Anda di halaman 1dari 9

ENDAPAN EPITERMAL

Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem


hidrotermal yang terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur
vulkanik yang dekat dengan permukaan (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008).
Penggolongan tersebut berdasarkan temperatur (T), tekanan (P) dan kondisi geologi
yang dicirikan oleh kandungan mineralnya. Secara lebih detailnya endapan epitermal
terbentuk pada kedalaman dangkal hingga 1000 meter dibawah permukaan dengan
temperatur relatif rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak lebih dari 100 atm dari
cairan meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992). Tekstur penggantian
(replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas karena jarang terjadi. Tekstur yang
banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau berupa fissure vein. Sedangkan
struktur khasnya adalah berupa struktur pembungkusan (cockade structure). Asosiasi
pada endapan ini berupa mineral emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral
penyertanya berupa mineral kalsit, mineral zeolit dan mineral kwarsa. Dua tipe utama
dari endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan
terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan
mineraloginya.

Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai sebuah pipe-seperti zona


dimana batuan mengalami breksiasi dan teralterasi atau terubah tingkat tinggi. Veins
juga ditemukan, khususnya sepanjang zona patahan., namun mineralisasi vein
mempunyai tipe tidak menerus (discontinuous). Pada daerah volcanic, sistem
epithermal sangat umum ditemui dan seringkali mencapai permukaan, terutama ketika
fluida hydrothermal muncul (erupt) sebagai geyser dan fumaroles. Banyak endapan
mineral epithermal tua menampilkan fossil roots dari sistem fumaroles kuno. Karena
mineral-mineral tersebut berada dekat permukaan, proses erosi sering mencabutnya
secara cepat, hal inilah mengapa endapan mineral epithermal tua relatif tidak umum
secara global. Kebanyakan dari endapan mineral epithemal berumur Mesozoic atau
lebih muda.

Mineralisasi epitermal memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya kalsedonik


quartz, kalsit, dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah
satu ciri dari endapan epitermal, yaitu dengan elemen bijih seperti Au, Ag, As, Sb, Hg,
Tl, Te, Pb, Zn, dan Cu. Tekstur bijih yang dihasilkan oleh endapan epitermal termasuk
tipe pengisian ruang terbuka (karakteristik dari lingkungan yang bertekanan rendah),
krustifikasi, colloform banding dan struktur sisir. Endapan yang terbentuk dekat
permukaan sekitar 1,5 km dibawah permukaan ini juga memiliki tipe berupa tipe vein,
stockwork dan diseminasi. Dua tipe utama dari endapan ini adalah low
sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada sifat
kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya (Hedenquist et al.,
1996:2000 dalam Chandra,2009).

Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren, 1933 dalam
Sibarani,2008)):

Suhu relatif rendah (50-250C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.%
Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)
Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan
beku, terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan atau
ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar turun dan kekar.
Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan
pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan
stockwork. Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit
kenampakan replacement (penggantian).
Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit, sfalerit,
galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar, orpiment, ruby silvers,
argentite, selenides, tellurides.
Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-
Fe, epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite, zeolit.

1. Klasifikasi Endapan Epithermal


Pada lingkungan epitermal terdapat 2 (dua) kondisi sistem hidrotermal
(Gambar 2.4) yang dapat dibedakan berdasarkan reaksi yang terjadi dan keterdapatan
mineral-mineral alterasi dan mineral bijihnya yaitu epitermal low sulfidasi dan high
sulfidasi (Hedenquist et al .,1996; 2000 dalam Sibarani, 2008). Pengklasifikasian
endapan epitermal masih merupakan perdebatan hingga saat ini, akan tetapi sebagian
besar mengacu kepada aspek mineralogi dan gangue mineral, dimana aspek tersebut
merefleksikan aspek kimia fluida maupun aspek perbandingan karakteristik mineralogi,
alterasi (ubahan) dan bentuk endapan pada lingkungan epitermal. Aspek kimia dari
fluida yang termineralisasi adalah salah satu faktor yang terpenting dalam penentuan
kapan mineralisasi tersebut terjadi dalam sistem hidrotermal.
1.1 Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Rendah / Tipe Adularia-Serisit
(Epithermal Low Sulfidation )
Endapan epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh larutan hidrotermal yang
bersifat netral dan mengisi celah-celah batuan. Tipe ini berasosiasi dengan alterasi
kuarsa-adularia, karbonat, serisit pada lingkungan sulfur rendah dan biasanya
perbandingan perak dan emas relatif tinggi. Mineral bijih dicirikan oleh terbentuknya
elektrum, perak sulfida, garam sulfat, dan logam dasar sulfida. Batuan induk pada
deposit logam mulia sulfidasi rendah adalah andesit alkali, dasit, riodasit atau riolit.
Secara genesa sistem epitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan vulkanisme
riolitik. Tipe ini dikontrol oleh struktur-struktur pergeseran (dilatational jog).

