Anda di halaman 1dari 25

III.

PENATALAKSANAAN UMUM KERACUNAN


Identifikasi keracunan
Dalam memberi pertolongan pertama dan pengobatan pada peristiwa keracunan atau kecelakaan
yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia beracun atau bahan-bahan racun/toksis lainnya, yang
mula-mula harus dilakukan ialah mengenali (mengidentifikasi) bahan-bahan yang diduga
menjadi penyebab keracunan.
Mengenai bahan-bahan racun/toksis merupakan hal yang sangat penting artinya dalam
menentukan diagnosis keracunan. Setiap peristiwa keracunan oleh bahan-bahan racun yang jenis
dan sifatnya berlainan (berbeda), mempunyai cara-cara pertolongan dan pengobatan yang
berbeda pula.
Pada peristiwa keracunan oleh bahan-bahan racun yang jenis dan sifatnya tidak diketahui.
pertolongan dan pengobatannya didasarkan pada gambaran gejala-gejala klinis yang timbul
akibat rangsangannya.

Pengaruh bahan-bahan racun pada tubuh


Bahan-bahan kimia beracun atau bahan-bahan racun lainnya dapat menimbulkan gangguan-
gangguan kesehatan dalam berbagai bentuk:
1. Mempengaruhi sistem sirkulasi darah

a. Jaringan darah (pembuluh darah), menimbulkan shock disebabkan berkurangnya aliran darah
(vasogenic shock) dan berkurangnya volume, darah pada jaringan sel-sel otak disebabkan adanya
penyempitan pembuluh-. pembuluh darah.
b. Jantung merendahkan tekanan/denyut jantung (hypotentie cardiac) terlalu banyak darah
mengalir ke jantung atau terlalu banyak darah dalam jantung (kongesti jantung).

c. Irama detak jantung tidak teratur (cardiac arrhytrnias).

d. Jantung mendadak berhenti (cardiac arrest).

2. Mempengaruhi sistem sarap pusat:

a. Rasa sakit

b. Rangsangan sarap sentral yang berlebihan (hyperexitability), banyak bicara/mengaco


(dellirium), timbulnya kejang-kejang (konvulsi) dan berkurangnya zat pembakaran (oksigen)
dalam darah.

c. Depresi (penekanan) terhadap sarap pusat ditandai dengan timbulnya kelumpuhan reflek
umum, terhentinya alat pernapasan (asphyxia) dan gangguan metabolisme dalam sel-sel otak.

d. Gangguan atau kelainan psikis (kejiwaan).

3. Pengaruh terhadap alat pencernaan seperti rongga mulut (gastro intestinal tracts), seperti rasa
mual (nausea), muntah, rasa sakit daerah lambung (abdominal pain) dan mencret (diare).

4. Pengaruh terhadap alat perkencingan, seperti gangguan pengeluaran air kencing/ kencing
sedikit-sedikit (urinary retention) gejala kerusakan ginjal.

5. Kerusakan pada hati (hepar), pingsan disebabkan gangguan pada hati (hepatic coma).

6. Pengaruh terhadap keseimbangan air dalam elektrolit dalam tubuh (dehydrasi), yaitu
keseimbangan garam (NaCl), keseimbangan asam dan basa (acidosis dan alkalosis), gangguan
keseimbangan postasium dan kalsium dalam darah.

