Anda di halaman 1dari 27

Tinjauan Pustaka

Infeksi dan Imunitas


Singgih Arto*
10-2012-005
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

*Alamat Korespendensi:
Singgih Arto
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: singgih.arto@civitas.ukrida.com

Pendahuluan

Sistem imun merupakan sistem yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kerusakan
tubuh atau timbulnya penyakit. Sistem imun yang berfungsi baik mutlak diperlukan untuk
kelangsungan hidup seseorang. Sistem imun memiliki sifat yang sangat kompleks, terlibat
dalam respon terhadap berbagai patogen, bahan dalam lingkungan hidup kita sendiri, bahkan
terhadap komponen tubuh sendiri yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Salah
satunya adalah penyakit HIV.1
Penyakit HIV/AIDS di negara berkembang termasuk di Indonesia sangat sulit untuk
dikontrol penyebarannya. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah penyakit
yang membuat tubuh sulit untuk melawan penyakit menular. HIV (Human Immunodeficiency
Virus) menyebabkan AIDS dengan menginfeksi dan merusak bagian dari pertahanan tubuh
(limfosit) yang merupakan jenis sel darah putih dalam sistem kekebalan tubuh yang
berfungsi untuk melawan infeksi. Penyakit HIV/ AIDS dapat ditularkan melalui kontak
langsung dengan darah atau cairan tubuh seseorang yang terinfeksi virus.1
Secara klinis tanda dari gejala difesiensi sistem imun sangat bervariasi seperti batuk-
batuk yang disertai sesak napas, berperawakan kurus, dan tampak bercak putih di seluruh
organ mulut sampai tenggorokan serta teraba pembesaran kelenjar limfe pada leher dan
aksila.1

1
Identifikasi Istilah

1. Compos mentins

adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan

Rumusan Masalah

1. Laki-laki berusia 52 tahun batuk-batuk disertai sesak napas sejakn 1 minggu yang
lalu, demam dan nyeri tenggorokan sejak 3 minggu yang lalu, sering gatal
diseluruh badan dan menret-mencret 3-4 kali dalam sehari sejak 2 bulan terakhir,
serta BB turun +/- 9 kg dalam 2 bulan terakhir

Analisis Masalah

Hipotesis

Laki-laki berusia 52 tahun menderita HIV

2
Pembahasan

Anamnesis

Pada anamnesis infeksi sistem imun terdapat enam gejala penyakit klinis, yaitu batuk
yang disertai sesak napas, demam, nyeri tenggorokan, gatal pada seluruh bagian tubuh,
Mencret, pembesaran kelenjar limfe pada leher dan aksilla.

Batuk merupakan pengeluaran udara dengan paksa melalui glotis yang tertutup.
Berikut adalah pertanyaan yang dapat diajukan kepada pasien berkaitan dengan batuk.

 Apakah batuk terjadi setelah olahraga atau malam hari?


 Jenis batuknya kering atau mengeluarkan sekret atau dahak? Apa warna sputumnya?
 Apakah batuk disertai nyeri ataupun demam?
 Apakah batuk disertai sesak napas?
 Sudah berapa lama menderita batuk? Apakah batuk setiap hari?
 Apakah ada darah di sputum?

Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh dalam
melawan infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi pada manusia
hidup subur pada suhu 37 derajat C. Meningkatnya suhu tubuh beberapa derajat dapat
membantu tubuh melawan infeksi. Demam akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk
membuat lebih banyak sel darah putih, membuat lebih banyak antibodi dan membuat lebih
banyak zat-zat lain untuk melawan infeksi. Berkut pertanyaan yang dapat diajukan kepada
pasien berkaitan dengan demam.

 Sejak kapan demamnya?


 Sifat demam?terus menerus demam, atau naik turun?
 Waktu kapan paling tinggi demamnya? Pagi,siang atau malam?
 Gejala lain yang menyertai?
 Apakah dalam keluarga ada juga yang sedang demam?
 Keadaan Lingkungan dan Tempat tinggal bagaimana?apakah ada ternak burung atau
unggas?
 Apakah pernah bepergian ke suatu tempat yang diketahui endemik penyakit tertentu?
 apakah pernah kontak dengan penderita penyakit dengan gejala demam?
 Riwayat pengobatan yang pernah diterima?

3
Jenis nyeri sistem pecernaan yang paling sering dijumpai adalah nyeri tenggorok.
Kebanyakan radang tenggorokan disebabkan oleh dua jenis infeksi yaitu virus dan bakteri.
Sekitar 80% radang tenggorokan disebabkan oleh virus dan hanya sekitar 10-20% yang
disebabkan bakteri. Untuk dapat mengatasinya, penting untuk mengetahui infeksi yang
dialami disebabkan oleh virus atau bakteri streptokokus, Infeksi virus biasanya merupakan
penyebab selesma (pilek) dan influenza yang kemudian mengakibatkan terjadinya radang
tenggorokan. Pertanyaan yang dapat diajukan berkaitan dengan nyeri adalah sebagai berikut. 2

 Apakah terasa nyeri bila anda menelan makanan?


 Di mana lokasi nyeri tersebut?
 Seperti apa nyerinya?
 Apakah nyerinya terus menerus?
 Sudah berapa lama nyerinya?

Gatal atau Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering
dijumpai pada gangguan dermatologic yang menimbulkan gangguan rasa tidak nyaman dan
perubahan integritas kulit jika pasien meresponnya dengan garukan. Gatal bisa terjadi di
seluruh tubuh atau bisa terjadi pada bagian tubuh tertentu. Pertanyaan yang dapat diajukan
berkaitan dengan gatal adalah sebagai berikut.2

 Sudah berapa lama timbul rasa gatal?


 Seberapa sering rasa gatal timbul dalam sehari?
 Dimana rasa gatal yang sering dirasakan?

Diare dikatakan sebagai keluarnya tinja berbentuk cair sebanyak tiga kali atau lebih
dalam dua puluh jam pertama, dengan temperatur rectal di atas 38°C, kolik, dan muntah-
muntah. Dapat ditanyakan pertanyaan tambahan mengenani penurunan berat badan pada
pasien dan riwayat penyakit dahulu pasien.2
Pembesaran kelenjar limfe adalah alamat kegagalan pertahanan baik karena serbuan
dari luar ataupun suatu kejadian luar biasa didalamnya. Serbuan itu dapat berupa infeksi dari
luar ataupun kanker baik dari luar atupun dalam. Misalnya pembesaran kelenjar limfe ketiak
dapat disebabkan infeksi atau metastasis kanker dari payudara ataupun limfoma yaitu kanker
kelenjar limfe. Perlu pula diketahui bahwa limfoma adalah bagian dari kanker darah.
Pertanyaan yang dapat diajukan berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe adalah sebagai
berikut.2

4
 Sudah berapa lama timbul benjolan di leher atau di ketiak?
 Apakah terasa sakit saat di sentuh benjolan tersebut?

Riwayat pribadi dan sosial pada pasien dapat ditanyakan tentang penggunaan jarum
suntik yang tidak steril, hubungan seks yang bebas, pekerjaan yang dapat memicu gejala.

