Disusun Oleh:
SANDRA SETYANINGSIH
P27220014163
JURUSAN KEPERAWATAN
D III KEPERAWATAN
2017
A. Pengertian
Junaidi (2011) menjelaskan bahwa Stroke adalah penyakit fungsional
otak fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai dengan
otak yang terkena, sembuh dengan cacat atau kematian, akibat
gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun non
perdarahan. Lebih lanjut pengertian stroke menurut (Brashers, 2008)
adalah sebagai berikut stroke dapat diidentifikasi sebagai gangguan
neurologis fokal yang terjadi mendadak akibat proses patologis dalam
pembuluh darah.
Menurut Corwin (2009), Stroke non hemoragik adalah terjadinya
penyumbatan arteri akibat thrombus (bekuan darah di arteri serebri) atau
embolus (bekuan darah yang berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh).
Sedangkan menurut Batticaca (2008) Stroke iskemik atau stroke non
hemoragik adalah infark atau kematian jaringan yang serangannya terjadi
pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul setelah beraktifitas fisik atau
karena psikologis (mental) yang disebabkan karena thrombosis maupun
emboli pada pembuluh darah di otak.
B. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008), klasifikasi stroke dibagi menjadi dua, yaitu
berdasarkan patologi dari serangan dan perjalanan penyakit atau
stadiumnya. Berikut ini klasifikasi stroke dapat dibedakan menurut
patologi dari serangan stroke:
1. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak pada area otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran klien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi 2, yaitu:
a. Perdarahan Intra Serebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama terjadi
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan
otak, membentuk masa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat,
dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan
serebelum.
b. Perdarahan Subaraknoid (PSA)
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangkan struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala
hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan
kesadaran. Perdarahan subakhnoid dapat mengakibatkan
vasopasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun local (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia, dan lainnya).
2. Stroke Non Hemoragi
Stroke Non Hemoragik merupakan cedera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah ke otak, dapat berupa emboli dan
thrombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur, atau di pagi hari. Pada stroke non hemoragik tidak
ditemukan adanya perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder
kesadran umumnya baik.
Menurut Ariani (2012) Stroke Non Hemoragik dapat dibagi menjadi
4 kategori yaitu:
a. Serangan Iskemik Sepintas ( Transient Ischemic Attack-TIA)
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode
serangan sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat
gangguan vaskuler, dengan seangan 2-15 menit sampai paling
lama 24 jam.
b. Deficit Neurologis Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic
Neurology DefistRIND)
Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih
lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu
kurang dari tiga minggu).
c. In Evolutional Atau Progressing Stroke
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu 6 jam
lebih.
d. Stroke Komplet/Permanen Stroke
Gejala gangguan neurologis dengan lesi-lesi yang stabil selama
periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesivitas lanjut.
C. Etiologi
Price Sylvia Anderson pada (2005) menyatakan terdapat 4 (empat)
subtipe dasar pada stroke iskemik yaitu:
1. Stroke Lakunar
Stroke lakunar terjadi karena penyakit pembuluh-halus hipertensif
dan menyebabkan sindrome stroke yang biasanya muncul dalam
beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Trombosis yang terjadi
pada pembuluh darah ini menyebabkan daerah-daerah infark yang
kecil, lunak dan disebut lakuna.
Terdapat 4 (empat) sindrome lakunar yang sering dijumpai:
a. Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna
posterior
b. Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula
interna
c. Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
d. Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau
lengan yang canggung akibat infark pons basal.
2. Stroke Trombotik Pembuluh Besar
Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang
menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna
atau, yang lebih jarang, di pangkal arteria serebri media atau di taut
arteria vertebralis dan basilaris.
3. Stroke Embolik
Asal stroke embolik dapat suatu arter distal atau jantung (stroke
kardioembolik). Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya
menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum
sejak awitan penyakit. Trombus embolik ini sering tersangkut di
bagian pembuluh yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik,
yaitu jenis stroke embolik tersering, didiagnosis apabila diketahui
adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien baru
mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan
mendadak pembuluh besar otak.
4. Stroke Kriptogenik
Walaupun kardioembolisme menimbulkan gambaran klinis yang
dramatis dan hampir patognomonik, namun sebagian pasien
mengalami oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas. Kelainan ini disebut stroke kriptogenik karena
sumbernya tersembunyi, bahkan setelah dilakukan pemeriksaan
diagnostik dan evaluasi klinis yang ekstensif.
D. Patofisiologi
Muttaqin (2008) menjelaskan bahwa parofisoiologi stroke adalah sebagai
berikut, Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu
di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah
keotak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan local
(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau karena
gangguan umum (hipoksia, karena gangguan paru dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak.
Thrombus dapat berasal dari plak aterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan
atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema
dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang
lebih besar daripada infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena itu
thrombosis biasanya, tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan massif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas
pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis,
atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah dan rupture.
Peradarahan pada otak disebabkan oleh rupture aterosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan
penyakit serebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,
hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke btang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi
pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus kaudatus, thalamus dan
pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversible untuk waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya henti jantunng. Selain kerusakan parenkim
otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar, sedangkan jika
terjadi perdarahan serebral dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinann kematian sebesar 75% namun volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal.
E. Pathway
Terlampir
F. Manifestasi Klinis
Dewanto (2009) juga menjelaskan tanda dan gejala stroke iskemik
sebagai berikut:
G. Pemeriksaan Penunjang
Muttaqin (2008) menjelaskan bahwa pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada pasien stroke ada 2 macam pemeriksaan adalah sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
adanya rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
b. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
c. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
besar/ luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
d. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
system karotis).
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls
listrik dalam jaringan otak.
2. Pemeriksaan Labolatorium
a. Lumbal pungsi
Pemeriksaan likuor yang merah biasanya di jumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mencari kelaian pada darah itu sendiri
H. Komplikasi
Menurun Nurarif (2013) komplikasi stroke antara lain :
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan
akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari)
a. Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
b. Infark miokard.
c. Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren: dapat terjadi setiap saat.
3. Komplikasi jangka panjang
Infark miokard, gangguan vaskuler lain: penyakit vaskuler perifer.
I. Penatalaksanaan
1. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS)
secara percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum
dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan bistamin, aminophilia,
asetazolamid,papaverin intra-arterial.
c. Modifikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit
memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan
thrombus dan embolisasi. Antiagregasi trobosis seperti aspirin
digunakan untuk menggambarkan reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya
atau memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler.
2. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan:
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis dileher.
b. Revaskulerisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dapat dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis dileher khususnya pada aneurisma.
J. Asuhan Keperawatan
Muttaqin (2008), menjelaskan pengkajian pada pasien stroke meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar ntuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
9. Diagnosa Keperawatan
Menurut Muttaqin tahun (2008) diagnosa keperawatan pasien stroke
non hemoragik adalah:
a. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya
meningkatnya volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan
edema serebral.
b. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasopasme dan edema
otak.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan
mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
d. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada
ekstremitas.
e. Risiko tinggi terhadap terjadinya cedera yang berhubungan
dengan penurunan luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa
(panas, dingin).
f. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan
kontrol otot/koordinasi ditandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti
makan, mandi, mengatur suhu air, melipat atau memakai pakaian.
g. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol
tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
Dewanto, Goerge. 2009. Panduan praktis diagnosis & tata laksana penyakit
saraf. Jakarta : EGC.