Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN PULMONARY EMBOLISM

DI RUANG CATHLAB RS UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

DISUSUN OLEH:

SANDRA SETYANINGSIH

(P27220014163)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

DIII KEPERAWATAN

2017
A. Pengertian
Emboli paru adalah penyumbatan sebagian vaskular pulmonal,
biasanya disebabkan oleh trombus yang telah melakukan perjalanan dari
tempat yang jauh, misalnya pembuluh darah dalam di kaki. Kejadian
tahunan adalah 60-70 per 100.000; Ini adalah penyebab umum sesak
napas sakit pleura(Robinson, 2006)
Pulmonary embolism atau emboli paru adalah peristiwa infark
jaringan paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis oleh
peristiwa emboli. Keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis dengan
spectrum luas, mulai dari suatu gambaran klinis yang asimptomatik
sampai keadaan yang mengancam nyawa berupa hipotensi, shock
kardiogenik, dan keadaan henti jantung secara tiba-tiba (sudden cardiac
death).
Emboli paru-paru merupakan oklusi atau penyumbatan bagian
pembuluh darah paru-paru oleh embolus. Embolus ialah suatu benda
asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Benda
tersebut ikut terbawa oleh aliran darah yang berasal dari suatu tempat
lain dalam sirkulasi darah. Proses timbulnya embolus disebut embolisme.
Hampir 99% emboli berasal dari trombus. Bahan lainnya adalah tumor,
gas, lemak, sumsum tulang, cairan amnion, dan trombus septik
(Somantri, 2007).
Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah penyumbatan arteri
pulmonalis (arteri paruparu) oleh suatu embolus, yang terjadi secara
tibatiba. Kelainan ini di tandai dengan adanya pembendungan pada
arteri pulmonalis (atau salah satu cabangnya) oleh bekuan darah, lemak,
udara atau sel tumor, emboli yang sering terjadi adalah trombo emboli,
yang terjadi ketika bekuan darah (thrombosis vena) menjadi berpindah
dari tempat pembentukan dan menyumbat suplai darah arteri pada salah
satu (saryono, 2009)

B. Etiologi
Penyebab emboli paru belum jelas, tetapi hasil penelitian dari autopsi
paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukkan jelas bahwa
penyebab penyakit ini adalah trombus pada pembuluh darah. Umumnya
tromboemboli berasal dari lepasnya trombus di pembuluh darah vena di
tungkai bawah atau dari jantung kanan. Sumber emboli paru yang lain
misalnya tumor yang telah menginvasi sirkulasi vena, amnion, udara,
lemak, sumsum tulang, fokus septik, dan lain-lain. Kemudian material
emboli beredar dalam peredaran darah sampai sirkulasi pulmonal dan
tersangkut pada cabang-cabang arteri pulmonal, memberikan akibat
timbulnya gejala klinis. Emboli paru karena trombus di arteri pulmonalis
sangatlah jarang.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya emboli paru menurut virchow
1856 meliputi adanya aliran darah yang lambat, kerusakan dinding
pembuluh darah vena, serta keadaan darah yang mudah membeku. Aliran
darah lambat dapat ditemukan pada beberapa keadaan seperti misalnya
pasien mengalami tirah baring yang cukup lama, kegemukan, varises serta
gagal jantung kongestif. Darah yang mengalir lambat memberi
kesempatan lebih banyak untuk membeku. Kerusakan dinding pembuluh
darah vena terjadi misalnya akibat operasi, trauma pembuluh darah serta
luka bakar. Adanya kerusakan endotel pembuluh vena menyebabkan
dikeluarkannya bahan yang dapat mengaktifkan faktor pembekuan darah
dan kemudian dimulailah proses pembekuan darah. Keadaan darah mudah
membeku juga merupakan faktor predisposisi terjadinya trombus,
misalnya keganasan, polisitemia vera, anemia hemolitik, anemia sel sabit,
trauma dada, kelainan jantung bawaan, plenektomi dengan trombositosis,
hemosistinuria, penggunaan obat kontrasepsi oral serta trombositopati.
Selain hal-hal diatas, trombosis vena juga lebih mudah terjadi pada
keadaan peningkatan faktor V, VII, fibrinogen abnormal, defisiensi
antitrombin II, menurunnya kadar aktivator plasminogen pada endotel
vena atau menurunnya pengeluaran aktivator plasminogen akibat berbagai
rangsangan, defisiensi protein C, defisiensi protein S.

