COLLIRIUM
OLEH :
Januari 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dalam melakukan kegiatan sehari hari selalu bersentuhan dengan debu.
Tanpa disadari debu tersebut dapat mengganggu kesehatan. Salah satunya adalah
kesehatan mata seperti iritasi.
Iritasi mata adalah terjadinya gangguan pada mata yang ditandai dengan timbulnya
gejala seperti mata terasa gatal, berair dan terasa perih. Iritasi mata yang dibiarkan akan
membuat kornea tergores karena butiran debu. Saat kornea tergores maka akan
meninggalkan tanda yang membuat seseorang merasa objek masih tertinggal di mata. Jika
kornea sudah tergores maka mengkucek mata yang justru akan memperparah keadaan
tidak dapat dihindarkan lagi. Untuk mencegahnya, maka diperlukan suatu sediaan steril
pencuci mata yaitu collyrium.
Sediaan collyrium merupakan sediaan berupa larutan steril, jernih, bebas zarah asing,
isotonis, digunakan untuk membersihkan mata. Dapat ditambahkan zat dapar dan zat
pengawet.
Pada praktikum ini kami membuat sediaan kolirium yang ditujukan untuk pengobatan
iritasi mata ringan bukan karen infeksi bakteri maupun virus, yang diharapkan dapat
sesuai dengan formula rancangan dan memenuhi uji mutu fisik serta syarat dari sediaan
kolirium.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui formulasi sediaan steril yang baik dan benar
2. Untuk mengetahui evaluasi sediaan steril terutama pada sediaan collyrium
1.3 Manfaat
1. Agar dapat mengaplikasikan pada dunia kerja khususnya pada industri
2. Dapat membuat sediaan steril yang nantinya akan dijual
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sterilisasi
2.1.1 Pengertian Sterilisasi
Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen
(menimbulkan penyakit) maupun apatogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam
bentuk vegetatif siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam
keadaan statis tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan
pelindung yang kuat). (ilmu resep, 181).
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menjadi steril. (ilmu
resep, 181).
Ada banyak pilihan cara sterilisasi yang berbeda, namun yang penting adalah
bagaimana menetapkan bahwa produk akhirnya dinyatakan sudah steril dan aman
digunakan pasien. Suatu produk dapat disterilkan melalui cara sterilisasi akhir (terminal
strerilization) atau dengan cara aseptik (aseptic proseccing. Cara sterilisasi yang dapat
dilakukan untuk mendapatkan produk steril, yaitu :
1. Cara A (pemanasan secara basah; autoklaf pada suhu 115oC 116oC selama 30
menit dengan uap air panas).
2. Cara B (dengan penambahan bakterisida).
3. Cara C (dengan penyaringan bakteri steril).
4. Cara D (pemanasan secara kering; oven pada suhu 150oC selama 1 jam dengan
udara panas).
5. Cara aseptik (mencegah dan menghindarkan lingkungan dari cemaran bakteri
seminimal mungkin). (Syamsuni,2006).
2.1.3 Macam-macam sterilisasi
1 Sterilisasi panas dengan tekanan atau sterilisai uap (Autoklaf)
pada saaat melakukan sterilisai uap, kita sebenarnya memaparkan
uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu
pada suatu objek, sehingga terjadi pelepasan energi laten uap
yang mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara
ireversibel akibat denaturasi atau koagulasi protein sel. Sterilisasi
demikian merupakan metode yang paling efektif dan ideal karena :
a Uap merupakan pembawa (carrier) energi termal paling efektif
dan semua lapisan pelindung luar mikrorganisme dapat
dilunakkan, sehingga memungkinkan terjdinya koagulasi.
b Bersifat nontoksik, mudah diperoleh, dan relatif mudah di
kontrol.
Suhu jenuh uap air (1000C) pada tekanan 1 atmosfir ternyata
masih kurang dalam membunuh kuman yang resisten. Oleh
karena itu, kita harus mengupayakan agar suhu jenuh uap
ditingkatkan dengan cara meningkatkan tekanannya.
Kemudian, kita dapat melakukannya dalam wadah tertutup
rapat agar dapat tercapai suhu sterilisasi, yaitu 121 0 C atau
lebih. Uap jenuh tidak dapat berkurang suhunya tanpa
menurunkan tekanannya dan sebaliknya. Dengan demikian,
apabila salah satu parameter uap jenuh diketahui , maka
parameter yang lain pasti diketahui pula. Pada praktiknya, saat
uap memasuki chamber mesin sterilisasi, kondisi uap harus
dalam keadaan baik.
