Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

TENTANG TTNB (TRANSIENT TAKIPNEA OF THE NEWBORN)

PADA BAYI BARU LAHIR (BBL) DIRUANG NICU

DI RS UNAIR SURABAYA

DISUSUN OLEH :

NAMA :SANDRA SETYANINGSIH

NIM :(P27220014163)

KEMENKES KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN
D III KEPERAWATAN

2017

A. Definisi TTN
Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN) ialah gangguan
pernafasan pada bayi baru lahir yang berlangsung singkat yang biasanya
berlangsung short-lived (<24 jam) dan bersifat self-limited serta terjadi
sesaat setelah ataupun beberapa jam setelah kelahiran, baik pada bayi
yang premature maupun pada bayi yang matur (lahir aterm)
(Brooker,2008).
Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN) adalah keadaan bayi
baru lahir (newborn) mengalami pernapasan yang cepat dan butuh usaha
tambahan dari normal karena kondisi di paru-paru. Sekitar 1% dari bayi
baru lahir mengalami hal ini dan umumnya menghilang setelah beberapa
hari dengan tatalaksana yang optimal. (Stefano, 2005).

B. Etiologi
Transient tachypnea of the newborn (TTN) disebut juga wet lungs
atau respiratory distress syndrome tipe II yang dapat didiagnosis
beberapa jam setelah lahir. TTN tidak dapat didiagnosis sebelum lahir.
TTN dapat terjadi pada bayi prematur (paru-paru bayi prematur belum
cukup matang) ataupun bayi cukup bulan. Penyebab TTN lebih dikaitkan
dengan beberapa faktor risiko yang meningkatkan kejadian TTN pada
bayi baru lahir. Faktor risiko TTN pada bayi baru lahir diantaranya:
1. Lahir secara Caesar (SC)
2. Lahir dari ibu dengan diabetes
3. Lahir dari ibu dengan asma
4. Bayi kecil untuk usia kehamilan (small for gestational age)
Selama proses kelahiran melalui jalan lahir, terutama bayi cukup
bulan, tekanan sepanjang jalan lahir akan menekan cairan dari paru-paru
untuk keluar. Perubahan hormon selama persalinan juga berperan pada
penyerapan cairan di paru-paru. Bayi yang kecil atau prematur atau yang
lahir melalui jalan lahir dengan durasi singkat atau dengan secar tidak
mengalami penekanan yang normal terjadi dan perubahan hormonal
seperti kelahiran normal, sehingga mereka lebih berisiko mengalami
penumpukan cairan di paru-paru saat mereka menarik napas untuk
pertama kali.
C. Patofisiologi
Segera setelah janin lahir dan mulai menarik napas terjadi inflasi paru
yang mengakibatkan peningkatan tekanan hidrolik yang menyebabkan
cairan berpindah ke interstitial. Volume darah paru juga meningkat pada
saat bayi menarik napas,tetapi cairan dalam paru belum mulai berkurang
sampai 30-60 menit post natal dan lengkap diabsorbsi dalam 24 jam.
Cairan dalam lumen paru mengandung protein kurang dari 0,3 mg/ml,
cairan dalam interstitial paru mengandung protein kurang lebih 30 mg/ml.
