Anders Behndig, MD, PhD, Beatrice Cochener, MD, PhD, Jose Luis Guell, MD, PhD,
Laurent Kodjikian, MD, PhD, FEBO, Rita Mencucci, MD, PhD,
Rudy M.M.A. Nuijts, MD, PhD, Uwe Pleyer, MD, PhD, Paul Rosen, FRCS, FRCOphth,
Jacek P. Szaflik, MD, PhD, Marie Jose Tassignon, MD, PhD
Disusun oleh :
Cynthia Angeline
112014153
2016
Resume Journal
Judul Journal :
Profilaksis Endoftalmitis pada Operasi Katarak: Berdasarkan Pola Praktek di 9 Negara Eropa
Sumber :
Data-data berasal dari Departemen Ilmu Kesehatan Mata dan perwakilan Rumah Sakit di 9
negara Eropa, yakni Swedia, Perancis, Inggris, Spanyol, Jerman, Belgia, Italia, Belanda, dan
Polandia yang ditulis oleh Anders Behndig, MD, PhD dalam J Cataract Refract Surg 2013;
39:14211431 (ESCRS/European Society of Cataract & Refractive Surgeons). Data-data tersebut
berdasarkan pola praktek operasi katarak dengan pencegahan terjadinya endoftalmitis
pascaoperasi.
Latar Belakang :
Operasi katarak merupakan prosedur bedah yang paling umum dilakukan di banyak Negara
maju, dengan jumlah frekuensi yang terus meningkat. Adapun komplikasi katarak yang paling
ditakuti adalah endoftalmitis pascaoperasi yang memiliki prognosis buruk terhadap tajam
penglihatan seseorang. Hal tersebut sangat berkaitan dengan virulensi dan jumlah patogen,
sistem kekebalan seseorang, penegakkan diagnosis sampai pada penatalaksanaanya. Patogen
yang paling sering adalah Staphylococcus epidermidis (bakteri gram positif atau Staphylococcus
dengan koagulase negatif) dan Staphylococcus aureus.
Selain itu, yang perlu menjadi perhatian adalah meningkatkan ketahanan/resistensi
Staphylococcus sp terhadap antibiotik spektrum luas, termasuk golongan fluoroquinolon generasi
keempat, seperti Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) maupun Methicillin
Resistant Staphylococcus Epidermidis (MRSE).Untungnya, kejadian endoftalmitis pascaoperasi
merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Frekuensi kejadian yang dilaporkan bervariasi, tetapi
tinjauan sistematis telah menunjukkan estimasi keseluruhan 0,128% antara tahun 1963 dan 2003.
Meskipun tingkat kejadiannya rendah, endoftalmitis pascaoperasi menghasilkan substansial
beban kesehatan karena tingginya jumlah prosedur yang dilakukan dan konsekuensinya yang
parah. Oleh karena itu, berbagai langkah telah dianjurkan untuk mencegah komplikasi serius ini.
Antisepsis preoperatif pada daerah periokular dengan topikal povidone-iodine secara luas
digunakan dan dianggap sebagai standar dasar pencegahan endoftalmitis pascaoperasi. Meskipun
chlorhexidine lebih disukai di beberapa negara. Disamping itu, profilaksis dengan antibiotik juga
umum digunakan sebaga tindakan pencegahan. Namun, antibiotik yang diusulkan sangatlah
beragam (misalnya, aminoglikosida, sefalosporin, fluoroquinolones,kloramfenikol), cara
pemberiannya (topikal, intraokular, subconjunctival, oral, intravena), dan waktu pemberiannya
(pra operasi, intraoperatif, perioperatif, maupun pasca operasi).
Perhimpunan bedah katarak Eropa (ESCRS) melakuan uji acak terkontrol terhadap profilaksis
endoftalmitis pascaoperasi berdasarkan pedoman ESCRS tahun 2007 yang merekomendasikan
penggunaan cefuroxime intrakameral. Hasil yang koheren didapatkan lebih dari 400.000 pasien
yang terdaftar dalam Nasional Katarak di Swedia menunjukkan tingkat kejadian endoftalmitis
pasca operasi sebesar 0,048% . Dimana 1.0% dari operasi katarak yang tidak mendapatkan
cefuroxime intrakameral memiliki risiko lebih tinggi terhadap kejadian endoftalmitis
pascaoperasi (rasio odds [OR], 7.24; 95% confidence interval [CI], 3,71-14,11).
Selain itu, serangkaian studi retrospektif dari Perancis, Spanyol, dan Inggris secara konsisten
mengkonfirmasi penurunan signifikan kejadian endoftalmitis pascaoperasi pada pasien yang
mendapatkan cefuroxime intrakameral injections.
Tujuan :
Untuk menilai profilaksis endoftalmitis pascaoperasi berdasarkan pola praktek operasi katarak
dan penggunaan cefuroxime intra kameral di Eropa pada tahun 2012, yaitu 5 tahun setelah
publikasi penelitian dan pedoman ESCRS tahun 2007.
Metodologi :
Sistematik review. Dalam hal ini dilakukan identifikasi, evaluasi dan interpretasi terhadap semua
penelitian relevan dalam kajian literatur dari 9 negara yang terkait pertanyaan penelitian
tertentu,diantaranya;
- Prosedur operasi katarak saat ini dan pelaporan tingkat kejadian endoftalmitis pascaoperasi
- Penggunaan tindakan profilaksis non antibiotik, seperti pengaturan kebersihan, pemilihan
pasien, antisepsis
- Penggunaan antibiotik topikal (jenisnya, rasionalitas penggunaan dan dosisnya
- Penggunaan antibiotik intra kameral (frekuensi penggunaan, jenis yang disukai)
- Penggunaan pedoman: ada atau tidaknya pedoman praktek untuk pencegahan endoftalmitis
pascaoperasi, koherensi dengan pedoman ESCRS 2007.