Sterilisasi demikian biasa digunakan untuk mensterilkan:
Sediaan injeksi dan suspensi :1210C 15 menit
Baju operasi : 1340C 3 menit
Plastik dan karet : Diterilkan terpisah dari
kontainer
Siklus sterilisasi uap meliputi pada fase pemanasan
(conditioning), pemaparan uap (exposure), pembuangan
(exhaust), dan pengeringan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi uap adalah:
a Waktu
Apabila mikroorganisme dalam jumlah besar dipaparkan
terhadap uap jenuh pada suhu yang konstan, maka semua
mikroorganisme tidak akan terbunuh pada saat bersamaan.
Jumlah mikroorganisme yang bertahan hidup dapat diplot
terhadap waktu pemaparan dan akan menghasilkan kurva
survivor (survivor curve). Terminologi D-value akan
bergantung pada suhu. Pengujian daya bunuh mesin
sterilisasi biasa menggunakan Bacillus stearothermophilus
karena jenis mikroorganisme ini paling resisten terhadap
proses sterilisasi uap. Ahli mikrobiologi sependapat bahwa 6
nilai D-value untuk Bacillus stearothermophilus sudah
menjamin keamanan proses sterilisasi uap. Pada D-value
pertama, jumlah mikroorganisme yang terbunuh adalah 90%
; pada nilai D-value kedua jumlah mikroorganisme yang
terbunuh menjadi 99,9%; dan seterusnya hingga pada niali
D-value keenam jumlah mikroorganisme yang terbunuh
menjadi 99,9999 %.
b Suhu
Peningkatan suhu akan menurunkan waktu proses
sterilisasi secara dramatis. Sebagai gambaran, waktu yang
diperlukan untuk membunuh satu juta B.
Stearothermophilus pada suhu 115,60C adalah 42,6 menit,
tetapi dengan menaikan suhu sampai 140,6 0C waktu yang
dibutuhkan hanya 8 detik. Namun, hal ini tentu terjadi pada
kondisi uap jenuh, sedangkan pada kondisi uap tidak jenuh
mikroorganisme mungkin tidak akan terbunuh secara
sempurna, walaupun suhu sterilisasi dinaikkan.
c Kelembaban
Efek penambahan daya bunuh pada sterilisasi uap
disebabkan kelembaban akan menurunkan suhu yang
diperlukan agar terjadi denaturasi dan koagulasi protein. Di
lain pihak, pada sistem panas kering mikroorganisme akan
terdehidrasi terlebih dahulu baru kemudian suhu akan naik
agar terjadi denaturasi protein seluler. Adanya cairan dalam
uap mengindikasikan istilah kualitas uap, kualitas uap yang
diharapkan minimum 97%. Apabila kualitas uap berada
dibawah 97%, maka dianggap uap tidak jenuh, sehingga
daya bunuh mikroorganisme akan berkurang.
Dengan memanfaatkan tabel korelasi suhu tekanan, kita
dapat memprediksi uap yang dihasilkan dengan rumusan :
P (absolut) = P (gauge) + P (atmosfer)
P (absolut) dapat diketahui dari tabel sesuai dengan suhunya
P (gauge) dapat dibaca pada mesin sterilisasi
P (atmosfer) diketahui dari pengukur tekanan udara
barometer
Apabila penjumlahan dari tekanan udara barometer ditambah
tekanan udara gauge menghasilkan angka yang berbeda
dengan tekanan absolut, maka dapat diprediksi kualitas uap
yang dihasilkan menyimpang dari yang diharapkan.
2 Sterilisasi panas kering (Oven)
Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme
konduksi panas. Panas akan diabsorpsi oleh permukaan luar alat
yang disterilkan, lalu merambat kebagian dalam permukaan
sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Sterilisai panas
kering biasa digunakan untuk alat-alat atau bahan dengan uap
yang tidak dapat berpenetrasi secara mudah atau untuk peralatan
yang terbuat dari kaca. Pada sterilisasi panas kering, pembunuhan
mikroorganisme terjadi melalui mekanisme oksidasi sampai
terjadinya koagulasi protein sel. Karena panas dan kering kurang
efektif dalam mebunuh mikroba dari autoklaf, maka sterilisasi
memerlukan temperatur yang lebih tinggi dan waktu yang lebih
panjang. Kita harus menentukan temperatur dan waktu secara
tersendiri untuk setiap produk dengan pertimbangan ukuran dan
jenis produk serta wadah dan sifat distribusi panas. Pada
umumnya, kita harus mensterilkan masing-masing unit dalam unit
sekecil mungkin dan memakai alat sterilisasi sedemikian rupa
sehingga memungkinkan sirkulasi bebas udara panas dalam
seluruh ruang. Sterilisasi panas kering biasa ditetapkan
temperatur minimum 1600C dengan waktu 1 (satu) jam untuk alat
logam dan alat gelas. Sebaliknya, untuk larutan minyak atau
parafin atau salep sterilisasi ditetapkan pada temperatur minimum
150oC dengan waaktu 1 (satu) jam. Temperatur yang lebih tinggi
memungkinkan waktu sterilisasi yang lebih pendek dari waktu
yang tentukan oleh peraturan. Sebaliknya temperatur yang lebih
rendah membutuhkan waktu yang lebih panjang.
