Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN CLINICAL STUDY II

DEPARTEMEN EMERGENCY
TRAUMA ABDOMEN

Disusun oleh:
EKY WAHYU MARDIANTO
135070207111012
Kelompok 9 / Reguler 2 / 2013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
DEFINISI
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara diafragma atas
dan panggul bawah (Guilon, 2011).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi
dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).

EPIDEMIOLOGI
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada
trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh
trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velositas rendah (misalnya
akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas
tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel. Pada intraperitoneal, trauma tumpul
abdomen paling sering menciderai organ limpa (40- 55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-
10%) (Cho et al, 2012). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera
adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter. Pada trauma
tajam abdomen paling sering mengenai hati(40%), usus kecil (30%), diafragma (20%), dan usus
besar (15%) (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).

KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera
intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan
lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus
dieksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Klasifikasi berdasarkan trauma pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri
dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding
abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap
kanan dan hati harus dieksplorasi
Klasifikasi trauma berdasarkan tipe trauma:
A) Trauma tumpul pada abdomen disebabkan kompresi dan deselerasi. Kompresi rongga
abdomen oleh benda-benda terfiksasi, seperti sabuk pengaman atau setir kemudi akan
meningatkan tekanan intraluminal dengan cepat, sehingga mungkin menyebabkan
ruptur usus, atau pendarahan organ padat. Gaya deselerasi (perlambatan) akan
menyebabkan tarikan atau regangan antara struktur yang terfiksasi dan yang dapat
bergerak. Deselerasi dapat menyebabkan trauma pada mesenterium, pembuluh darah
besar, atau kapsul organ padat, seperti ligamentum teres pada hati. Organ padat,
seperti limpa dan hati merupakan jenis organ yang tersering mengalami terluka setelah
trauma tumpul abdomen terjadi (Demetriades, 2000).
B) Luka tembak adalah penyebab paling umum (64%) dari trauma tembus abdomen, diikuti
oleh luka tusukan (31%) dan luka senapan (5%)(Todd, 2004).Luka tusuk dan luka
tembak kecepatan rendah menyebabkan kerusakan jaringan dengan laserasi dan
memotong.Kecepatan tinggi pada luka tembak mentransferenergi kinetic lebih ke
abdomen visera (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).

ETIOLOGI
Beberapa hal yang menyebabkan trauma abdomen adalah; kecelakaan lalu lintas,
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
1. Penyebab trauma penetrasi
Luka akibat terkena tembakan
Luka akibat tikaman benda tajam
Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
Hancur (tertabrak mobil)
Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

MANIFESTASI KLINIK
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat
(1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual
dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:

Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen.


Terjadi perdarahan intra abdominal.
Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak
normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah,
dan BAB hitam (melena).
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

Terdapat luka robekan pada abdomen.


Luka tusuk sampai menembus abdomen.
Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah
keadaan.
Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di
bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi.
Cairan atau udara di bawah diafragma
Nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben.
Mual dan muntah
Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.

PEMERIKSAAN DIAGNOSA
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus.
Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi
20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal
dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang
jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
- Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut:
Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
Patah tulang pelvis
- Kontraindikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut:
Hamil
Pernah operasi abdominal
Operator tidak berpengalaman
Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
6. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan
adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis
1. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk
laparotomi.
2. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab gangguan abdomen akut.
3. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4. Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5. Laparotomi

Penatalaksanaan Keperawatan
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi)
sesuai indikasi.
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan; gerakan dapat menyebabkan
fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi
masif.
3. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
4. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
5. Gunting baju dari luka.
6. Hitung jumlah luka.
7. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
8. Kaji tanda dan gejala hemoragi.
9. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
10. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah
komplikasi paru karena aspirasi.
11. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk
mencegah kekeringan visera.
12. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan
pantau haluaran urine.
13. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah,
adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

KOMPLIKASI

Syok
Hemoragi
Trombosis Vena
Emboli Pulmonar
Stress Ulserasi dan perdarahan
Pneumonia
Tekanan ulserasi
Atelektasis
Sepsis

Anda mungkin juga menyukai