7. Luka bakar kimia pada kulit, selaput lendir pada mulut/tenggorok (moucus membrance) dan
selaput lendir mata.

Diagnosis keracunan
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan mental lainnya hams
mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk
membuat diagnosis toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan suporitif
yang merupakan bentuk dasar (ABCD) pada pengobatan keracunan.
Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau beberapa gangguan lain dan, bila
diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa
endotrakea. Pada kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi dekubitus
lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang
kaku (flaccid) keluar dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji dengan
mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Padan pasien dengan insufisiensi pernapasan
harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik. Sirkulasi (C) yang cukup harus diuji dengan
mengukur denyut nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk
intravena harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum glukosa dan untuk
pemeriksaan rutin lainnya.
Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah harus diberi larutan dekstrosa
pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan dekstrosa sebanyak 25 g (50 mL larutan dekstrosa
50% secara intravena. Dekstrosa ini harus diberikan secara rutin, karena pasien koma akibat
hipoglikemia yang dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan sel-sel otak. Pasien
hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan, dan tidak ada metode yang cepat dan
dapat dipercaya untuk membedakannya dan pasien keracunan. Pada umumnya pemberian
glukosa tidak berbahaya sementara menunggu hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini,
pasien alkoholik atau malnutrisi juga harus diberi 100 mg tiamin intramuskular untuk mencegah
timbulnya sindrom Wernicke.
Antagoais narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis 0,4-2 mg intravena.
Nalokson akan memulihkan pemapasan dan depresi sistem saraf pusat akibat semua jems obat
narkotika. Ada manfaatnya untuk mengingat bahwa obat-obat ini menimbulkan kematian
terutama akibat depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan pernapasan dan pembebasan saluran
pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak diperlukan lagi. Antagonis benzodiazepin
flumazenil bermanfaat pada pasien dengan kecungaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak
boleh digunakan bila terdapat riwayat kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini
tidak boleh digunakan sebagai pengganti penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan satu pengetahuan tentang bagaimana mengobati
hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis. Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik
banyak artinya bila fungsi-fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma memerlukan
perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas darah arteri harus sering diperiksa,
dan aspirasi isi lambung harus dicegah. Penatalaksanaan cairan dan elektrolit mungkin
kompleks. Monitoring berat badan, tekanan vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru,
dan gas darah arteri diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak
berlebihan. Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang, dan agitasi,
umumnya memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.
Riwayat dan pemeriksaan fisik
Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi yang terinci untuk
membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi pengumpulan riwayat yang ada dan melakukan
pemeriksaan fisik singkat yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau
kejang seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan metabolisme harus dicari dan
diobati.
A. Riwayat: Pemyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang ditelan dalam
kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai. Bahkan anggota keluarga, polisi, dan
pemadam kebakaran atau personil paramedis harus ditanyai tintuk menggambarkan lingkungan
di mana kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat suntik, botol-botol kosong, produk rumah
tangga, atau obat-obat bebas di sekitar pasien yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus
dibawa ke ruang gawat darurat.
B. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan penekanan pada daerah
yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis toksikologi. Hal ml tertnasuk
tanda-tanda vital, mata dan mutut, kulit, abdomen, dan sistem saraf.
1. Tanda-tanda vital- Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi,
pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam kedaruratan toksikologi.
Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin,
dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia, merupakan gambaran karakteristik dan tkar
lajak narkotika, kionidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi
dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang cepat adalah khas pada
amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang
menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan karena obat-obat
simpatomimetik, antimuskarinik. salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau
kekakuan otot. Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik,
fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang
dingin atau infus intravena pada suhu kamar.
2. Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi pupil (miosis)
adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida organofosfat dan
penghambat kolinesterase lainnya, serta korna yang dalatn akibat obat sedatif. Dilatasi pupil