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-
senyawa yang tidak efektif disterilkan dengan autoklaf. Senyawa
demikian meliputi minyak lemak, gliserin, petrolatum, minyak
mineral, parafin, dan berbagai serbuk yang stabil dalam
pemanasan seperti ZnO. Kemudian, sterilisasi panas kering efektif
pula untuk sterilisasi alat-alat gelas (gelas kimia, pipet ukur,
Erlenmeyer, botol-botol, corong dan alat-alat bedah. Metode
pilihannya adalah menggunakan peralatan yang kering (metal)
atau wadah yang kering (porselin) seperti pada pngemasan zat-zat
kimia kering (powder) atau larutan bukan air.
Siklus sterilisasi panas kering meliputi fase pemanasan (udara
panas disirkulasikan pada chamber), periode plateau (tercapainya
suhu pada chamber), equilibrium atau holding time (seluruh
chamber memiliki suhu yang sama), dan pendinginan chamber
(mensirkulasikan udara dingin kedalam chamber).
3 Sterilisasi gas atau etilen oksida
Sterilisasi gas merupakan pilihan lain yang digunakan untuk
sterilisasi alat yang sensitif terhadap panas. Etilen oksida
merupakan senyawa organik kelompok epoksida dari golongan
eter
4 Sterilisasi radiasi
a Ultraviolet
Ultraviolet merupakan gelombang elektro magnetik dengan
panjang gelombang 100-400 nm dengan efek optimal pada 254
nm. Sumbernya adalah lampu uap merkuri dengan daya
tembus hanya 0,01-0,2 nm. Ultraviolet digunakan untuk
sterilisasi ruangan pada penggunaan aseptik.
b Ion
Mekanismenya mengikuti teori tumbukan, yaitu sinar langsung
menghantam pusat kehidupan mikroba (kromosom) atau secara
tidak langsung dengan sinar terlebih dulu membentur molekul
air dan mengubahnya menjadi bentuk radikalnya yang
menyebabkan terjadinya reaksi sekunder pada bagian molekul
DNA mikroba.
c Gamma
Gamma bersumber dari Co60 dan Cs137 dengan aktifitas
sebesar 50-500 KiloCurie serta memiliki daya tembus sangat
tinggi. Dosis efektifnya adalah 2,5 Mrad. Gamma digunakan
untuk mensterilkan alat kedokteran serta alat yang terbuat dari
logam, karet, serta bahan suntesis seperti polietilen.
5 Sterilisasi plasma
Plasma terdiri atas elektron, ion-ion, maupun partikel netral.
Hlilintar merupakan contoh plasma yang terjadi di alam. Plasma
buatan dapat terjadi pada suhu tinggi maupun rendah. Plasma
berasal dari beberapa gas seperti argon, nitrogen, dan oksigen
yang menunjukan aktifitas sporisidal.
6 Sterilisasi filtrasi
Menyaring mikroba atau filtrasi melalui prinsip :
Filter ayakan, didasari perbedaan ukurannya dengan pori.
Ruangan produksi steril adalah tempat yang disiapkan secara khusus dari bahan-bahan
dan tat bentuk yang harus sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik (CPOB).
Ruangan produksi steril harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel
b. jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara
c. suhu 18oC sampai 22oC, kelembaban 35% sampai 50%
d. Dilengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter atau udara yang ada di
dalam ruangan disaring dengan HEPA filter agar mandapatkan udara yang bebas
mikroorganisme dan partikel.
e. Tekanan udara didalam ruangan lebih besar daripada udara diluar, sehingga udara
didalam mengalir keluar (udara diluar yang lebih kotor tidak dapat masuk kedalam
ruangan yang lebih bersih.
f. Minimal harus terbagi atas tiga area, yaitu area kotor (black area, intermediate area
(grey area),dan area bersih (white area).
Tahapan proses untuk mendapatkan ruangan produksi steril bisa dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1. Bersihkan lantai, dinding, dan langit-langit dari debu dan kotoran. Hampir seluruh
benda-benda yang di sterilkan harus secara fisik bersih terlebih dahulu sebelum proses
standar sterilisasi dilakukan. Kontaminasi mikroba pada dasarnya dapat dihilangkan
melalui pembersihan dengan menggunakan deterjen dan air atau dihancurkan dengan
cara sterilisasi atau desinfektisasi. Pembersihan yang dilanjutkan dengan pengeringan
terhadap permukaan hampir dapat dinyatakan efektif sebagaimana halnya jika
menggunakan desinfektan.
