompleks multienzim yang
mungkin termasuk selulosa. Untuk proses selulolisis akan dijelaskan pada gambar
dibawah ini.

Gambar 2.3 Mekanisme Pemecahan selulosa menjadi glukosa

Ketiga jenis reaksi yang dikatalisis oleh enzim selulase: 1. Kerusakan dari
interaksi non kovalen hadir dalam struktur kristal selulosa (endo selulase). 2.
Hidrlolisis serat selulosa individu untuk memecah gula yang lebih kecil(ekso-

Universitas Sumatera Utara


selulase). 3. Hidrlisis disakarida dan tetrasakarida menjadi glukosa (beta-
glukosidase).

2.5 Kertas

Adanya kertas merupakan revolusi baru dalam dunia tulis menulis yang
menyumbangkan arti besar dalam peradaban dunia. Sebelum ditemukan kertas,
bangsa-bangsa dahulu menggunakan tablet dari tanah lempung yang dibakar. Hal ini
bisa dijumpai dari peradaban bangsa Sumeria, Prasasti dari batu, kayu, bambu, kulit
atau tulang binatang, sutra, bahkan daun lontar yang dirangkai seperti dijumpai pada
naskah naskah Nusantara beberapa abad lampau (http://ms.wikipedia.
Org/wiki/Kertas)

Dua hal yang paling penting dari material pembuatan selulosa kertas adalah
berapa banyak dan berapa panjang serat selulosanya. Banyaknya serat selulosa dalam
kayu tertentu menghasilkan pulp,pengurangan proses dan ongkos produksi pulp. Pada
tabel berikut menunjukkan komposisi kimia dari proses pembuatan pulp kertas.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dari Pulp Kertas

Proses Pembuatan Komponen Kayu


Hasil
Pulp Yang dihilangkan
Pulp
Proses pemasakan
Lignin,dan
dengan bahan kimia Hanya selulosa Kurang dari 40 %
hemiselulosa
dan pemutihan
Proses pulp dengan Selulosa dan Lignin dan
bahan kimia dan sebagian sebagian 45 55%
pemutihan hemiselulosa hemiselulosa
Selulosa,
Proses pulp dengan sebagian Sebagian lignin dan
45 55%
bahan kimia NO hemiselulosa selulosa
dan sisa lignin
Selulosa,
kebanyakan Sebagian lignin dan
Semi- bahan kimia 50 65%
hemiselulosa hemiselulosa
dan lignin

(http://www.paperonweb.com/wood.htm)

Universitas Sumatera Utara


Proses Pembuatan kertas (pulp)

1. Kayu diambil dari hutan produksi kemudian dipotong potong atau lebih dikenal
dengan log.Log disimpan ditempat penampungan beberapa bulan sebelum diolah
dengan tujuan untuk melunakkan log dan menjaga kesinambungan bahan baku.
2. Kayu dibuang kulitnya dengan mesin atau dikenal dengan istilah De- Barker
3. Kayu dipotong potong menjadi ukuran kecil (chip) dengan mesin chipping.
Chip yang sesuai ukuran diambil dan yang tidak sesuai diproses ulang.
4. Chip dimasak didalam digester untuk memisahkan serat kayu(bahan yang
digunakan untuk membuat kertas)dengan lignin. Proses pemasakan ini ada dua
macam yaitu Cheical Pulping Process dan Mechanical Pulping Process. Hasil dari
digester ini disebut pulp (bubur kertas). Pulp ini yang diolah menjadi kertas

Proses Pembuatan Kertas (Paper machine)

Sebelum masuk ke areal paper mesin pulp diolah dulu pada bagian stock
preparation. bagian ini berfungsi untuk meramu bahan baku seperti: menambahkan
pewarna untuk kertas (dye), menambahkan zat retensi, menambahkan filler (untuk
mengisi pori - pori diantara serat kayu). Bahan yang keluar dari bagian ini disebut
stock (campuran pulp, bahan kimia dan air)

Dari stock preparation sebelum masuk ke headbox dibersihkan dulu dengan


alat yang disebut cleaner. Dari cleaner stock masuk ke headbox. headbox berfungsi
untuk membentuk lembaran kertas (membentuk formasi) diatas fourdinier table.

Fourdinier berfungsi untuk membuang air yang berada dalam stock


(dewatering). Hasil yang keluar disebut dengan web (kertas basah). Kadar padatnya
sekitar 20 %.

Press part berfungsi untuk membuang air dari web sehingga kadar padatnya
mencapai 50 %. Hasilnya masuk ke bagaian pengering (dryer). Cara kerja press part
ini adalah kertas masuk diantara dua roll yang berputar. Satu roll bagian atas di beri
tekanan sehingga air keluar dari web. Bagian ini dapat menghemat energi, karena
kerja dryer tidak terlalu berat (air sudah dibuang 30 %).

Universitas Sumatera Utara


Dryer berfungsi untuk mengeringkan web sehingga kadar airnya mencapai 6%.
Hasilnya digulung di pop reel sehingga berbentuk gulungan kertas yang besar (paper
roll).Paper roll ini yang dipotong potong sesuai ukuran dan dikirim ke konsmen.
(http://blogspot.com/poses-pembuatan-kertas.html).

2.6 Ampas Tebu

Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula.
Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk
jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai
kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan
Sumatra (Anonim, 2007).

Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses
ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35
40% dari berat tebu yang digiling . Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan
Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu
giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula
Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula
di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007b), sehingga ampas tebu yang
dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas
tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk
kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu
diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan.