Riwayat keluarga dan pengobatan dapat berperan penting dalam keluhan pasien.
Tanyakan juga riwayat penyakit yang serupa yang pernah terjadi pada anggota keluarga.

Pemeriksaan fisik

1. inspeksi:

a. Keadaan umum : sakit ringan atau sakit berat


b. Kulit : warna, oedem, lesi
c. Sifat dan jenis pernafasan :3
i. Cuping hidung, adanya pelebaran lubang hidung, sering terjadi pada
setiap inspirasi pada saat gawat pernafasan, misalnya pada pneumonia
lobaris yang luas
ii. Retraksi, gerakan celah iga yang terjadi pada setiap nafas anak yang
mengalami gawat pernafasan
iii. Grunting, suara pada akhir ekspirasi, paling sering terdengar pada
bayi baru lahir dan bayi yang mengalami gawat pernafasan
2. Palpsi
Meraba leher dan regio aksillaris pasien apakah terdapat benjolan, bagaimana
konsistensinya, apakah dapat digerakkan atau tidak, apakah pasien merasa nyeri
ketika diraba, meraba apakah terdapat pembesaran organ-organ tubuh. Pada
pemeriksaan fisik terdapat benjolan yang dikarenakan pembesaran kelenjar limfe pada
leher dan ketiak pasien.
3. Tanda-tanda vital:
a. Tekanan nadi.3
denyut nadi yang teraba pada dinding pembuluh darah arteri yang berdasarkan
systol dan gystole dari jantung. Denyut nadi adalah jumlah denyut jantung, atau
berapa kali jantung berdetak per menit. Mengkaji denyut nadi tidak hanya mengukur
frekuensi denyut jantung, tetapi juga mengkaji irama jantung dan kekuatan denyut

5
jantung. Pemeriksaan denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop. Pada
pemeriksaan fisik didapati tekanan nadi 96 kali per menit. Batas normal tekanan nadi
seseorang adalah :

- Umur di atas 18 tahun : 60 - 100 kali per menit


- Usia Lanjut : 60 -70 kali per menit
Jika jumlah denyut nadi di bawah kondisi normal, maka disebut bradicardi.
Jika jumlah denyut nadi di atas kondisi normal, maka disebut tachicardi.
Pada pemeriksaan fisik didapati hasil 96 kali per menit
Kesimpulannya : tekanan nadi laki-laki berumur 52 tahun ini tidak normal (tachicardi)

b. Suhu.3
Seseorang dikatakan bersuhu tubuh normal, jika suhu tubuhnya berada pada suhu 36
derajat selsius sampai 37,5 derajat selsius. Seseorang dikatakan bersuhu tubuh rendah
(hypopirexia atau hypopermia), jika suhu tubuhnya < 36 derajat selsius.
Seseorang dikatakan bersuhu tubuh tinggi atau panas jika :
1. demam : jika bersuhu 37,5 ˚C - 38˚C
2. febris : jika bersuhu 38˚C - 39˚C
3. hipertemia : jika bersuhu > 40˚C
Pada pemeriksaan fisik didapati suhu 37.9˚C
Kesimpulannya : suhu tubuh laki-laki berumur 52 tahun ini tinggi ( demam )
c. Pernapasan.3
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses pengambilan
oksigen dan pengeluaran karbondioksida.Seseorang dikatakan memiliki frekuensi
pernapasan yang normal jika pada
Bayi : 30-40 kali per menit
Anak-anak : 20-50 kali per menit
Dewasa : 16-24 kali per menit
Pada pemeriksaan fisik di dapati hasil 30 kali per menit
Kesimpulannya : frekuensi pernapasan laki-laki usia 52 tahun ini tidak normal
4. Derajat kesadaran
Compos mentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,dapat menjawab semua
pertanyaan tentang kesadaran sekelilingnya.3
a. Apatis yaitu, keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitar,
atau sikapnya acuh tak acuh.3

6
b. Somnolen (abtundasi,latargi) yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat mudah tertidur namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tapi jatuh tertidur lagi, maupun memberi jawaban
verbal.3
c. Stupor yaitu gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan
nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat.3
d . Semi koma yaitu tidak dapat respoon verbal, reaksi rangsangan kasar
dan ada yang menghindar. Contoh menghindari tusukan.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Yang termasuk pemeriksaan darah lengkap adalah :
1. HB (hemoglobin)
Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen ke jaringan, molekul hemoglobin tersusun
dari hem dan globin. Hem terbentuk dari fe dan protoporphyrin yang terbentuk di
mitokondria. Nilai normal Hb bervariasi :4
 Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
 Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
 Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
 Anak anak : 11-13 gram/dl
 Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
 Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
 Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
 Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl
Pada pemeriksaan penunjang, kadar Hb 12,8 g/dl
Kesimpulannya nilai dari kadar hemoglobin laki-laki usia 52 tahun kurang dari batas normal
2. Hematokrit
Hematokrit merupakan ukuran yang menentukan banyaknya jumlah sel darah merah
dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persent (%). Nilai normal hematokrit untuk pria
berkisar 40,7% - 50,3% sedangkan untuk wanita berkisar 36,1% - 44,3%.4
kadar hemoglobin berbanding lurus dengan kadar hematokrit, sehingga peningkatan
dan penurunan hematokrit terjadi pada penyakit-penyakit yang sama.4
Pada pemeriksaan penunjang di dapati hasil hematokrit 38 %, jadi pada kesimpulannya kadar
hematokrit pria berusia 52 tahun ini kurang dari batas normal.

7
3. Leukosit
Leukosit merupakan komponen darah yang berperanan dalam memerangi infeksi
yang disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun proses metabolik toksin, dan lain-lain.4
Nilai normal leukosit berkisar 5.000 - 10.000 sel/ul darah. Penurunan kadar leukosit
bisa ditemukan pada kasus penyakit akibat infeksi virus, penyakit sumsum tulang, dll,
sedangkan peningkatannya bisa ditemukan pada penyakit infeksi bakteri, penyakit inflamasi
kronis, perdarahan akut, leukemia, gagal ginjal, dan penyakit klinis lainnya.4
Pada pemeriksan penunjang didapati kadar leukosit 6200 sel/ul darah, jadi pada
kesimpulannya kadar leukosit pada pria 52 tahun tersebut normal.
4. Trombosit
Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi membantu dalam proses
pembekuan darah dan menjaga integritas vaskuler. Beberapa kelainan dalam morfologi
trombosit antara lain giant platelet (trombosit besar) dan platelet clumping (trombosit
bergerombol).4
Nilai normal trombosit berkisar antara 150.000 - 400.000 sel/ul darah. Trombosit
yang tinggi disebut trombositosis dan sebagian orang biasanya tidak ada keluhan. Trombosit
yang rendah disebut trombositopenia, ini bisa ditemukan pada kasus demam berdarah (DBD),
Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP), supresi sumsum tulang.4
Pada pemeriksaan penunjang didapati kadar trombosit 128000 sel/ul darah, jadi
kesimpulannya kadar trombosit pada pria berumur 52 tahun itu kurang dari batas normal.
Diagnosis Banding
Kriteria Diagnosis HIV