2. Bersihkan lantai, dinding, dan langit-langit dengan cairan disinfektan hingga bebas
mikroorganisme. Beberapa disinfektan yang banyak digunakan :
a. Alcohol : Etil atau Isopropil alcohol (60-90 %)
Mekanisme kerja : denaturasi protein
Keuntungan : daya bunuh cepat dengan sifat bakterisidal, tuberkulosidal,
fungsidal, dan virusidal.
Kerugian :
1. Perlu waktu kontak minimum 5 menit untuk mencapai tingkat desinfeksi.
2. Tidak memiliki aktivitas residual.
3. Mudah menguap dan terbakar.
4. Terinaktivasi oleh materi organic.
5. Tidak bersifat sporisidal
b. Halogen : Chlorine (Na-hipoklorit)
Mekanisme kerja: menginhibisi reaksi enzimatik dalam sel, denaturasi protein,
dan inaktivasi asam nukleat.
Keuntungan : efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negative,
tuberkulosidal, fungsidal, dan virusidal dengan daya kerja yang cepat.
Dosis :
1. 50 ppm dapat membunuh vegetatif vakteri dan virus HIV.
2. 200 ppm dapat membunuh virus-virus lain.
3. 500 ppm dapat membunuh hepatitis B.
4. 1000 ppm dapat membunuh Mycrobacterium tuberculosis.
Kerugian :
Kerugian:
Kerugian :
Kerugian :
2.3 Personal
2.3.1 Syarat-syarat Personalia Dalam Produksi
a. Personalia hendaknya mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya dan tersedia dalam jumlah
yang cukup.
b. Personalia hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang
dibebankan kepadanya.
2.3.2 Beberapa Persyaratan yang Harus Dipenuhi Oleh Personalia
Berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh personalia, antara lain :
a. Persyaratan teknis (pra produksi meliputi pakaian dan kesehatan kulit serta lain-
lain).
b. Persyaratan teknis adalah persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan dan harus
dilakukan oleh karyawan, misalnya tidak cacat fisik dan mental, mampu
melaksanakan tugas yang telah diberikan oleh perusahaan dan mempunyai
kemampuan yang cukup pada bidangnya.
c. Sebelum melaksanakan pekerjaannya, terlebih dahulu para pekerja juga harus
memperhatikan persiapan yang benar untuk meminimalkan terjadinya kecelakaan
kerja.
2.3.3 Kesehatan Para Pegawai
Para pegawai yang terlibat dalam proses produksi harus terbebas dari penyakit infeksi
untuk menghindari tercemarnya infeksi terhadap lingkungan peracikan. Terlebih lagi
penyakit kulit atau penyakit akibat virus, karena akan mempengaruhi hasil produksi.
a. Pencucian tangan
Sebelum melakukan peracikan, pegawai harus membersihkan tangan dengan cara
menggosok tangan dan lengan sampai siku dengan menggunakan pembersih yang
tepat misalnya pembersih kulit antimikroba, selanjutnya tangan dan lengan
dikeringkan dengan handuk bebas serat. Dan sebaiknya tidak menggunakan cincin
karena dapat meningkatkan jumlah bakteri pada tangan, mengganggu pencucian
tangan, serta dapat merobek sarung tangan yang akan dipakai. Kemudian
menghindari faktor-faktor lain yang dapat mengurangi keefektifan pencucian tangan
seperti kuku palsu dan cat kuku.
b. Memakai sarung tangan
Saat menggunakan sarung tangan, pemilihan sarung tangan harus didasarkan pada
jenis peracikan yang akan dilakukan. Selama melakukan tugas peracikan dalam
waktu yang panjang, karyawan harus mensanitasi ulang sarung tangan secara
berkala dengan isopropil alkohol 70%.
c. Memakai pakaian yang tepat
Dalam menggunakan pakaian harus dipilih kain sesuai dengan konstruksi kain dan
sifat perintang kain.Yang termasuk dalam konstruksi kain meliputi lipatan jahitan di
tepi kain, penutup leher, pergelangan kaki dan pergelangan tangan.Selain itu kain
juga harus dapat merintangi partikel yang sangat kecil seperti virus dan bakteri.
d. Jas
Jas laboratorium yang terbuat dari bahan berpartikulat rendah (misalnya, poliester)
memadai untuk peracikan sediaan berisiko rendah.Pakaian terusan dan pakaian
penutup seluruh tubuhPakaian yang digunakan harus terbuat dari bahan
berpartikulat rendah yang dapat melindungi dari lintasan bakteri dan permeabilitas
obat. Semakin rapat tenunan kain, maka akan semakin banyak partikel yang
tertahan.
e. Sepatu ganti
Sepatu digunakan sebagai pengganti alas kaki yang dikenakan pada saat berangkat
ke tempat.Sepatu pengganti tersebut harus tertutup sehingga tidak ada kaki yang
terlihat untuk mewaspadai terjadi kecelakaan kerja, selasin itu sepatu tidak boleh
berhak dan licin.