C. Patofisiologi
Satu dari komponen trias virchow ( stasis, hiperkoagulabilitas dan

cedera intimal ), menggambarkan hampir semua pasien dengan emboli

paru. Risiko penyakit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.

Faktor idiopatik ikut terlibat dalam salah satu faktor yang menyebabkan

keadaan protrombotik. Trombosis vena dalam paling sering berasal dari

vena yang berasal dari tungkai bawah dan biasanya menyebar ke bagian

proksimal sebelum akhirnya mengalami embolisasi. Ada beberapa emboli

yang berasal langsung dari trombus vena yang terdapat di tungkai bawah,

sekitar 95% trombus mengalami embolisasi ke paru-paru dan melepaskan

diri dari vena dalam bagian proksimal bagian bawah kaki ( termasuk

bagian atas vena poplitea). Trombosis yang berkembang di vena subklavia

aksilaris disebabkan oleh munculnya kateter pada vena sentral, biasanya

terdapat pada pasien dengan penyakit yang ganas dan trombosis pada

ekstremitas atas yang diinfuksi oleh aktivitas. Kejadian hipoksemia

menstimulasi saraf-saraf simpatik yang mengakibatkan vasokonstriksi di

pembuluh-pembuluh darah sistemik, meningkatkan vena balik dan strok

volume. Pada emboli yang masih masif, kardiak output biasanya

berkurang akan tetapi terus-menerus meningkat tekanan pada atrium

kanannya. Peningkatan resistensi pembuluh darah pulmonal menghalangi

aliran darah ventrikel kanan sehingga mengurangi beban dari ventrikel

kiri. Sekitar 25% hingga 30% oklusi dari vaskular oleh emboli

berhubungan dengan peningkatan tekanan di arteri pulmonalis. Dengan

keadaan lebih lanjut seperti obstruksi pembuluh darah, hipoksemia yang


memburuk, stimulasi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan arteri

pulmonalis. Lebih dari 50% obstruksi yang terdapat pada arteri pulmonalis

biasanya muncul sebelum terdapat peningkatan yang besar dari tekanan

arteri pulmonalis. Ketika obstruksi yang terdapat pada sirkulasi arteri

pulmonalis makin membesar, ventrikel kanan harus menghasilkan tekanan

sistolik lebih dari 50mmHg dan rata-rata tekanan arteri pulmonalis lebih

dari 40 mmHg untuk mempertahankan perfusi pulmonal. Pasien dengan

penyakit kardiopulmonal sering terjadi kerusakan substansial pada kardiak

outputnya dibandingkan dengan orang dengan kondisi tubuh yang normal.