Perbedaan kandungan protein ini menyebabkan perbedaan tekanan
osmotic lebih dari 10 cm H2O, yang mengakibatkan cairan berpindah dari
lumen ke interstitial. Peningkatan aktivitas Na-K, ATP ase epitel paru
selama proses persalinan menyebabkan peningkatan absorbsi cairan ke
interstitial. Masuknya udara ke paru saat menarik napas tidak hanya
mendorong cairan ke interstitial tetapi juga mengakibatkan tekanan
hidrostatistik dalam sirkulasi paru menurun dan meningkatkan aliran
darah paru sehingga secara keseluruhan akan meningkatkan luas
permukaan vascular yang efektif untuk mendrainase cairan. Pernapasan
spontan juga akan menurunkan tekanan intra thorakal sehingga
menurunkan tekanan vena sistemik yang akhirnya meningkatkan
drainase melalui system limfe. Penyebab TTN belum diketahui secara
pasti namun dicurigai melalui 3 proses yaitu:
1. Penyerapan cairan paru janin terganggu disebabkan oleh gangguan
penyerapan cairan paru janin dari sistem limfatik paru dan gangguan
mekanik, pada bayi yang lahir secara Caesar karena kurangnya
pemerasan toraks yang normal vagina, yang memaksa cairan paru
keluar. Volume cairan yang meningkat menyebabkan penurunan
fungsi paru-paru dan meningkatkan resistensi saluran
napasmenyebabkan takipnea dan retraksi dinding dada.
2. Pulmonary immaturity. Beberapa penelitian mencatat bahwa derajat
ringan imaturitas paru merupakan faktor utama dalam penyebab TTN.
Para penulis menemukan rasio L-S matang tanpa fosfatidilgliserol
(Adanya fosfatidilgliserol mengindikasikan selesai pematangan paru).
Bayi yang lahir dengan usia kehamilan 36 minggu resiko lebih tinggi
kena TTN dibandingkan dengan usia 38 minggu.
3. Kekurangan surfaktan ringan. Salah satu penelitian kekurangan
surfaktan ringan merupakan penyebab terjadinya TTN. Sebelum lahir
paru-paru bayi terisi dengan cairan. Saat di dalam kandungan bayi
tidak menggunakan paru-parunya untuk bernapas. Bayi mendapat
oksigen dari pembuluh darah plasenta. Saat mendekati kelahiran,
cairan di paru-paru bayi mulai berkurang sebagai respon dari
perubahan hormonal. Cairan juga terperas keluar saat bayi lahir
melewati jalan lahir (tekanan mekanis terhadap thoraks). Setelah lahir
bayi mengambil napas pertamanya dan paru-paru terisi udara dan
cairan di paru-paru didorong keluar. Cairan yang masih tersisa
kemudian dibatukkan atau diserap tubuh secara bertahap melalui
sistem pembuluh darah atau sistem limfatik. Bayi dengan TTN
mengalami sisa cairan yang masih terdapat di paru-paru atau
pengeluaran cairan dari paru-paru terlalu lambat sehingga bayi
mengalami kesulitan untuk menghirup oksigen secara normal
kemudian bayi bernapas lebih cepat dan lebih dalam untuk mendapat
cukup oksigen ke paru-paru.