Secara umum, tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah sampai pada
tahapan AIDS adalah:4
 Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat
 Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
 Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa :
 Batuk berkepanjagan (lebih dari satu bulan)
 Kelainan kulit dan iritasi (gatal)

8
 Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan
 Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di bawah telinga, leher,
ketiak dan lipatan paha.
TBC
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
sesuai organ yang terlibat).4
1. gejala respiratorik
 Batuk > 2 minggu
 Batuk d sertai dengan darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
2. gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain ialah malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun

Diagnosis Kerja
Diagnosis HIV ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan penunjang serta
membandingkannya dengan diagnosis banding.
Kebanyakan infeksi HIV pada anak akibat penularan HIV dari ibu-ke-bayi (mother-
to-child transmission/MTCT), yang dapat terjadi selama kehamilan dan persalinan, atau
selama menyusui. Walau sudah banyak kemajuan dan penerapan intervensi pencegahan
penularan HIV dari ibu-ke-bayi yang efektif di negara berkembang, hampir 2.000 bayi
terinfeksi HIV setiap hari melalui MTCT di negara miskin sumber daya. Pada 2006, ada
kurang lebih 2,3 juta anak terinfeksi HIV di seluruh dunia. Jumlah ini diduga tetap akan
meningkat dalam waktu dekat karena beberapa alasan. Saat ini, kurang dari 10% ibu hamil
yang terinfeksi HIV di negara miskin sumber daya menerima profilaksis antiretroviral (ARV)
untuk pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi (prevention of mother-to-child
transmission/PMTCT). Walaupun layanan profilaksis ARV ditingkatkan secara luar biasa,
infeksi HIV pada anak akan terus meningkat kecuali ada peningkatan layanan pencegahan
infeksi HIV baru pada perempuan secara bersamaan, perbaikan akses pada keluarga
berencana (KB), dan perluasan ketersediaan pengobatan antiretroviral (ART) untuk ibu yang
membutuhkannya. Serupa dengan orang dewasa, anak yang terinfeksi HIV menanggapi ART

9
dengan baik. Tetapi, pengobatan semacam ini paling efektif apabila dimulai sebelum anak
jatuh sakit (artinya, sebelum pengembangan penyakit lanjut). Tanpa ART, pengembangan
infeksi HIV sangat cepat pada bayi dan anak. Di rangkaian miskin sumber daya, kurang lebih
30% anak terinfeksi HIV yang tidak diobati meninggal sebelum ulang tahunnya yang pertama
dan lebih dari 50% meninggal sebelum mereka mencapai usia dua tahun. Infeksi HIV pada
anak yang tidak diobati juga mengakibatkan pertumbuhan yang tertunda dan keterbelakangan
mental yang tidak dapat disembuhkan oleh ART. Oleh karena itu penting untuk mendiagnosis
bayi yang terpajan HIV sedini mungkin untuk mencegah kematian, penyakit dan penundaan
pertumbuhan dan pengembangan mental. Karena biayanya yang murah, kemudahan untuk
memakainya, dan kemampuan untuk menyediakan hasil secara cepat, tes antibodi cepat
adalah yang paling umum dipakai untuk mendiagnosis infeksi HIV di negara miskin sumber
daya. Tetapi, karena antibodi HIV melewati plasenta selama kehamilan, semua bayi yang
terlahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan menerima antibodi dari ibu saat di rahim dan hasil
tes antibodi akan positif saat lahir tidak tergantung pada status infeksi HIV-nya sendiri.
Antibodi dari ibu baru hilang seluruhnya 12-18 bulan setelah kelahiran, oleh karena itu semua
tes antibodi pada bayi terpajan HIV yang dilakukan sebelumnya tidak dapat diandalkan.
Kesulitan lain untuk mendiagnosis infeksi HIV pediatrik pada bayi di negara miskin sumber
daya adalah pajanan HIV secara terus-menerus pada bayi yang disusui, sehingga menyulitkan
untuk mengecualikan infeksi HIV sampai penyusuan sudah dihentikan secara menyeluruh.
Karena komplikasi ini, kebanyakan tes HIV pada bayi di negara miskin sumber daya
dilakukan dengan memakai tes antibodi cepat pada usia 18 bulan. Tetapi, pada usia ini,
banyak bayi yang terinfeksi sudah meninggal dan lebih banyak lagi yang mungkin sudah
hilang. Sebuah tes HIV yang murah dan mudah dipakai dan dapat diandalkan untuk bayi
terpajan HIV yang berusia kurang dari 18 bulan dibutuhkan secara mendesak. Tes semacam
ini dapat mencegah jutaan kematian dini terkait HIV. Tujuan deteksi dini HIV pada dasarnya
ada dua, yakni sebagai intervensi pengobatan fase infeksi asimtomatik dapat diperpanjang
dan untuk menghambat perjalanan penyakit ke arah AIDS.5
Dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:5
 Langsung: biakan virus dari darah, isolasi virus dari sample, umumnya menggunakan
mikroskop elektron dan deteksi gen virus. Yang paling sering digunakan adalah PCR
(Polymerase Chain Reaction).

