Anda di halaman 1dari 7

Glaukoma Sudut Tertutup

Disusun Oleh:

Maria Osvaldis Galus (11.2014.163)

Pembimbing :
dr. Santi Anugrahsari, M.Sc, SpM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

PERIODE : 7 Maret 2016 9 April 2016


LATAR BELAKANG

Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan utama di dunia setelah katarak atau kekeruhan
lensa, dengan jumlah penderita diperkirakan sebanyak 70.000.000 orang di seluruh dunia.
Glaukoma adalah penyakit mata yang dapat mengakibatkan neuropati optik yang diikuti
gangguan pada lapang pandang yang khas dan atrofi saraf optik.1,2

Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma sekunder, dan


glaukoma kongenital. Sebagian besar glaukoma merupakan glaukoma primer yaitu glaukoma
sudut terbuka (primary open angle glaucoma) yang prevalensinya paling banyak, diikuti
glaukoma primer sudut tertutup (primary angle closure glaucoma). Glaukoma akut merupakan
salah satu glaukoma sudut tertutup primer yang memerlukan penanganan segera akibat terjadi
aposisi iris dengan jalinan trabekular pada sudut bilik mata. Hal tersebut menghambat aliran
akuos humor dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra okular (TIO) dengan gambaran
berupa edema kornea, penglihatan kabur mendadak, mual, kelopak mata bengkak hiperemi
konjungtiva, injeksi silier, dan pupil dilatasi. Pengobatan medika mentosa harus dimulai secepat
mungkin untuk menurunkan tekanan intra okular, sebelum terapi definitif iridektomi laser atau
bedah dilakukan.1,3

DEFINISI

Glaukoma akut merupakan salah satu manifestasi klinis dari glaukoma primer sudut tertutup.
Gejala yang dirasakan pada saat serangan glaukoma akut adalah berupa pandangan yang kabur
mendadak, terlihat adanya halo atau pelangi, nyeri yang hebat, sakit kepala, palpitasi, dan nyeri
abdomen serta mual muntah. Berbeda dengan gejala glaukoma tertutup kronis, karena pada
glaukoma tertutup kronis penurunan visusnya terjadi perlahan, pasien jarang mengeluhkan nyeri
dan lebih cenderung merasa tidak nyaman seperti pusing sehingga tidak sampai mual muntah.
Gejala ini terjadi akibat TIO yang meningkat mendadak. Adanya edema kornea menyebabkan
keluhan berupa terihat halo atau pelangi, penglihatan kabur, dan rasa sakit yang intensif,
sedangkan kelelahan dan kecemasan akan menyebabkan keluhan gastrointestinal. Gejala lain
berupa penglihatan sentral yang menurun, kelopak mata bengkak, hiperemi konjungtiva, injeksi
silier, dan dilatasi pupil sedang yang disebabkan oleh iskemia sfingter iris, serta COA dangkal.4,5
ETIOLOGI

Berdasarkan etiologinya glaukoma terdiri dari glaukoma primer, sekunder, dan glaukoma
kongenital. Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Glaukoma
sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh kelainan penyakit baik berasal dari mata
maupun dari kelainan diluar mata. Sedangkan glaukoma kongenital adalah glaukoma yang
dibawa sejak lahir.6

EPIDEMIOLOGI

Glaukoma lebih sering terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Glaukoma sudut tertutup akut terjadi
pada 1 dari 1000 orang kulit putih, sekitar 1 dari 100 orang Asia, dan sebanyak 2 hingga 4 dari
100 orang Eskimo. Prevalensi glaukoma sudut tertutup akut lebih tinggi pada wanita karena
kamera okuli anteriornya dangkal.7