(midriasis) umumnya terdapat pada amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik
lain. Nistagmus riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan
obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat keracunan
fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia merupakan gambaran karakteristik dari botulinum.
Universitas Gadjah Mada 5
3. Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat korosif. atau jelaga
dan inhalasi asap. Bau yang kaas dan alkohol, pe(arut hidrokarbon. Paraldehid. atau amonia
mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali oleh beberapa pemeiriksa
sebagai bau seperti bitter almonds. Arsen dan organofosfat telah dilaporkan menghasilkan bau
seperti bau bawang putih.
4. Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan atropin dan
antim.uskarinik lain. Keringat yang herlebihan diternukan pada keracunan dengan organofosfat,
nikotin, dan ohat-obat simpatomimetik. Sianosis dapat disehabkan oleh hipoksemia atau
methemoglohinemia. Ikterus dapat memheri kesan adanya nekrosis hati akilat keracunan
asetaminofen atau jamur A manila phailoides.
5. Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada keracunan
dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif, kramp perut, dan
diare adalah urnum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi, arsen, teofihin, dan
A.phalloides.
6. Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang fokal atau defisit
motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan intrakranial akibat trauma)
daripada ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria, dan ataksia adalah khas pada
keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan
hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP), dan obat-
obat simpatomimetik. Kejang sering disehabkan oleh takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin,
isoniazid, dan fenotiazin. Koma ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin
terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin
menyerupai kematian otak.
Sindrom Toksik
Berdasarkan pemeriksaan Gambaran Klinik Intervensi Kunci
Fisik awal, diagnosis
tentatif jenis keracunan
dapat dimungkinkan. Tabel
60-1 dicantumkan daftar
karakteristik dari beberapa
sindrom keracunan yang
penting. Golongan Obat
Antidepresan Gambaran antikolinergik Kontrol kejang, koreksi
(misalnya, amitriptilin, umum: dilatasi pupil, asidosis, dan kardio-
doksepin, maprotilin, dan takikardia, kulit panas dan toksisitas dengan ventilasi
lain-lain) kering, Bising usus dan HCO3.
menurun. Tiga K koma, Jangan gunakan
konvulsi, dan masalah fisostigmin atau
kardiak merupakan flurnazenil. Awasi
penyebab kematian yang hipertermia.
paling sering.
Gambaran diagnostik utama adalah pelebaran kompleks QRS yang Iebih besar dari 0,1
detik pada EKG (tidak terlihat pada amoksapin). Hipotensi dan aritmia ventrikular
umum ditemukan.
Obat-obat Halusinasi, delirium, Kontrol hipertemua. Fisos-
antimuskarmik koma. Kejang dapat terjadi tigmin mempunyai ndai
(misalnya, atropin, pada antidepresan trisiklik, poterisial tetapi tidak boleh
skopolamin, antihistamin, antihis-tamin. Takikardia, diberikan untuk anti-
antidepresan trisikik, hipertensi. Hipertermia depresan siklik
Jimsonweed, Jamur dengan kulit panas atau
Amanitamuscar kering. Midriasis. Bising
usus mengurang, retensi
urin. Diper-kirakan
perlambatan pengoso-ngan
lambung.
Obat Ansietas, agitasi, kejang, Menyokong respirasi,
kolinomimetik koma. Mungkin terlihat atropin, pralidoksim (2
(misalnya, bradikardia PAM). Melepas pakaian,
Insektisida (efekmuskarinik) atau membasuh kulit.
Organofosfat dan takikardia (efeknikotinik).
karbamat) Pinpoint pupil. Salivasi
yang berlebihan,
berkeringat. Bising usus
hiperaktif, dengan kram
abdomen, diare. Fasikulasi
otot dan kedutan otot
(twiching) diikuti dengan
paralisis flasid. Kematian
akibat paralisis otot
penapasan.
Obat opioid Mengantuk, letargi, atau Bantu pernapasan.
(misalnya, morfin, koma, bergantung pada Tambahan nalokson sering
heroin,meperidin, besarnya dosis. diperlukan karena waktu
kodein, metadon) Tekanan darah dan denyut paruhnya pendek.
jantung biasanya menurun.
Hipoventilasi atau apnea.
Pinpoint pupil Kulit
dingin; dapat
memperlihatkan tanda-
tanda penyalahgunaan obat
intravena dihubungkan
dengan komplikasi
penyakit infeksi. Bising
usus
menurun. Tonus otot lemah; kadang- kadang terlihat kedutan otot, kekakuan. Takar
lanjak klonidin dapat dengan sindrorn yang identik.
Salisilat Bingung, letargi, koma, Koreksi asidosis serta cairan
kejang. Hiperventilasi, dan elektrolit yang
hipertermia. Asi-dosis abnormal; alkalinasi urin;
metabolik celah anion hemodialisis bila pH atau
(anion gap). Dehidrasi, gejala SSP tidak dapat
kehilang-an kalsium. dikontrol.
Takar lajak akut sangat
serius bila kadar 6 jam
melebihi 100 mg/dL
(1000 mg/L).
Takar lajak kronik atau
akibat kecelakaan:
kadarnya tidak dapat
dipercaya; toksisitas Iebih
berat; sering diagnosis
keliru sebagai infeksi
saluran napas bagian atas
atau / gastroenteritis.
Sedatif-hipnotik Sangat bervariasi Bantu pemapasan dan saluran
(misalnya, benzidoazepin bergantung pada tingkat napas. Hindari cairan yang
barbiturat, etanol) keracunan; mulai dengan berlebihan. Flurnazenil dapat
disinhibisi dan memulihkan koma yang
kegaduhan, letargi lebih disebabkan oleh
lambat, stupor, dengan benzodiazepin.
koma yang dalam:
hipotensi, pupil kecil.
Nistagmus umum dengan
keracunan sedang. Bising
usus menurun dengan
koma yang dalam. Tonus
otot biasanya flasid. dapat
dikaitkan dengan
hipotermia.
Obat-obat perangsang Agitasi, psikosis, kejang. Kontrol kejang, tekanan
(misalnya, amfetamin, Hipertensi, takikardia, darah, dan hipertermia.
kokain, PCP) anitmia. Midriasis
(biasanya). Nistaginus
vertikal dan horizontal
sering pada keracunan
PCP. Kulit panas dan
berkeningat. Tonus otot
me-