10
 Tidak Langsung: dengan melihat respons zat anti yang spesifik, misalnya dengan tes
ELISA, Western Blot, Immunofluoren Assay (IFA), dan Radio Immunoprecipitation
Assay (RIPA)
Berikut ini pemeriksaan/tes yang lazim dilakukan:
1. Biakan HIV dari darah
Di awal epidemi HIV, biakan HIV dalam darah dipakai untuk mendeteksi infeksi HIV
dan untuk mengukur jumlah virus dalam darah secara langsung. Biakan HIV juga dipakai
untuk mendiagnosis bayi dan sebagai cara untuk menentukan tingkat keparahan infeksi dan
tanggapan selanjutnya terhadap pengobatan pada orang dewasa dan anak. Walaupun tes ini
sensitif dan spesifik, serta dapat dipakai untuk menghitung viral load pasien, metode ini
belum pernah dipakai secara skala besar untuk mendiagnosis karena teknik tes yang rumit
dan membutuhkan reagen dan peralatan yang mahal, waktu tes laboratorium yang lama, dan
banyak darah. Sebagai tambahan, membutuhkan hampir tujuh hari untuk mendapatkan hasil
dan karena biakan virus mengandung HIV yang aktif diperlukan peralatan biohazard khusus.5
2. Tes antigen P24
Sebelum pengembangan teknik viral load DNA dan reaksi rantai polimerase (polymerase
chain reaction/PCR) untuk mendiagnosis infeksi HIV dan menghitung viral load, tes antigen
HIV p24 dipakai untuk menghitung viral load. HIV p24 adalah protein yang diproduksi oleh
replikasi HIV yang terjadi dalam darah Odha dengan jumlah yang berbeda-beda. Karena HIV
p24 adalah protein imunogenik, orang yang terinfeksi HIV juga membentuk antibodi
terhadap p24. Oleh karena itu, p24 hadiran dalam darah dalam bentuk p24 bebas dan p24
terikat antibodi (kompleks kekebalan). Untuk mengukur jumlah antigen p24, adalah penting
untuk memisahkan antibodi dari antigen. Teknik sudah dikembangkan untuk melakukan
tugas ini, tetapi belum seluruhnya berhasil. Namun demikian, karena kesederhanaan tes dan
biayanya yang relatif murah, para peneliti berusaha memperbaiki tes tersebut walaupun tes
viral load PCR lebih sensitif dan spesifik.5
3. Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)
ELISA dari berbagai macam kit yang ada di pasaran mempunyai cara kerja hampir sama.
Pada dasarnya, diambil virus HIV yang ditumbuhkan pada biakan sel, kemudian dirusak dan
dilekatkan pada biji-biji polistiren atau sumur microplate. Serum atau plasma yang akan
diperiksa, diinkubasikan dengan antigen tersebut selama 30 menit sampai 2 jam kemudian
dicuci. Bila terdapat IgG (immunoglobulin G) yang menempel pada biji-biji atau sumur
microplate tadi maka akan terjadi reaksi pengikatan antigen dan antibodi. Antibodi anti-IgG
tersebut terlebih dulu sudah diberi label dengan enzim (alkali fosfatase, horseradish
11
peroxidase) sehingga setelah kelebihan enzim dicuci habis maka enzim yang tinggal akan
bereaksi sesuai dengan kadar IgG yang ada, kemudian akan berwarna bila ditambah dengan
suatu substrat. Pemeriksaan ELISA hanya menunjukkan suatu infeksi HIV di masa lampau.
Tes ELISA mulai menunjukkan hasil positif pada bulan ke 2-3 masa sakit. Selama fase
permulaan penyakit (fase akut) dalam darah penderita dapat ditemukan virus HIV/partikel
HIV dan penurunan jumlah sel T4 (Grafik). Setelah beberapa hari terkena infeksi AIDS, IgM
dapat dideteksi, kemudian setelah 3 bulan IgG mulai ditemukan. Pada fase berikutnya yaitu
pada waktu gejala major AIDS menghilang (karena sebagian besar HIV telah masuk ke
dalam sel tubuh). HIV sudah tidak dapat ditemukan lagi dari peredaran darah dan jumlah Sel
T4 akan kembali ke normal. Hasil pemeriksan ELISA harus diinterpretasi dengan hati-hati
karena tergantung dari fase penyakit. Umumnya hasil akan positif pada fase dimana timbul
gejala pertama AIDS (AIDS phase) dan sebagian kecil akan negatif pada fase dini AIDS (Pre
AIDS phase). Beberapa hal tentang kebaikan test ELISA adalah nilai sensitivitas yang tinggi :
98,1% - 100%, Western Blot memberi nilai spesifik 99,6% - 100%. Walaupun begitu,
predictive value hasil test positif tergantung dari prevalensi HIV di masyarakat. Pada
kelompok penderita AIDS, predictive positive value adalah 100% sedangkan pada donor
darah dapat antara 5% - 100%. Predictive value dari hasil negatif ELISA pada masyarakat
sekitar 99,99% sampai 76,9% pada kelompok risiko tinggi. Di samping keunggulan, beberapa
kendala path test ELISA yang perlu diperhatikan adalah :5
1) Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibodi, bukan antigen (akhir-akhir ini sudah
ditemukan test ELISA untuk antigen). Oleh karena itu test uji baru akan positif bila penderita
telah mengalami serokonversi yang lamanya 2-3 bulan sejak terinfeksi HIV, bahkan ada yang
5 bulan atau lebih (pada keadaan immunocompromised). Kasus dengan infeksi HIV laten
dapat temp negatif selama 34 bulan.
2) Pemeriksaan ELISA hanya terhadap antigen jenis IgG. Penderita AIDS pada taraf
permulaan hanya mengandung IgM, sehingga tidak akan terdeteksi. Perubahan dari IgM ke
IgG membutuhkan waktu sampai 41 minggu.
3) Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV1. Bila test ini digunakan pada
penderita HIV-2, nilai positifnya hanya 24%. Tetapi HIV2 paling banyak ditemukan hanya di
Afrika.
4) Masalah false positive pada test ELISA. Hasil ini sering ditemukan pada keadaan positif
lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini disebabkan karena morfologi HIV hasil
biakan jaringan yang digunakan dalam test kemurniannya ber-beda dengan HIV di alam.

12
Oleh karena itu test ELISA harus dikorfirmasi dengan test lain. Tes ELISA mempunyai
sensitifitas dan spesifisitas cukup tinggi walaupun hasil negatif disini tidak dapat menjamin
bahwa seseorang bebas 100% dari HIV 1 terutama pada kelompok resiko tinggi. Akhir-akhir
ini test ELISA telah menggunakan recombinant antigen yang sangat spesifik terhadap
envelope dan core. Antibodi terhadap envelope ditemukan pada setiap penderita HIV stadium
apa saja. Sedangkan antibodi terhadap p24 (protein dari core) bila positif berarti penderita
sedang mengalami kemunduran/deteriorasi.5
4. Pemeriksaan Western Blot
Western Blot adalah sebuah metode untuk mendeteksi protein pada sampel jaringan.
Imunoblot menggunakan elektroforesis gel untuk memisahkan protein asli atau perubahan
oleh jarak polipeptida atau oleh struktur 3-D protein. Protein tersebut dikirim ke membran, di
mana mereka dideteksi menggunakan antibodi untuk menargetkan protein.5
Pemeriksaan Western Blot cukup sulit, mahal, interpretasinya membutuhkan pengalaman
dan lama pemeriksaan sekitar 24 jam. Cara kerja test Western Blot yaitu dengan meletakkan
HIV murni pada polyacrylamide gel yang diberi arus elektroforesis sehingga terurai menurut
berat protein yang berbeda-beda, kemudian dipindahkan ke nitrocellulose. Nitrocellulose ini
diinkubasikan dengan serum penderita. Antibodi HIV dideteksi dengan memberikan antlbodi
anti-human yang sudah dikonjugasi dengan enzim yang menghasilkan wama bila diberi suatu
substrat. Test ini dilakukan bersama dengan suatu bahan dengan profil berat molekul standar,
kontrol positif dan negatif. Gambaran band dari bermacam-macam protein envelope dan core
dapat mengidentifikasi macam antigen HIV. Antibodi terhadap protein core HIV (gag)
misalnya p24 dan protein precursor (p25) timbul pada stadium awal kemudian menurun pada
saat penderita mengalami deteriorasi. Antibodi terhadap envelope (env) penghasil gen
(gp160) dan precursor-nya (gp120) dan protein transmembran (gp4l) selalu ditemukan pada
penderita AIDS pada stadium apa saja. Beberapa protein lainnya yang sering ditemukan
adalah: p3 I, p51, p66, p14, p27, lebih jarang ditemukan p23, p15, p9, p7. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa bila serum mengan-dung antibodi HIV yang lengkap maka Western
blot akan memberi gambaran profil berbagai macam band protein dari HIV antigen
cetakannya. Definisi hasil pemeriksaan Western Blot menurut profit dari band protein dapat
bermacam-macam, pada umumnya adalah :5
1) Positif : a. Envelope : gp4l, gpl2O, gp160
b. Salah satu dari band : p15, p17, p24, p31, gp4l, p51, p55, p66.
2) Negatif : Bila tidak ditemukan band protein.
3) Indeterminate