PATOFISIOLOGI

Akuos humor di produksi oleh badan siliaris, yang akan berdifusi dari ruang posterior melalui
pupil, dan ke ruang anterior. Dari ruang anterior, akuos humor dialirkan ke dalam sistem vascular
melalui jaringan trabekular dan kanalis Schlem yang terdapat pada sudut iridokornea. Beberapa
kelainan anatomi yang menyebabkan ruang anterior mata menjadi sempit mempengaruhi
terjadinya glaucoma sudut tertutup akut. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ketebalan iris
dan luas penampang yang berhubungan dengan peningkatan resiko. Dari sekian banyak
predisposisi variasi anatomi, sudut sempit memiliki tingkat predisposisi terbesar, perlekatan
antara lensa dan iris disebut blok pupil. Blok pupil mengakibatkan aliran air dari ruang posterior
ke ruang anterior terhambat atau di blokir. Ketika terjadi blok pupil, tekanan di ruang posterior
meningkat menyebabkan iris lentur dan terdorong ke depan yang disebut iris bombe.4,5

Hal ini menyumbat aliran humor akuos dan TIO meningkat dengan cepat, menimbulkan
nyeri hebat, kemerahan, dan kekaburan penglihatan serta rasa nyeri hebat pada mata yang
menjalar sampai kepala. Hal ini terjadi karena meningkatnya TIO sehingga menekan simpul-
simpul saraf di daerah kornea yang merupakan cabang dari nervus trigeminus. Sehingga daerah
sekitar mata yang juga dipersarafi oleh nervus trigeminus ikut terasa nyeri. Pada glaukoma akut,
TIO sangat meningkat, sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai edem kornea,
hal ini menyebabkan penglihatan pasien sangat kabur secara tiba-tiba dan visus menjadi
menurun.4,5

MANIFESTASI KLINIS

Pada pemeriksaan fisik kedua mata didapatkan edema palpebra, injeksi silier, visus 1/300,
hiperemi konjungtiva, COA dangkal pada penyinaran oblik, pupil berdilatasi dan tidak terdapat
refleks cahaya, dan didapatkan kekeruhan lensa sebagian pada pemeriksaan slit lamp serta
shadow test positif. Pemeriksaan tekanan intraokular per palpasi dirasakan bola mata sangat
keras. Selain itu, pada glaukoma akut sudut tertutup, kornea menjadi penuh air yang terlihat
keruh dengan menggunakan slit lamp dan bermanifestasi terlihatnya halo disekitar cahaya.6

Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil saat pencahayaan berkurang. Dapat
juga disebabkan oleh obat-obatan dengan efek antikolinergik atau simpatomimetik (atropin,
antidepresan, bronkodilator, dekongestan hidung, atau tokolitik). Dan biasanya serangan ini
terjadi pada seseorang yang memiliki sudut COA yang dangkal dieksaserbasi oleh pembesaran
lensa karena penuaan.6

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pada glaukoma akut adalah untuk menurunkan TIO secepatnya kemudian
apabila tekanan bola mata normal dan mata tenang maka dapat dilakukan pembedahan.
Pengobatan pada glaukoma akut harus segera berupa kombinasi pengobatan sistemik dan
topikal.6

Pada kasus, pasien mendapatkan glaucon yang mengandung asetazolamid yang termasuk
dalam golongan karbonik anhidrase inhibitor sistemik. Efeknya dapat menurunkan TIO dengan
menghambat produksi humor akuos sehingga sangat berguna untuk menurunkan TIO secara
cepat. Obat ini dapat diberikan secara oral dengan dosis 250-1.000 mg per hari atau 2-4 kali
sehari. Pada pasien dengan glaukoma akut yang disertai mual muntah dapat diberikan
asetazolamid 500 mg IV, yang disusul dengan 250 mg tablet setiap 4 jam sesudah keluhan mual
hilang. Pemberian obat ini memberikan efek samping hilangnya kalium tubuh, parastesi,
anoreksia, diarea, hipokalemia, batu ginjal dan miopia sementara. Untuk mencegah efek samping
tersebut, pada pasien ini diberikan pemberian KSR tablet.6,7