Prosedur Laboratorium & Sinar -X


Uji Laboratoriurn rutin yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi adalah sebagai berikut: .
A. Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2 (hiperkapnia). PO2
dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat yang menginduksi edema paru.
Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat hipoksia, hipotensi. atau keracunan sianida akan
menghasilkan asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma dan
bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada keracunan karbon monoksida
mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
B. Elektrolit: Natrium. kalium. kloiida, dan bikarbonat harus diukur. Anion gap dihitung dengan
mengurangi anion dan kation-kation:
Anion gap = (NA+ +K+) - (HCO3- + CI-)
Dalam keadaan normal, Anion gap tidak lebih besar dari 12- 16 meq/L. Anion gap yang Iebih
besar dari yang diperkirakan, disebabkan oleh adanya anion yang tidak terukur yang menyertai
asidosis metabolik. Sebagai contoh, hal ini disebabkan oleh ketoasidosis diahetik, gagal ginjal,
atau asidosis laktat yang diinduksi syok Ubat yang dapat menginduksi asidosis metabolik dengan
peningkatan Anion gap (Tabel 60 -2) termasuk aspirin, metanol, etilen glikol. isoniazid, dan besi.
Perubahan dalam tingkat kadar serum Obat
kalium dapat membahayakan karena ini
dapat menyebabkan aritmia jantung.
Obat yang dapat menyebabkan
hiperkalemia meskipun dengan fungsi
ginjal normal termasuk kalium sendiri,
penghambat adrenoseptor-beta,
glikosicia digitalis, fluorida, dan litium.
Obat-obat yang berkaitan dengan
hipokalemia termasuk barium, agonis
beta-adrenoseptor. kafein. teofihin,
diuretik, dan toluen. Jenis Peningkatan
Anion Gap
Asidosis Metabolik Metanol, etilen glikol, salisilat
Asidosis Laktat Kejang apa saja yang diinduksi oleh
obat, besi, fenformin, hipoksia
Ketoasidoss Etanol
Catatan: Anion gap normal yang dhtung dan (Na+ + K+) - (HCO3- + Cl-) adalah 12-16 meg/L;
dihitung dari (Na+) - (HCO3 + CI-) nilainya adalah 8-12 meg/L.
C. Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam kasus lain, gagal
ginjal merupakan akihat syok, koagulasi intravaskular yang menyebar (disseminated
irrtravascular coagulation, DTC), atau mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan
kreatinin harus diukur dan dilakukan urinalisis.
D. Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung pada natrium
serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah dan dapat diperkirakan dan rumus berikut:
Nilai normal perhitungan ini adalah 280-290 mosm/kg. Etanol dan alkohol lainnya dapat
menyumbang secara bermakna terhadap pengukuran osmolalitas serum, tetapi karena alkohol ini
tidak termasuk dalam perhitungan, menyebabkan suatu osmolargap:
Osmolargap =
Osmolalitas yang diukur - Osmolalitas yang dihitung
E. Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari 0,1 detik adalah
khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.
F. Gambaran sinar-X: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet, khususnya
besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat menunjukkan pneumonia
aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis,
dianjurkan untuk pemeriksaan CT-scan.
Saat Penelanan Racun
Untuk memperkirakan beratnya keracunan, hal ini penting untuk mempertimbangkan waktu
sejak saat menelan racun dan membandingkannya dengan kadar racun dalam plasma, bila ada
alatnya. Pentingnya waktu dalam mengevaluasi kadar plasma telah diperlihatkan dengan baik
terutama untuk keracunan aspirin. Kadar aspirin 50 mg/dL 4-6 jam setelah penelanan hanya
dihubungkan dengan keracunan ringan: kadar yang sama yang diperoleh 36 jam setelah
keracunan dihubungkan dengan keracunan yang sangat berat. Dasar dan hubungan ini terletak
pada fakta bahwa manifestsi klinik dan efek toksik pada beberapa organ sasaran, seperti otak
dengan jelas dapat terlambat muncul beberapa waktu setelah tercapai kadar puncak dalam darah.
Universitas Gadjah Mada 10
Kadar Toksin dalam Darah
Catatan: Terapi suportif tidak boleh ditunda sampai ada laporan hasil pemeriksaan laboratorium.
Terdapat gawat darurat keracunan akut dalam jumlah relatif kecil yang memerlukan pengukuran
kadar racun dalam darah untuk mengevaluasi beratnya keracunan dan unstuck petunjuk
penatalaksanaan. Contohnya termasuk keracunan asetaminofen, aspirin, litium, karbon
monoksida, digoksin, karbarnazepin, dan teofihin, Keracunan dengan etanol, metanol, dan etilen
glikol biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinik tetapi harus dikonfirmasi dengan
laboratorium toksikologi. Analisis kuantitatif darah dan urin untuk obat sedatif-hipnotik hanya