D. Manifestasi
klinis
Gejala
yang sering
dijumpai
adalah sulit
bernafas, nyeri
dada yang
memburuk
saat bernafas, batuk darah, dan palpitasi. Tanda klinis yang ditemukan
berupa hipoksia, stenosis, pleural friction rub, takipnea, dan takikardia.
Dispnoe merupakan gejala yang paling sering muncul, dan takipnue
adalah tanda emboli paru yang paling khas. Pada umumnya dispneu
berat, sinkop, atau sianosis merupakan tanda utama emboli paru yang
mengancam nyawa. Nyeri pleuritik menunjukkan bahwa emboli paru kecil
dan terletak di arteri pulmonalis distal, berdekatan dengan garis pleura.
EP yang tidak diobati dapat menimbulkan kolaps, kegagalan
kerdiovaskuler, dan mati mendadak. Emboli paru perlu dicurigai pada
penderita hipotensi jika:
1. Adanya bukti thrombosis vena atau faktor predisposisi emboli paru
2. Adanya bukti klinis akut kor pulmonale (gagal ventrikel kanan akut)
seperti distensi vena leher, gallop, pulsasi jantung kanan di dinding
dada, takikardia, atau takipneu
3. Adanya temuan ekokardiografis berupa gagal jantung kanan dengan
hipokinesis atau bukti EKG yang menunjukkan manifestasi akut kor
pulmonal., iskemia ventrikel kanan.
Berikut adalah 6 sindroma klinis emboli paru akut dengan
gambarannya menurut Goldhaber
1. Emboli paru massif
Presentasi klinis: sesak nafas, sinkop dan sianosis dengan hipotensi
arteri sistemik persisten; khas >50 % obstruksi pada vaskular paru.
Dapat dijumpai disfungsi ventrikel kanan.
2. Emboli paru sedang sampai besar (submasif)
Presentasi Klinis: Tekanan darah sistemik masih normal, gambaran
khas >30 persen defek pada perfungsi scan paru dengan tanda-tanda
difsungsi ventrikel kanan

3. Emboli Paru Kecil sampai sedang


Presentasi Klinis: Tekanan darah arteri sistemik yang normal tanpa
disertasi tanda-tanda disfungsi ventrikel kanan
4. Infark Paru (Pulmonary Infarction)
Presentasi Klinis: nyeri pleuritik, hemoptisis, pleural friction rub, atau
bukti adanya konsolidasi paru, khasnya berupa emboli perifer yang
kecil, jarang disertai disfungsi ventrikel kanan
5. Emboli Paru Paradoksikal (Paradoxical Embolism)
Presentasi Klinis: kejadian emboli sistemik yang tiba-tiba seperti
stroke, jarang disertai disfungsi ventrikel kanan.
4. Emboli Nontrombus (Nonthrombotic Embolism)
Penyebab yang tersering berupa udara, lemak, fragmen tumor, atau
cairan amnion. Disfungsi ventrikel kanan jarang menyertai keadaan
ini.

E. Pemeriksaan penunjang
1) Foto Toraks
Pembesaran arteri pulmonal yang semakin bertambah pada serial
foto toraks adalah tanda spesifik emboli paru. Foto toraks juga dapat
menunjukkan kelainan lain seperti efusi pleura atau atelektasis yang
sering bersamaan insidennya dengan penyakit lain. Pemeriksaan ini
juga bermanfaat untuk menyingkirkan keadaan lain khususnya
pneumothorax.
2) Analisa gas darah
Gambaran khas berupa menurunnya Kadar pO 2 yang dikarenakan
shunting akibat ventilasi yang berkurang. Secara stimulant pCO 2
dapat normal atau sedikit menurun di sebabkan oleh keadaan
hiperventilasi. Bagaimanapun juga spesifitas analisa gas darah untuk
penunjang diagnostik emboli paru relative rendah
3) D-dimer
Plasma D-dimer merupakan hasil degradasi produk yang di hasilkan
oleh proses fibrinolisis endogen yang dilepas dalam sirkulasi saat
adanya bekuan. Pemeriksaan ini merupakan skrining yang
bermanfaat dengan sensitivitas yang tinggi (94%) namun kurang
spesifisitas (45%). D-dimer dapat meningkatkan beberapa keadaan
seperti recent MCI. Spesifisitas paru meningkat bila ratio D-dimer
/fibrinogen > 1000. Plasma D-dimer yang normal dapat menyikirkan
diagnosis emboli paru.
4) Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan EKG tidak dapat di percaya dalam diagnosis emboli paru
terutama pada kasus yang ringan sampai sedang. Pada keadaan
emboli paru massif dapat terjadi perubahan EKG antara lain:
a. Pola S1 Q3 T3, gelombang Q yang sempit di ikuti T inverted di lead
III, di sertai gelombang S di lead I menandakan perubahan posisi
jantung yang di karenakan dilatasi atrium dan ventrikel kanan.
b. P Pulmonal
c. Right bundle branch block yang baru
d. Right ventricular strain dengan T inverted di lead VI sampai V4
5) Scanning ventilasi-perfusi
Pemeriksaan ini sudah menjadi uji diagnosis non invasive yang
penting untuk sangkaan emboli paru selama bertahun-tahun.
Keterbatasan alat ini pada kasus alergi kontras, insufiensi ginjal, atau
kehamilan.
6) Spiral pulmonary computed tomography scanning
Tes ini sangat sensitive dan spesifik dalam mendiagnosis emboli paru
dapat dilakukan pada penderita yang tidak dapat menjalankan
pemeriksaan scanning ventilasi-perfusi. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan memberikan injeksi kontas medium melalui vena perifer dan
dapat mencapai arteri pulmonalis yang selanjutnya memberikan
visualisasi arteri pulmonal sampai ke cabang segmentalnya.