13
Bila ditemukan band protein yang tidak sesuai dengan profil positif. Hasil indeterminate
.diberikan setelah ditest secara duplo dan penderita diberitahu untuk diulang setelah 2-3
bulan. Hal ini mungkin karena infeksi masih terlalu dini sehingga yang ditemukan hanya
sebagian dari core antigen (p17, p24, p55). Akhir-akhir ini hasil positif diberikan bila
ditemukan paling tidak p24, p31 dan salah satu dari gp41 atau gpl60. Dengan makin ketatnya
!criteria Western Blot maka spesifisitas menjadi tinggi, dan sensitifitas turun dari 100% dapat
menjadi hanya 56% karena hanya 60% penderita AIDS mempunyai p24, dan 83%
mempunyai p31. Sebaliknya cara ini dapat menurunkan angka false positive pada kelompok
risiko tinggi, yang biasanya ditemukan sebesar 1 di antara 200.000 test padahal test tersebut
sudah didahului dengan test ELISA. Besar false negative Western Blot belum diketahui
secara pasti, tapi tentu tidak not. False negative dapat terjadi karenakadar antibodi HIV
rendah, atau hanya timbul band protein p24 dan p34 saja (yaitu pada kasus dengan infeksi
HIV2). False negative biasanya rendah pada kelompok masyarakat tetapi dapat tinggi pada
kelompok risiko tinggi. Cara mengatasi kendala tadi adalah dengan menggunakan
recombinant HIV yang lebih murni.5
5. PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR adalah cara in vitro untuk memperbanyak target sekuen spesifik DNA untuk analisis
cepat atau karakterisasi, walaupun material yang digunakan pada awal pemeriksaan sangat
sedikit. Pada dasarnya PCR meliputi tiga perlakuan yaitu: denaturisasi, hibridisasi dari
"primer" sekuen DNA pada bagian tertentu yang diinginkan, diikuti dengan perbanyakan
bagian tersebut oleh Tag polymerase, kemudian dikerjakan dengan mengadakan campuran
reaksi dalam tabung mikro yang kemudian diletakkan pada blok pemanas yang telah
diprogram pada seri temperatur yang diinginkan.5
Teknik ini ditemukan oleh Kary Mullis dari Cetus Corporation dan sekarang digunakan
secara luas dalam penelitian biologi. Pada dasarnya, target DNA diekstraksi dari spesimen
dan secara spesifik membelah dalam tabung sampai diperoleh jumlah cukup yang akan
digunakan untuk deteksi dengan cara hibridisasi. Replikasi yang mungkin dicapai adalah
dalam kelipatan jutaan atau lebih dengan menggunakan oligonukleotid primer yang
berkomplemen terhadap masing-masing rantai dari target sekuen ikatan rangkap. Jarak antara
letak ikatan dari 2 primer menetapkan ukuran produk yang diamplifikasi.7
Identifikasi HIV dengan PCR telah memberikan sumbangan dalam diagnosis dan
penelitian AIDS sebagai berikut:5

14
1) PCR telah berhasil digunakan untuk memeriksa bayi lahir dari ibu seropositif selama zat
anti maternal masih dimiliki bayi sampai umur 15 bulan, sedangkan diagnosis infeksi HIV
secara serologis terhambat.
2) PCR telah digunakan untuk menetapkan status infeksi path individu seronegatif. Studi
pada golongan risiko rendah, hasil seronegatif menunjukkan bahwa individu tidak terinfeksi.
3) PCR telah digunakan untuk mendeteksi sekuen HIV pada individu seropositif dengan
gejala, yang hasilnya negatif dengan uji deteksi langsung lainnya, termasuk dengan cara
mengkultur virus.
4) Telah digunakan untuk mengindentifikasi infeksi pada sejumlah kecil individu berisiko
tinggi sebelum serokonversi.
5) PCR telah digunakan untuk konfirmasi kasus pertama dan HIV-2 di Afrika Barat yang
menjalani pengobatan di AmerikaSerikat.
6) PCR telah digunakan untuk mengevaluasi heterogenisitas virus dalam HIV yang diisolasi.
Definisi
AIDS (acquired Imunideficiency Syndrome) merupakan sekumpulan gejala atau
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi akibat infeksi
virus HIV (Human Imunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.6
Patogenesis
Limfosit Cluster Differentition 4 (CD4+) merupakan target utama infeksi HIV karena
virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4+. Limfosit CD4+ bertugas
mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut
menyebabkan gangguan imun yang progesif.6
Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut Simian
Immunodeficiency Virus ( SIV ). SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada
mukosa vagina.Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke kelenjar getah bening regional.
Pada model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari setelah inokulasi.6
Sel individual di kelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat di deteksi
dengan hibridisasi in situ dalam 7- 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dideteksi 7-21 hari
setelah infeksi . Puncak jumlah sel yang mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening
berhubungan dengan puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang mengekspresikan virus
di jaringan limfoid kemudian menurun secara cepat dan di hubungkan sementara dengan
pembentukan respon imun spesifik. Koinsiden dengan menghilangnya viremia adalah