Kriteria Inklusi :
- Operasi katarak di Negara-negara Eropa
- Memiliki pedoman praktek untuk pencegahan endoftalmitis pascaoperasi
Kriteria Eksklusi :
-Tidak bersedia ikut serta dalam penelitian
Hasil :
Kesimpulan :
-Pola praktek untuk profilaksis kejadian endoftalmitis pascaoperasi antara Negara-negara Eropa
berbeda secara signifikan dan sering menyimpang dari profilaksis yang direkomendasikan oleh
pedoman ESCRS tahun 2007.
- Pedoman ESCRS belum konsisten diterapkan dalam Negara-negara ini.
- Antisepsis pra operasi dengan povidone iodine atau klorhexidine terbukti mengurangi resiko
terjadinya endoftalmitis pascaoperasi.
- Penggunaan cefuroxime intrakameral (1,0 mg / 0,1 mL) suntikan bolus pada akhir operasi
katarak menunjukkan penurunan resiko terjadinya endoftalmitis pascaoperasi sebesar >5 kali.
- Pengaruh levofloxacin perioperatif topikal tidak signifikan.
- Kejadian endoftalmitis pascaoperasi dalam subkelompok tanpa cefuroxime intrakameral
relative tinggi, menyarankan bahwa pemberian levofloxacin pasca operasi dapat memberi sedikit
keuntungan.
- Cefuroxime adalah sefalosporin generasi kedua yang efektif terhadap sebagian besar bakteri
yang menyebabkan endoftalmitis pascaoperasi, seperti staphylococcus dan streptokokus (kecuali
MRSA, MRSE, dan Enterococcus faecalis). Golongan ini juga efektif terhadap bakteri gram
negatif (kecuali Pseudomonas aeruginosa dan P acnes).
-Dalam studi ESCRS, 5 faktor risiko terjadinya kejadian endoftalmitis pascaoperasi katarak,
diantaranya clear corneal incisions vs scleral tunnel, komplikasi bedah, lensa intraocular silikon
dibandingkan lensa intraokular akrilik (IOLs), ahli bedah yang kurang berpengalaman
dibandingkan yang lebih berpengalaman, dan tidak adanya penggunaan cefuroxime intrakameral.
The Europian Society of Cataract and Refractive Surgeon Endophthalmitis Study (ESCRS)
melakukan studi endophthalmitis di 24 pusat di 9 negara Eropa. Itu adalah sebagian dari acak
terkontrol placebo mengevaluasi dampak profilaksis injeksi cefuroxime intracameral dan / atau
levofloksasin topikal perioperatif pada kejadian endophthalmitis setelah operasi katarak.
Sebanyak 16.603 pasien direkrut dalam 4 kelompok penelitian.
Studi ESCRS didokumentasikan bahwa penggunaan cefuroxime intra kameral dikaitkan dengan
penurunan yang signifikan dalam kejadian endophthalmitis pascaoperasi dibandingkan dengan
suntikan antibiotik topikal. Tingkat endophthalmitis adalah 4,92 kali lebih tinggi pada kelompok
kontrol dibandingkan pada kelompok yang diobati cefuroxime. Levofloksasin topikal
perioperatif dikaitkan dengan kejadian penurunan endophthalmitis, namun perbedaan ini tidak
mencapai signifikansi statistik.
Faktor risiko yang diidentifikasi termasuk clear corneal incisions (5.88 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan scleral tunnel), silikon IOL (3,13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
IOL akrilik), komplikasi bedah (4,95 kali lebih tinggi), dan ahli bedah yang berpengalaman.
Sumber organisme kausatif yang menyebabkan endoftalmitis pascaoperasi adalah berasal dari
permukaan okular pasien tersebut. Untuk mengurangi kejadian endophthalmitis pasca operasi,
upaya yang dilakukan adalah dengan mengurangi atau menghilangkan mikroflora baik sebelum
operasi maupun saat operasi. Antibiotik topikal pra operasi, antiseptik topikal, perioperatif
irigasi, penggunaan antibiotik intrakameral atau suntikan, dan antibiotik subconjunctival pasca
operasi semuanya telah digunakan untuk mengurangi beban mikroba masuk ke dalam mata.
Povidone-iodine telah membuktikan keberhasilan dalam mengurangi beban bakteri dalam
forniks dan menunjukkan pengurangan 4 kali lipat mengesankan dalam kejadian
endophthalmitis.
Penggunaan antibiotik pra operatif telah dilaporkan memiliki penurunan yang signifikan dalam
pengurangan jumlah koloni bakteri tertentu tetapi tidak menunjukkan keunggulan bila
dibandingkan dengan antisepsis povidone-iodine. Antibiotik dalam cairan pengairan untuk
operasi katarak dilaporkan mampu mengurangi tingkat kontaminasi bakteri (6,8% dan 7,7%)
secara signifikan di ruang anterior. Penggunaan antibiotik intra kameral juga berperan
menurunkan kejadian endoftalmitis pascaoperasi. Namun penggunaanya harus hati-hati terhadap
potensi munculnya bakteri resisten, disamping tingginya biaya untuk pemakaian umum.