7) Pulmonary scintigraphy
Dengan menggunakan radioaktif technetium, ini merupakan suatu
teknik yang cukup sensitive untuk mendeteksi gangguan perfusi.
Defisist perfusi dapat dikarenakan oleh ketidakseimbangan aliran
darah ke bagian paru atau disebabkan masalah paru seperti efusi
atau kollaps paru. Untuk menambah spesifisitasnya, teknik ini selalu
dikombinasikan dengan ventilasi scan dengan menggunakan
radioaktif gas xenon. Gambaran yang menunjukkan non perfusi tapi
adanya zona ventilasi menunjukkan emboli paru. Bagaimanapun juga
pada penderita dengan penyakit paru sebelumnya, nilai diagnostik
pemeriksaan ini menjadi menurun.
8) Angiografi paru
Pemeriksaan ini merupakan baku emas (gold standard) dalam
diagnostik emboli paru. Namun teknik ini merupaan penyelidikan
invasif yang cukup berisiko terutama pada penderita yang sudah
kritis. karena saat ini peran angiografi paru sudah digantikan oleh
multislice CT scan yang memiliki akurasi yang sama
Fungsi pemeriksaan angiografi: Mendeteksi aneurysma pembuluh
darah aorta.
Keuntungan dari Angiography:
a. Kateter angiography dapat menampilkan gambar pembuluh darah
secara detail, jelas dan akurat.
b. Tidak seperti CT Angiography atau MR Angiography,
menggunakan kateter yang memungkinkan untuk
mengkombinasikan diagnosa dan tindakan dalam satu prosedur,
misalnya: menemukan daerah penyempitan arteri diikuti dengan
angioplasty dan penempatan stent.
c. Kateter angiography dapat menampilkan gambaran pembuluh
darah secara detail yang tidak bisa dihasilkan oleh prosedur non
invasive

9) Magnetic resonance angiografi (MRA)