15
peningkatan sel limfosit CD8. Walaupun demikian tidak dapat dikatakan bahwa respon sel
limfosi CD8+ menyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi HIV. Replikasi HIV berada
pada keadaan ‘ steady-state ‘beberapa bulan setelah infeksi. Kondisi ini bertahan relatif stabil
selam beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi. Faktor yang mempengaruhi tingkat
replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu, adalah
heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan heterogeneitas intrinsik pejamu.6
Antibodi muncul di sirkulasi dalm beberapa minggu setelah infeksi, namun secara
umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai ke
level ‘steady state’. Walaupun antibodi ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat
melawan infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus.6
Gejala Klinis
Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa menandai apakah seseorang telah
tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri membutuhkan waktu yang cukup panjang
(5 sampai 10 tahun hingga mencapai masa yang disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di
dalam darah bisa terjadi tanpa seseorang menunjukan gejala penyakit tertentu dan ini disebut
masa HIV positif. Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kali dan kemudian
memeriksakan diri dengan menjalani tes darah, maka dalam tes pertama tersebut belum tentu
dapat dideteksi adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini disebabkan kaena tubuh kita
membutuhkan waktu sekitar 3 - 6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya akan
dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode jendela) .6
Dalam masa ini , bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus HIV di dalam
tubuhnya (walau pun belum bisa di deteksi melalui tes darah), ia sudah bisa menularkan HIV
melalui perilaku yang disebutkan di atas tadi. Secara umum, tanda-tanda utama yang terlihat
pada seseorang yang sudah sampai pada tahapan AIDS adalah:6
 Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat
 Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
 Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa :
 Batuk berkepanjagan (lebih dari satu bulan)
 Kelainan kulit dan iritasi (gatal)
 Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan
Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di bawah telinga, leher,
ketiak dan lipatan paha.

16
Patofisiologis
Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali
seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang
terinfeksi HIV sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50%
berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua
orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan
penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan kerusakan
sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap.6
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian
memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi.
Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,
ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, di mulailah infeksi HIV asimptomatik
(tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun.
Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat
hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalanannya lambat (non-pogresor).6
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-
gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah,
pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, herpes, dan sebagainya.
Tanpa pengobatan ARV, walaupun selama beberapa tahu tidak menunjukkan gejala, secara
bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk, dan akhirnya
pasien menunjukkan gejala klinik yang makin berat, pasien masuk tahap AIDS. Jadi yang
disebut laten secara klinik (tanpa gejala), sebetulnya bukan laten bila ditinjau dari sudut
penyakit HIV. Manifetasi dari awal dari kerusakan sistem kekebalan tubuh adalah
kerusakan mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di
jaringan limfoid, yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in situ.Sebagian
besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi.6
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkan
gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi
yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten.
Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi,
untungnya tubuh masih bias mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4
sekitar 109 sel setiap hari.6
Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika. Lebih dari 80% pengguna

17
narkotika terinfeksi virus hepatitis C. Infeksi pada katup jantung juga adalah penyakit
yang dijumpai pada odha pengguna narkotika dan biasanya tidak ditemukan pada odha yang
tertular dengan cara lain. Lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan
infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Makin lama seseorang menggunakan narkotika suntik ,
makin mudah terkena pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi secara bersamaan ini akan
menimbulkan efek yang buruk. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus
HIV membelah dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu
juga dapat menyebabkan reaktivasi virus di dalam limfosit T. Akibatnya perjalanan
penyakitnya biasanya lebih progresif.6
Etiologi
Virus HIV yang termasuk dalam famili retrovirus genus lentivirus diketemukan oleh Luc
Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus
dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV).6
Gallo (national Institute of Health, USA 1984) menemukan Virus HTLV-III (Human T
Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut
dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International
Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberi nama resmi HIV. Pada tahun
1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan
berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic. HIV-2 dianggap kurang pathogen
dibandingkan dengan HIV-1. Untuk memudahkan, kedua virus itu disebut sebagai HIV saja.6
Epidemologi
Pada tahun 2005, jumlah ODHA di seluruh dunia diperkirakan sekitar 40,3 juta orang dan
yang terinfeksi HIV sebesar 4,9 juta orang. Jumlah ini terus bertambah dengan kecepatan
15.000 pasien per hari. Jumlah pasien di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara sendiri
diperkirakan berjumlah sekitar 7,4 juta pada tahun 2005. Menurut catatan Departemen
Kesehatan, pada tahun 2005 terdapat 4.186 kasus AIDS dengan 305 di antaranya berasal dari
Jawa Barat. Saat ini, dilaporkan adanya pertambahan kasus baru setiap 2 jam, dan setiap hari
minimal 1 pasien meninggal karena AIDS di Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan di
Rumah Tahanan. Dan di setiap propinsi ditemukan adanya ibu hamil dengan HIV dan anak
yang HIV atau AIDS.6

18
HIV ditularkan melalui :6
a. Lewat cairan darah:
Melalui transfusi darah / produk darah yg sudah tercemar HIV ,Lewat pemakaian jarum
suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa disterilkan, misalnya
pemakaian jarum suntik dikalangan pengguna narkotika suntikan.
Melalui pemakaian jarum suntik yang berulangkali dalam kegiatan lain, misalnya :
peyuntikan obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang menembus kulit, misalnya alat tindik,
tato, dan alat facial wajah.6
b. Lewat cairan sperma dan cairan vagina :
HIV dapat menular melalui hubungan seks penetratif yang tidak aman sehingga
memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (untuk hubungan seks
lewat vagina) ; atau tercampurnya cairan sperma dengan darah, yang mungkin terjadi dalam
hubungan seks anal.6
Hubungan seksual secara anal lebih berisiko menularkan HIV, karena epitel mukosa anus
relatif tipis dan lebih mudah terluka dibandingkan epitel dinding vagina, sehingga HIV
lebih mudah masuk ke aliran darah. Dalam berhubungan seks vaginal, perempuan lebih besar
risikonya daripada pria karena selaput lendir vagina cukup rapuh. Disamping itu karena
cairan sperma akan menetap cukup lama di dalam vagina, kesempatan HIV masuk ke
aliran darah menjadi lebih tinggi. HIV di cairan vagina atau darah tersebut, juga dapat masuk
ke aliran darah melalui saluran kencing pasangannya.6
Dalam satu kali hubungan seks secara tidak aman dengan orang yang terinfeksi HIV
dapat terjadi penularan. Walaupun secara statistik kemungkinan ini antara 0,1% hingga 1%
(jauh dibawah risiko penularan HIV melalui transfusi darah) tetapi lebih dari 90% kasus
penularan HIV/AIDS terjadi melalui hubungan seks yang tidak aman.6
c. Lewat Air Susu Ibu :
Penularan ini dimungkinkan dari seorang ibu hamil yang HIV positif, dan melahirkan
lewat vagina; kemudian menyusui bayinya dengan ASI Kemungkinan penularan dari ibu ke
bayi (Mother-to-Child Transmission) ini berkisar hingga 30%, artinya dari setiap 10
kehamilan dari ibu HIV positif kemungkinan ada 3 bayi yang lahir dengan HIV positif.
Faktor -faktor risiko yang mempercepat meningkatnya prevalensi infeksi HIV :6
1. Tingginya pecandu narkotika suntik (IDU)

2. Industri seks

19
3. Kemiskinan

4. Migrasi penduduk

5. Kurangnya pengetahuan mengenai IMS / HIV/ AIDS

6. Rendahnya pemakaian kondom pada aktiftias seksual berisiko

7. Tingginya hubungan seksual di luarnikah dan pra nikah


Penatalaksanaan
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun
data selama 8 tahun terakhir menunjukan bukti yang amat menyakinkan bahwa pengobatan
dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral, disingkat obat ARV)
bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortilitas dini akibat infeksi HIV. Manfaat ARV
dicapai melalui pulihnya sistem kekebalan akibat HIV dan pulihnya kerentana odha terhadap
infeksi oportunistik.6

Secara umum penatalaksaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu :6

a. pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV)

b. penobatan untuk mengatasi berbagai macam penyakit infeksi dan kanker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasma,
kanker serviks, dan sebagainya.

c. pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nlai gizi yang lebih baik dan
pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta
tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan.. dengan pengobatan yang lengkap itu
, angka kematian dapat ditekan.

