Anda di halaman 1dari 5

CRITIAL THINKING

MY GOAL

YOHANES FIRMANSYAH

405120051

FAKULTAS KEDOKTERAN
My Goal

Nama saya Yohanes Firmansyah, saya lahir di Jakarta. Sebelum saya masuk ke
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara (FK UNTAR), saya bersekolah di
Kalam Kudus II, dari saya masih berada di jenjang TK hingga saya sampai di jenjang
SMA.

Dari kecil saya mempunyai banyak cita-cita mulai dari ingin menjadi professor, pilot,
presiden, dan dokter. Seiring berjalannya waktu, cita-cita yang dahulu saya ucapkan
mantap seperti, Saya ingin menjadi dokter!!! dan lain sebagainya mendadak mulai
saya ragukan. Saya melihat adanya sebuah realita hidup bahwa untuk mencapai
sebuah cita-cita itu tidak mudah. Banyak rintangan dan halangan yang akan saya
hadapi.

Tibalah suatu saat dimana cita-cita yang saya pertahankan dan masih saya yakini
saya bisa mewujudkannya adalah dokter. Saya ingin menjadi dokter. Walau saya
akui pada saat itu saya belum begitu mengerti apa makna menjadi seorang dokter.
Saya hanya berpikir bahwa menjadi dokter itu sepertinya keren, berwibawa, dan
seperti layaknya seorang pahlawan super yang menyembuhkan berbagai orang dari
sakitnya. Saya sangat beapi-api ingin menjadi dokter.

Beberapa tahun kemudian, tibalah saya mau menempuh jenjang sekolah


menengah. Disitu salah seorang sanak keluarga saya yang sangat saya kasihi
didiagnosa menderita komplikasi, mulai dari darah tinggi, gula darah, kolesterol,
darah rendah, dan masih banyak komplikasi lainnya. Mulai dari kejadian tersebut, ia
mulai dirawat terus menerus di rumah sakit dan keluarga kami membuang duit yang
cukup banyak demi kesembuhan keluarga yang saya kasihi.

Tahun demi tahun penyakit ia tidak sembuh dan terkesan tambah parah, saya mulai
berpikir, ini dokter tidak bisa mengobati atau apa! Menyembuhkan seseorang saja
tidak bisa! Ini yang saya selalu pikirkan.

Tepat setelah 3 tahun, ia pun meninggal. Pada saat ia meninggal, yang terlintas
dalam pikiran saya bukanlah kesedihan atau kemuraman, tapi sebuah rasa kesal!
Image dan gambaran seorang dokter yang keren di dalam benak saya mendadak
lenyap dan hilang, tergantikan dengan image seorang dokter yang hanya bisa
mempermainkan pasien dan mengambil keuntungan semata dari penyakit pasien.
Itulah yang selalu ada dalam pikiran saya.

Tahun-tahun berlalu, saya menjalani kehidupan sekolah menengah saya tanpa


tujuan, pada saat itulah saya bertemu dengan 2 guru biologi dan 2 orang sahabat
yang sangat baik. Singkat cerita, mereka membuat aku kembali menjalani hidup
dengan sebuah cita-cita lagi. Mereka memberikan sebuah perhatian dan motivasi
dalan hidup saya bahwa kelak aku harus menjadi dokter.

Saya sangat bingung. Tapi dari mereka saya mendapatkan sebuah jawaban. Tidak
semua dokter seperti itu, pada saat kamu sakit, dokter bukan yang menyembuhkan?
Baiklah seandainya semua dokter seperti itu, ubahlah! Kamu harus menjadi dokter
yang tidak seperti itu. Menjadi seorang dokter yang menyelamatkan orang tanpa
memanfaatkannya. Mereka tidak boleh mengalami hal yang serupa dengan saya. Itu
cukup memotivasi saya.

Setelah saya mendapatkan cukup motivasi dari para sahabat, saya mengalami
sebuah ketakutan kembali. Apakah saya mampu belajar di kedokteran? Apakah
saya bisa menyelesaikannya dengan cepat agar tidak terlalu banyak membuang
uang orang tua? Apakah keluarga saya mampu membiayainya?

Pergumulan saya dimulai dari nilai akademik. Nilai akademik saya cukup rendah
dahulunya. Tidak mungkin mampu untuk menembus kedokteran dan lain
sebagainya. Pergumulan ini sangat berat bagi saya. Tetapi ada 2 orang guru yang
mensupport saya tanpa saya meminta pendapat. Mereka ibarat seseorang yang
dikirimkan Tuhan untuk menjawab pergumulan saya. Mereka selalu menolong saya
dalam pembelajaran dan saya cukup ditempa sama mereka. Cukup jengkel. Tapi
nilai saya cukup melonjak. Saya sangat berterima kasih kepada mereka.

Pergumulan selanjutnya ialah soal biaya. Tetapi masalah ini dengan cepat terjawab
karena orang tua saya dengan tegas menyatakan akan menyanggupi saya dan
mereka sangat berharap saya selesai tepat waktu. Saya harus berjuang.

Ini tahap final saya dalam menentukan sebuah cita-cita. Tiba pada saat pendaftaran
universitas. Dihadapan saya berjejer nama-nama universitas dari segala jurusan.
Saya langsung mencoret nama-nama universitas yang bukan kedokteran dan tersisa
AtmaJaya, UKRIDA, UPH, dan UNTAR.
Saya menghadapi masa-masa yang membingungkan untuk memilihnya, UPH dan
UNTAR adalah dua pilihan yang sangat sulit. Orangtua ingin saya mendaftar ke UPH
karena mendapatkan beasiswa yang cukup murah dibandingkan UNTAR. Tapi saya
tetap bersikeras menuntut UNTAR, karena saya berpikir UNTAR dekat dengan
rumah saya, walaupun tidak terlalu dekat, setidaknya terjangkau. UNTAR juga
strategis, dan saya mendaptkan rekomendasi banyak dari para guru untuk memilih
UNTAR dan satu lagi yang membuat saya yakin masuk UNTAR. Banyak sahabat
saya masuk UNTAR, walaupun mereka kebanyakan masuk Tehnik Arsitektur
(Gifford, Clara, dan Abby) tapi ada satu sahabat dekat saya yang masuk ke FK
UNTAR yaitu Yana Sylvana. Kami satu kelas dan satu kelompok pula. Itulah alas an
saya masuk FK UNTAR.

Harapan saya adalah lulus secepat-cepatnya dari kedokteran dan dapat cepat-cepat
mewujudkan cita-cita saya dalam menolong orang dan dapat digunakan untuk
membanggakan orang tua saya dan meringankan beban biaya mereka.

Doa saya adalah lulus bersama-sama dengan para sahabat saya dan Tuhan dapat
menggunakan saya sebagai alat dalam mewujudkan rencana-Nya yang indah.

~o0o~

Anda mungkin juga menyukai