Alat ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang Sama dengan CT
angiografi, bahkan dapat digunakan tanpa kontras sehingga aman
untuk pasien dengan gangguan ginjal. Namun alat ini tidak dianjurkan
pada pasien gawat karena adanya bahan metal seperti infus,
peralatan bantu nafas,dll.
10) Ekokardiografi
Ekokardiografi transtorakal muncul sebagai alat diagnostik non
invasive yang berperan dalam menilai suatu pressure overload dari
vetrikel kanan yang dapat diakibatkan oleh emboli paru massif.
11) Biomarker jantung
Troponin T (Trop T) adalah marker jantung yang sangat sensitive
dan spesifik untuk suatu nekrosis sel miokard. Pada pasien emboli
paru terjadi sedikit peningkatan kadar Trop T dibandingkan dengan
peningkatan yang cukup tinggi pada kasus sindroma kororner akut
(nilai abnormal terendah 0,03-0,1 g/ml). Kadar Trop T berkorelasi
dengan disfungsi ventrikel kanan, dimana iskemi miokard terjadi
akibat gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
dari ventrikel kanan sehingga terjadi pelepasan Trop T ke dalam
sirkulasi tanpa adanya penyakit jantung koroner.
Natriuretic peptide merupakan suatu marker yang berguna untuk
diagnostic dan prognostic gagal jantung kongestif. Peregangan sel
miosit jantung akan merangsang sintesa dan sekresi BNP. Pro BNP
dalam miosit ventrikel yang masih normal tidak disimpan dalam
jumlah yang besar. Peningkatan kadar BNP dan Pro BNP
berhubungan dengan disfungsi ventrikel kanan
19 pada pasien dengan emboli paru. Kadar BNP 50 pg/ml;
memberikan nilai prognostic emboli paru yang buruk

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan emboli paru mencakup terapi yang bersifat umum dan
khusus.
Tatalaksana umum antara lain:
1. Tirah baring
2. Pemberian O2 2-4 lpm
3. Pemasangan IV line untuk pemberian cairan
4. Pemantauan tekanan darah
Tatalaksana khusus antara lain:
1. Trombolitik: diindikasikan pada emboli paru massif dan sub massif
2. Ventilator mekanik diperlukan pada emboli paru massif
3. Anti inflamasi nonsteroid bila tidak ada komplikasi pendarahan
4. Embolektomi dilakukan bila ada kontraindikasi heparinisasi/
trombolitik pada emboli paru massif dan sub massif
5. Pemasangan filter vena cava dilakukan bila ada perdarahan yang
memerlukan tranfusi emboli paru berulang meskipun telah
menggunakan antikoagulan jangka panjang
Penderita emboli paru massif atau submassif dengan kontraindikasi
fibrinolitik, maka embolektomi akan menjadi pilihan terapi. Indikasi
embolektomi secara pembedahan lainnya mencakup emboli paradoks
(paradoxical emboli),emboli yang menetap pada jantung kanan(persistent
right heart thrombi), ketidakseimbangan hemodinamik atau respiratorik
yang memerlukan resusitasi kardiopulmoner.
Saat ini telah berkembang teknik filter vena cava inferior (Inferior Vena
Cava Filter) yang prosedurnya dilakukan melalui vena jugularis interna
atau vena femoralis yang dengan panduan flouroskopi dimasukkan
sampai ke vena cava inferior. Indikasi pemasanagan ini adalah:
a. Penderita dengan risiko tinggi thrombosis vena dalam proksimal
yang mana antikoagulasi merupakan kontra indikasi
b. Tromboemboli vena yang rekuren walaupun dengan antikoagulasi
c. Tomboemboli vena rekuren ronis dengan hipertensi pulmonal
d. Dilakukan secara simultan bersamaan dengan operasi
embolektomi atau endarterectomy
G. Diagnosa Banding
1. Pneumonia atau bronchitis
2. Asma bronchiale
3. Penyakit paru obstruksi menahun eksaserbasi
4. Edema paru
5. Pneumothoraks
6. Tension pneumothoraks