f. Penutup sepatu
Penutup sepatu harus digunakan sebelum kaki menginjak lantai pada bagian bersih
meja kerja atau garis batas pemisah.
g. Masker
Masker harus dikenakan sesaat sebelum bekerja pada meja kerja, masker harus
diganti setiap kali pegawai meninggalkan area peracikan dan apabila masker tidak
utuh lagi sepenuhnya.
h. Scrub
Scrub digunakan untuk menahan keringat yang keluar, agar tidak mengganggu pada
saat peracikan.
i. Penutup kepala
Penutup kepala digunakan untuk menutupi rambut, agar rambut tidak rontok pada
saat proses peracikan. Sebelum menggunakan penutup tersebut, terlebih dahulu
rambut harus dirapikan agar tidak ada yang keluar dari penutup.
j. Urutan pemakaian pakaian
Sebelum memasuki ruang antara (atau ruang bersih) pekerja harus
melepaskanpakaian bagian luar, perhiasan, membersihkan riasan, serta harus
mencuci tangan dengan cara menggosok tangan dan lengan sampai siku dengan
benar. Selanjutnya tangan dikeringkan dengan handuk bebas serat. Kemudian
rambut harus ditutup dengan penutup rambut berbentuk sasak untuk menahan
partikel yang terlepas dari rambut dan menjaga rambut agar tidak menjulur ke area
peracikan, setelah itu menggunakan masker, menggunakan sepatu ganti dan penutup
sepatu untuk menahan partikel-partikel pada sepatu, selanjutnya memakai pakaian
terusan atau jas tertutup, scrub dan yang terakhir menggunakan sarung tangan.
Apabila pekerja perlu meninggalkan ruang bersih, jas harus dilepaskan secara
hati-hati pada pintu masuk dan digantung terbalik untuk digunakan kembali ketika
akan masuk kembali, tetapi hanya selama periode pengerjaan yang sama. Penutup
rambut, masker, penutup sepatu, dan sarung tangan harus dibuang dan perlengkapan
yang baru dikenakan sebelum masuk kembali.
2.4 Collyrium
2.4.1 Pengertian Collyrium
Kolirium adalah sediaan berupa larutan steril, jernih, bebas zarah asing,
isotonis, digunakan untuk membersihkan mata. Dapat ditambahkan zat dapar
dan zat pengawet.
Kolirium dibuat dengan melarutkan obat dalam air, saring hingga jernih,
masukkan dalam wadah, tutup dan sterilkan dengan Cara sterilisasi A, B atau
C, pindahkan ke dalam wadah steril secara aseptic. Alat dan wadah yang
digunakan dalam pembuatan kolirium harus bersih dan steril.
2.4.2 Syarat-Syarat Collyrium
1 Jernih
Sediaan tetes mata harus jernih, bebas dari partikel asing dan melayang. Cara
yang paling sederhana untuk menjamin kejernihan sediaan adalah dengan
melakukan penyaringan.
2 Isotonis
Cairan mata memiliki tonisitas yang ekuivalen dengan larutan NaCl 0,9%,
namun mata masih bisa mentoleril paling rendah 0,6% dan paling tinggi 1,8%.
Pada sediaan yang hipotonis biasanya ditambahkan zat pengisotonis seperti :
NaCl
Asam Borak
Dextrosa
Sediaan yang hipertonis lebih diterima dibandingkan hipotonis.
3 Isohidris
Sediaan obat tetes mata harus memiliki ph = ph cairan air mata (isohidris),
tujuannya untuk menghindari timbulnya rasa perih pada mata pada waktu
diteteskan. Tapi lebih disyaratkan untuk menyamakan ph sediaan dengan ph
stabilitas dari zat aktif, tujuannya untuk menghindari timbulnya fluktuasi ph
sediaan selama penyimpanan yang bisa mempengaruhi stabilitas zat dan
sediaan. Untuk mengatasinya maka ditambahkan buffer.
4 Steril
Sediaan tetes mata harus steril karena penggunaannya di gunakan pada bagian
mata.
5 Viskositas
Bahan pengkhelat viskositas untuk memperpanjang lama kontak dalam mata
dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metilselulosa,
polivinil alkohol dan hidroksi metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk
meningkatkan viskositas.
6 Homogen
Pada sediaan tetes mata terutama sediaan tetes mata berbentuk larutan harus
tercampur sempurna.
7 Bebas pirogen
Pada sediaan tetes mata harus bebas pirogen, pirogen merupakan produk
metabolisme mikroorganisme umumnya bakteri dan kapang serta virus.
2.4.3 Komponen Bahan Collyrium
Formulasi sediaan collyrium meliputi kombinasi satu atau lebih bahan obat
untuk menambah kemampuan terima dan keefektifan sediaan collyrium, suatu
sediaan collyrium harus aman, jernih, isohidris, isotonis, tidak berwarna, steril,
dan bebas pirogen.