D. Manifestasi Klinis
1. Bernapas cepat dan dalam (takipnea) lebih dari 60 x/menit
2. Napas cuping hidung (nasal flare)
3. Sela iga cekung saat bernapas (retraksi interkostal)
4. Mulut dan hidung kebiruan (sianosis)
5. Grunting atau merintih/mendengkur saat bayi mengeluarkan napas
Selain tanda dan gejala tersebut, bayi dengan TTN tampak seperti
bayi lainnya
Selain tanda dan gejala tersebut, bayi dengan TTN tampak seperti
bayi lainnya (Hermansen C, Lorah K, 2007)

E. Komplikasi
Bayi dengan gangguan nafas mempunyai risiko atau kompilikasi
terjadinya:
1. Hipoksia, bila berlangsung lama dapat mengakibatkan gangguan
organ vital seperti otak, jantung, dan ginjal.
2. Asidosis metabolik (hipoglikemia, hipotermia).
3. Problem hematologic, misalnya: anemia, polisitemia.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Labolatorium
a. Analisis Gas Darah
1) Dilakukan untuk menentukan adanya gagal nafas akut yang
yang ditandai dengan: PaCO2 >50 mmHg,PaO2<60 mmHg,
atau saturasi oksigen arterial<90%.
2) Dilakukan pada BBL yang memerlukan suplementasi oksigen
lebih dari 20 menit. Darah arterial lebih dipilih dianjurkan.
3) Diambil berdasarkan indikasi klinis dengan mengambil sampel
darah dari arteri umbilicus atau pungsi arteri.
4) Menggambarkan gambaran asidosis metabolic atau asidosis
respiratorik dan keadaan hipoksia.
5) Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis alveolar dan
/atau overdistensi saluran nafas bawah.
6) Asidosis metabolic, diakibatkan asidosis laktat primer, yang
merupakan hasil dari perfusi jaringan yang buruk dan
metabolism anaerobic.
7) Hipoksia terjadi akibat pirau dari kanan ke kiri melalui
pembuluh darah pulmonal, PDA dan/atau persisten foramen
ovale.
8) Pulse oxymetri digunakan sebagai cara non invasip untuk
memantau saturasi oksigen yang dipertahankan pada 88-92%.
b. Elektrolit
1) Kenaikan kadar serum bikarbonat mungkin karena
kompensasi metabolic untuk hiperkapnea kronik.
2) Kadar glukosa darah untuk menentukan adanya keadaan
hipoglikemia
3) Kelainan elektrolit ini dapat juga diakibatkan oleh karena
kondisi kelemahan tubuh; hipokalemia, hipokalsemia dan
hipofosfatemia dapat mengakibatkan gangguan kontraksi otot.
c. Pemeriksaan jumlah sel darah: polisitemia mungkin karena
hipoksemia kronik.
2. Pemeriksaan radiologik
a. Hiper expansi paru, khas padaTTN
b. Garis prominen di perihiler
c. Pembesaran jantung ringan hingga sedang
d. Diafragma datar, dapat dilihat dari lateral
e. Cairan di fisura minor dan perlahanakan terdapat di ruang pleura.
Prominent pulmonary vascular markings
f. Temuan karakteristik termasuk perihilar menonjol, yang
berkorelasi dengan kendurnya sistem limfatik
g. Terdapat sedikit efusi pleura yang terlihat
h. Patchy Infiltrat atau gambaran infiltrat yang halus pada kedua
lapang paru secara homogen dan tersebar merata

Gambar diatas merupakan sebuah foto torak santero posterior


terlentang bayi baru lahir dengan TTN.Perhatikan penampilan
retikuler atau patchy infiltrat atau gambaran infiltrat yang halus
pada kedua lapang paru secara homogen dan tersebar merata
dengan cairan interstisial ringan dan kardiomegali.

G. Down Skor
Evaluasi nafas gawat dengan Down Skor
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
napas
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis
dengan 02 menetap
walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan Tidak ada udara
ringan udara masuk
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan tanpa alat bantu
stetoskop
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang
> 6 = gawat napas berat

H. Diagnosa Banding
Diagnosis banding Transient Tachypnea of the Newborn antara lai;
Pneumonia/sepsis. Jika neonatus mengalami pneumonia atau sepsis,
akan didapat pada riwayat kehamilan ibu tanda-tanda infeksi, seperti
korioamnionitis, ketuban pecah dini, dan demam. Hialin Membran
Disease biasanya terjadi pada neonates yang premature atau dengan
alasan lain akan tertundanya maturasi paru. Aspirasi Mekonium biasanya
dapat diketahui dari riwayat kehamilan dan persalinan berupa cairan
ketuban berwarna hijau tua, mekonium pada cairan ketuban, noda
kehijauan pada kulit bayi, kulit bayi tampak kebiruan (sianosis), frekuensi
denyut jantung janin rendah sebelum kelahiran , skor APGAR yang
rendah , auskultasi: suara nafas abnormal.