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, alamat, no.RM,
pekerjaan, pendidikan, Diagnosa medis, tanggal masuk RS
b. Keluhan Utama
Sulit bernafas, nyeri dada yang memburuk saat bernafas, batuk.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Sulit bernafas, nyeri dada yang memburuk saat bernafas, batuk,
takipnea, dan takikardia, dispnoe.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit jantung, DM, Stroke, Hipertensi
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah anggota keluarga memiliki penyakit menurun seperti DM,
Hipertensi, Asma.
f. Pengkajian Primer
1) Airway (jalan nafas)
Periksa adakah sumbatan jalan nafas atau tidak untuk
memastikan kepatenan jalan. Jika ada benda asing (darah,
muntahan, secret, ataupun benda asing). Kemudian periksa
vokalisasi, ada tidaknya aliran udara, dan periksa adanya
suara nafas abnormal. Jika ada gangguan jalan nafas, pasang
orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas. Serta pertahankan
dan lindungi tulang servikal.
2) Breathing (pernafasan)
Periksa ada tidaknya pernafasan efektif dengan 3M (melihat,
naik turunnya dinding dada, mengauskultasi suara nafas, dan
merasakan hembusan nafas), kaji warna kulit, identifikasi
adanya pola pernafasan abnormal. Periksa penggunaan otot
bantu pernafasan, gerakan dinding dada yang asimetris,
periksa pola nafas (takipnea, bradipnea), periksa adanya
cuping hidung. Jika ada gangguan nafas segera atur posisi
pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada dan
berikan oksigenasi dengan nasal kanul atau Bag Valve Mask.
Beri ETT (Endotrcaheal Tube).
3) Circulation ( sirkulasi)
Periksa kualitas dan karakter denyut nadi, periksa adanya
gangguan irama jantung/abnormalitas jantung dengan atau
tanpa EKG. Kemudian periksa pengisian kapiler, warna kulit,
suhu tubuh, serta adanya diaphoresis. Jika ada gangguan
sirkulasi, lakukan tindakan defibrilasi sesuai indikasi, lakukan
tindakan penanganan pada pasien yang mengalami disritmia.
Bila perdarahan lakukan tindakan penghentian perdarahan
dan pasang jalur IV (intra vena), kemudian ganti volume/cairan
yang hilang dengan cairan kristaloid isotonic atau darah sesuai
indikasi.
4) Disability (disabilitas)
Disability dalam kegawatdaruratan adalah neurologis pasien.
Kaji tingkat kesadaran, gerakan ekstermitas. Tentukan respon
Alert, Verbal, Pain, Unresponsive. Kaji pupil dan respon pupil
terhadap cahaya.

5) Exposure ( penampilan fisik keseluruhan)


Exposure meliputi kaji adanya tanda-tanda trauma yang ada
pada tubuh pasien.
g. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder mengenai riwayat singkat pasien dirawat
dirumah sakit. Pengkajian ini dapat dilanjutkan ketika pasien
sudah dalam keadaan stabil. Metode yang digunakan dalam
pengkajian sekunder yang meliputi (Widodo, 2013):
1) Sign and Symptoms (tanda dan gejala utama yang dirasakan
dan diobservasi).
2) Allergies (ada tidaknya riwayat alergi yang dipunyai klien)
3) Medication (terapi terakhir yang sudah diberikan kepada klien
dan apakah terapi tersebut mengurangi permasalahan klien
atau tidak)
4) Past Medical History (riwayat medis sebelum klien dirawat
saat ini)
5) Last Oral Intake (terakhir kali pasien makan dan minum dan
jenis detail dari makanan atau minuman yang baru saja
dimakan atau diminum)
6) Events Prociding Incident (hal-hal yang memungkinkan atau
peristiwa yang mengawali terjadinya serangan atau penyakit
klien saat ini)
h. Pemeriksaan penunjang
1) Foto Toraks
Pembesaran arteri pulmonal yang semakin bertambah pada
serial foto toraks adalah tanda spesifik emboli paru. Foto
toraks juga dapat menunjukkan kelainan lain seperti efusi
pleura atau atelektasis yang sering bersamaan insidennya
dengan penyakit lain. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk
menyingkirkan keadaan lain khususnya pneumothorax.
2) Analisa gas darah
Gambaran khas berupa menurunnya Kadar pO2 yang
dikarenakan shunting akibat ventilasi yang berkurang. Secara
stimulant pCO2 dapat normal atau sedikit menurun di
sebabkan oleh keadaan hiperventilasi. Bagaimanapun juga
spesifitas analisa gas darah untuk penunjang diagnostik
emboli paru relative rendah
3) D-dimer
Plasma D-dimer merupakan hasil degradasi produk yang di
hasilkan oleh proses fibrinolisis endogen yang dilepas dalam
sirkulasi saat adanya bekuan. Pemeriksaan ini merupakan
skrining yang bermanfaat dengan sensitivitas yang tinggi
(94%) namun kurang spesifisitas (45%). D-dimer dapat
meningkatkan beberapa keadaan seperti recent MCI.
Spesifisitas paru meningkat bila ratio D-dimer /fibrinogen >
1000. Plasma D-dimer yang normal dapat menyikirkan
diagnosis emboli paru.
4) Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan EKG tidak dapat di percaya dalam diagnosis
emboli paru terutama pada kasus yang ringan sampai sedang.
Pada keadaan emboli paru massif dapat terjadi perubahan
EKG antara lain:
a) Pola S1 Q3 T3, gelombang Q yang sempit di ikuti T inverted
di lead III, di sertai gelombang S di lead I menandakan
perubahan posisi jantung yang di karenakan dilatasi atrium
dan ventrikel kanan.
b) P Pulmonal
c) Right bundle branch block yang baru
d) Right ventricular strain dengan T inverted di lead VI sampai
V4

