Anda di halaman 1dari 8

92

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai kesenjangan antara teori
atau secara teoritis dengan kasus nyata di lapangan praktek dalam penerapan Asuhan
Keperawatan pada pasien Ny. S dengan gangguan Sistem Endokrin Diabetes Melitus.
di Ruang Perawatan ICU/ICCU RS. Stella Maris Makassar yang berlangsung selama
3 hari yaitu tanggal 17 April 2008 sampai dengan 19 April 2008.
Dalam proses keperawatan perlu menggunakan metode ilmiah sebagai
pedoman dalam melakukan asuhan keperawatan untuk membantu perawat dalam
melakukan praktik keperawatan secara sistematis dalam memecahkan masalah
keperawatan guna mencapai tujuan keperawatan yaitu meningkatkan,
mempertahankan kesehatan atau membuat pasien mencapai kematian dengan tenang
pada pasien terminal, serta memungkinkan pasien atau keluarga dapat mengatur
kesehatannya sendiri menjadi lebih baik.
Proses perawatan pada lima tahap, dimana tahap-tahap ini secara bersama-
sama membentuk lingkaran pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulangi
kembali kontak dengan pasein. Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut
adalah sebagai berikut

A. Pengkajian
Berdasarkan tinjauan teoritis yang diperoleh dari berbagai literatur,
menguraikan 4 jenis diabetes mellitus yaitu DM tipe I, DM tipe II, DM tipe
gestasional dan DM dengan sindrom lain. Pada DM tipe I dijabarkan beberapa
faktor penyebab yaitu faktor Genetik, imunologi dan lingkungan (virus dan
toksin), dengan ciri-ciri klinis yaitu : awitan terjadi pada segala usia tetapi
biasanya usia muda (< 30 tahun), biasanya bertubuh kurus. Pada saat didiagnosis;
dengan penurunan BB yang baru saja terjadi, sering memiliki antibodi terhadap
93

insulin endogen, memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan


hidup, cenderung mengalami ketoasidosis diabetik. Sedangkan manifestasi klinis
yang umum terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus yaitu : poliuri, polidipsi,
polifagia, kelemahan, penurunan berat badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
hiperventilasi, impotensi pada pria, pruritus vulva pada wanita, dieresis osmotic,
mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, nyeri abdomen dan kekeringan kulit
dan luka pada kulit yang lama sembuh. Criteria diagnostic untuk diabetes mellitus
dengan nilai laboratorium : GDS = >200 mg/dl, GDP = >140 mg/dl, 2 jam PP =
>200 mg/dl. Jika terjadi ketoasidosis , GDS dapat bervariasi dari 300 800 mg/dl
bahkan lebih. Selain itu pemeriksaan GDA dapat mencerminkan nilai yang rendah
yaitu : HCO3 = 0 15 mEq/L, PH = 6,8 7,3 dan PCO2 = 10 30 mmHg.
Pada saat penulis melakukan pengkajian, diperoleh data bahwa pasien
sedang menderita penyakit DM tipe I. Berdasarkan pengakuan keluarga bahwa
pasien pernah menderita penyakit hepatitis ketika berusia 13 tahun (20 tahun
lalu) serta infeksi paru-paru 4 tahun lalu sehingga penulis menyimpulkan diabetes
mellitus tipe 1 yang dialami oleh pasien dapat disebabkan oleh faktor lingkungan
(virus, toksin) dengan melihat riwayat penyakit yang pernah dialami pasien.
Pasien terdeteksi menderita DM saat berusia 29 tahun, dan sejak saat itulah pasien
mulai mendapatkan therapi insulin secara rutin. Jika gula darah tidak terkontrol
atau sedang meningkat, maka pasien mengalami ketoasidosis. Hal ini ditandai
dengan pasien merasa sesak dan mual. Sebelum sakit pasien banyak minum dan
sering berkeringat. Tanda dan gejala yang diperoleh pada pasien saat pengkajian
yaitu pasien dalam keadaan sesak, mual dan muntah, pasien mengeluh badan
terasa lemah, merasa nyeri/kembung pada perut, pasien sering BAK, penurunan
nafsu makan, pasien tampak kurus dengan IMT = 16,18 (tubuh kurang pangan),
GDS = 323 mg/dl, GDA menunjukkan nilai rendah yaitu : PCO 2 = 13,9 mmHg,
PO2 = 48,00 mmHg, HCO3= 3,4 mmol/liter dan PH = 7,00. Pasien mendapat
suntikan insulin secara rutin.
94

