Anda di halaman 1dari 2

Persatuan dalam Islam

oleh Muhammad Asep Yudistira (1606892762)


Agama Islam 05 (Fakultas Teknik)

Persatuan adalah gabungan (ikatan, kumpulan dan sebagainya) beberapa bagian yang
sudah bersatu. Dalam persatuan itu bisa saja banyak hal yang berbeda seperti perbedaan
agama, suku bangsa, bahasa daerah, adat istiadat, agama dsb bersatu dalam suatu wadah.
Wadah itu bisa umpamanya organisasi, kumpulan pada suatu lembaga pendidikan, pada suatu
wilayah umpamanya tingkat RT, Kelurahan, Kecamatan, dan bisa dalam satu negara. Contoh
persatuan adalah apa yang kita pupuk dan kembangkan secara terus menerus di negara kita
Indonesia ini. Dalam keanekaragaman kita bersatu dalam suatu negara, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Kita bersatu diikat oleh komitmen bersama: Satu nusa, satu
bangsa, satu bahasa (Indonesia). Semboyan kita Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda tapi
tetap satu). Satu negara, satu bangsa, satu bahasa, bersatu mengisi kemerdekaan, membangun
bersama dengan tujuan yang sama: mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menciptakan
negara adil dan makmur yang merata.

Al-Quran memerintahkan persatuan dan kesatuan, karena pada hakikatnya manusia


adalah umat yang satu. Arti umat adalah kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, baik
persamaan tempat, wilayah, waktu, bahasa, agama, atau mungkin satu keturunan. Dalam QS.
21 (Al-Anbiya) : 92 Allah berfirman:

Ayat di atas berarti Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua;
agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.

Walaupun Al-Quran mengakui adanya kelompok, suku, dsb, namun Al-Quran juga
mengisyaratkan bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan sifat dapat digabungkan ke dalam
satu wadah. Dalam konteks paham kebangsaan, Rasulullah saw memasukkan sahabatnya
Salman Al-Farisi dari Persia, Suhaib dari Rumawi, dan Bilal dari Ethiopia ke dalam
kelompok orang Arab. Jumlah anggota satu ummat tidak dijelaskan oleh Al-Quran. Ada
yang berpendapat minimal empat puluh orang atau seratus orang. Tetapi Al-Quran pun
menggunakan kata ummat bahkan untuk seseorang yang memiliki sekian banyak
keistimewaan atau jasa, yang biasanya hanya dimiliki oleh banyak orang. Nabi Ibrahim
misalnya, disebut sebagai umat (tokoh yang dapat dijadikan teladan) lagi patuh kepada
Allah.

Kalau demikian, dapat dikatakan bahwa makna kata ummat dalam Al-Quran sangat
lentur, dan menyesuaikan diri. Tidak ada batas minimal atau maksimal untuk suatu persatuan.
Al-Quran juga menjelaskan bahwa manusia mulanya memang berasal dari satu keturunan,
dan kemudian berkembang menjadi golongan-golongan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.
Tuhan menghendaki adanya bangsa-bangsa, dengan proses yang dilakukan umat manusia
yang secara sepakat ingin bersatu menjadi suatu golongan dari yang terkecil hingga terbesar.
Dalam QS. 49 (Al-Hujurat) : 13 Allah berfirman:

Ayat di atas berarti "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".

Al-Quran mengakui manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial.


Manusia berasal dari satu pasang kemudian berkembang biak, lalu berkelompok-kelompok,
berbangsa-bangsa, menurut suku, wilayah, dan bisa menurut ras dsb. Tetapi dalam
bertanggung jawab kepada Allah tentang amal perbuatannya adalah secara individu. Dalam
QS 49:13 tersebut dijelaskan bahwa Tuhan memandang tinggi rendahnya derajat martabat
tiap orang tergantung pada tingkat takwa masing-masing individu. Dasar kemuliaan manusia
bukan keturunan, suku, atau jenis kelamin, tetapi ketakwaannya kepada Allah.

Referensi

Kaelany. 2010. Islam Agama Universal. Jakarta: Rahma Press.

Anda mungkin juga menyukai