Terapi Antiretroviral

Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan ODHA menjadi jauh lebih
baik. Infeksi kriptosporidiasis yang sebelumnya sukar diobati, menjadi jauh lebih mudah
ditangani. Infeksi penyakit oppurtunistik lainnya yang berat, seperti infeksi virus sitomegalo
dan infeksi mikobakterium aptikal, dapat disembuhkan. Pneumonia Pneumocystis carinii
pada ODHA yang hilang timbul, biasanya mengharuskan ODHA minum obat infeksi agar

20
tidak kambuh. Namun sekarang dengan minum ARV teratur, banyak ODHA yang tidak
memerlukan minum obat profilaksis terhadap pneumonia.6,7

Obat ARV terdiri dari golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor,
nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non nucleoside reverse transcriptase
inhibitor, dan inhibitor protease. Tidak semua ARV yang ada telah tersedia di Indonesia.6,7

Waktu memulai ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV
akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ARV direkomendasikan pada semua pasien yang
telah menunjukkan gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS atau menunjukkan
gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS atau menunjukkan gejala yang sangat
berat, tanpa melihat jumlah CD4+. Obat ini juga direkomendasikan pada pasien asimptomatik
dengan jumlah lomfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3 . Pasien dengan jumlah limfosit
CD4+ 200-350 sel/mm3 dapat ditawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien asimptomatik
dengan jumlah lomfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load lebih dari 100.000
kopi/ml terapi ARV dapat dimulai, namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan
dimulai pada pasien dengan jumlah lomfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load
kurang dari 100.000 kopi/ml.6,7

Penggunaan ARV juga rawan resistensi. Bila hal itu terjadi, obat ARV tidak akan lagi
berpengaruh pada tubuh ODHA bersangkutan. Resiko resisten tidak hanya bisa terjadi pada
proses penghentian obat, tetapi juga pada kesalahan pemakaian. Karenanya, Departemen
Kesehatan mengharuskan pemakaian minimal 3 kombinasi obat. Kombinasi yang digunakan
juga berbeda-beda untuk setiap ODHA, tergantung pada kondisi tubuhnya. Obat ARV perlu
diminum sesuai petunjuk dokter baik dosis maupun waktunya. Mengingat bahwa HIV adalah
virus yang selalu bermutasi, maka jika kita tidak mematuhi aturan pemakaian obat ARV, HIV
yang berada di dalam tubuh kita bisa menjadi resisten terhadap obat itu. Dengan kata lain,
obat yang kita konsumsi tidak bisa lagi memperlambat laju penyakit HIV menuju ke tahap
AIDS, sehingga perlu diganti dengan obat lain yang mungkin lebih mahal atau lebih sulit
diperoleh. HIV juga dapat menjadi resisten terhadap sejenis obat bila tingkat darah obat
tersebut terlalu rendah untuk menghentikan reproduksi virus. Selagi HIV terus bereproduksi,
jenis-jenis virus yang mampu reproduksi tanpa terpengaruh obat (jenis yang resisten terhadap
obat) menjadi lebih unggul dari pada jenis yang sensitive terhadap obat dan akan menjadi
dasar bagi populasi HIV yang baru di dalam tubuh. Resistensi HIV terjadi apabila terjadi
mutasi atau perubahan pada struktur genetic HIV, sehingga HIV menjadi kuat melawan obat

21
antiretroviral (ARV) tertentu. Dengan kata lain, terjadinya perubahan genetic yang
memungkinkan HIV terus melakukan replikasi walaupun pasien menjalani terapi
antiretroviral. Idealnya, setiap sel baru hasil proses replikasi yang terjadi didalam tubuh sama
persis seperti sel awal yang direplikasi. Tapi kadang-kadang terjadi kesalahan kecil di dalam
sebuah sel yang kemudian terbawa pada sel baru. Sampai pada suatu saat, sel-sel yang
mengandung kesalahan-kesalahan kecil ini menjadi banyak. Perubahan kecil di dalam
komposisi genetic sel disebut “mutasi”. Mutasi sering terjadi pada HIV karena cepatnya
proses replikasi sel berlangsung dan ketidak hadirannya mekanisme untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan ini.6,7

Obat ARV juga diberikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan
profilaksis pada orang yang terpapar cairan tubuh yang mengandung virus HIV (post-
esposure prophylaxis) dan pencegahan penularan dari ibu ke bayi. Program pencegahan dari
ibu ke anak dengan pemberian obat ARV penting untuk mendapat perhatian lebih besar
mengingat sudah ada beberapa bayi di Indonesia yang tertular HIV dari ibunya. Efektivitas
penularan HIV dari ibu ke anak adalah sebesar 10-30 %. Artinya dari 100 ibu hamil yang
terinfeksi HIV, ada 10 sampai 30 bayi yang akan tertular. Sebagian besar penularan terjadi
pada waktu proses persalinan dan sebagian kecil melalui plasenta selama kehamilan dan
sebagian lagi melalui air susu ibu.6,7

Daftar efek samping akibat obat yang dipakai dapat dilihat dalam kemasan obat tersebut,
tidak semua efek yang tercantum dirasakan oleh penggunanya. Efek samping yang paling
umum dialami, antara lain :6,7

a. Kelelahan

ODHA sering melaporkan sering melaporkan kadang-kadang merasa lelah. Mengetahui


penyebab lelah dan menanganinya adalah penting.

b. Anemia

Obat ARV seperti duviral dapat menyebabkan anemia. Dengan melakukan tes darah rutin
dapat mengetahui ada tidaknya anemia, gejalanya badan menjadi cepat lelah. Konsultasikan
hal ini pada dokter untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan karena anemia dapat
diobati, tapi tidak boleh dianggap enteng.

c. Gangguan Pencernaan

22
Beberapa obat ARV dapat mengakibatkan perut terasa nyeri, mual, kembung, bahkan bisa
berakibat muntah dan diare. Pengobatan yang lazim dipakai dirumah termasuk : makan
sedikit tapi sering, makan sup dan makanan yang lunak, minuman jahe dan sering
berolahraga. Jika mengalami diare, harus banyak minum untuk menghindari dehidrasi.