A. Genesa dan Karakteristik


Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan sisa
magma yang berpindah jauh dari sumbernya kemudian bercampur dengan air meteorik
di dekat permukaan dan membentuk jebakan tipe sulfidasi rendah, dipengaruhi oleh
sistem boiling sebagai mekanisme pengendapan mineral-mineral bijih.
Proses boiling disertai pelepasan unsur gas merupakan proses utama untuk
pengendapan emas sebagai respon atas turunnya tekanan. Perulangan
proses boiling akan tercermin dari tekstur crusstiform banding dari silika dalam urat
kuarsa. Pembentukan jebakan urat kuarsa berkadar tinggi mensyaratkan pelepasan
tekanan secara tiba-tiba dari cairan hidrotermal untuk memungkinkan proses boiling.
Sistem ini terbentuk pada tektonik lempeng subduksi, kolisi dan pemekaran
(Hedenquist dkk., 1996 dalam Pirajno, 1992).
Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam larutan dan salinitas.
Proses boiling dan terlepasnya CO2 ke fase uap mengakibatkan kenaikan pH,
sehingga terjadi perubahan stabilitas mineral contohnya dari illit ke adularia.
Terlepasnya CO2 menyebabkan terbentuknya kalsit, sehingga umumnya dijumpai
adularia dan bladed calcite sebagai mineral pengotor (gangue minerals) pada urat bijih
sistem sulfidasi rendah. Endapan epitermal sulfidasi rendah akan berasosiasi dengan
alterasi kuarsaadularia, karbonat dan serisit pada lingkungan sulfur rendah. Larutan
bijih dari sistem sulfidasi rendah variasinya bersifat alkali hingga netral (pH 7) dengan
kadar garam rendah (0-6 wt)% NaCl, mengandung CO2 dan CH4 yang bervariasi.
Mineral-mineral sulfur biasanya dalam bentuk H2S dan sulfida kompleks dengan
temperatur sedang (150-300 C) dan didominasi oleh air permukaan. Batuan samping
(wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah adalah andesit alkali, riodasit, dasit,
riolit ataupun batuan batuan alkali. Riolit sering hadir pada sistem sulfidasi rendah
dengan variasi jenis silika rendah sampai tinggi. Bentuk endapan didominasi oleh urat-
urat kuarsa yang mengisi ruang terbuka (open space), tersebar (disseminated), dan
umumnya terdiri dari urat-urat breksi (Hedenquist dkk., 1996). Struktur yang
berkembang pada sistem sulfidasi rendah berupa urat, cavity filling, urat breksi, tekstur
colloform, dan sedikit vuggy (Corbett dan Leach, 1996), lihat Tabel 2.1

Tabel 2.1 Karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah


(Corbett dan Leach, 1996).
Tipe endapan Sinter breccia, stockwork
Posisi tektonik Subduction, collision, dan rift
Tekstur Colloform atau crusstiform
Asosiasi Stibnit, sinnabar, adularia, metal sulfida
mineral
Mineral bijih Pirit, elektrum, emas, sfalerit, arsenopirit
Contoh Pongkor, Hishikari dan Golden Cross
endapan

B. Interaksi Fluida
Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem geotermal yang
didominasi oleh air klorit dengan pH netral dan terdapat kontribusi dominan dari
sirkulasi air meteorik yang dalam dan mengandung CO2, NaCl, and H2S
C. Model Konseptual Endapan Emas Epitermal Sulfidasi Rendah

Gambar.2.9
Model endapan emas epitermal sulfidasi rendah
(Hedenquist dkk., 1996 dalam Nagel, 2008).
Gambar diatas merupakan model konseptual dari endapan emas sulfidasi rendah.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa endapan ephitermal sulfidasi rendah
berasosiasi dengan lingkungan volkanik, tempat pembentukan yang relatif dekat
permukaan serta larutan yang berperan dalam proses pembentukannya berasal dari
campuran air magmatik dengan air meteorit

2. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Tinggi (Epithermal High Sulfidation)


atau Acid Sulfate

A. Tinjauan Umum
Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan host rock berupa batuan
vulkanik bersifat asam hingga intermediet dengan kontrol struktur berupa sesar secara
regional atau intrusi subvulkanik, kedalaman formasi batuan sekitar 500-2000 meter
dan temperatur 1000C-3200C. Endapan Epitermal High Sulfidation terbentuk oleh
sistem dari fluida hidrotermal yang berasal dari intrusi magmatik yang cukup dalam,
fluida ini bergerak secara vertikal dan horizontal menembus rekahan-rekahan pada
batuan dengan suhu yang relatif tinggi (200-300 0C), fluida ini didominasi oleh fluida
magmatik dengan kandungan acidic yang tinggi yaitu berupa HCl, SO2, H2S (Pirajno,
1992).