I. Penatalaksanaan
Bayi dengan TTN diawasi dengan cermat. Kadangkala dapat diawasi di
NICU (perawatan intensif bayi baru lahir). Pemantauan frekuensi
jantung, pernapasan dan kadar oksigen. Beberapa bayi diawasi dan
dipastikan frekuensi pernapasan menurun dan kadar oksigen tetap
normal, lainnya mungkin membutuhkan oksigen tambahan melalui
masker, selang di bawah hidung atau kotak oksigen (headbox). Jika bayi
tetap berusaha keras untuk bernapas meskipun oksigen sudah diberikan,
maka continous positive airway pressure (CPAP) dapat digunakan untuk
memberikan aliran udara ke paru-paru. Pada kasus berat maka bayi
dapat membutuhkan bantuan ventilator, namun ini jarang terjadi. Nutrisi
dapat menjadi masalah tambahan jika bayi bernapas terlalu cepat
sehingga bayi tidak dapat mengisap,menelan dan bernapas secara
bersamaan. Pada kasus ini maka infus melalui pembuluh darah perlu
diberikan agar bayi tidak dehidrasi dan kadar gula darah bayi tetap
terjaga. Dalam 24-48 jam proses pernapasan bayi dengan TTN biasanya
akan membaik dan kembali normal dan dalam 72 jam semua gejala TTN
sudah tidak ada. Jika keadaan bayi belum membaik maka dokter harus
mencari kemungkinan penyebab lainnya yang mungkin menyertai.
Setelah bayi pulih dari TTN umumnya bayi akan pulih sepenuhnya, inilah
syarat dimana bayi boleh dipulangkan. Sebelum pulang berikan edukasi
kepada ibu agar melakukan observasi di rumah dengan memantau tanda-
tanda gangguan pernapasan seperti kesulitan bernapas, tampak biru,
sela iga cekung saat bernapas, bila hal ini muncul segera hubungi dokter
dan unit gawat darurat terdekat.
Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah merupakan suatu
alat untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus
selama pernafasan spontan.CPAP merupakan suatu alat yang sederhana
dan efektif untuk tatalaksana respiratory distress pada neenatus.
Penggunaan CPAP yang benar terbukti dapat menurunkan kesulitan
bernafas, mengurangi ketergantungan terhadap oksigen, membantu
memperbaiki dan mempertahankan kapasitas residual paru, mencegah
obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah kollaps paru,
mengurangi apneu, bradikardia, dan episode sianotik, serta mengurangi
kebutuhan untuk dirawat di Ruangan intensif. Beberapa efek fisiologis
dari CPAP antara lain:
1. Mencegah kolapsnya alveoli paru dan atelektasis
2. Mendapatkan volume yang lebih baik dengan meningkatkan
kapasitas residu fungsional
3. Memberikan kesesuaian perfusi, ventilasi yang lebih baik dengan
menurunkan pirau intra pulmonary
4. Mempertahankan surfaktan
5. Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan diameternya
6. Mempertahankan diafragma.
Ada beberapa kriteria terjadinya respiratory distress pada neonatus yang
merupakan indikasi penggunaan CPAP. Kriteria tersebut meliputi :
1. Frekuansi nafas > 60 kali permenit
2. Merintih ( Grunting) dalam derajat sedang sampai parah
3. Retraksi nafas
4. Saturasi oksigen < 93% (preduktal)
5. Kebutuhan oksigen > 60%
6. Sering mengalami apneu