5) Scanning ventilasi-perfusi
Pemeriksaan ini sudah menjadi uji diagnosis non invasive
yang penting untuk sangkaan emboli paru selama bertahun-
tahun. Keterbatasan alat ini pada kasus alergi kontras,
insufiensi ginjal, atau kehamilan.
6) Spiral pulmonary computed tomography scanning
Tes ini sangat sensitive dan spesifik dalam mendiagnosis
emboli paru dapat dilakukan pada penderita yang tidak dapat
menjalankan pemeriksaan scanning ventilasi-perfusi.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan injeksi kontas
medium melalui vena perifer dan dapat mencapai arteri
pulmonalis yang selanjutnya memberikan visualisasi arteri
pulmonal sampai ke cabang segmentalnya.
7) Pulmonary scintigraphy
Dengan menggunakan radioaktif technetium, ini merupakan
suatu teknik yang cukup sensitive untuk mendeteksi gangguan
perfusi. Defisist perfusi dapat dikarenakan oleh
ketidakseimbangan aliran darah ke bagian paru atau
disebabkan masalah paru seperti efusi atau kollaps paru.
Untuk menambah spesifisitasnya, teknik ini selalu
dikombinasikan dengan ventilasi scan dengan menggunakan
radioaktif gas xenon. Gambaran yang menunjukkan non
perfusi tapi adanya zona ventilasi menunjukkan emboli paru.
Bagaimanapun juga pada penderita dengan penyakit paru
sebelumnya, nilai diagnostik pemeriksaan ini menjadi
menurun.
8) Angiografi paru
Pemeriksaan ini merupakan baku emas (gold standard) dalam
diagnostik emboli paru. Namun teknik ini merupaan
penyelidikan invasif yang cukup berisiko terutama pada
penderita yang sudah kritis. karena saat ini peran angiografi
paru sudah digantikan oleh multislice CT scan yang memiliki
akurasi yang sama
Fungsi pemeriksaan angiografi: Mendeteksi aneurysma
pembuluh darah aorta.
Keuntungan dari Angiography:
a) Kateter angiography dapat menampilkan gambar
pembuluh darah secara detail, jelas dan akurat.
b) Tidak seperti CT Angiography atau MR Angiography,
menggunakan kateter yang memungkinkan untuk
mengkombinasikan diagnosa dan tindakan dalam satu
prosedur, misalnya: menemukan daerah penyempitan
arteri diikuti dengan angioplasty dan penempatan stent.
c) Kateter angiography dapat menampilkan gambaran
pembuluh darah secara detail yang tidak bisa dihasilkan
oleh prosedur non invasive