R/ Zat aktif
Zat Pembawa
Zat tambahan
1. Zat Aktif
Beberapafaktor yang mempengaruhi penguraian zataktif adalah:
a. Oksigen (Oksidasi)
Pada kasus ini, setelah air dididihkan makaperlu dialiri gas nitrogen dan
ditambahkanantioksidan.
b. Air (Hidrolisis)
Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilihalternatif:
- Dibuat pH stabilitanya dengan penambahanasam/basa atau buffer.
- Memilih jenis pelarut dengan polaritaslebih rendah daripada air, seperti
campuranpelarut air-gliserin-propilenglikol ataupelarut campur
lainnya.
- Dibuat dalam bentuk kering dan steril yangdilarutkan saat disuntikkan.
c. Suhu
Jika zat aktif tidak tahan panas dipilihmetode sterilisasi tahan panas, seperti
filtrasi
d. Cahaya
Pengaruh cahaya matahari dihindari denganpenggunaan wadah berwarna
cokelat.
2. Zat Pembawa
a. Pembawa Air
Sebagian besar produk parenteralmenggunakan pembawa air. Hal tersebut
dikarenakan kompatibilitas air dengan jaringan tubuh, dapat digunakan untuk
berbagai rute pemberian, air mempunyai konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih
mudah untuk melarutkan elektrolit yangterionisasi dan ikatan hidrogen yang
terjadiakan memfasilitasi pelarutan dari alkohol,aldehid, keton, dan amin
(Lachman hal 175).Syarat air untuk injeksi menurut USP (DiktatKuliah Teknologi
Sediaan Steril Hal 149):
- Harus dibuat segar dan bebas pirogen.
- Tidak mengndung lebih dari 10 ppm daritotal zat padat.
- pH antara 5-7
- Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat,kalsium dan amonium,
karbondioksida, dankandungan logam berat serta materialorganik
(tanin, lignin), partikel berada padabatas yang diperbolehkan.
1. Air Pro Injeksi
Aquabidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat (timbal,
Besi,Tembaga), juga tidak boleh mengandung ionCa, Cl, NO3, SO4,
amonium, NO2, CO3. Harussteril dan penggunaan diatas 10 ml harusbebas
pirogen (Rep. Tek Fa. Steril hal 4)Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk
injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak
mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya (Monografi
aqua p.i : FI IV hal. 112-113 ).
Cara pembuatan: didihkan aquabidest selama 30menit dihitung dari setelah
air mendidih diatas api lalu didinginkan (Rep. Tek Fa. Steril)Cara : Aqua p.i +
karbon aktif 0,1% darivolume, dipanaskan 60-70oC selama 15menit. Tidak
boleh menggunakan Aqua DM karena ada zat-zat organik yang tidak
bermuatandapat lolos, ditanggulangi dengan filtrasikarbon adsorben dan
filtrasi bakteri
3. Zat Tambahan
Dapat berupa:
a) Pengatur tonisitas
Contoh: Dekstrosa (5,5%), Natrium Khlorida (0,9%), Natrium Sulfat (1,6%).
b) Pengatur pH (dapar)
Dapar ditambahkan untuk menjaga pH yang disyaratkan untuk banyak produk,
perubahan pH bisa menyebabkan perubahan nyata dalam laju reaksi peruraian.
Contoh:Asam asetat (0.22 %), Asam adipat (1.0 %), Asam sitrat (0.5 %)
c) Pengawet
Untuk menjaga kesterilan obat
Contoh pengawet yang sering digunakan:
- Benzalkonium klorida; benzethonium klorida
- Benzil alkohol; klorbutanol
- Fenol; kresol; p-kloro-m-kresol
- Fenil Merkuri nitrat
- Timerosal; nitromersol
- Metil paraben; propil paraben (lebih efektif bila dikombinasi)
2.5 Praformulasi
Pemerian : Serbuk kristal putih, rasa agak pahit dan lama kelamaan rasa manis, berbau
lemah.
Kelarutan : 1 bagian larut dalam 20 bagian air, 16 bagian alkohol, 4 bagian gliserol,
sedikit larutan dalam minyak, praktis tidak larut dalam eter.
pH : 3,8 4,8
Titik Lebur : 171o C
Titik didih : 300o C
BM : 61,83
OTT : Polivinil alkohol dan tanin.
Sterilisasi : Otoklaf atau Filtrasi.
Konsentrasi : 1% (Steril Dossage form hal. 359)
Khasiat : Fungistatik, bakteriostatik lemah, mata merah berair, bengkak, gatal pada
kelopak mata
Stabilitas : Pada suhu 100C akan kehilangan air dan pada suhu 140C akan berubah
menjadi asam metabolik.