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Subjektif
a. Identitas Anak
1) Umur: perlu diketahu untuk mengantisipasi diagnosa masalah
kesehatan dan tindakan yang dilakukan
2) BB: mengetahui risiko berat badan lahir rendah
3) Jenis persalinan : faktor rasiko terjadinya TTN adalah bayi
yang di lahirkan secara operasi caesar
b. Identitas Orang Tua
1) Umur Ibu: mengetahui ibu termasuk kelompok yang beresiko
melahirkan bayi prematur atau tidak. Angka kejadian tertinggi
pada usia < 20 tahun dan multigarvida yang jarak kelahirannya
terlalu dekat.
2) Pekerjaan: kejadian tertinggi terdapat pada golongan social
ekonomi rendah. Hal ini disebabkan keadaan gizi yang kurang
baik dan pengawasan antenatal yang kurang
c. Keluhan Utama
Bernapas cepat dan dalam (takipnea) lebih dari 60 x/menit, napas
cuping hidung (nasal flare), sela iga cekung saat bernapas
(retraksi interkostal), mulut dan hidung kebiruan (sianosis),
Grunting atau merintik/mendengkur saat bayi mengeluarkan
napas
d. Riwayat Prenatal
Kondisi selama kehamilan yang beresiko terjadinya persalinan SC
yang dapat dipengaruhi oleh ibu, janin dan plasenta. Misalnya
perdarahan antepartum, riwayat persalinan preterm sebelumnya,
insufisiensi plasenta, riwayat infeksi dan penyakit berat pada ibu.
Kebiasaan buruk pada ibu seperti merokok dan menggunakan
narkoba juga dapat mempengaruhi proses persalinan preterm.
Selain itu keadaan status ekonomi social yang rendah dapat
menyebabkan kurangnya asupan nutrisi ibu ke janin sehingga bayi
lahir dengan berat badan rendah.bayi yang dilahirkan dari ibu
yang menderita penyakit asma , diabetea mellitus danpengaruh
sedasi , asfiksia perinatal, Tidak adanya Phosphatidylglycerol
pada cairan amnion, bayi laki-laki.
e. Riwayat Natal
1) Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi
berlebihan merupakan predisposisi terjadinya infeksi
2) Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan
mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia), acidosis yang
akan menghambat konjugasi bilirubin.
3) Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya
(hypoksia), acidosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubin.
4) Ibu dengan kelahiran premature, riwayat KPD, dan persalinan
secara sectio caesaria dapat meningkatkan resiko terjadinya
TTN pada bayi baru lahir
f. Riwayat postnatal
1) Kondisi ibu dan bayi setelah 2 jam post partum. Sudah
mendapatkan terapi apa saja dan tindakan apa yang dilakukan
petugas untuk ibu dan bayi
2) Kelainan kongenital
3) Virus (Hepatitis)
4) Trauma dengan hematoma atau injuri
5) Oral feeding yang buruk
6) Bayi preterm, resiko hipotermia, bayi dengan sepsis, bayi
BBLR, merupakan penyebab timbulnya RDS pada neonatus
g. Pola-pola Fungsi Kesehatan
1) Nutrisi: frekuensi bayi diberikan ASI agak jarang karena bayi
tidak mau menghisap. Bayi dapat kekurangan cairan akibat
belum minum dan menghisap
2) Eliminasi BAB (buang air besar): BAB kurang lebih 3-4 kali
sehari, konsistensi lembek, dan berwarna kuning agak pucat
(seperti dempul), bau khas.
3) Eliminasi urin (buang air kecil): BAK kurang lebih 4-5 kali
perhari, berwarna gelap, bau khas
4) Tidur dan istirahat: bayi lebih sering tertidur, dan sulit
dibangunkan.
h. Riwayat psikososio-budaya
Lama pernikahan, apakah anak diharapkan, budaya dapat
mempengaruhi pola asuh terhadap bayi.
2. Data Objektif
a. Pada hiperbilirubin, keadaan umum dapat tampak lemah, pucat
dan aktivitas menurun
b. Tanda-tanda Vital
1) Suhu: pada bayi TTN dengan berat lahir rendah akan lebih
mudah terjadi hipotermia atau kehilangan panas.
2) Pernapasan: pada bayi TTN akan bernapas cepat dan dalam
(takipnea) lebih dari 60 x/menit
3) Heart Rate: Segera setelah lahir, denyut jantung bayi menjadi
cepat sekitar 180 kali per menit. Beberapa jam setelah lahir,
denyut jantung akan stabil sekitar 120-140 kali per menit.
c. Ukuran Antropometri
1) Berat Badan : normal 2000-2500 gram
2) Panjang Badan : normal 48-50 cm
3) Lingkar Kepala : untuk mengetahui pertumbuhan
otak (normal 34 cm)
4) Lingkar Dada : untuk mengetahui keterlambatan
pertumbuhan (normal 32-34 cm)
d. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
a) RR > 60 x/menit
b) Terdapat nafas cuping dada
c) Retraksi dada berat
d) Saturasi O2 normal 88%-92%
2) B2
a) Terdapat sianosis
b) Akral dingin
c) CRT >2 detik

3) B3 (Brain)
a) Kesadrannya
b) Kejang
c) Gemetar: hipoglikemi, hiperglikemia
4) B4 (Bladder)
a) Unrine kuning dan pekat
5) B5 (Bowel)
a) Adanya feses yang pucat
b) Diitnya ASI 5/5cc
6) B6 (Bone)
a) Gerak letoy
b) lethargi
7) Ballard score: Sistem penilaian untuk menentukan usia
gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan
fisik.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan belum
terbentuknya zat surfaktan dalam tubuh.
b. Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi b.d belum
terbentuknya lapisan lemak pada kulit.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menerima nutrisi
d. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan
tubuh.

4. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan belum terbentuknya
zat surfaktan dalam tubuh.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kondisi
gangguan pola nafas pasien dapat teratasi
Kriteria hasil:
1) Tidak ada sianosis dan dispnea, mendemonstrasikan batuk
efaktif dan suara nafas yang bersih
2) Menunjukan jalan nafas yang paten(pelayan tidak merasa
tercekik,tidak ada suara nafas abnormal)
3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi:
1) Posisikan pasien semi fowler
Rasional: Posisi semi powler dapat memaksimalkan ventilasi
2) Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan
Rasional: Suara napas tambahan dapat menjadi sebagai
tanda jalan napas yang tidak adekuat
3) Monitor respirasi dan status O2,TTV
Rasional: Pada sepsis terjadinya gangguan respirasi dan
status O2 sering ditemukan yang menyebabkan TTV tidak
dalam rentan normal
4) Berikan pelembab udara kasa basah Nacl lembab
Rasional: Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi
tempat masuk organism
5) Ajarkan batuk efektif,suction,pustural drainage
Rasional: Untuk mengeluarkan sekret pada saluran napas
untuk menciptakan jalan napas yang paten
b. Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi b.d belum
terbentuknya lapisan lemak pada kulit.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama diharapkan suhu
tubuh tetap normal.
Kriteria hasil:
1) Suhu 37 C
2) Bayi tidak kedinginan
Intervensi dan Rasional:
1) Tempatkan bayi pada tempat yang hangat
Rasional: Mencegah terjadinya hipotermi
2) Atur suhu incubator
Rasional: Menjaga kestabilan suhu tubuh
3) Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
Rasional: Memonitor perkembangan Resiko tinggi gangguan
termoregulasi: hipotermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak
pada kulit.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menerima nutrisi
Tujuan:
Mempertahankan dan mendukung intake nutrisi
Kriteria hasil:
1) Klien mendemonstrasikan intake makanan yang adekuat dan
metabolismetubuh.
2) Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih
lanjut, menyatakan perasaan sejahtera.
Intervensi:
1) Berikan cairan IV dengan kandungan glukosa sesuai
kebutuhan neonatus.
2) Mengidentifikasi factor yang menyebabkan sulit menelan.
3) Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih cairan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi.
d. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan
tubuh.
Kriteria hasil:
1) Suhu dalam batas normal
2) Perkembangan status klien membaik selama masa terapi
Intervensi dan Rasional:
1) Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
Rasional: Isolasi/pembatasan pengunjung dibutuhkan untuk
melindungi pasien imunosupresi dan mengurangi risiko
kemungkinan infeksi
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
walaupun menggunakan sarung tangan steril.
Rasional: Mengurangi kontaminasi silang
3) Dorong sering menggati posisi, napas dalam/batuk
Rasional: Bersihan paru yang baik mencegah pneumonia
4) Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan
Rasioanal: Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi
tempat masuk organism
5) Lakukan inspeksi terhadap luka/ sisi alat invasif setiap hari
Rasional: Mencatat tanda-tanda inflamasi atau infeksi lokal,
perubahan pada karakter drainase luka atau sputum dan
urine. Mencegah infeksi yang berkelanjutan
6) Gunakan teknik steril setiap waktu pada saat penggantian
balutan ataupun suction atau pemberian perawatan
Rasiona: Mencegah masuknya bakteri, mengurangi risiko
infeksi nasokomial
7) Pantau kecenderungan suhu, jika demam berikan kompres
hangat.
Rasional: Demam (38,5oC - 40 oC) disebabkan oleh efek-efek
dari endotoksin pada hipotalamus dan endorfin yang
melepaskan pirogen. Hipotermia (<36 oC) adalah tanda-tanda
genting yang menunjukkan status syok atau penurunan perfusi
jaringan
8) Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik. Perhatikan
dampak pemberian obat
Raasional: Terapi pengobatan sangat membantu penyembuan
dalam masa terapi perawatan
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Cris. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC

Hermansen C, Lorah K. 2007. Respiratory Distress in the Newborn, American


Academy of Family Physicians

M. Sholeh Kosim, dkk.2014. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai