Dakwah artinya mengajak atau menyerukan orang untuk mentaati ajaran Islam dengan
berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dakwah ini merupakan kewajiban bagi setiap
muslim, sebagaimana dijelaskan dalam surat ke-16 (An Nahl), ayat ke-125 di atas, yang artinya:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk (QS.16:125).
Seperti yang dikatakan dalam firman Allah di atas, dakwah diwajibkan bagi seluruh
umat Islam, supaya ajaran Islam dapat disebarluaskan dan membuat masyarakat luas dapat
mendapatkan kebahagiaan ukhrawi sempurna. Maka dari itu, seluruh pendakwah harus benar-
benar berusaha dan optimis dalam berdakwah, seperti yang dilakukan pejuang-pejuang Islam
pada awal masa kemerdekaan dan demokrasi liberal yang akan diceritakan dalam esai ini.
Pada zaman penjajahan, betapapun ada perbedaan antara kaum tradisional dengan
modernis dalam masalah fiqih, namun sikap mereka terhadap kolonialisme Belanda sama.
Hal ini terbukti setelah proklamasi kemerdekaan 1945, mereka bahu-membahu berjihad
mempertahankan kemerdekaan. Tokoh dan pendiri NU, KH. Hasyim Asyari, bahkan
mengeluarkan fatwa yang menyatakan wajib hukumnya memerangi Belanda, dan kalau mati
termasuk syahid. Sementara itu, Sudirman, salah seorang anggota Muhammadiyah dan
mantan komandan tentara Pembela Tanah Air (PETA) Jawa Tengah diangkat menjadi
panglima angkatan bersenjata Indonesia.
Pada awalnya, Kerajaan Jepang berjanji akan membantu Indonesia bebas dari
penjajahan Belanda. Akan tetapi, mereka lalu mengeksploitasi Indonesia untuk kepentingan
mereka terutama dalam Perang Dunia II, lalu usai kekalahan mereka, mereka membentuk
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) dan Dokuritsu
Zyunbi Inkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan) sebagai wadah persiapan kemerdekaan
Indonesia.
Badan itu menghasilkan Konstitusi (UUD) yang di dalamnya ada peraturan tentang
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Peraturan ini disepakati tanggal 22 Juni 1945 dan dikenal dengan Piagam Jakarta. Akan
tetapi, sayangnya peraturan tersebut dihapus dan diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa
pada tanggal 18 Agustus 1945 atas desakan dan tekanan kaum Nasrani.
Hal ini menyebabkan kedudukan golongan Islam merosot dan dianggap tidak bisa
mewakili jumlah keseluruhan umat Islam yang notabene merupakan mayoritas. Misalnya
saja, dalam KNIP (Komisi Nasional Indonesia Pusat), dari 137 anggotanya, hanya 20 yang
merupakan Muslim, dan dalam kabinet, hanya ada dua menteri yang merupakan Muslim,
padahal populasi Muslim di Indonesia mencapai lebih dari 90 persen.
Dalam usaha untuk menyelesaikan perdebatan ideologi ini, diambillah beberapa
keputusan, salah satunya yaitu pembentukan Kementerian Agama untuk mengurus secara
spesifik masalah keagamaan di Indonesia.
Sesuai dengan surat kedua (Al Baqarah) ayat ke-30:
Referensi
1. www.academia.edu
2. www.kemenag.go.id
3. Kaelany. 2010. Islam Agama Universal. Jakarta: Rahma Press.