Timolol merupakan beta bloker non selektif dengan aktivitas dan konsentrasi tertinggi
pada kamera okuli posterior untuk menurunkan TIO dengan cara mengurangi produksi akuos
humor yang dicapai dalam waktu 30 sampai 60 menit setelah pemberian topikal. Penggunan beta
bloker non selektif sebagai inisiasi terapi dapat diberikan dua kali dengan interval setiap 20
menit dan dapat diulang dalam 4jam, 8 jam, dan 12 jam kemudian. Dosis pemberian timolol
adalah 0,5% dua kali satu tetes perhari pada mata yang mengalami keluhan. Timolol termasuk
beta bloker non selektif sehingga perlu diperhatikan pemberiannya pada pasien dengan asma,
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan penyakit jantung.6

Berdasarkan American optometric Association tahun 2010, diketahui bahwa meskipun


penggunaan steroid tidak secara signifikan mengobati serangan akut glaukoma, steroid berguna
untuk mengatasi inflamasi pada saat serangan. Dosis yang sering digunakan adalah prednisolone
1% empat kali satu tetes perhari, sampai proses operatif Laser Peripheral Iriditomy (LPI) yaitu
berupa tindakan membuat lubang pada iris dengan laser (misal, argon, Nd: YAG, diode) untuk
membebaskan pupil blok dilakukan.

Carpin 2% mengandung pilokarpin yang merupakan obat miotik yang berfungsi


meningkatkan aliran keluar akuos humor dengan bekerja pada jalinan trabekular melalui
kontraksi otot siliaris, menurunkan TIO dengan menurunkan resistensi aliran pada akuos humor.
Sedangkan pemberian asam mefenamat sebagai analgetik untuk mengurangi rasa nyeri. Secepat
mungkin setelah TIO turun dan terkontrol, LPI merupakan langkah penatalaksanaan selanjutnya.
Terapi ini bertujuan untuk mencegah rekurensi dari glaukoma akut dan juga mencegah progresi
dari akut glaukoma menjadi glaukoma sudut tertutup kronik.7

Sejak munculnya laser iridotomy, bedah iridectomy perifer sekarang jarang dilakukan.
Namun, mungkin masih berguna kadang-kadang di mana kornea gagal untuk membersihkan
cukup untuk laser iridotomy yang akan dilakukan, atau dalam kasus seorang pasien yang tidak
mampu bekerja sama dengan prosedur laser. Sebuah 2 sampai 3 mm parsial ketebalan sayatan
(sekitar dua pertiga dari ketebalan kornea) dibuat, biasanya dalam kornea perifer superotemporal.
Sayatan juga dapat dilakukan di limbus setelah peritomy konjungtiva terbatas. Sebuah jahitan
nilon ditempatkan dan melingkar keluar dari alur sayatan. Asisten dapat menggunakan jahitan ini
untuk membuka atau menutup insisi kemudian sehingga untuk mengontrol laju egress berair.
Ruang anterior kemudian masuk dengan pisau secara vertikal. Sebuah buku jari dari iris harus
prolaps ke dalam luka, jika perlu, dengan beberapa kontra-tekanan pada bibir posterior dari
sayatan. Baik tang atau gunting memasuki ruang anterior, sehingga menghindari risiko kerusakan
pada lensa atau struktur lainnya. Tepi insisi kemudian dipotong untuk mendorong iris untuk
menarik kembali ke ruang anterior, dan sayatan kornea ditutup dengan jahitan satu atau dua 10-0
nilon.7
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan analisis glaukoma. Jakarta:


Kemenkes RI; 2015.
2. Mackie EG and Rubinstein K. (1954). Iridencleisis in congestive glaucoma. British
Journal of Ophthalmology, 38, 641-652.
3. Quigley HA. Glaucoma. Lancet. 2011; 377:1367-77. 3. Eunice S. Congenital glaucoma. J
Medula Unila. 2014; 2(3):111-7
4. Hillman JS. Acute closed angle glaucoma : an investigation into the effect of delay in
treatment. From St. Jamess University Hospital, Leeds. British Journal of Opthalmology
2010, 817-21.
5. Penatalaksanaan Indian Journal of Opthalmology v.59 (Suppl 1). 2011 Jan. Management
of angle closure glaucoma.
6. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2009.
7. Diunduh dari emedicine.medscape.com/article/798811-treatment. Tanggal 2 April 2016.

Anda mungkin juga menyukai