Dari beberapa faktor penyebab diabetes melitus tipe 1 pada teori memang
terdapat pada pasien, sedangkan faktor penyebab DM tipe 2 dan tipe lain tidak
ditemukan dimana di dalam keluarga tidak terdapat riwayat DM, pasien tidak
obesitas dan mengidap DM pada usia < 30 tahun. Tanda dan gejala yang ada pada
pasien semuanya terdapat dalam teori, namun tanda dan gejala yang ada pda teori
tidak semua dialami oleh pasien, seperti pasien tidak merasakan adanya
kesemutan, gatal, mata kabur dan pola makan pasien seperti biasa, tidak ada
peningkatan nafsu makan seperti yang ada pada teori. Hal disebabkan penyakit
diabetes mellitus yang diderita oleh pasien dapat terdeteksi secara dini dan
mendapatkan pengobatan yang teratur dimana sejak pasien terdeteksi menderita
penyakit diabetes mellitus pasien juga menggunakan insulin secara rutin sehingga
komplikasi umum diabetes mellitus belum terjadi, kecuali ketoasidosis hal ini
disebabkan pasien mengidap penyakit diabetes mellitus tipe 1 dan dalam keadaan
hiperglikemia. Data diatas menunjukkan, antara teori dan kasus nyata yang
diperoleh saat pengkajian tidak terjadi kesenjangan dimana penyebab, tanda dan
gejala serta pemeriksaan diagnostic secara teoritis juga terjadi pada pasien.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tinjauan teoritis yang diperoleh penulis dari berbagai
literatur, terdapat 7 diagnosa keperawatan dengan diabetes melitus yaitu :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dieresis osmotik,kehilangan
gastric berlebihan (diare, muntah), masukan dibatasi (mual, kacau mental).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral (anoreksia, mual, lambung
penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran), status hipermetabolisme
(pelepasan hormone stress : epinefrin), status hipermetabolisme.
3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernapasan yang
ada sebelumnya, ISK.
95

4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan


perubahan kimia endogen : ketidak seimbangan glukosa/insulin atau elektrolit.
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
perubahan kimia darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi,
status hipermetabolik/infeksi.
6. Ketidak berdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/proresif
yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, pnognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang pemajangan/mengingat, kesalahan
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Pada tinjauan kasus, perumusan diagnosa keperawatan sesuai dengan data-
data yang telah diperoleh dari pasien maka penulis mengangkat diagnosa
keperawatan yang direncanakan sekaligus diimplementasikan yaitu :
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan diuresis
osmotik.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplay oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin dan anoreksia.
Dari 7 diagnosa keperawatan yang ada pada teori hanya 2 diagnosa
keperawatan yang diangkat oleh penulis berdasarkan hasil pengkajian penulis
yang dilihat pada keadaan dan keluhan pasien. Diagnosa keperawatan
prioritas pertama kekurangan volume cairan dan elektrolit dimana pada
pengkajian didapatkan data pasien mengeluh sering BAK disebabkan oleh
hiperglikemia dimana glukosa tinggi dalam darah dan ginjal tidak mampu
menyerap kembali semua glukosa sehingga glukosa muncul dalam urine
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit berlebihan. sedangkan masukan
cairan peroral kurang oleh karena pasien merasa mual dan muntah. Pada
pengkajian didapatkan pula data membran mukosa tampak kering, finger print
(+) dan balance cairan= -490cc. Sedangkan diagnosa keperawatan kedua
96

kerusakan pertukaran gas yang direncanakan sekaligus diimplementasikan


bukan merupakan diagnosa keperawatan yang terdapat di dalam teori namun
penulis mengangkat sebagai diagnosa kedua berdasarkan hasil pengkajian
dimana pasien mengalami ketoasidosis yang merupakan keluhan utama
pasien. Secara teori ketoasidosis merupakan komplikasai akut diabetes
melitus akibat kekurangan insulin secara drastis. Diagnosa keperawatan
kerusakan pertukaran gas yang diangkat oleh penulis juga didukung dengan
hasil pemeriksaan laboratorium GDA (pH : 7,00; PCO 2 :13,9 mmHg; PO2 :
48,00 mmHg; HCO3: 3,4 mmol/liter). Diagnosa keperawatan ketiga yaitu
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh diangkat penulis karena pada
pengkajian didapatkan pasien mengeluh kurang nafsu makan, pasien tampak
kurus dengan IMT = 16,18 (tubuh kurang pangan).
Diagnosa keperawatan yang ada pada teori 5 dari 7 diantaranya tidak
direncanakan dan diiplementasikan yaitu :
1. Resiko tinggi terhadap infeksi
Alasannya : Pada pasien tidak ditemukan adanya luka atau tanda tanda
peradangan
2. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual
Alasannya : pasien mempertahankan tingkat mental biasanya dan
orientasi penuh pada lingkungannya serta pasien mengenali dan
mengkompensasi adanya perubahan sensori seperti nyeri.

3. Kelemahan
Alasannya : kebutuhan pasien sebagian dibantu oleh perawat dan keluarga
dan telah diimplementasikan pada diagnosa pertama, yaitu membantu
pasien dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dilakuakn secara
mandiri (mandi, BAB/BAK) sedangkan makan dan mobilisasi ditempat
tidur dapat dilakukan pasien secara mandiri.
97

4. Ketidakberdayaan
Alasannya : pasien dapat merencanakan perawatannya sendiri dan secara
mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktifitas perawatan diri
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan pengobatan
Alasannya : Pasien memahami tentang penyakitnya dan mengidentifikasi
tanda dan gejala yang dirasakan serta berpartisipasi dalam program
pengobatan.