penting jika prosedur suportif sederhana tidak tampak adekuat dan terutama bila tindakan dialisis
perlu dipertimhangkan, misalnya pada keracunan fenoharbital. Penyaringan yang luas dengan
pemeriksaan kuantitatif harus dikerjakan pada kasuskasus yang dicurigai kematian otak. Pada
Tabel 60-5 Terdapat obat-obat sedalifhipnotik yang umum terdapat, parameter kinetiknya, dan
cara pengobatannya.
Dekontaminasi
Prosedur dekontaminasi harus dilakukan setelah penilaian diagnostik awal dan evaluasi
laboratirum dikerjakan. Dekontaminasi mencakup tindakan mengeluarkan toksin dan kulit atau
saluran cerna.
A. Kulit: Pakaian yang terkontaminasi harus ditanggalkan semuanya dan diamankan untuk
dianalisis. Penetrasi toksin melalui kulit sukar diteliti tetapi harus diantisipasi. Pencucian
berulang-ulang dengan sabun dan jumlah air yang banyak harus dilakukan.
B. Saluran Cerna: Terdapat pendapat yang bertentangan mengenai efektivitas dan
dekontaminasi usus, khususnya bila pengobatan dimulai Iebih dari 1 jam setelah penelanan zat.
Beberapa ahli menganjurkan pemberian arang aktif sederhana tanpa didahului pengosongan
lambung pada pasien tertentu.
Peringatan: Melindungi saluran napas adalah merupakan hal yang sangat esensial. Harus
disediakan semua peralatan gawat darurat yang diperlukan, seperti penghisap. Kejang, refleks
muntah yang negatif, dan ulserasi membran mukosa mulut merupakan kontra indikasi untuk
tindakan merangsang muntah. Bilasan lambung dikontra indikasikan jika saluran pernapasan
berisiko (misalnya, pada pasien yang tidak sadar dengan refleks muntah yang tidak ada). Zat-zat
asam dan alkali yang korosif harus diencerkan tetapi tidak boleh dilakukan netralisasi. Para
penolong tidak boleh menaruh jari-jarinya dalam kerongkongan pasien dan tidak boleh
menggunakan air garam atau mustard sebagai zat emetik. Universitas Gadjah Mada 11
1. Muntah- Induksi muntah dapat dilakukan dengan pemberian sirup ipekak per oral sebanyak
30 mL untuk orang dewasa atau 10-15 ml untuk anak-anak, hilang diperlukan dapat diulang
setiap setelah 15 menit, (Ekstrak cairan ipekak harus dihindari karena konsentrasi emetiknya
tinggi dan merupakan alkaloid yang toksik terhadap jantung.) Penggunaan ipekak di rumah telah
didokumentasikan aman dan efektif serta harus merupakan bagian dan pengobatan gawat darurat
keracunan pada anak-anak di rumah. Ipekak merupakan obat yang efektif, babkan juga efektif
jika digunakan dalam dosis berlebihan. Ipekak tidak boleh digunakan bila dicurigai keracunan
dengan suatu konvulsan (misalnya, antidepresan tnsiklik), karena kejang dapat timbul secara
mendadak dan aspirasi sangat mungkin terjadi bila sedang dalam kejang. Apomorfin jauh lebih
toksik daripada ipekak, terutama pada anak, ena efek emetiknya yang menetap dan menyebabkan
depresi sistem saraf pusat. mortin tidak boleh digunakan.
2. Bilasan lambung- Bilasan lambung dapat dilakukan bila pasien terjaga (sadar atau bila
saluran napas telah dilindunsi oleh pipa endotrakeal (Gambar 60-4). Pipa yang digunakan harus
sebesar mungkin. Untuk mencegah hipotermia, arutan bilasan (umurnnya larutan gararn 0,9%)
hatus diberikan dalam suhu yang sarna dengan suhu tubuh.
3. Katarsis- Pemberian obat katartik akan mempercepat pengeluaran toksin dan saluran cerna
dan mengutang; absorpsi, walaupun tidak ada penelitian terkelola yang dilakukan untuk ini.
Dokter anak telah melaporkan bahwa setelah pembenan obat-obat katartik, mereka menemukan
keseluruhan tablet dalam tinja-khususnya tablet yang bersalut enterik. Jika diberikan arang aktif,
tindakan ini sekaligus menandai tinja dengan arang aktif, sehingga dapat diperkirakan total
waktu transit saluran cerna. Sorbitol (70%) merupakan obat katartik yang lebih disukai.
Magnesium sulfat dapat juga diberikan jika fungsi ginjal tidak rusak. Obat-obat katartik dengan
dasar minyak tidak bermanfaat dan mungkin merugikan. Tabel 60-6 bensi daftar beberapa
katartik yang umum terdapat.
4. Arang Aktif
Dose
Adult and child
Initial dose: 1 g/kg body weight or 10:1 ratio of activated charcoal drug, whichever is greater.
Following massive ingestions, 2 g/kg may be indicated; however, it may be difficult to
administer doses in excess of 100 g.
Repetitive doses
0.5 to 1 g/kg body weight every 2 to 6 h tailored to the dose and dosage form of drug ingested
(larger doses and shorter dosing intervals may occasionally be indicated). Note: Do not use
repetitive doses of cathartics routinely.
Procedure Universitas Gadjah Mada 12
1. Add 4-8 parts of water to chosen quantity of activated charcoal, if In powdered form. This will
form a transiently stable slurry that the patient can drink or have placed down an urogastric hose.

