Anda di halaman 1dari 3

4.

3 Depresi
4.3.1 Antidepresan trisiklik dan sejenisnya
4.3.2 SSRI dan sejenisnya
4.3.3 Penghambat Monoamin Oksidase (MAO)
4.3.4 Antidepresan lain

Antidepresan efektif pada pengobatan depresi major derajat sedang sampai berat yang meliputi
depresi major yang terkait penyakit fisik dan setelah melahirkan. Obat kelompok ini juga efektif
untuk dysthymia (depresi kronik derajat rendah). Obat antidepresan tidak seluruhnya efektif
untuk depresi akut yang ringan namun percobaan dapat dipertimbangkan pada kasus yang
refrakter (tidak dapat diatasi) dengan pengobatan/ terapi psikologis.
Keamanan dan khasiat obat antidepresi dalam mengobati depresi pada anak belum diketahui
dengan pasti. Informasi keamanan penggunaan jangka panjang obat pada anak juga masih
sedikit.

Pemilihan Kelas utama obat antidepresan adalah antidepresan trisiklik dan sejenisnya, SSRI,
dan penghambat MAO. Beberapa antidepresan yang tidak dapat diakomodasi dalam kategori di
atas dimasukkan kedalam bab 4.3.4.
Pemilihan antidepresan sebaiknya berdasarkan kebutuhan pasien secara individual, termasuk
didalamnya kemungkinan penyakit yang diderita pada saat yang bersamaan, pengobatan yang
sedang dijalankan, risiko bunuh diri, dan respon terhadap terapi obat antidepresan sebelumnya.
Antidepresan trisiklik lainnya dan sejenisnya dan SSRI umumnya lebih disukai karena
penghambat MAO kurang efektif dan menunjukkan interaksi yang membahayakan dengan
beberapa jenis obat dan makanan. Antidepresan trisiklik mungkin sesuai untuk kebanyakan
pasien depresi. Jika efek samping yang potensial dari antidepresan trisiklik generasi sebelumnya
merupakan masalah, maka akan lebih cocok menggunakan SSRI atau antidepresan generasi baru.
Walaupun SSRI nampaknya ditoleransi lebih baik dibandingkan obat-obat generasi lama,
perbedaannya terlalu kecil untuk bisa menetapkan selalu memilih menjustifikasi SSRI sebagai
terapi lini pertama. Dibandingkan dengan trisiklik yang lebih tua (misal: amitriptilin), obat
turunan trisiklik (misal: trazodon) memiliki efek samping antimuskarinik (seperti: mulut kering
dan konstipasi) yang lebih rendah. Obat turunan trisiklik memiliki risiko kardiotoksik yang lebih
rendah apabila terjadi dosis berlebih, tetapi beberapa pasien mengalami efek samping tambahan
(keterangan lebih lanjut lihat bab 4.3.1).

Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI) memiliki efek samping antimuskarinik yang lebih
rendah dibandingkan dengan trisiklik yang lebih tua dan juga memiliki risiko kardiotoksik yang
lebih rendah apabila terjadi dosis berlebih. SSRI, walaupun kurang efektif, lebih disukai dalam
pengobatan yang memiliki risiko dosis berlebih yang disengaja atau apabila penyakit yang
diderita pada saat yang bersamaan tidak memungkinkan penggunaan antidepresan lainnya. SSRI
juga lebih disukai dibandingkan antidepresan trisiklik untuk mengatasi depresi pada pasien
diabetes melitus. Walaupun begitu, SSRI memiliki efek samping yang khas: efek samping pada
gastrointestinal seperti mual dan muntah adalah umum dan dilaporkan juga ada efek samping
gangguan perdarahan. Untuk pasien dengan penyakit yang berat dan pada kondisi di mana
efikasi yang maksimal tidak diutamakan, antidepresan trisiklik lebih efektif dibandingkan SSRI
atau penghambat MAO. Venlafaksin, pada dosis 150 mg atau lebih, juga terbukti lebih efektif
dibandingkan SSRI untuk depresi mayor dengan tingkat keparahan yang sedang. Pada penderita
depresi berat, penggunaan terapi elektrokonvulsif (ECT) dapat dilakukan.

Penghambat MAO akan lebih efektif dibandingkan trisiklik pada pasien rawat jalan dengan
depresi atipikal. Penggunaan penghambat MAO sebaiknya dimulai oleh klinisi yang
berpengalaman.

Walaupun gejala ansietas sering muncul pada penyakit depresi (dan mungkin merupakan gejala
yang muncul), penggunaan antipsikotik dan ansiolitik dapat menyamarkan penyakit yang
sesungguhnya. Penggunaan Ansiolitik (bab 4.1.2) dan antipsikotik (bab 4.2.1) pada penderita
depresi sebaiknya dilakukan dengan hati-hati tetapi pengobatan ini adalah tambahan yang
berguna pada pasien dengan agitasi. Lihat bab 4.2.2 untuk referensi bagi penanganan kelainan
bipolar.
Obat antidepresan tidak boleh digunakan bersama dengan St Johns Wort karena potensi terjadi
interaksi.