Ampas tebu sebagian besar mengandung lignoselulosa. Panjang seratnya


antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga ampas tebu ini
dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagase
mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase
tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan
lignin.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Komposisi kimia ampas tebu

Kandungan Kadar (%)


Abu 3,82
Lignin 22,09
Selulosa 37,65
Sari 1,81
Pentosan 27,97
SiO2 3,01

(http://blogspot.com/ampas-tebu.html)

2.7. Metode Analisa Kuantitatif Glukosa

2.7.1. Metode Nelson Somogyi


Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan
pereaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro
dengan pemanasan larutan gula. Kupro yang terbentuk selanjutnya dilarutkan dengan
arsenomolibdat menjadi molibdenum berwarna biru yang menunjukkan ukuran
konsentrasi gula dengan membandingkannya dengan larutan standar, konsentrasi gula
dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan
konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya (Sudarmadji, 1989).

2.7.2.Metode Lane-Eynon
Penetapan gula pereduksi dengan metode ini dilakukan secara volumetrik. Biasanya
digunakan untuk penentuan laktosa (anhidrat atau monohidrat) glukosa, fruktosa,
maltosa (anhidrat atau monohidrat) dan lainnya. Penetapan gula pereduksi dengan
metode ini didasarkan atas pengukuran volume larutan gula pereduksi standar yang
dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang diketahui volumenya. Titik
akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen biru yang warnanya akan hilang karena
kelebihan gula pereduksi diatas jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi tembaga.

Universitas Sumatera Utara


2.7.3. Metode Shaffer-Somogyi

Metode ini dapat diterapkan untuk segala jenis bahan pangan. Terutama berguna
untuk menetapkan sampel yang mengandung sedikit gula pereduksi. Gula pereduksi
akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Cu+ akan dioksidasi oleh I2 (yang terbentuk dari
hasil oksidasi KI oleh KIO3 dalam asam) menjadi Cu2+ kembali. Kelebihan I2 dititrasi
dengan Na2S2O3. Dengan menggunakan blanko, maka kadar gula pereduksi dalam
sampel dapat ditentukan.

2.7.4. Metode Anthrone

Metode ini dapat digunakan untuk semua jenis bahan makanan. Anthrone (9,10-
dihidro-9-oxanthrasena) merupakan hasil reduksi anthraquinone. Anthrone bereaksi
secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru
kehijauan yang khas.

2.7.5. Metode Munson Walker

Penentuan gula reduksi berdasarkan atas banyaknya endapan Cu2O yang terbentuk,
kemudian dengan melihat tabel Hadmond dapat diketahui jumlah gula pereduksinya.
Jumlah Cu2O ditentukan secara gravimetris, yaitu dengan menimbang larutan endapan
Cu2O yang terbentuk. Dapat juga ditentukan secara volumetrik yaitu dengan titrasi
menggunakan larutan Na-tiosulfat atau K-permanganat (Apriyanto, 1989).

2.8. Spektrofotometer UV-Visibel

Spektrometri adalah pengukuran absorbansi selektif radiasi elektromagnetik yang


dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa kimia. Sedangkan
spektrofotometri merupakan suatu metode yang sangat penting dalam analisis kimia
kualitatif dan kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya, antara lain :

a. Dapat digunakan secara luas dalam pengukuran secara kualitatif dan


kuantitatif untuk senyawa-senyawa organik maupun senyawa anorganik

Universitas Sumatera Utara


b. Kepekaan tinggi, karena dapat mengukur dalam satuan ppm (part per million),
bahkan ppb (part per billion) sehingga dapat mengukur komponen trace (renik)
c. Sangat selektif bila suatu komponen x akan diperiksa dalam suatu campuran,
dengan cara mengatur panjang gelombang cahaya dimana hanya komponen x
yang akan mengabsorbsi cahaya tersebut. Lebih teliti karena hanya
mempunyai persen kesalahan 1 - 3 % bahkan dengan teknik tertentu dapat
mengurangi persen kesalahan sampai 1/10 (Underwood, 1999).

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar


ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan
cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit
terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan
untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis
mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa
didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran
secara kuantitatif.
Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar
tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm.

Ada dua jenis instrumentasi spektrofotometri UV-Vis, yaitu :

1. Spektrofotometri UV-Vis yang memiliki sumber cahaya tunggal (single


beam), dimana sinyal pelarut dihilangkan terlebih dahulu dengan mengukur
pelarut, setelah itu larutan sampel diukur.
2. Spektrofotometri UV-Vis yang memiliki sumber cahaya ganda (double beam),
dimana larutan sampel dimasukkan secara bersama-sama dengan pelarut yang
tidak mengandung sampel. Alat ini lebih praktis dan mudah serta memberikan
hasil yang optimal (Dachriyanus, 2004).

2.8.1.Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektofotometri UV-Vis

Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif.

Universitas Sumatera Utara


1. Aspek kualitatif
Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang
maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut ; yang kesemuanya itu dapat
diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan.Misal : dari data
spektra yang diperoleh dapat dilihat, serapan (absorbansi) berubah atau tidak
karena perubahan pH. Jika berubah, bagaimana perubahannya apakah dari
batokromik ke hipsokromik dan sebaliknya atau dari hipokromik
kehiperkromik, dan sebagainya.
2. Aspek Kuantitatif
Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan
sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi
yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar
yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies
penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan
jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat
terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama
denagan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan
tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan denagan adanya
penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini
sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai