Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH BIOFARMASETIKA

Studi Biofarmasi Srdiaan Obat yang Diberikan Melalui Perkutan

Disusun Oleh :
A 163 043 MARIANUS BALAMAKIN

Kelompok :
VI (Enam )

21
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA BANDUNG YAYASAN
HAZANAH
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat hidayah dan
rahmat-Nya yang diberikan kepada kami berupa kesehatan rohani dan jasmani
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Biofarmasetiks yang dapat
diselesaikan dengan baik.

Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami banyak menemukan


hambatan, tetapi berkat dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang telah
membantu serta para dosen-dosen farmasi yang telah banyak membantu kami
dengan baik, kami dapat menyelesaikannya dengan baik. Untuk itu tidak lupa
kami mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam
membuat makalah ini hingga makalah biofarmasetika ini dapat terselesaikan
dengan baik.

Tidak lupa kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum
sempurna, oleh karena itu untuk memperbaiki makalah ini kami mengharapkan
kritik-kritik dan saran-saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya, serta dapat dimanfaatkan
dengan baik untuk menjadi pedoman bagi mata kuliah biofarmasetika selanjutnya.
Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Bandung, 15 April 2017

Kelompok VI (Enam)

21
21
DAFTAR ISI

Sampul................................................................................................................. 1
Kata Pengantar.................................................................................................... 2
Daftar Isi.............................................................................................................. 3
Bab. I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang............................................................................. 4
1.2 Tujuan.......................................................................................... 5
Bab. II Pembahasan
2.1 Anatomi dan fisiologi kulit.......................................................... 6
2.2 Pembuluh darah yang melewati tiap lapisan kulit....................... 9
2.3 Komponen dan karakteristik tiap lapisan kulit............................ 10
2.4 Faktor yang mempengaruhi liberasi, disolusi, serta absorbsi obat 14
2.5 Optimasi Ketersediaanhayati Sediaan Perkutan

Bab III. Penutup


3.1 Kesimpulan.................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA

21
BAB I

PE N DAH U LUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap
pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun kimia. Kulit merupakan sawar
fisiologik yang penting karena ia mampu manahan penembusan bahan gas,
cair maupun padat baik yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun
dari komponen organisme. Meskipun kulit relatif permeable terhadap
senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan-keadaan tertentu kulit dapat
ditembus oleh senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan
efek terapetik atau efek toksik, baik yang bersifat setempat maupun sistemik
(Yusriadi, 2014).
Kulit memiliki fungsi sebagai ; perlindungan awal dari tubuh
dengan lingkungan luar tubuh, melindungi jaringan yang lebih dalam dari
kerusakan fisik, kimia, dan mencegah masuknya mikroorganisme,
melindungi tubuh dari kehilangan cairan tubuh dengan mencegah,
penguapan air yang berlebihan, bertindak sebagai pengatur panas, tempat
penyimpanan pro vitamin d dan pembentukan vitamin D, merupakan salah
satu organ ekskresi, yaitu melalui keringat, sebagai organ pengindra, sebagai
tempat pembentukan kolagen.
Kulit, organ terbesar dalam tubuh manusia, terdiri dari dua lapisan:
epidermis dan dermis. Di bawah dermis terletak subkutan, yang sebagian
besar terdiri dari sel lemak. Epidermis membentuk lapisan luar. Di dasar
lapisan ini, sel-sel terus menerus terbagi, membentuk sel-sel baru. Dermis
membentuk lapisan di bawah epidermis dan lebih tebal dari epidermis.
Dermis terutama terdiri dari serat kolagen dan elastin. Hal ini juga berisi
pembuluh darah, saraf, organ-organ sensorik, kelenjar sebaceous, kelenjar
keringat, dan folikel rambut. Subkutan, lapisan ini terletak di bawah dermis
dan terdiri dari sel-sel lemak (Shai, A., dkk., 2009).

21
Pada molekul yang dapat diserap, derajat penembusan dapat
diubah dengan menggunakan bahan pembawa yang sesuai, dengan
komposisi yang dapat mendorong pelepasan zat aktif sedemikian agar dapat
mencapai jaringan tempat ia menunjukkan aksi teraupetiknya (Yusriadi,
2014).
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai anatomi fisiologi
kulit ; pembuluh darah yang melewati tiap lapisan kulit ; komponen dan
karakteristik tiap lapisan kulit ; faktor yang mempengaruhi liberasi, disolusi,
serta absorbsi obat.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi kulit
2. Mengetahui dan memahami pembuluh darah yang melewati tiap lapisan
kulit
3. Mengetahui dan memahami komponen dan karakteristik tiap lapisan
kulit
4. Mengetahui dan memahami faktor yang mempengaruhi liberasi,
disolusi, serta absorbsi obat
5. Mengetahui dan memahami optimasi ketersediaanhayati sediaan
perkutan
6. Mengetahui dan memahami kriteria, kelebihan dan kekurangan obat
sediaan perkutan

21
B A B II
PE M B AH AS AN

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kulit

Menurut Anonim, (2011), anatomi dan fisiologi kulit adalah


sebagai berikut :

2.1.1 Struktur Kulit

1. Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,


2. Kulit jangat (dermis, korium atau kutis), dan
3. Jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis
atau subkutis)

Sumber : Shai, A., dkk., 2009

21
2.1.2 Fisiologi Kulit
Menurut Anonim, (2011), fisiologi kulit berdasarkan
anatominya, terbagi atas 3 lapisan yaitu :
a) Kulit Ari (epidermis)
Epidermis melekat erat pada dermis karena secara
fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan
antar sel dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding
kapiler dermis ke dalam epidermis.
1. Lapisan tanduk (stratum corneum),
Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung
sepanjang hidup, menjadikan kulit ari memiliki self repairing
capacity atau kemampuan memperbaiki diri.
2. Lapisan bening (stratum lucidum)
Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang
kecil kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat
dilewati sinar (tembuscahaya). Lapisan ini sangat tampak
jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi
bermula dari lapisan bening.
3. Lapisan berbutir (stratum granulosum)
tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang
mengandung butir-butir dalam protoplasmanya, berbutir kasa
dan berinti mengkerut. Lapisan ini paling jelas pada kulit
telapak tangan dan kaki.
4. Lapisan bertaju (stratum spinosum)
Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang
berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan
pengantaran butir-butir melanin.
5. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak
melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan
lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan
benih terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas
atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.
b) Kulit Jangat (dermis)

21
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat,
memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar.
Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf
dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas,
dan dingin.
1. Kelenjar keringat
Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu
membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya
terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan
obat-obat tertentu.
2. Kelenjar palit
pada kulit kepala, kelenjar palit menghasilkan minyak untuk
melumasi rambut dan kulit Kepala.
c) Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)
Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan
atau penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam,
membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan.

21
2.2 Pembuluh Darah Yang Melewati Tiap Lapisan Kulit
Menurut Elizabeth J., Corwin, (1975), pembuluh darah yang berada
di tiap lapisan kulit :
a) Epidermis
Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah.
b) Dermis
Diseluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensorik dan
simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringat dan
palit (sebasea). Pembuluh darah didermis menyuplai makanan dan
oksigen dermis dan epidermis, dan membuang produk sisa.
Pembuluh darah di dermis. Fungsi utama darah adalah untuk
mengangkut nutrisi dan oksigen ke setiap organ dalam tubuh, termasuk
kulit, dan untuk menghilangkan produk-produk limbah dan karbon
dioksida yang dihasilkan dalam berbagai sel tubuh. Perhatikan bahwa
tidak ada pembuluh darah di epidermis. epidermis menerima nutrisi dan
oksigen langsung dari dermis, yang kaya dengan pembuluh darah (Avi
Shai, 2009).
Dalam dermis, pembuluh darah (kelanjutan dari pembuluh darah
yang lebih besar lebih dalam tubuh) cabang yang kecil dan pembuluh
darah yang lebih kecil yang menutupi seluruh area kulit. Pelebaran dan
penyempitan (dilatasi dan penyempitan) pembuluh darah terjadi sebagai
respon terhadap perubahan suhu, untuk membentuk suatu mekanisme
penting untuk mengendalikan suhu tubuh. Dilatasi hasil pembuluh
darah dalam kulit menjadi merah jambu, atau bahkan merah seperti
merona atau ketika suhu naik (Avi Shai, 2009).

21
2.3 Komponen dan Karakteristik Tiap Lapisan Kulit
Menurut Anonim, (2011), komponen dan karakteristik tiap lapisan
kulit adalah sebagai berikut :
a) Epidermis
Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis
memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang
merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.
Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :
1. Lapisan tanduk (stratum corneum),
Lapisan tanduk sebagian besar terdiri atas keratin yaitu
sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten
terhadap bahan-bahan kimia, dikenal dengan lapisan horny. Lapisan
horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan
digantikan sel baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya
28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit terasa sedikit kasar. Proses
pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup,
menjadikan kulit ari memiliki self repairing capacity atau
kemampuan memperbaiki diri. Dengan bertambahnya usia, proses
keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60-
tahunan, proses keratinisasi membutuhkan waktu sekitar 45-50 hari,
akibatnya lapisan tanduk yang sudah menjadi kasar, lebih kering,
lebih tebal, timbul bercak putih karena melanosit lambat bekerjanya
dan penyebaran melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat
digantikan oleh lapisan tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada
lapisan ini sangat kecil, dan lapisan ini sangat efektif untuk
mencegah terjadinya penguapan air dari lapis-lapis kulit lebih dalam
sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit. Lapisan tanduk
memiliki daya serap air yang cukup besar.
2. Lapisan bening (stratum lucidum)
Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan
barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai
penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan bening
terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan

21
bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya).
Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak
kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.
3. Lapisan berbutir (stratum granulosum)
Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel
keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir dalam
protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini
paling jelas pada kulit telapak tangan dan kaki.
4. Lapisan bertaju (stratum spinosum)
Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan
malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan
perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika
sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju.
Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut
protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa
baris. Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak
(polygonal), dan makin ke arah permukaan kulit makin besar
ukurannya. Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang
berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan
pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis taju yang
lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis.
Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang
khas; inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung
kolesterol, asam amino dan glutation.
5. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel
torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan
dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina
basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup
besar terhadap pengaturan metabolisme demoepidermal dan fungsi-
fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah

21
banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan
lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih
terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas atau melanosit)
pembuat pigmen melanin kulit.
b) Kulit Jangat (dermis)
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa,
tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar
palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening,
dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili). Sel-sel umbi rambut
yang berada di dasar kandung rambut, terus-menerus membelah dalam
membentuk batang rambut. Kelenjar palit yang menempel di saluran
kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit
melalui muara kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit
sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan
rata-rata kulit jangat diperkirakan antara 1-2 mm dan yang paling tipis
terdapat di kelopak mata serta yang paling tebal terdapat di telapak
tangan dan telapak kaki. Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-
serat, matriks interfibrilar yang menyerupai selai dan sel-sel. Pada
dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat
membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein
ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan
penunjang, karena fungsinya adalah membentuk jaringan-jaringan kulit
yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit. Berkurangnya protein
akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah mengendur
hingga timbul kerutan. Faktor lain yang menyebabkan kulit berkerut
yaitu faktor usia atau kekurangan gizi. Dari fungsi ini tampak bahwa
kolagen mempunyai peran penting bagi kesehatan dan kecantikan kulit.
Perlu diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit jangat dapat
menimbulkan cacat permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak
memiliki kemampuan memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit
ari. Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu
kelenjar keringat dan kelenjar palit.

21
1. Kelenjar keringat
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar)
dan duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada
permukaan kulit, membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh
dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat di
permukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak.
Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang
sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang
oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu.
2. Kelenjar palit
Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit
dan menjaga kelunakan rambut. Kelenjar palit membentuk sebum
atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki,
kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian
muka. Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu
kelenjar palit atau kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran
folikel rambut. Pada kulit kepala, kelenjar palit menghasilkan
minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala. Pada kebotakan
orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar sebasea
membesar sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan
termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit
atau kelenjar sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak
sehingga memudahkan timbulnya jerawat.
c) Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh
darah dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan
kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju
lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan
atau penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam,
membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan
kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling
tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia
menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga

21
menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, akan
berkurang lemaknya dan akibatnya kulit akan mengendur serta makin
kehilangan kontur.

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Liberasi, Disolusi, Serta Absorbsi Obat

Menurut M.T Simanjuntak (2006), berbagai faktor yang


mempengaruhi proses LDA obat pada pemberian secara perkutan

a) Penyerapan (Absorbsi)
Sampai saat ini secara keseluruhan dari proses penyerapan
secara perkutan obat, belum diketahui. Kajian yang telah dilakukan
hanya terbatas pada faktor-faktor yang dapat mengubah ketersediaan
hayati zat aktif yang terdapat dalam sediaan yang dioleskan pada kulit,
seperti :
1. Lokalisasi Sawar (Barrier)
Kulit mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik
yang dapat mencegah masuknya bahan-bahan kimia dan hal ini
terutama disebabkan oleh adanya lapisan tipis lipida pada
permukaan, lapisan tanduk dan lapisan epidermis malfigi. Pada
daerah ini, ditemukan juga suatu celah yang berhubungan langsung
dengan kulit bagian dalam yang dibentuk oleh kelenjar sebasea
yang membatasi bagian luar dan cairan ekstraselular, yang juga
merupakan sawar tapi kurang efektif, yang terdiri dari sebum dan
deretan sel-sel germinatif.
Peranan lapisan lipids yang tipis dan tidak beraturan
pada permukaan kulit (0,4 - 4 m) terhadap proses penyerapan
(absorpsi) dapat diabaikan. Peniadaan dari lapisan tersebut oleh
eter, alkohol atau sabun-sabun tertentu tidak akan mengubah secara
nyata permeabilitas kulit (Tregear, R, T. thn 1966), keadaan yang
sama juga terjadi setelah pengolesan pada permukaan kulit yang
mempunyai sebum setebal 30 m (Eligman, A, M. thn 1963).

21
Lapisan lipida dapat ditembus senyawa-senyawa lipofilik
dengan cara difusi dan adanya kolesterol menyebabkan senyawa
yang larut dalam air dapat teremulsi.
Sawar (barrier) kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk
(stratum corneum), namun demikian pada cuplikan lapisan tanduk
(stratum corneum) terpisah, juga mempunyai permeabilitas yang
sangat rendah dan kepekaan yang sama seperti kulit utuh (Sprott
W, E,. thn 1965 dan Scheuplein R, J,. dkk, thn 1669). Lapisan
tanduk berperan melindungi kulit (TregearR, T, thn 1966; Blank I.
H, dkk, thn1969). Deretan sel-sel pada lapisan tanduk saling
berikatandengan kohesi yang sangat kuat dan merupakan
pelindung kulit yang paling efisien. Sesudahpenghilangan lapisan
tanduk (stratum corneum), impermeabilitas kulit dipengaruhi oleh
regenerasi sel; dalam 2 (dua) atau 3(tiga) hari meskipun ketebalan
lapisan tanduk (stratum corneum) yang terbentuk masih sangat
tipis, namun lapisan tersebut telah mempunyaikapasitas
perlindungan yang mendekati sempurna (Matoltsy A, G, dkk, thn
1962; Monash S,dkk, thn 1963).
Dengan demikian epidermis mempunyai 2 (dua) jenis
pelindung, yang pertama adalah pelindung sawar spesifik yang
terletak pada lapisan tanduk (stratum corneum) yang salah satu
elemennya berasal dari kulit dan bersifat impermeabel, dan
pelindung yang kedua terletak di sub-junction dan kurang efektif,
dibentuk oleh epidermis hidup yang permeabilitasnya dapat
disamakan dengan membran biologis lainnya. Pada sebagian besar
kasus, proses pergantian kulit diatur oleh lapisan tanduk (stratum
corneum) yang impermeabel dan akan membentuk suatu pelindung
terbatas.
2. Jalur Penembusan (Absorbsi)
Penembusan = penetrasi = absorbsi perkutan, terdiri dari
pemindahan obat dari permukaan kulit ke stratum corneum,
dibawah pengaruh gradien konsentrasi, dan berikutnya difusi obat

21
melalui stratum corneum yang terletak dibawah epidermis,
melewati dermis dan masuk kedalam mikro sirkulasi.
Jumlah total daya difusi (Rkulit) untuk penembusan
melalui kulit dijelaskan oleh Chen sbb :
R = Rsc + Re + Rpd
Dimana :
R = Daya difusi
sc = stratum corneum
E = epidermis
pd = lapisan papilla dari dermis
Kulit, karena sifat impermeabilitasnya maka hanya dapat
dilalui oleh sejumlah senyawa kimia dalam jumlah yang sedikit.
Penembusan molekul dari luar ke bagian dalam kulit secara nyata
dapat terjadi, baik secara difusi melalui lapisan tanduk (stratum
corneum) maupun secaradifusi melalui kelenjar sudoripori atau
organ pilosebasea.
3. Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan
Perkutan
Surfaktan amonik dan kationik juga tertahan di lapisan
tanduk atau rambut (Scott G. V, dkk, thn 1669), adanya muatan ion
mempakan penyebab terjadinya pembentukan ikatan ionik dengan
protein dari keratin (Idson B, J, thn 1967). Intensitas penahanan
akan berbanding lurus dengan ukuran dan muatan kation atau
anion. Akibat pengikatan ini maka umumnya surfaktan dengan
konsentrasi tinggi akan merusak struktur lapisan tanduk
(Scheuplein R, J, dkk, thn 1970), menyebabkan peningkatan
kehilangan air dan terjadi suatu iritasi yang bermakna. Pada
konsentrasi surfaktan yang rendah terjadi keadaan sebaliknya,
ikatan sediaan kosmetika tertentu dengan lipida akan
mempermudah penyerapan sediaan ini pada lapisan tanduk dan
dengan demikian meningkatkan kerja pelembutan kulit (Idson B, J,
thn 1967).

21
Penahanan senyawa pada lapisan tanduk akan mengurangi
resiko keracunan karena akan mencegah terjadinya penyerapan
sistemik. Lapisan tanduk (stratum corneum) bukan merupakan satu
satunya penyebab terjadinva fenomena penahanan senyawa pada
kulit; dalam hal tertentu dermis berperanan sebagai depo.
b) Faktor fisiologik yang mempengaruhi penyerapan perkutan
1. Keadaan dan Umur Kulit
Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang
efektif dan efektivitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan
kerusakan pada sel-sel lapisan tanduk.Pada keadaan patologis yang
ditunjukkan oleh perubahan sifat lapisan tanduk (stratum corneum);
dermatosis dengan eksim, psoriasis, dermatosis seborheik, maka
permiabilitas kulit akan meningkat. Scott, thn 1959, telah
membukfkan bahwa kadar hidrokortison yang melintasi kulit akan
berkurang bila lapisan tanduk berjamur dan akan meningkat, pada
kulit dengan eritematosis. Hal yang sama juga telah dibuktikan bila
kulit terbakar atau luka.Bila stratum corneum rusak sebagai akibat
pengikisan oleh plester , maka kecepatan difusi air, hidrokortison
dan sejumlah senyawa lain akan meningkat secara nyata
2. Aliran Darah
Perubahan debit darah ke dalam kulit secara nyata akan
mengubah kecepatan penembusan molekul. Pada sebahagian besar
obat obatan, lapisan tanduk merupakan faktor penentu pada proses
penyerapan dan debit darah selalu cukup untuk menyebabkan
senyawa menyetarakan diri dalam perjalanannya. Namun, bila kulit
luka atau bila dipakai cara iontoforesis untuk zat aktif, maka
jumlah zat aktif yang menembus akan lebih banyak dan peranan
debit darah merupakan faktor yang menentukan. Demikian pula
bila kapasitas penyerapan oleh darah sedikit atau hiperemi yang
disebabkan pemakaian senyawa ester nikotinat, maka akan terjadi
peningkatan penembusan. Akhimya, penyempitan pembuluih darah
sebagai akibat pemakaian setempat dari kortikosteroida akan
mengurangi kapasitas alir dari darah, menyebabkan pembentukan

21
suatu timbunan (efek depo) pada lapisan kulit dan akan
mengganggu penyerapan senyawa yang bersangkutan.
3. Tempat pengolesan
Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama, akan
berbeda dan tergantung pada susunan anatomi dari tempat
pengolesan: kulit dada, punggung, tangan atau lengan. Perbedaan
ketebalan terutama disebabkan oleh ketebalan lapisan tanduk
(stratum corneum) yang berbeda pada setiap bagian tubuh, tebalnya
bervariasi antara 9 pm untuk kulit kantung zakar sampai 600 pin
untuk kulit telapak tangan dan telapak kaki.
4. Kelembaban dan Temperatur
Pada keadaan normal, kandungan air dalam lapisan tanduk
rendah, yaitu 5-15%, namun dapat ditingkatkan sampai 50%
dengan cara pengolesan pada permukaan kulit suatu bahan
pembawa yang dapat menyumbat: vaselin, minyak atau suatu
pembalut impermeabel. Peranan kelembaban terhadap
penyerapan perkutan telah dibuktikan oleh Scheuplein R, J,
dkk, thn 1971; stratum corneum yang lembab mempunyai
afinitas yang sama terhadap senyawa-senyawa yang larut dalam
air atau dalam lipida. Sifat ini disebabkan oleh struktur histologi sel
tanduk dan oleh benang-benang keratin yang dapat mengembang
dalam air dan pada media lipida amorf yang meresap di sekitarnya.
Kelembaban dapat mengembangkan lapisan tanduk dengan cara
pengurangan bobot jenisnya atau tahanan difusi. Air mula-mula
meresap di antara janngan jaringan, kemudian menembus ke dalam
benang keratin, membentuk suatu anyaman rangkap yang stabil
pada daerah polar yang kaya air dan daerah non polar yang kaya
lipida.

Menurut Howard C., Ansel (2008), faktor-faktor yang berperan


dalam absorbsi perkutan dari obat adalah sifat dari obat itu sendiri, sifat dari
pembawa, kondisi dari kulit dan adanya uap air. Walaupun sukar untuk
diambil kesimpulan umum, yang dapat diberlakukan pada kemungkinan

21
yang dihasilkan oleh kombinasi obat, pembawa dan kondsi kulit, tapi
konsensus temuan hasil penelitian mungkin dapat disimpulkan sebagai
berikut :

1. Obat yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus bersatu pada


permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup.
2. Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah
obat yang diabsorbsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap
periode waktu, bertambah sebanding dengan bertambahnya
kkonsentrasi obat dalam suatu pembawa.
3. Semakin banyak obat diserap dengan cara absorbsi perkutan apabila
bahan obat dipakai pada permukaan yang lebih luas.
4. Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar
pada kulit dari pada terhadap pembawa, supaya obat dapat
meninggalkan pembawamenuju kulit.
5. Beberapa derajat kelarutan bahan obat baik dalam minyak dan air
dipandang penting untuk efektivitas absorbsi perkutan. Pentingnya
kelarutan obat dalam air ditunjukan oleh adanya konsentrasi pada
daerah absorbsi dan koefisien partisi sangat mempengaruhi jumlah yang
dipindahkan melalui tempat absorbsi. Zat terlarut bobot molekul yang
dibbawah 800 sampai 100 dengan kelarutan yang sesuai dalam minyak
mineral dan air (>1mg/mL) dapat meresapkedalam kulit.
6. Absorbsi obat nampaknya ditingkatkan dari pembawa yang dapat
dengan mudah menyebar dipermukaan kulit, sesudah dicampur dengan
cairan berlemak dan membawa obat untuk berhubungan dengan
jaringan sel untuk absorbsi.
7. Pembawa yang meningkatkan jumlah uap air yang ditahan kulit
umumnya cenderung baik bagi absorbsi pelarut obat. Pembawa yang
bersifat lemak bekerja sebagai penghalang uap air sehingga keringat
tidak dapat menembus kulit dan tertahan pada kulit sehingga umunya
menahasilkan hidrasi dari kulit dibawah pembawa.
8. Hidrasi dari kulit umunya fakta yang paling penting dalam absorbsi
perkutan. Hidrasi sratum corneum tampaknya meningkatkan derajat
lintasan dari semua obat yang mempenetrasi kulit. Peningkatan absorbsi

21
mungkin disebabkan melunaknya jaringan dan akibat pengaruh bunga
karang dengan penambahan ukuran pori-pori yang memungkinkan
arus bahan lebih besar, besar dan kecildapat melaluinya.
9. Hidrasi kulit bukan saja dipengaruhi oleh jenis pembawa (misalnya
bersifat lemak) tetapi juga oleh ada tidaknya pembungkus dan
sejenisnya ketika pemakaian obat. Pada umunya pemakaian
pembungkusyang tidak menutup seperti pembawa yang bercampur
dengan air, akan mempengaruhi efek pelembab dari kulit
melaluipenghalang penguapan keringat dan oleh karena itu
mempengaruhi absorbsi. Penutup yang menutup lebih efektif daripada
anyaman jarang dari pembungkus yang tidak menutup.
10. Pada umunyan penggosokan atau pengolesan waktu pemakaian pada
kulit akan meningkatkan jumlah obat yang diabsorbsi dan semakin lama
mengoleskan dengan digosok-gosok, semakin banyak piula obat yang
diabsorbsi.
11. Absorbsi perkutan nampaknya apabila obat dipakai pada kulit dengan
lapisan tanduk yang tipis daripada yang tebal. Jadi, tempat pemakaian
mungkin bersangkut paut dengan derajat absorbsi, dengan absorbsi dari
kulit yang ada penebalannya atau tempat yang tebal seperti telapak
tangan dan kaki secara komparatif lebih lambat.

Pada umumnya, semakin lama waktu pemakaian obat menempel


pada kulit, semakin banyak kemungkinan absorbsi. Bagaimanapun juga
perubahan dahidrasi kulit sewaktu pemakaian atau penjenuhan kulit
oleh obat, akan menghambat tambahan absorbsi.

2.5 Optimasi Ketersediaanhayati Sediaan Perkutan

2.5.1 Faktor Fisiko Kimia

2.5.1.1 Tetapan difusi

Tetapan difusi suatu membrane berkaitan dengan tahanan yang


menunjukan keadaan perpindahan. Dikaitkan dengan gerakan Brown,
tetapan difusi merupakan fungsi bobot molekul senyawa dan interaksi kimia

21
dengan konstituen membran; ia juga tergantung kekentalan media dan suhu
(9).

Bila molekul zat aktif dapat dianggap bulat dan molekul


disekitarnya berukuran sama, maka dengan menggunakan hokum Stoke
Einstein dapat ditentukan nilai tetapan difusi.

'
k .T
D= 6 .r.

k = tetapan Boltzman

T = suhu mutlak

r = jari-jari molekul yang berdifusi

= kekentalan lingkungan

Senyawa dengan bobot molekul rendah akan berdifusi lebih cepat


dari pada senyawa dengan bobot molekul tinggi (9,75,76), paling tidak
karena dengan membentuk ikatan dengan konstituen membrane. Pada
keadaan tersebut, jumlah yang diserap berbanding terbalik dengan bobot
molekul. Marzulli (77) membuktikan bahwa alkoilfosfat, trimetilfosfat
dengan bobot molekul 140 diserap tiga kali lebih banyak dibandingkan
triisopropilfosfat dengan bobot molekul 224.

2.5.1.2 Konsentrasi zat aktif

Menurut Scheuplein dan Blank (55), hokum Fick hamper selalu


dapat diterapkan untuk menjelaskan keadaan penyerapan gas perkutan, ion
atau molekul non elektrolit. Beberapa pengecualian hokum ini dapat
dijumpai apabila senyawa yang diserap dapat merubah struktur kulit,
misalnya menyebabkan pengendapan protein kulit (80,81).

Jumlah yang diserap setiap satuan luas permukaan dan satuan


waktu adalah sebanding dengan konsentrasi senyawa dalam media
pembawa. Hal ini dibuktikan pada larutan encer butanol dalam air yang

21
melintasi epidermis kulit manusia terpisah (59) dan pada sejumlah obat
seperti misalnya steroida: flukloronida, betametason, kortison dan lain-lain.

Bila zat aktif dengan konsentrasi tinggi dioleskan pada permukaan


kulit, hokum Fick tida lagi diterapkan Karena adanya perubahan struktur
membrane sebagai akibat konsentrasi yang tinggi, mungkin terjadi
perubahan koefisien partisi antara pembawa dan sawar kulit.

2.5.1.3 Koefisien partisi

Pengaruh koefisien partisi antara lapisan tanduk dan pembawa


suatu senyawa yang diserap, telah dibuktikan oleh Treherne (53) yang
meneliti hubungan antara penyerapan perkutan berbagai senyawa organic
dalam larutan berair terhadap koefisien partisi eter-air, dan terbukti bahwa
keterserapan bahan aktif yang lebih tinggi lebih penting dibandingkan
koefisien partisi.

Koefisien partisi pada umumnya ditentukan dari percobaan dengan


menggunakan campuran dua fase yaitu air dengan pelarut organic yang
tidak tercampur dengan air, misalnya minyak tanaman, kloroform, oktanol,
bensena, eter, isopropyl miristat, yang mencerminkan membrane biologic
lipofil. Penggunan pelarut yang terakhir ini menurut Katz (88) memberikan
hasil yang lebih mendekati kenyataan.

Keseimbangan pembagian senyawa diantara kedua fase yang ada,


yaitu koefisien partisi dinyatakan dengan persamaan:

Cs
Cp = Ce

Cs dan Ce adalah konsentrasi molekul dalam pelarut organic dan


dalam air.

Hanya ada satu cara pengukuran obyektif tentang penyebaran


senyawa yang diserap pada lapisan tanduk dan pembawa yaitu penetapan
koefisien partisi antara bagian stratum corneum dan pembawa. Prosedur ini

21
pertama kali diungkapkan oleh Sceuphlein (58) pada penelitian tentang
penyerapan alcohol alifatik. Peniliti tersebut membuktikan bahwa tetapan
permeabilitas berbagai larutan alcohol dalam media berair dan koefisien
partisi antara lapisan tanduk dan lapisan air berbanding lurus; hal yang sama
terjadi pada larutan steroida dalam air (17).

Kofisien partisi anatara stratum corneum pembawa ditentukan


dengan keseimbangan pembagian molekul, keadaan ini hanya tercapai
setelah kontak yang lama antara lapisan tanduk dengan pembawa. Lapisan
tanduk (stratum corneum) yang terendam dalam air, jauh lebih lembab
dibandingkan dengan normal; sebaliknya pada pelarut glikol yang sukar
dibahasi maka perubahan struktur hanya mengakibatkan sedikit perubahan
permeabilitas (58).

Koefisien partisi yang tinggi mencerminkan afinitas senyawa yang


diteliti terhadap pembawa; koefisien partisi yang mendekati satu
menunjukan bahwa molekul bergerak dalam jumlah yang sama menuju
lapisan tanduk dan pembawa. Dengan demikian senyawa yang mempunyai
afinitas sangat tinggi terhadap pembawa tidak dapat berdifusi dalam lapisan
tanduk. Nilai koefisien partisi tidak hanya berkaitan dengan kelarutan
relative senyawa yang menembus lapisan tanduk, tetapi juga mencerminkan
pengikatan yan reversible antara senyawa-membran.

2.5.2 Pemilihan Pembawa

2.5.2.1 Kelarutan dan keadaan termodinamika

2.6 Kriteria, Kelebihan dan Kekurangan Obat Sediaan Perkutan

1. Kriteria obat sediaan perkutan


a) Sifat fisika-kimia yang cocok
BM (< 500 Da)
Koefisien partisi
Titik Lebur (< 200oC)
b) Tdak iritasi pada kulit (Irritant Dermatitis, Alergik Dermatitis)
c) Clinical need
Pemakaian Lama

21
Menyenangkan pasien
Efek yang tidak diinginkan pada non target tissue

2. Kelebihan obat sediaan perkutan


a) Menghindari metabolisme lintas pertama obat
b) Mengurangi terjadinya fluktuasi kadar obat dalam plasma, sehingga
mengurangi efek samping yang mungkin terjadi;
c) Cocok untuk obat-obat dengan waktu paruh yang pendek dan indek
terapetik yang kecil
d) Mencegah rusaknya obat-obat yang tidak tahan terhadap pH saluran
pencernaan, dan juga mencegah terjadinya iritasi saluran cerna oleh
obat yang bersifat iritatif
e) Mudah untuk menghentikan pemberian obat jika terjadi kesalahan
dalam pemberian obat sehingga dapat mencegah terjadinya toksisitas
f) Mengurangi frekuensi pemberian dosis obat, meningkatkan ketaatan
pasien.

3. Kekurangan obat sediaan perkutan


a) Efek terapi yang timbul lebih lambat dibandingkan pemberian secara
oral
b) Tidak sesuai untuk obat-obat yg iritatif terhadap kulit
c) Hanya obat dengan kriteria tertentu (yang dapat menembus kulit),
sehingga tidak semua obat cocok untuk diberikan secara transdermal
d) Memerlukan desain formulasi khusus sehingga obat dapat efektif jika
diberikan secara transdermal

21
5.

21
B A B III
K E S I M PU LAN

Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Anatomi dan fisiologi kulit adalah :


a) Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,
Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional
epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma
yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam
epidermis
b) Kulit jangat (dermis, korium atau kutis),
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat,
memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-
masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi
mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin
c) Jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau
subkutis)
Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau
penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam, membentuk
kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan

2. Pembuluh darah di dermis. Fungsi utama darah adalah untuk mengangkut


nutrisi dan oksigen ke setiap organ dalam tubuh, termasuk kulit, dan untuk
menghilangkan produk-produk limbah dan karbon dioksida yang dihasilkan
dalam berbagai sel tubuh. Perhatikan bahwa tidak ada pembuluh darah di
epidermis. epidermis menerima nutrisi dan oksigen langsung dari dermis,
yang kaya dengan pembuluh darah (Avi Shai, 2009).

3. Komponen dan karakteristik tiap lapisan kulit adalah sebagai berikut :


a. Epidermis
Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu

21
- Lapisan tanduk (stratum corneum)
- Lapisan bening (stratum lucidum)
- Lapisan berbutir (stratum granulosum)
- Lapisan bertaju (stratum spinosum)
- Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
b. Kulit Jangat (dermis)
Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu
kelenjar keringat dan kelenjar palit.
c. Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah
dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit.

4. Faktor yang mempengaruhi proses LDA obat pada pemberian secara


perkutan:
a. Penyerapan absorbsi ;
- Lokalisasi Sawar (Barrier)
- Jalur Penembusan (Absorbsi)
- Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan Perkutan
b. Faktor fisiologik yang mempengaruhi penyerapan perkutan
- Keadaan dan Umur Kulit
- Aliran Darah
- Tempat pengolesan
- Kelembaban dan Temperatur

6.

21
DAFTAR PUSKATA

Anonim, 2011, Buku Ajar ; Anatomi dan Fisiologi Kulit, [file.upi.edu], Diakses
Tanggal 30/04/2014, Pukul 21.11 WITA.

Elizabeth J., Corwin, 1975, Handbook Of Phatophysiology, 3rd Ed, Lippincott


Williams & Wilkins, USA.
Howard C., Ansel 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI-Press, Jakarta.

M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005,


[USU Repository2006].

Shai, A., dkk., 2009, Handbook Of Skin Care, Second Edition, Replika Press Pvt
Ltd, India.

Swastika A. Et. Mufrod., 2013, Jurnal : Antioxidant Activity Of Cream Dosage


Form Of Tomato Ekstrak (Solanum Lycopersicum L.), Universitas Gadjah
Madah Muda, Yogyakarta

Yusriadi, 2014, Materi Kuliah Biofarmasetika, Program Studi Farmasi FMIPA,


Universitas Tadulako, Palu.

21

Anda mungkin juga menyukai