d. Gangguan Pada Kulit

Beberapa obat menyebabkan benjolan (ruam) yang terasa gatal. Kulit biasanya akan
menjadi kering, maka sebaiknya gunakan pelembab. Jika ruam yang timbul sangat banyak di
sekujur tubuh, sebaiknya konsultasikan dengan dokter.

e. Gangguan Saraf Kecil

Sering kesemutan pada telapak kaki atau tangan bisa diindikasikan sebagai gejala
gangguan saraf kecil. Mengkonsumsi vitamin B dapat mengurangi rasa kesemutan tersebut,
tapi tidak ada salahnya untuk memeriksakan diri ke ahli saraf karena jika dibiarkan terlalu
lama akan menyebabkan kerusakan saraf yang lebih parah.

f. Masalah Tulang

Baru diketahui pada orang HIV. Mineral tulang dapat hilang dan tulang menjadi rapuh.
Kehilangan aliran darah dapat menyebabkan masalah pinggul. Pastikan konsumsi cukup zat
kalsium dalam makanan dan suplemen.

g. Lipodistrofi

Banyak ODHA yang kehilangan lemak pada bagian lengan, kaki, terutama pada wajah
(pipi terlihat cekung). Tentunya jika ada penumpukan lemak, maka ada peningkatan kadar
gula dan kolesterol dalam darah yang dapat mengakibatkan stroke maupun serangan jantung.

Pencegahan

Selain penatalaksanaan diatas, perlu dilakukan upaya pencegahan dan


penanggulangan. Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan di beberapa
negara dan amat dianjurkan oleh badan kesehatan dunia, WHO, untuk dilaksanakan secara
sekaligus, yaitu :7

a). Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewsa muda;

b). Program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai kelompok sasaran;

23
c). Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik;

d). Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika, termasuk pengadaan jarum
suntik steril;

e). program pendidikan agama;

f). Program layanan pengobatan infeksi menular seksual (IMS);

g). Program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan panti pijat;

h). Pelatihan ketrampilan hidup;

i). Program pengadaan tempat- tempat untuk tes HIV dan konseling;

j). Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak;

k). Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan dan dukungan
untuk odha;

l). Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV.

Prognosis

Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa orang yang
terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang
terinfeksi bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10 tahun.
Tanpa pengobatan, infeksi HIV mempunyai resiko 1-2 % untuk menjdi AIDS pada beberapa
tahun pertama. Resiko ini meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya. Resiko terkena AIDS
dalam 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV mencapai 50%.7ddddddddddddddddddddddddddd
Sebelum diketemukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua kasus akan menjadi
AIDS. Pengobatan AIDS telah berhasil menurunkan angka infeksi oportunistik dan
meningkatkan angka harapan hidup penderita.7hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
Kombinasi beberapa jenis obat berhasil menurunkan jumlah virus dalam darah sampai
tidak dapat terdeteksi. Tapi belum ada penderita yang terbukti sembuh. Teknik penghitungan
jumlah virus HIV (plasma RNA) dalam darah seperti polymerase chain reaction (PCR) dan
branched deoxyribonucleid acid (bDNA) test membantu dokter untuk memonitor efek
pengobatan dan membantu penilaian prognosis penderita.7kkkkkkkkkkkkkkkkkgggggggggg
Kadar virus ini akan bervariasi mulai kurang dari beberapa ratus sampai lebih dari

24
sejuta virus RNA/mL plasma. Pada awal penemuan virus HIV, penderita segera mengalami
penurunan kualitas hidupnya setelah dirawat di rumah sakit. Hampir semua penderita akan
meninggal dalam 2 tahun setelah terjangkit AIDS.7jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjhjjjjjjjjjjjjjjjj
Dengan perkembangan obat-obat anti virus terbaru dan metode-metode pengobatan
dan pencegahan infeksi oportunistik yang terus diperbarui, penderita bisa mempertahankan
kemampuan fisik dan mentalnya sampai bertahun-tahun setelah terkena AIDS. Sehingga pada
saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS sudah bisa ditangani walaupun belum bisa
disembuhkan.7
Kesimpulan

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan penyebab dari AIDS


(Acquired Immunodeficiency Syndrome). Virus HIV ini juga disebut juga sebagai human
lymphotropic virus tipe III, lymphadenophaty-associated virus ataupun lymphadenophaty
virus. Apapun namanya, virus HIV merupakan retrovirus. Retrovirus adalah virus RNA
yang mempunyai enzim reverse transcriptase. Dengan menggunakan enzim reverse
transcriptase, virus ini menggunakan RNA sebagai cetakan untuk membuat DNA
komplementer yang dapat berintegrasi dengan DNA induk. Sesuai dengan namanya, virus
HIV hanya menyerang manusia khususnya sistem kekebalan tubuh manusia yang
melindungi tubuh dari infeksi. Sel imun yang terinfeksi adalah CD4+ sel T, makrofag, dan
sel dendritik. CD4+ sel T secara langsung maupun tidak langsung dihancurkan oleh virus
tersebut. Infeksi HIV menyebabkan sistem kekebalan tubuh akan semakin lemah.
Keadaan ini akan membuat orang mudah diserang beberapa jenis penyakit (sindrom)
yang kemungkinan tidak mempengaruhi orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
sehat.

Untuk mendiagnosa seorang pasien menderita HIV, harus di lakukan pemeriksaan


fisik yang di perkuat dengan pemeriksaan penunjang yang dilakukan di laboratorium.
Tanda seseorang menderita AIDS adalah

 Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat


 Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
 Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
 Batuk berkepanjagan (lebih dari satu bulan)
 Kelainan kulit dan iritasi (gatal)
 Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan

25
 Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di bawah telinga,
leher, ketiak dan lipatan paha.

Dari segi pentalaksanaa pada penderita HIV dapat dilakukan dengan beberpa cara yaitu :

a. pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV)

b. penobatan untuk mengatasi berbagai macam penyakit infeksi dan kanker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasma,
kanker serviks, dan sebagainya.

c. pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nlai gizi yang lebih baik dan
pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta
tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan.. dengan pengobatan yang lengkap itu
, angka kematian dapat ditekan.

Daftar Pustaka

1. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologidasar. Edisi ke-8. Jakarta: Balai Penerbit


FKUI; 2009.h.28-9.
2. Dacre, Jane. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005.h.80-101.
3. Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-8.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.220-49.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6
Volume ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.852-61.
5. Phair, John P. Dasar biologis dan klinis penyakit infeksi. Edisi Ke-4. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press; 1994.h.154-9
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5, Jilid 3. Jakarta: Internal Publishing; 2009.h.2861-70.
7. Departemen Farmakologi FKUI. Buku ajar farmakologi dan terapi. Edisi ke-5.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.638-63.

26
27

Anda mungkin juga menyukai