B. Natrium Tetraborat
Pemerian : Hablur transparan, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau.
Kelarutan : 1 bagian larut dalam 20 bagian air, 1 bagian larut dalam 1 bagian air, larut
dalam gliserin, praktis tidak larut dalam etanol.
Konsentrasi : 0,01% - 0,5%
pH : 9 9,6 (larutan 4% dalam air)
Stabilitas : Stabil dalam air dan suhu kamar
OTT : Garam alkaloid merkuri klorida, zink sulfat dan garam metalik lain
Sterilisasi : Autoklaf dan filtrasi
Titik lebur :
BM : 381,37
C. Benzalkoni Klorida
Pemerian : Bentuknya berbagai jenis (serbuk amorf, gel kental, kepingan gelatin),
bersifat higroskopik, seperti sabun jika disentuh dan berbau khas, lembab
dan rasanya sangat getir (bitter taste), berwarna putih hingga kekuningan.
Kelarutan : Tidak larut dalam eter, mudah larut dalam aseton, metanol, etanol 95% dan
air.
Rumus molekul : C21H38ClN
BM : 360
Konsentrasi : 0.01% 0,02%
Titik lebur : 241,02oC
Kerapatan uap : 3,53 x 10-12 mmHg
Berat jenis 0,98 (air = 1); berat jenis relatif 0,9429 g/cu cm pada 25oC.
2.6 Evaluasi
A. Uji Organoleptis
Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan
terhadap suatu produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam
penerapan mutu suatu sediaan. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi
kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk.
Uji organoleptik biasanya dilakukan untuk menilai mutu bahan mentah yang
digunakan untuk pengolahan dan formula yang digunakan untuk menghasilkan produk.
Selain itu, dengan adanya uji organoleptik, produsen dapat mengendalikan proses
produksi dengan menjaga konsistensi mutu dan menetapkan standar tingkat. Produsen
juga dapat meningkatkan keuntungannya dengan cara mengembangkan produk baru,
meluaskan pasaran, atau dengan mengarah ke segmen pasar tertentu.
Pengujiannya dilakukan dengan mengamati bau, rasa, warna serta kelarutan bahan
dalam sediaan larutan pencuci mata. Setelah itu hasil pengamatan dicatat dan
dilaporkan dalam bentuk tabel.
B. Uji homogenitas
Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada
saat proses pembuatan larutan pencuci mata bahan aktif obat dengan bahan dasarnya
dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya
harus homogen sehingga tetes mata yang dihasilkan mudah digunakan dan terdistribusi
merata saat penggunaan pada mata.
C. Uji pH
Tujuan : untuk mengetahui pH pada larutan pencuci mata sesuai apa tidak agar
tidak terjadi iritasi
Prosedur :
Uji kerjernian di tujukan untuk memastikan tidak ada partikel padat kecuali
berbentuk suspensi.
1. Masukkan ke dalam 2 tabung reaksi, masing-masing larutan zat uji dan suspense
padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar sehingga volume larutan
dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.
2. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan Suspensi padanan,
dengan latar belakang hitam.
3. Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah
tabung. Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat
langsung dibedakan dari air dan dari suspensi padanan II.
E. Uji kebocoran
Tujuan dilakukan uji kebocoran adalah untuk mengetahui apakaha ada kebocoran
atau tidak pada kemasan. Kaitan dari uji kebocoran ini adalah sterlilitas sediaan, dan
volume sediaan. Uji ini dilakukan dengan membalikkan botol larutan pencuci mata
sehingga posisi tutup dibawah. Jika terdapat kebocoran, maka dapat berbahaya karena
lewat lubang atau celah tersebut dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme atau
kontaminan lain yang berbahaya. Selain itu, isi tetes mata juga dapat bocor keluar dan
merusak penampilan kemasan.
F. Uji Sterilitas
Semua produk larutan pencuci mata yang diberi label steril harus melewati uji
sterilitas setelah mengalami suatu proses sterilisasi efektif. Uji sterilisasi sangat
penting untuk membersihkan larutan tetes mata dari pencemaran (kontaminasi)
mikroorganisme yang merugikan (patogen) dan juga untuk mengetahui tingkat
sterilitas dari larutan pencuci mata tersebut. Sediaan pencuci mata dinyatakan steril
apabila bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak, baik
dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif.
- Prosedur Uji:
Inokulasi langsung ke dalam media perbenihan lalu diinkubasi pada suhu 2
sampai 25C. Volume tertentu spesimen ditambahkan volume tertentu media uji,
diinkubasi selama tidak kurang dari 14 hari, kemudian amati pertumbuhan secara
visual sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3atau ke-4 atau ke-5, pada
hari ke-7 atau hari ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji.
Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, semua isi
wadah akan diamat untuk menunjukkan ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba
seperti kekeruhan dan atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi
pertumbuhan, maka sediaan pencuci mata yang telah diuji memenuhi syarat.
G. Volume Terpindahkan
Untuk mengetahuai volume sediaan yang terpindahkan ke dalam gelas ukur sesuai
atau tidak dengan yang tertera pada etiket.
Prosedur uji:
1. Larutan di dalam botol pencuci mata dipindahkan ke dalam gelas ukur
2. Kemudian diukur jumlah larutan tetes mata
3. Dibandingkan jumlah larutan yang diukur dengan jumlah larutan yang ditulis
pada etiket
BAB III
METODOLOGI KERJA
3.1 Formulasi
Y rins (AIRINS)
3.2 Perhitungan
- Perhitungan pH
pH = 14 log pOH
= 14 log 1,806
= 13,74
pH campuran :
1,24 +13,74+2,989
= 3 = 5,98
- Perhitungan bahan
pH yang di inginkan : 7,36
asam borat :
= 0,2 x 61,83 x 0,090
= 1,11294 g
1,11294 g = 90 ml
X = 120 ml
133,55
X = 90
X = 1,483 g
Natrium Tetraborat :
= 0,05 x 381,37 x 0,010
= 0,190685 g
0,190685 g = 10 ml
X = 120 ml
22,8822
X = 10
X = 2,28822 g
Benzalkoni klorida : 0,01 % = 0,01/100 x 120 = 0,012 g
API = 120 (1,483 + 2,28822 +0,012 )
= 116,216 ml
- Perhitungan Tonisitas Asam Borat
ASAM BORAT
BENZALKONI KLORIDA
0,012 g/ L
x 1,5 x 1000=0,05
360 g
NATRIUM TETRABORAT
19,06 g /L
x 1,8 x 1000=89,82
381,37 g
3.5 Evaluasi
a) Uji Organoleptis
Mengamati : Bau, warna, kelarutan dari sediaan collyrium.
b) Uji Kejernihan
Prosedur Pengujian (FI IV, 881) :
2. Masukkan ke dalam 2 tabung reaksi, masing-masing larutan zat uji dan suspense
padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar sehingga volume larutan
3. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspensi padanan, dengan
4. Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah
tabung. Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat
c) Uji pH
Kertas indikator pH. Kertas dicelupkan ke dalam larutan dan hasil warna yang
terbentuk dibandingkan terhadap warna standar pH meter.
d) Uji Sterilitas
1. Inokulasi langsung ke dalam media perbenihan lalu diinkubasi pada suhu 2 sampai
diinkubasi selama tidak kurang dari 14 hari, kemudian amati pertumbuhan secara
visual sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3atau ke-4 atau ke-5,
pada hari ke-7 atau hari ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji.
2. Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, semua isi wadah
akan diamat untuk menunjukkan ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba seperti
kekeruhan dan atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan,
a. Volume terpindahkan
Larutan di dalam botol tetes mata dipindahkan ke dalam gelas ukur
Kemudian diukur jumlah larutan
Dibandingkan jumlah larutan yang diukur dengan jumlah larutan yang ditulis pada
etiket
BAB IV
4.2 Pembahasan
Pada praktikum formulasi dan teknologi sediaan steril kali ini dibuat sediaan
collirium. Collirium merupakan sediaan steril yang berupa larutan yang digunakan
untuk membersihkan mata. Pada praktikum ini dibuat sediaan kollirium dengan bahan
asam borat dan natrium tetraborat. Setelah sediaan dibuat kemudian dilakukan
pengujian evaluasi sediaan yaitu uji organoleptis, uji kejernihan, uji pH, dan volume
terpindahkan. pada pengujian organoleptis dan kejernihan hasil pengujian telah
memenuhi syarat sediaan collirium yaitu jernih, larut sempurna dan tidak berbau.
Selanjutnya uji pH yang didapatkan hasil pH sediaan collirium adalah 5. Hasil pH
sediaan yang didapat hampir mendekati hasil perhitungan yang dilakukan sebelum
pembuatan sediaan. Hal ini dapat terjadi karena pada pengujian pH sediaan
menggunakan pH universal yang belum pasti nilai pH sebenarnya dan dapat juga nilai
pH sebenarnya pada sediaan dapat lebih dari 5.
DAFTAR PUSTAKA
Jendral, Direktorat POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III Jakarta : Universitas
Indonesia
Jendral, Direktorat POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Universitas
Indonesia
Drs. H. A. Syamsuni, Apt. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Prof. Drs. Moh. Anief, Apt.1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Howard C. Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas
Indonesia
Lachman, Leon, dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri III. Jakarta : Universitas
Indonesia
Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. Thirty-sixth edition.
London : Pharmaceutical Press
Anonim. 1978. Formularium Nasional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Stefanus Lukas. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi offset