Hiponatremi dan terapi antidepresan. Hiponatremi (umumnya terjadi pada lansia dan
kemungkinan terjadi karena sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai) telah dikaitkan
dengan semua jenis antidepresan,akan tetapi sering dilaporkan pada penggunaan SSRIs
dibandingkan antidepresan lainnya. Dianjurkan untuk mempertimbangkan terjadi hiponatremi
jika pasien yang menggunakan antidepresan menampakkan gejala mengantuk, bingung,
konvulsi.

Penatalaksanaan. Pada awal pengobatan antidepresan, terapi pasien sebaiknya dikaji ulang
setiap 1-2 minggu. Pengobatan ini sebaiknya dilanjutkan minimal 4 minggu (6 minggu pada
lansia) sebelum mengambil keputusan untuk mengubah jenis antidepresan karena kurangnya
efikasi. Pada kasus dengan respons parsial,lanjutkan pengobatan selama 2 minggu (lansia
membutuhkan waktu yang lebih lama).
Setelah remisi, pengobatan antidepresan sebaiknya dilanjutkan dengan dosis yang sama selama
4-6 bulan (pada lansia sekitar 12 bulan). Pasien dengan riwayat depresi berulang sebaiknya
melanjutkan perawatan minimal 5 tahun sampai seumur hidup). Litium (bab 4.2.2) merupakan
alternative lini kedua yang efektif sebagai terapi pemeliharaan. Kombinasi dari dua antidepresan
adalah berbahaya dan jarang dibenarkan (kecuali di bawah pengawasan dokter spesialis).

Kegagalan respon. Kegagalan respon pada dosis awal antidepresan,mungkin memerlukan


peningkatan dosis, penggantian dengan antidepresan jenis lain,atau menggunakan penghambat
MAO pada kasus pasien dengan depresi major atipikal. Kegagalan respon pada antidepresan
kedua mungkin membutuhkan obat untuk memperkuat efek seperti litium atau liotirokain
(dibawa dokter spesialis), psikoterapi atau ECT. Terapi tambahan dengan litium atau penghambat
MAO hanya boleh diawali oleh dokter spesialis dengan pengalaman penggunaan kombinasi di
atas.

Penghentian obat. Apabila setelah penggunaan 8 minggu atau lebih, antidepresan (terutama
penghambat MAO) dihentikan secara tiba-tiba akan timbul efek gejala-gejala gastrointestinal
seperti mual, muntah dan anoreksia, disertai dengan rasa sakit kepala, pusing/mabuk, kedinginan
dan insomnia dan kadang-kadang disertai hipomania, rasa cemas dan extreme motor restlessnes.
Dosis pengobatan sebaiknya diturunkan secara bertahap selama 4 minggu, atau lebih jika muncul
gejala putus obat (selama 6 bulan pada pasien yang telah mendapatkan perawatan jangka
panjang). SSRI telah dikaitkan dengan sindrom putus obat yang khas (bab 4.3.2).

Ansietas. Penanganan ansietas akut umumnya menggunakan benzodiazepin atau buspiron (bab
4.1.2).Untuk ansietas kronik (jangka waktu lebih dari 4 minggu), mungkin lebih cocok
menggunakan antidepresan sebelum menggunakan benzodiazepin. Gangguan ansietas umum
yang tidak memberikan respon terhadap buspiron atau benzodiazepin diatasi dengan
menggunakan antidepresan. Anti-depresan seperti SSRI dan venlafaksin mungkin efektif untuk
pengobatan ansietas yang khas. Pregabilin digunakan untuk pengobatan gangguan kecemasan
yang bersifat menyeluruh.
Sediaan kombinasi antidepresan dan ansiolitik tidak direkomendasikan karena tidak
memungkinkan untuk mengatur dosis masing-masing komponen secara terpisah, karena
antidepresan diberikan secara kontinyu selama beberapa bulan sedangkan ansiolitik diresepkan
untuk penggunaan jangka pendek.

Panic disorder. Antidepresan umumnya digunakan untuk panic disorder dan fobia. Klomipramin
(bab 4.3.1) digunakan untuk obsessional and phobic states, esitalopram dan paroksetin (bab
4.3.3) dan moklobemid (4.3.2) digunakan untuk pengobatan social phobia. Namun pada panic
disorder (dengan atau tanpa agorafobia) yang resisten terhadap terapi antidepresan,
benzodiazepin dapat diper-timbangkan (bab 4.1.2).

Anda mungkin juga menyukai