10) Magnetic resonance angiografi (MRA)


Alat ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang Sama
dengan CT angiografi, bahkan dapat digunakan tanpa kontras
sehingga aman untuk pasien dengan gangguan ginjal. Namun
alat ini tidak dianjurkan pada pasien gawat karena adanya
bahan metal seperti infus, peralatan bantu nafas,dll.
11) Ekokardiografi
Ekokardiografi transtorakal muncul sebagai alat diagnostik non
invasive yang berperan dalam menilai suatu pressure overload
dari vetrikel kanan yang dapat diakibatkan oleh emboli paru
massif

12) Biomarker jantung


Troponin T (Trop T) adalah marker jantung yang sangat
sensitive dan spesifik untuk suatu nekrosis sel miokard. Pada
pasien emboli paru terjadi sedikit peningkatan kadar Trop T
dibandingkan dengan peningkatan yang cukup tinggi pada
kasus sindroma kororner akut (nilai abnormal terendah 0,03-
0,1 g/ml). Kadar Trop T berkorelasi dengan disfungsi ventrikel
kanan, dimana iskemi miokard terjadi akibat gangguan
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dari
ventrikel kanan sehingga terjadi pelepasan Trop T ke dalam
sirkulasi tanpa adanya penyakit jantung koroner.
Natriuretic peptide merupakan suatu marker yang berguna
untuk diagnostic dan prognostic gagal jantung kongestif.
Peregangan sel miosit jantung akan merangsang sintesa dan
sekresi BNP. Pro BNP dalam miosit ventrikel yang masih
normal tidak disimpan dalam jumlah yang besar. Peningkatan
kadar BNP dan Pro BNP berhubungan dengan disfungsi
ventrikel kanan pada pasien dengan emboli paru. Kadar BNP
50 pg/ml; memberikan nilai prognostic emboli paru yang
buruk.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d kelelahan otot pernafasan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola
nafas efektif.
Kriteria Hasil:
1) Menunjukkan jalan nafas yang paten (irama, frekuensi dalamm
rentan normal).
2) Tandatanda vital dalam rentan normal.
Intervensi:
Independen
1) Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau
perubahan pola nafas.
Rasional: Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk
hipoksemia dan peningkatan usaha nafas.
2) Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas
tambahan seperti crakles, dan wheezing.
Rasional: Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada
ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di
permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas membran alveolikapiler. Wheezing terjadi
karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas.
3) Kaji adanya cyanosis.
Rasional: Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr
dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat
dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia
sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas
adalah vasokontriksi.
4) Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan
ketidakmampuan beristirahat.
Rasional: Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari
miokardium.
5) Berikan istirahat yang cukup dan nyaman.
Rasional: Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan
oksigen.
Kolaboratif
1) Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada
indikasi.
Rasional: Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus
menerus dengan tekanan yang sesuai.
2) Berikan pencegahan IPPB.
Rasional:Peningkatan ekspansi paru meningkatkan
oksigenasi.
3) Review X-ray dada.
Rasional: Memperlihatkan kongesti paru yang progresif.
https://www.thoracic.org/patients/patient-resources/breathing-in-

america/resources/chapter-16-pulmonary-

embolism.pdf.diaksespadatanggal27April2017jam17.25WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3845/09E0

0735.pdf;jsessionid=99AB5645C8700FAC79BCA9B93C84B803?

sequence=1diaksespadatanggal27April2017jam17.25WIB

http://www.academia.edu/8588804/EMBOLI_PARU_1diaksestangg

al27April2017jam17.25WIB
Goldhaber SZ, Elliot CG. Acute Pulmonary Embolism: Part II:

Risk stratification, treatment, and prevention. Circulation 2003;

108: 2834-2838

Anda mungkin juga menyukai