C. Perencanaan Keperawatan
Setelah melakukan proses pengkajian dan perumusan masalah atau
penetapan diagnosa keperawatan selanjutnya penulis menetapkan suatu
perencanaan untuk mengatasi masalah yang ditemukan. Perumusan perencanaan
keperawatan disesuikan dengan kepustakaan yang meliputi : tujuan, intervensi,
rasional, dengan menggunakan formal rencana keperawatan yang ditentukan.
Adapun perumusan suatu intervensi keperawatan disusun sesuai dengan
prioritas tindakan yang dilakukan dan disesuaikan pula dengan tinjauan teoritis.
Untuk prencanaan keperawatanyang ada pada teori tidak jauh berbeda dengan
perencanaan keperawatan yang dibuat oleh penulis di lahan praktek. Namun
kalimat dan kosakata yang ada pada tinjauan teoritis lebih disederhanakan
seefisien mungkin agar mudah dipahami dalam melaksanakan intervensi pada
pasien namun makna dan tujuan tetap sama dengan yang ada pada teori. Pada
rencana tindakan intervensi disusun yang mencakup : tindakan keperawatan,
tindakan observatif, penyuluhan dan tindakan kolaborasi.

D. Implementasi
Pelaksanan keperawatan mengacu pada pelaksanaan yang telah dibuat
dengan meperhatikan tanda dan gejala yang ingin diatasi sehingga tujuan dapat
tercapai. Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada pasien berdasarkan
98

intervensi yang telah disusun. Adapun pelaksaan keperawatan yang dilakukan


oleh penulis.
1. Diagnosa keperawatan 1 : Kekurangan volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan diuresis osmotik. Pada implementasi keperawatan secara
teori ada intervensi yang dapat diimplementasikan baik tindakan mandiri
maupun kolaborasi, sedangkan pada kasus hanya 7 yang dapat
diimplementasikan oleh penulis. Hal ini berdasarkan/disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan yang dapat dilakukan oleh penulis.
2. Diagnosa keperawatan 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan asam basa:asidosis metabolik. Pada teori tidak diuraikan
implementasi keperawatan untuk diagnosa ini karena berdasarkan teori tidak
terdapat diagnosa keperawatan kerusakan pertukaran gas untuk pasien dengan
DM. Namun pda kasus penulis mengangkat diagnosa kerusakan pertukaran
gas dan melakukan 7 implementasi keperawatan berdasarkan data. Diagnosa
inipun tetap mengacu pada tinjauan teoritis yang penulis peroleh dari
gangguan sistem lain yaitu sistem pernapasan karena berhubungan dengan
masalah pasien.
3. Diagnosa keperawatan 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin dan anoreksia. Pada
implementasi keperawatan secara teori dijabarkan 12 implementasi
keperawatan, namun pada kasus penulis hanya melakukan 9 implementasi.
Namun diantara 9 implementasi tersebut 4 diantaranya merupakan intervensi
yang ditambahkan oleh penulis dan dilakukan pada pasien karena sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Hal ini pula menggambarkan bahwa
setiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai berat
ringannya penyakit/gangguan yang dialami.

E. Tahap evaluasi
99

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan


untuk menilai perkembangan kesehatan pasien serta untuk mengetahui sejauh
mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan. Pada tahap ini penulis mengevaluasi
pelaksanaan keperawatan yang diberikan pada pasien. Dari 3 diagnosa yang
diangkat penulis, 2 diagnosa masalahnya telah teratasi dan 1 diagnosa yang
masalahnya belumteratasi selama 3 hari perawatan.
1. Diagnosa keperawatan 1 : Kekurangan volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan diuresis osmotik.
Hasil evaluasi : Masalah dapat teratasi dengan alasan pasien mengatakan rasa
haus berkurang dan tidak sering BAK lagi, mukosa bibir lembab dan kulit
elastic, finger print (-), Balance cairan (+). GDS = 67 mg/dL.
2. Diagnosa keperawatan 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan asam basa:asidosis metabolik.
Hasil evaluasi : Tanggal 20 April 2007 setelah melaksanakan asuhan
keperawatan selama 3 hari diperoleh hasil masalah teratasi dengan alas an
pasien mengatakan tidak sesak, penggunaan O2 dihentikan, pernapasan 20
x/mnt, pola napas teratur dan tidak ada penggunaan otot tambahan saat
bernafas.

3. Diagnosa keperawatan 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidakcukupan insulin dan anoreksia.
Hasil evaluasi : Masalah teratasi sebagian dengan alasan pasien mengatakan
nafsu makan mulai bertambah dan mual berkurang, sudah mampu
menghabiskan porsi bubur. Berat badan tidak mengalami penurunan atau
peningkaan dengan IMT=16,18 (tubuh kurang pangan).

Anda mungkin juga menyukai