2. The activated charcoal can be given in a mixture with the chosen cathartic.

3. If the patient vomits the dose, it should be repeated. Smaller, more frequent, or continuous
nasogastric ad ministration may be better tolerated. An antiemetic is sometimes needed.

4. Repetitive doses are probably useful for drugs with a small volume of distribution, low plsrna
protein binding, biliary or gastric secretion, or active metabolites that recirculate.

Contraindications
Caustic acids or alkalis (ineffective, and will accumulate in burned areas, making endoscopy
difficult).
Ilues (for repetitive dosing).
Patients with a risk of aspiration and an unprotected airway.
Antidotum Spesifik
Konsep salah yang umum terdapat ialah bahwa untuk setiap racun ada dotumnya. Yang benar
adalah sebaliknya antidotum yang tersedia relatif sedikit yaitu hanya untuk beberapa golongan
toksin tertentu saja. Antidotum utama dan karakteristiknya terdapat pada Tabel 60-7. Obat-obat
ini merupakan tambahan untuk zat imunologi seperti antivenin ular (lihat bawah) dan antibodi
digoksin.
Tabel antidotum Uses
yang
direkomendasikan.
Therapeutic Agent
Activated charcoal General (adsorbent,
Antivenin gastrointestinal
(Crotalidae), dialysis)
Polyvalent (Wyeth) Crotalid snake bites
Antivenin Black widow spider
(Latrodectus bites
mactans) (MSD) Bradydysrhythmias,
Atropine cholinesterase
Botulinal antitoxin inhibitors
(ABE-Trivalent) (organophosphates,
Calcium chloride physostigmine)
Mushrooms:
clitocybe, inocybe
Botulism (available
from local health
department or
Centers for Disease
Control)
Oxalates, fluoride,
hydrofluoric acid,
ethylene glycol,
calcium channel
blockers,
Calcium gluconate Black widow spider
Cyanide kit (amyl bites, maesium
nitrite, sodium Hydrofluoric acid
nitrite, sodium bums, Black widow
thiosulfate) spider bites
Deferoxarnine Cyanide, hydrogen
mesylate (Desferal) sulfide
Dextrose in water Iron
(50%), (20%) Hypoglycemic
Diazepam (Valium) agents, patients with
Digoxin specific altered mental status
antibodies Seizuras, severe
(Digibind) agitation, stimulans
Dimercaprol (BAL, Digoxin, digitoxin,
British anti- and other cardiac
lewisite) glycosides
Diphenhydramine Arsenic, mercury,
(Benadryl) gold, lead
Dopamine HCl Extrapyramidal
Edrophomum reactions
chloride (Tensilon) (antipsychotics),
Ethanol injection allergic reactions
100% for dilution or Hypotension
10% Anticholinergic
Ethylenediaminetetr agents, diagnostic
aacetic acid test
(Calcium (myasthema gravis)
EDTA) Methyl alcohol,
Folinic acid/folic ethylene glycol
acid Lead, zinc, and
Glucagon other heavy metals
Haloperidol Methyl alcohol,
(Haldol) methotrexate
Ipecac, syrup of Beta blockers,
Magnesium sulfate calcium channel
(Epsom salts) or blockers,
magnesium citrate oral hypoglycemics
Magnesium sulfate General (as a major
injection tranquilizer)
Methylene blue (1% Emetic
solution) General cathartic
N-acelcysteine Digitalis,
(Mucornyst) hydrofluoric acid
Naloxone Methemoglobinemi
hydrochloride a
(Narcan) Acetaminophen
Niacinamide Opioids (agonists,
Nitroprusside partial agonisi
Norepinephrine Oxygen (Oxygen, hyperbaric)
(Levartetenol) d-Penicillamine
Phenobarbital
Phenytoin injection
Physostigmine salicylate (Antilirium)
Polyethylene glycol (Golytely)
Pralidoxime chloride (2-PAM-chloride)
(Protopam)
Protamine sulfate injection
Pyridoxine hydrochloride
Sodium bicarbonate (5% solution)
Sorbitol
Starch
Thiamine hydrochloride
Vitamin K, (Aquamephyton)