Gambar 2.11
Penampang Ideal Endapan Epitermal Menurut Buchanan (1981)

B. Genesa dan Karakteristik


Endapan epitermal high sulfidation terbentuk dari reaksi batuan induk dengan
fluida magma asam yang panas, yang menghasilkan suatu karakteristik zona alterasi
(ubahan) yang akhirnya membentuk endapan Au+Cu+Ag. Sistem bijih menunjukkan
kontrol permeabilitas yang tergantung oleh faktor litologi, struktur, alterasi di batuan
samping, mineralogi bijih dan kedalaman formasi.High sulphidation berhubungan
dengan pH asam, timbul dari bercampurnya fluida yang mendekati pH asam dengan
larutan sisa magma yang bersifat encer sebagai hasil dari diferensiasi magma, di
kedalaman yang dekat dengan tipe endapan porfiri dan dicirikan oleh jenis sulfur yang
dioksidasi menjadi SO.
C. Interaksi Fluida
Epithermal High Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem magmatic-
hydrothermal yang didominasi oleh fluida hidrothermal yang asam, dimana terdapat
fluks larutan magmatik dan vapor yang mengandung H2O, CO2, HCl, H2S, and SO2,
dengan variabel input dari air meteorik lokal.

3. Potensi Dan Keberadaan Endapan Epithermal

Jenis endapan epitermal yang terletak 500 m bagian atas dari suatu sistem
hidrotermal ini merupakan zone yang menarik dan terpenting. Disini terjadi perubahan-
perubahan suhu dan tekanan yang maksimum serta mengalami fluktuasi-fluktuasi yang
paling cepat. Fluktuasi-fluktuasi tekanan ini menyebabkan perekahan hidraulik
(hydraulic fracturing), pendidihan (boiling), dan perubahan-perubahan hidrologi sistem
yang mendadak. Proses-proses fisika ini secara langsung berhubungan dengan
proses-proses kimiawi yang menyebabkan mineralisasi (www.terrasia.tripod.com).

Terdapat suatu kelompok unsur-unsur yang umumnya berasosiasi dengan mineralisasi


epitermal, meskipun tidak selalu ada atau bersifat eksklusif dalam sistem epitermal.
Asosiasi klasik unsur-unsur ini adalah: emas (Au), perak (Ag), arsen (As), antimon
(Sb), mercury (Hg), thallium (Tl), dan belerang (S) (www.terrasia.tripod.com).

Dalam endapan yang batuan penerimanya karbonat (carbonat-hosted deposits), arsen


dan belerang merupakan unsur utama yang berasosiasi dengan emas dan perak
(Berger, 1983), beserta dengan sejumlah kecil tungsten/wolfram (W), molybdenum
(Mo), mercury (Hg), thallium (Tl), antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F)
dan barium (Ba) yang secara setempat terkayakan. Dalam endapan yang batuan
penerimanya volkanik (volcanic-hosted deposits) akan terdapat pengayaan unsur-
unsur arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), dan thallium (Tl); serta logam-logam
mulia (precious metals) dalam daerah-daerah saluran fluida utama, sebagaimana
asosiasinya dengan zone-zone alterasi lempung. Menurut Buchanan (1981), logam-
logam dasar (base metals) karakteristiknya rendah dalam asosiasinya dengan emas-
perak, meskipun demikian dapat tinggi pada level di bawah logam-logam berharga
(precious metals) atau dalam asosiasi-nya dengan endapan-endapan yang kaya perak
dimana unsur mangan juga terjadi. Cadmium (Cd), selenium (Se) dapat berasosiasi
dengan logam-logam dasar; sedangkan fluor (F), bismuth (Bi), tellurium (Te), dan
tungsten (W) dapat bervariasi tinggi kandungannya dari satu endapan ke endapan
yang lainnya; serta boron (B) dan barium (Ba) terkadang terkayakan.
(www.terrasia.tripod.com).