Metode Meningkatkan Eliminasi Toksin


Setelah prosedur diagnosis dan dekontarninasi yang tepat serta pemberian antidotum yang sesuai,
penting untuk rnempertimbangkan tindakan untuk meningkatkan eliminasi toksin, seperti
diuresis paksa, dialisis, atau prosedur pertukaran (exchance). Bila asien dapat mengeliminasi
toksin dengan cepat, periode waktu koma akan menjadi pendek, metbolit dibuang, Dan
kerusakan organ akan berkurang. Jadi, penting unstuck memiliki pengetahuan tentang
toksikokinetik racun.
Pada kasus takar lajak masif, jalur eliminasi dengan kapasitas terbatassering jenuh. Obat-obatan
yang telah terbukti memperlihatkan toksikokinetik yang bergantung pada konsentrasi dalam
keadaan takar lajak adalah etanol, salisilat, fenitoin, kioral hidrat, etklorvinol, beberapa
barbiturat, teofihin dan asetaminofen. Pada kasus-kasus yang menelan ohat toksik in, cara
unstuck memperkuat eliminasi yang rnengkontribusikan hersihan tubuh total dengan jelas dapat
memperbaiki basil klinik.
Teknik yang tersedia: Universitas Gadjah Mada 15
1. Prosedur dialisis, termasuk dialisis peritoneal, hemodialisis, dan hemoperfusi, secara teoritis
menarik perhatian sebagai suatu cara pengeluaran toksin yang dieliminasi melalui mekanisme
metabolik yang tidak dapat ditingkatkan.

2. Eliminasi melalui ginjal beberapa toksin ditingkatkan oleh perubahan pH urin. Alkalinisasi
urin bermanfaat pada kasus takar lajak salisilat atau fenobarbital. Diuresis paksa dengan volume
cairan yang berlebihan meningkatkan risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta
memperburuk fungsi paru.

Kesalahan yang sering terjadi dalam penatalaksanaan keracunan


Antidotum universal (arang roti panggang, mangnesium oksid, asam tannat) bermanfaat dan
malahan dapat merusak. Bila akan digunakan sirup ipekak, tersebut harus diberikan serentak dan
tidak boleh ditunda sampai di rumah sakit pada waktu prosedur evaluasi di ruang gawat darurat.
Pengalanian klinik, khususnya pada bagian anak-anak, menyatakan bahwa ipekak dapat
diberikan oleh orang awam, khususnya bila diinstruksikan oleh dokter melalui telepon.
Pada masa lampau, zat-zat asani dan alkali yang tertelan dinetralisasi; hal ini akan membebaskan
panas dan menambah destruksi jaringan. Pelarutan zat-zat kaustik dan asam lebih baik dilakukan.
Susu atau air dapat digunakan dalam jumlah yang berlebihan (sampai 15 mL/kg). lnduksi muntah
dengan menempatkan jan tangan dalarn tenggorokan atau dengan garam tembaga atau larutan
hipertonik akan merusak mulut dan esofagus. Penggunaan obat katartik dengan dasar minyak
dapat rnenyebabkan pneumonia lipid. Cairan pembilas yang banyak mengandung natniurn dan
fosfat dapat menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit yang berat. Hidrasi secara
berlebihan dapat memperburuk fungsi paru. Glukosa dalam jumlah besar dapat menurunkan
kadar fosfat dan kalium. Stimulan pernapasan dan obat analeptik tidak bermanfaat dan merusak
dalam gawat darurat toksik.
Pemantauan fungsi ginjal dan hati merupakan hal yang penting. Destruksi otot (rhabdomiolisis)
dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Pengasaman urin yang kurang hati-hati dapat
meningkatkan kemungkinan gagal ginjal sebagai hasil dari destruksi dan ekskresi mioglobin.
Kateter dalam vena dan arteri atau dalam kantung kemih dapat menjadi sumber infeksi. Jumlah
cairan yang hesar dalam suhu kamar atau prosedur dialisis dapat menurunkan suhu tubuh dan
memperburuk fungsi kardiovaskular. Pengobatan suportif yang sesuai adakalanya dapat
memperpanjang masa hidup fisiologik pasien dengan gangguan neurologik. Walaupun demikian,
perlu sangat berhati-hati, dalam mendiagnosis kematian otak khususnya pada kasus dengan takar
lajak obat sedatif-hipnotik, pasien seperti ini dapat bangun kembali beberapa hari setelah tidak
adanya aktivitas EEG.

Anda mungkin juga menyukai

  • Gangguan Mood
    Gangguan Mood
    Dokumen47 halaman
    Gangguan Mood
    Erlin Irawati
    Belum ada peringkat
  • Status Dermatologikus
    Status Dermatologikus
    Dokumen5 halaman
    Status Dermatologikus
    Ferawati Wen
    Belum ada peringkat
  • 528789
    528789
    Dokumen1 halaman
    528789
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Penatalaksanaan Umum Keracunan
    Penatalaksanaan Umum Keracunan
    Dokumen1 halaman
    Penatalaksanaan Umum Keracunan
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Penatalaksanaan Umum Keracunan PDF
    Penatalaksanaan Umum Keracunan PDF
    Dokumen15 halaman
    Penatalaksanaan Umum Keracunan PDF
    Rizka Desti Ayuni
    Belum ada peringkat
  • Iii. Penatalaksanaan Umum Keracunan Identifikasi Keracunan
    Iii. Penatalaksanaan Umum Keracunan Identifikasi Keracunan
    Dokumen25 halaman
    Iii. Penatalaksanaan Umum Keracunan Identifikasi Keracunan
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Iii. Penatalaksanaan Umum Keracunan Identifikasi Keracunan
    Iii. Penatalaksanaan Umum Keracunan Identifikasi Keracunan
    Dokumen25 halaman
    Iii. Penatalaksanaan Umum Keracunan Identifikasi Keracunan
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Wa0006
    Wa0006
    Dokumen6 halaman
    Wa0006
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Dokumen29 halaman
    BAB II Fix
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Lntoksikasi Sering Disebabkan Karena Kecelakaan Atan Disengaja Termasuk Pada Usaha
    Lntoksikasi Sering Disebabkan Karena Kecelakaan Atan Disengaja Termasuk Pada Usaha
    Dokumen3 halaman
    Lntoksikasi Sering Disebabkan Karena Kecelakaan Atan Disengaja Termasuk Pada Usaha
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien
    Status Pasien
    Dokumen8 halaman
    Status Pasien
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Lembar Persetujuan
    Lembar Persetujuan
    Dokumen1 halaman
    Lembar Persetujuan
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien (Fix)
    Status Pasien (Fix)
    Dokumen28 halaman
    Status Pasien (Fix)
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Dokumen29 halaman
    BAB II Fix
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Dokumen2 halaman
    BAB II Fix
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • DAPUS
    DAPUS
    Dokumen1 halaman
    DAPUS
    Leo Rinaldi
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen1 halaman
    Bab Ii
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Pendengaran Akibat Bising
    Gangguan Pendengaran Akibat Bising
    Dokumen13 halaman
    Gangguan Pendengaran Akibat Bising
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Dokumen29 halaman
    BAB II Fix
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen1 halaman
    Bab Ii
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen1 halaman
    Bab Ii
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Muhammad Jahari Supianto
    Belum ada peringkat