Mineral-mineral ekonomis yang dihasilkan dari epitermal antara lain Au, Ag, Pb, Zn,
Sb, Hg, arsenopirit, pirit, garnet, kalkopirit, wolframit, siderit, tembaga, spalerite, timbal,
stibnit, katmiun, galena, markasit, bornit, augit, dan topaz. Berikut ini adalah beberapa
contoh logam hasil dari endapan epitermal yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi,
antara lain: Emas (Au) dan Perak (Ag).

A. Emas
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa
Latin: 'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang
lembek, mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi
dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini
banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan dideposit alluvial dan
salah satu logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair
pada suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya
berkisar antara 2,5 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan
kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya
berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut
umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam.
Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah
teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida,
sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan
selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di
dalamnya >20% (Sutarto, 2004). Sebagian besar endapan emas di Indonesia
dihasilkan jenis endapan epitermal. Endapan emas tipe ini umumnya didapatkan dalam
bentuk urat, baik dalam urat kuarsa maupun dlam urat bentuk karbonat yang terbentuk
dalam suhu 150-3000C dengan pH sedikit asam atau mendekati netral Urat-urat
tersebut terbentuk oleh hasil aktifitas hidrotermal yang berada di sekitar endapan
porfiri. Dimana emas, perak, tembaga, wolfram, dan timah terdapat dalam endapan ini
(Sukandarrumidi, 2007). Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang
berasosiasi dengan Alterasi Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-
fluida dengan pH mendekati netral (Fluida-fluida Khlorida Netral) Dalam alterasi dan
mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi
atau breksi hidrotermal, dan stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk
seperti rambut (hairline) Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic
dan alterasi-alterasi sehubungan yang terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam
alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-
batuan silika masif, atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan.
Proses terbentuknya emas endapan epitermal dapat diuraikan sebagai berikut: emas
diangkut oleh larutan hidrotermal yang kaya akan ligand HS - dan OH-. Ligan ini
mengangkut emas hingga ke tempat pengendapannya. Kehadiran breksi hidrotermal
merupakan salah satu cirri adanya proses pendidihan pada larutan hidrotermal.
Pendidihan terjadi karena ada pertemuan antara larutan yang bersuhu tinggi
(hidrotermal) dengan larutan yang bersuhu rendah (larutan meteoric). Selama proses
pendidihan ini tekanan menjadi semakin besar sehingga mengancurkan dinding batuan
yang dilalui larutan hidrotermal. Akibat proses pendidihan tersebut, yaitu hilangnya gas
H2S, terjadi peningkatan pH dan penurunan suhu. Ketiga proses tersebut dapat
mengantarkan emas pada batuan sehingga kadar emas primer tinggi biasanya
dijumpai di breksi hidrotermal (Sukandarrumidi, 2007). Dibawah ini contoh endapan
emas epitermal dari sistem low sulfidation danhigh sulfidation.

Tabel 2.2 Contoh endapan emas epitermal (high sulfidation)


(Wayan dalam . www.osun.org)
Endapan Au (ton) Umur
Yanacocha/Peru 820 M/P

Pueblo Viejo 680 Cret

Pascua 640 M/P

Pienina/Peru 250 M/P

Lepanto 210 Quat

El Indio 190 M/P

Chinquashih 150 Quat


Summitville 20 M/P

Rodalquilar 10 N/P

B. Perak

Dijumpai sebagai unsur (perak murni) atau sebagai senyawa. Sebagai perak murni
(Ag) mempunyai sifat; Kristal-kristal berkelompok tersusun sejajar, menjarum, atau
menjaring, kadang berupa sisik, kilap logam. Dalam bentuk mineral didapatkan
sebagai argentite, cerrargirit, miagirit, dan proustit (Sukandarrumidi, 2007). Perak
biasanya berasosiasi dengan pirit, tembaga, emas, kalsit, dan nikel. Perak terbentuk
dari reduksi sulfide pada bagian bawah endapan Ag, Zn, dan Pb. Terkadang juga
terbentuk sebagai endapan primer urat epitermal berasosiasi dengan kalsit
(temperature rendah) (Sutarto, 2004). Kandungan perak pada beberapa mineral dapat
mencapai perak murni (100%), argentite (87%), prousite (65%), miagrite (36%), dan
dalam kandungan emas (28%). Endapan perak yang dihasilkan dari endapan emas
kurang lebih 75% didapatkan sebagai hasil samping dari pengolahan bijih emas, nikel
dan tembaga. Endapan perak dapat berupa endapan pengisian dan endapan
penggantian, serta pengayaan sulfide. Kebanyakan endapan perak didunia dihasilkan
dari dari hidrotermal tipe fissure filling (Sukandarrumidi, 2007).

Anda mungkin juga menyukai